Anda di halaman 1dari 5

Nama : Dennis Riswanto

NIM : 126222098

Jawaban :

Soal 1.

a. Untuk menentukan apakah transaksi di atas menimbulkan Deferred Tax Asset (DTA) atau Deferred
Tax Liability (DTL), perlu diketahui apakah selisih antara pengakuan laba/rugi di laporan keuangan
dan pengakuan laba/rugi di perpajakan akan menghasilkan kewajiban pajak di masa depan (DTL)
atau manfaat pajak di masa depan (DTA).
1. Penghasilan dari penjualan cicilan:

Apabila penghasilan dari penjualan cicilan diakui di laporan laba/rugi sebelum diakui di
perpajakan, hal ini bisa menimbulkan DTL. Ini karena perusahaan akan membayar pajak
lebih tinggi di masa depan ketika cicilan tersebut diakui sebagai pendapatan di perpajakan.

2. Pendapatan dari Kontrak Konstruksi Jangka Panjang:

Apabila pendapatan dari kontrak konstruksi jangka panjang diakui di laporan laba/rugi
sebelum diakui di perpajakan, hal ini bisa menimbulkan DTL. Perusahaan akan membayar
pajak lebih tinggi di masa depan ketika pendapatan tersebut diakui sebagai pendapatan di
perpajakan.

3. Taksiran biaya dari kontrak garansi produk:

Apabila taksiran biaya dari kontrak garansi produk diakui di laporan laba/rugi sebelum
diakui di perpajakan, hal ini bisa menimbulkan DTA. Perusahaan akan mendapatkan
manfaat pajak di masa depan ketika biaya tersebut diakui sebagai pengeluaran di
perpajakan.

4. Bunga obligasi yang bebas pajak:

Apabila bunga obligasi yang bebas pajak diakui di laporan laba/rugi sebelum diakui di
perpajakan, hal ini bisa menimbulkan DTL. Perusahaan akan membayar pajak lebih tinggi di
masa depan ketika bunga tersebut diakui sebagai pendapatan di perpajakan.

b. Untuk membuat pencatatan di pembukuan PT Ani terkait dengan transaksi kombinasi bisnis
merger dengan PT Budi, berikut adalah pencatatan yang perlu dilakukan berdasarkan
informasi yang diberikan:
1. Penerbitan Saham: Pencatatan penerbitan 70 juta lembar saham biasa dengan nilai
wajar Rp 1.000 per lembar dan nilai par Rp 600 per lembar sebagai imbalan yang
dialihkan:
a. Debit: Aset Lancar - Kas (70 juta lembar x Rp 1.000/lembar) Kredit: Modal Saham -
Modal Berbayar (70 juta lembar x Rp 600/lembar) Kredit: Modal Saham - Agio Saham
(selisih antara nilai wajar dan nilai par)
b. Debit: Aset Lancar - Kas (biaya penerbitan saham sebesar Rp 20 juta) Kredit: Aset
Lancar - Beban Penerbitan Saham (biaya penerbitan saham sebesar Rp 20 juta)
2. Pembayaran Imbalan: Pencatatan pengeluaran uang sebesar Rp 40 miliar sebagai
imbalan yang dialihkan untuk transaksi:
a. Debit: Aset Lancar - Kas (imbalan yang dialihkan sebesar Rp 40 miliar) Kredit: Aset
Tidak Lancar - Nilai Wajar Aset Bersih PT Budi (selisih antara nilai wajar dan nilai buku
aset bersih PT Budi

Soal 2

a. PT Bianglala harus melaporkan taksiran biaya garansi produk untuk kedua produk tersebut
dengan pendekatan yang berbeda:
a. Produk A (dengan biaya garansi yang dapat diperkirakan): PT Bianglala dapat melaporkan
taksiran biaya garansi produk A dengan menghitung 1% dari penjualan produk A. Jumlah
ini dapat diakui sebagai beban garansi dalam laporan laba/rugi.
b. Produk B (dengan biaya garansi yang tidak dapat diperkirakan secara wajar): Karena
biaya garansi produk B tidak dapat diperkirakan secara wajar, PT Bianglala perlu
melaporkan taksiran biaya garansi produk B dengan pendekatan konservatif. Dalam hal
ini, mereka dapat melaporkan taksiran biaya garansi produk B sebagai beban garansi
yang dianggap paling mungkin terjadi. Ini akan mencerminkan kehati-hatian dalam
pelaporan keuangan.
b. PT Cakrawala harus melaporkan tuntutan ini dalam laporan keuangan tahun 2023 dengan
mempertimbangkan penilaian yang paling mungkin terjadi. Berdasarkan informasi yang
diberikan oleh pengacara, penilaian yang paling mungkin sebesar Rp. 1 miliar. Dalam hal ini,
PT Cakrawala perlu mengakui kewajiban atas tuntutan tersebut dengan memasukkan jumlah
penilaian yang paling mungkin sebagai estimasi liabilitas kontinjensi dalam laporan keuangan
tahun 2023. Jumlah tersebut dapat diakui sebagai liabilitas dan diungkapkan dalam catatan
kaki atau laporan keuangan terkait.

Soal 3

a. Perlakuan akuntansi yang paling tepat terkait dengan transaksi cryptocurrency dapat ditinjau
berdasarkan PSAK 73 tentang Instrumen Keuangan dengan Karakteristik Ekuitas. Menurut
PSAK ini, cryptocurrency seperti Bitcoin atau Ethereum dianggap sebagai instrumen
keuangan jika memenuhi kriteria tertentu, seperti memiliki karakteristik hak kepemilikan
atau hak klaim terhadap aset ekonomi. Untuk pengakuan awal, cryptocurrency yang
dianggap sebagai instrumen keuangan harus diukur pada nilai wajar pada saat transaksi.
Setelah pengakuan awal, cryptocurrency tersebut akan diukur dengan biaya perolehan atau
nilai wajar, tergantung pada apakah instrumen tersebut diukur pada biaya perolehan yang
dapat diandalkan. Selanjutnya, perlakuan akuntansi yang tepat akan bergantung pada tujuan
memegang cryptocurrency. Jika cryptocurrency digunakan untuk tujuan perdagangan, maka
akan diakui sebagai aset keuangan dan akan diukur pada nilai wajar dengan perubahan nilai
wajar yang diakui dalam laporan laba rugi. Jika cryptocurrency digunakan untuk tujuan
investasi, maka akan diakui sebagai aset keuangan tersedia untuk dijual atau diukur pada
biaya perolehan dan diakui dalam laporan perubahan ekuitas.
b. Perlakuan akuntansi yang paling tepat terkait dengan transaksi investment in gold dapat
ditinjau berdasarkan PSAK 71 tentang Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran.
Namun, penting untuk dicatat bahwa PSAK 71 tidak secara khusus mengatur tentang emas
sebagai instrumen keuangan. Oleh karena itu, perlakuan akuntansi akan tergantung pada
tujuan memegang emas tersebut. Jika investasi emas digunakan untuk tujuan perdagangan,
maka emas tersebut dapat dianggap sebagai aset keuangan dan akan diukur pada nilai wajar
dengan perubahan nilai wajar yang diakui dalam laporan laba rugi. Jika investasi emas
digunakan untuk tujuan investasi jangka panjang, maka emas tersebut dapat diakui sebagai
aset tetap dan diukur pada biaya perolehan dan diakui dalam laporan posisi keuangan.
Namun, penting untuk mencatat bahwa perlakuan akuntansi yang tepat akan bergantung
pada kebijakan akuntansi yang diterapkan oleh perusahaan dan keputusan manajemen
terkait dengan tujuan investasi emas.
c. Perlakuan revenue dengan asset-liability model dikaitkan dengan akun aset kontrak dan
kewajiban kontrak dapat ditinjau berdasarkan PSAK 23 tentang Pendapatan dari Kontrak
dengan Pelanggan. Menurut PSAK ini, pendapatan harus diakui ketika kontrol atas barang
atau jasa yang diberikan kepada pelanggan telah dialihkan. Dalam asset-liability model,
pendapatan diakui ketika perusahaan memiliki aset kontrak dan terdapat kepastian bahwa
manfaat ekonomi yang signifikan akan mengalir ke perusahaan. Di sisi lain, kewajiban kontrak
diakui ketika perusahaan memiliki kewajiban untuk mentransfer barang atau jasa kepada
pelanggan dan terdapat kepastian bahwa manfaat ekonomi yang signifikan akan dialihkan
dari perusahaan. Perlakuan akuntansi yang tepat akan melibatkan pengakuan pendapatan
secara proporsional seiring dengan pemenuhan kewajiban kontrak yang relevan. Selain itu,
perusahaan juga harus mengungkapkan informasi yang relevan mengenai aset kontrak dan
kewajiban kontrak dalam laporan keuangannya.
d. Jika investee mengalami kerugian, perlakuan akuntansi bagi investor dengan metode ekuitas
akan tergantung pada kepemilikan investor dalam investee dan penilaian atas penurunan
nilai investasi. Jika penurunan nilai investasi dianggap sementara dan dapat dipulihkan,
investor dengan metode ekuitas dapat memperlakukan penurunan nilai tersebut sebagai
penurunan sementara dalam laporan laba rugi atau melalui penggunaan akun ekuitas
kumulatif. Namun, jika penurunan nilai investasi dianggap permanen atau signifikan, investor
harus mengevaluasi apakah penurunan tersebut mencerminkan penurunan nilai dalam aset
investee atau hanya kehilangan nilai investasi. Jika penurunan nilai mencerminkan
penurunan nilai dalam aset investee, investor harus menyesuaikan nilai investasi mereka
sesuai dengan penurunan nilai tersebut. Penting untuk dicatat bahwa perlakuan akuntansi
yang tepat akan tergantung pada kebijakan akuntansi yang diterapkan oleh investor dan
penilaian atas penurunan nilai investasi yang dilakukan oleh investor.

Soal 4

a. Potensi financial shenanigans dari nilai kas dan setara kas yang turun jauh lebih besar dari
penurunan nilai total aset dapat terjadi karena adanya manipulasi atau rekayasa dalam
pelaporan keuangan. Beberapa alasan mengapa hal ini dapat terjadi antara lain:
1. Penggelembungan kas dan setara kas: Perusahaan dapat dengan sengaja
menggelembungkan jumlah kas dan setara kas dalam laporan keuangan untuk
memberikan kesan stabilitas keuangan yang lebih tinggi. Dengan cara ini, mereka dapat
menutupi penurunan nilai aset yang sebenarnya.
2. Pengalihan dana: Perusahaan dapat melakukan pengalihan dana dari kas dan setara kas
ke aset atau entitas lain untuk menyembunyikan penurunan nilai aset yang sebenarnya.
Hal ini dapat dilakukan melalui transaksi palsu atau manipulasi akuntansi.
3. Penyembunyian utang: Perusahaan dapat menggunakan kas dan setara kas untuk
membayar utang yang sebenarnya belum dilaporkan atau dikurangkan dari laporan
keuangan. Dengan cara ini, mereka dapat mengurangi penurunan nilai aset yang terlihat
dalam laporan keuangan.
b. Potensi financial shenanigans dari penurunan beban piutang tak tertagih yang jauh lebih
besar dari penurunan nilai piutang dapat terjadi karena manipulasi atau rekayasa dalam
pelaporan keuangan. Beberapa alasan mengapa hal ini dapat terjadi antara lain:
1. Pemindahan piutang: Perusahaan dapat memindahkan piutang tertentu ke kategori
piutang tak tertagih atau mereduksi jumlah piutang tertagih yang sebenarnya untuk
mengurangi beban piutang tak tertagih yang terlihat dalam laporan keuangan.

2. Penyembunyian piutang tak tertagih: Perusahaan dapat menyembunyikan atau menunda


pengakuan piutang tak tertagih yang sebenarnya sudah tidak dapat ditagih. Dengan cara
ini, mereka dapat mengurangi penurunan nilai piutang yang terlihat dalam laporan
keuangan.
3. Manipulasi akuntansi: Perusahaan dapat melakukan manipulasi dalam pencatatan
piutang tak tertagih dengan menggunakan metode yang tidak sesuai atau
memperpanjang periode pengakuan piutang tak tertagih untuk mengurangi jumlah yang
dilaporkan.
c. Dalam kasus PT Bintang, meskipun perusahaan telah mengungkapkan upaya manajemen
risiko ke depan untuk mencegah pencemaran lingkungan yang serupa terulang, mereka
belum memenuhi semua prinsip dalam pelaporan keberlanjutan. Salah satu prinsip dalam
pelaporan keberlanjutan adalah keterkaitan antara tujuan sosial, lingkungan, dan ekonomi
perusahaan. PT Bintang telah mengungkapkan upaya mereka dalam mencegah pencemaran
lingkungan, tetapi tidak mengungkapkan dampak dan penyebab pencemaran yang sudah
terjadi. Hal ini tidak mencerminkan keterkaitan yang diperlukan dalam pelaporan
keberlanjutan untuk memahami dampak penuh dari kegiatan perusahaan terhadap
lingkungan. Pelaporan keberlanjutan yang baik harus melibatkan pengungkapan yang jujur,
terperinci, dan transparan mengenai dampak lingkungan perusahaan, termasuk
pengungkapan penyebab dan tindakan yang diambil untuk mengatasi masalah tersebut. PT
Bintang perlu memperbaiki laporan keberlanjutan mereka dengan menyertakan informasi
yang relevan tentang dampak dan penyebab pencemaran lingkungan yang sudah terjadi.
d. Di Indonesia, bentuk usaha yang wajib mengungkapkan informasi tentang tanggung jawab
sosial dan lingkungan (Corporate Social Responsibility/CSR) adalah perusahaan terbuka
(emiten) yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan perusahaan yang tergolong sebagai
Perseroan Terbatas (PT). Kewajiban ini diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
No. 51/POJK.03/2017 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Emiten atau
Perusahaan Publik. Perusahaan terbuka diwajibkan untuk menyampaikan laporan
keberlanjutan yang mencakup informasi tentang praktik CSR mereka, termasuk inisiatif sosial
dan lingkungan yang dilakukan, dampak yang dihasilkan, dan kebijakan yang diterapkan
dalam hal ini. Selain itu, perusahaan PT juga diharapkan untuk melakukan pelaporan
keberlanjutan yang menggambarkan tanggung jawab sosial dan lingkungan mereka. Dalam
rangka mendorong keberlanjutan dan pertanggungjawaban sosial dan lingkungan,
pemerintah Indonesia juga mendorong perusahaan lain di luar kategori di atas untuk
melakukan praktik CSR dan menyampaikan laporan keberlanjutan sebagai bagian dari
tanggung jawab mereka kepada masyarakat dan lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai