Anda di halaman 1dari 5

Rangga Fakhrurriza

210901502014
Akuntansi S1 / Kelas A

BAB 9
ASET TETAP

Definisi Aset Tetap


Dalam SAK-ETAP yang diatur oleh IAI (2009: 68), aset tetap adalah aset berwujud yang
dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk disewakan
ke pihak lain, atau untuk tujuan administratif dan diharapkan akan digunakan lebih dari satu
periode. Sedangkan menurut pajak, sesuai dengan Pasal 11 UU PPh Nomor 36 Tahun 2008,
aset tetap adalah harta berwujud yang dapat disusutkan dan terletak atau berada di Indonesia,
dimiliki dan dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang
merupakan objek pajak serta mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun.

Perolehan Aset Tetap


Aset tetap yang diperoleh dengan pembelian dalam bentuk sip pakai dicatat sejumlah
harga beli ditambah dengan biaya-biaya yang terjadi pada sat perolehan tau konstruksi dan/atau
jika dapat diterapkan, jumlah yang dapat diatribusikan ke aset pada saat pertama kali diakui
sesuai dengan persyaratan tertentu dalam SAK-ETAP. Biaya-biaya tersebut seperti biaya
pengiriman, biaya bongkar muat, biaya pemasangan, biaya profesional, bea masuk, pajak
masukan yang tidak bole dikreditkan, dan lain-lain ditambahkan ke dalam harga perolehan.
Sementara asetiap potongan dagang dan rabat dikurangkan dari harga perolehan.

Penyusutan Aset Tetap


Dalam SAK-ETAP yang diatur oleh IAI (2009: 71-73), metode-metode penyusutan yang
dapat digunakan adalah sebagai berikut.
a. Metode garis lurus (straight line method) menghasilkan pembebanan yang tetap selama
umur manfaat aset jika nilai residunya tidak berubah.
b. Metode saldo: menurun (diminishing balance method) menghasilkan pembebanan yang
menurun selama umur manfaat aset.
c. Metode jumlah unit produksi (sum of the unit of production method) menghasilkan
pembebanan berdasarkan pada penggunaan atau output yang diharapkan dari suatu aset.
Pasal 11 ayat (6) UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 mengatur masa manfaat harta berwujud
dan tarif penyusutan menurut metode garis lurus dan saldo menurun.
Dalam SAK-ETAP yang diatur oleh IAI (2009:70-73), kebijakan perbaikan dan perawatan
aset tetap yang dilakukan oleh entitas dapat mempengaruhi masa manfaat aset tetap, maka
entitas harus menelaah ulang metode penyusutan saat ini dan mengubah metode penyusutan
untuk mencerminkan pola yang baru. Pengeluaran yang memperpanjang masa manfaat atau
memberikan manfaat ekonomis pada masa mendatang dalam bentuk peningkatan kapasitas,
mutu produksi, atau peningkatan standar kinerja harus ditambahkan pada jumlah tercatat aset
tetap tersebut. Namun apabila pengeluaran untuk perbaikan atau perawatan aset tetap tersebut
Rangga Fakhrurriza
210901502014
Akuntansi S1 / Kelas A

tidak dapat memperpanjang masa manfaat, maka umumnya langsung diakui sebagai beban
dalam laporan laba rug pada periode terjadinya.

Pertukaran Aset Tetap


Dalam SAK-ETAP yang diatur oleh IAI (2009: 70), apabila aset tetap diperoleh melalui
petukaran dengan aset nonmoneter atau kombinasi aset moneter dan aset nonmoneter maka
biaya perolehan diukur pada nilai wajar, kecuali:
a. Transaksi pertukaran tidak memiliki substansi komersial; atau
b. Nilai wajar aset yang diterima atau aset yang diserahkan tidak dapat diukur secara andal,
maka biaya perolehan diukur pada jumlah tercatat aset yang diserahkan.
Menurut penjelasan Pasal 10 UU PPh Nomor 36 Tahun 2008, nilai perolehan atau nilai
penjualan dalam hal terjadi tukar-menukar harta adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan
atau diterima berdasarkan harga pasar. Harta yang diperoleh berdasarkan transaksi tukar
menukar dengan harta lain, maka nilai perolehan atau nilai penjualannya adalah jumlah yang
seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar. Selisih antara harga pasar
dengan nilai sisa buku harta yang dipertukarkan merupakan keuntungan yang dikenakan pajak.

Penghentian Aset Tetap


1. Pelepasan Aset Tetap
Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta terjadi apabila WP menjual
aset dengan harga yang lebih tinggi dari nilai sisa buku atau lebih tinggi dari harga atau
nilai perolehan. Penjualan atau pengalihan harta sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) huruf d UU
PPh Nomor 36 Tahun 2008, jumlah nilai sisa buku dibebankan sebagai kerugian dan
jumlah harga jual atau penggantian asuransi dicatat sebagai penghasilan. Hal ini dicatat
pada tahun terjadinya pengalihan harta tersebut. Apabila terdapat kerugian sebesar nilai
sisa buku harta karena penggantian asuransi yang jumlahnya baru diketahui pada masa
yang datang maka jumlah nilai sisa buku fiskal harta yang bersangkutan dapat dicatat
sebagai beban masa yang akan datang dengan perasetujuan Dirjen Pajak.
Menurut Pasal 16D UU PPN Nomor 42 Tahun 2009, pengalihan aset oleh PKP yang
menurut tujuan semula aset tersebut tidak untuk diperjualbelikan dikenakan PPN sebesar
10% dari DPP, kecuali atas penyerahan aset yang pajak masukannya tidak dapat
dikreditkan, yaitu:
a. aset yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan usaha sesuai Pasal 9 ayat (8)
huruf b; dan
b. aset kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon sesuai Pasal 9 ayat (8) huruf
c.
DPP-nya adalah sebesar harga jual atau harga pasar wajar dari aset yang diserahkan.
PKP tidak perlu menyetorkan sendiri secara langsung tetapi dapat dikompensasikan
dengan pajak masukannya terlebih dulu atau diperlakukan sama dengan pajak keluaran.
PKP juga melaporkan PPN atas penyerahan aset bekas dengan menggunakan SPT Masa
PPN masa pajak yang sama dengan bulan penyerahan.
Rangga Fakhrurriza
210901502014
Akuntansi S1 / Kelas A

2. Tidak Memiliki Masa Manfaat


Menurut SAK-ETAP yang diatur oleh IAI (2009: 74), entitas harus menghentikan
pengakuan aset tetap pada saat ketika tidak ada manfaat ekonomi masa dean yang
diekspektasikan dari penggunaannya. Entitas dapat mencatat aset tetap sebesar nilai
tercatat aset tetap (Rl), apabila aset tetap masih dapat digunakan untuk operasional sehari-
hari. Tetapi apabila aset tetap sudah tidak dapat digunakan lagi maka entitas harus
mengakui keuntungan atau kerugian atas penghentian pengakuan aset tetap dalam laporan
laba rugi ketika aset tersebut dihentikan pengakuannya. Keuntungan tersebut tidak bole
diklasifikasikan sebagai pendapatan.

Revaluasi Aset Tetap


Revaluasi aset tetap adalah suatu penilaian kembali atas aset tetap yang dimiliki
perusahaan sehingga sesai dengan harga pasar saat dilakukannya revaluasi tersebut. Selisih
nilai revaluasi aset tetap diakui dalam ekuitas dengan akun "Surplus Revaluasi Aset Tetap".
Akun tersebut dalam ekuitas dapat dipindahkan langsung ke saldo laba pada aset tersebut
dibentikan pengakuannya. Hal ini meliputi pemindahan sekaligus "Surplus Revaluasi Aset
Tetap" pada saat penghentian atau pelepasan aset tersebut. Tetapi, surplus revaluasi aset tetap
dapat dipindahkan sejalan dengan penggunaan aset oleh entitas.
Revaluasi aset tetap juga diatur dalam PER-12/PJ/2009. WP dalam negeri dan BUT tidak
termasuk perusahaan yang memperoleh izin menyelenggarakan pembukuan dalam mata uang
Dolar Amerika Serikat, dapat melakukan penilaian kembali aset tetap perusahaan untuk tujuan
perpajakan. Untuk dapat melakukan penilaian kembali aset tetap perusahaan untuk tujuan
perpajakan, WP wajib mengajukan permoonan kepada Kepala Kantor Wilayah Dirjen Pajak
yang membawahi KPP tempat perusahaan terdaftar (KPP Domisili), untuk mendapatkan
Persetujuan Dirjen Pajak terlebih dahulu.
Perlakuan aset tetap setelah direvaluasi akan memiliki nilai buku yang sama dengan nilai
pasar. Nilai pasar (nilai setelah dilakukan revaluasi aset tetap) tersebut merupakan dasar
penyusutan yang baru dan mulai berlaku pada saat dilakukannya revaluasi. Masa manfaat aset
tetap menjadi nol kembali atau seolah-olah belum pernah disusutkan.
Penilaian kembali dapat meliputi seluruh atau sebagian set tetap perusahaan termasuk aset
tetap perusahaan yang sudah pernah dilakukan penilaian kembali berdasarkan ketentuan yang
berlaku sebelumnya. Penilaian kembali tersebut dapat dilakukan paling banyak 1 kali dalam
tahun buku yang sama. Aset tetap yang direvaluasi tidak diperbolehkan dilakukan revaluasi
kembali pada tahun yang sama, sehingga setelah revaluasi aset tetap dilakukan dalam suatu
tahun, aset tetap tersebut tidak dapat dinilai kembali walaupun terjadi inflasi lebih dari satu kali
dalam satu tahun.
Rangga Fakhrurriza
210901502014
Akuntansi S1 / Kelas A

BAB 10
ASET TAK BERWUJUD

AKUNTANSI
A. Definisi Aset Tak Berwujud
Menurut SAK-ETAP yang diatur oleh IAI (2009: 76), aset tak berwujud adalah aset
nonmoneter yang dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik. Ciri utama aset
tak berwujud ialah berupa benda yang tidak dapat dilihat dan dipegang. Entitas dapat
mengakui aset tak berwujud, apabila:
1. kemungkinan entitas akan memperoleh manfaat ekonomis masa dean dari aset
tersebut; dan
2. biaya perolehan aset atau nilai aset tersebut dapat diukur dengan andal.

B. Nilai Perolehan Aset Tak Berwujud


Aset tak berwujud dapat diperoleh dengan cara membeli dari pihak luar dan dihasilkan
secara internal. Menurut SAK-ETAP (2009:77), nilai aset tak berwujud dicatat sesuai
dengan biaya perolehannya. Biaya perolehan aset tak berwujud terdiri atas:
1. harga beli, termasuk bea impor dan pajak yang sifatnya tidak dapat dikreditkan setelah
diskon dan potongan dagang; dan
2. biaya-biaya yang dapat diatribusikan secara langsung dengan mempersiapkan aset
hingga siap digunakan sesuai dengan tujuannya.

C. Umur Manfaat dan Metode Amortisasi


Untuk tujuan SAK-ETAP, semua aset tak berwujud dianggap mempunyai umur
manfaat yang terbatas. Tetapi, apabila entitas tidak mampu mengestimasi umur manfaat
aset tak berwujud, maka umur manfaatnya dianggap 10 tahun.
Amortisasi dimulai ketika aset siap digunakan, yaitu aset tersebut berada di lokasi dan
kondisi yang dibutuhkan untuk mampu beroperasi sesuai dengan keinginan pihak
manajemen. Amortisasi dihentikan ketika aset dihentikan pengakuannya. Entitas harus
memilih metode amortisasi yang mencerminkan pola pemanfaatan aset di masa
mendatang, tetapi apabila entitas tidak dapat menetapkan pola yang andal maka entitas
harus menggunakan metode garis lurus. Contoh aset tak berwujud dan aset lainnya adalah
Goodwill dan Biaya Pra-operasi.

PERPAJAKAN
Proses penyusutan aset tak berwujud dalam akuntansi dan perpajakan disebut amortisasi. Aset
tak berwujud menurut perpajakan (Penjelasan Pasal 11A ayat (1) UU PPh Nomor 36 Tahun
2008) harus diamortisasikan apabila harta itu mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun yang
digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Adapun tarif amortisasi
yang diatur dalam UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 11A ayat (2) sebagai berikut.
Rangga Fakhrurriza
210901502014
Akuntansi S1 / Kelas A

1. Kelompok 1, Masa manfaat 4 tahun, Tarif berdasarkan metode garis lurus (25%) dan saldo
menurun (50%)
2. Kelompok 2, Masa manfaat 8 tahun, Tarif berdasarkan metode garis lurus (12,5%) dan
saldo menurun (25%)
3. Kelompok 3, Masa manfaat 16 tahun, Tarif berdasarkan metode garis lurus (6,25%) dan
saldo menurun (12,5%)
4. Kelompok 4, Masa manfaat 20 tahun, Tarif berdasarkan metode garis lurus (5%) dan saldo
menurun (10%)
Menurut PMK-248/PMK.03/2008, amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh aset tak
berwujud dan pengeluaran lainnya untuk bidang usaha tertentu dimulai pada bulan
dilakukannya pengeluaran atau pada bulan produksi komersial. Penentuan masa manfaat dan
tarif amortisasi untuk aset tak berwujud yang masa manfaatnya tidak tercantum pada kelompok
masa manfaat yang ada, maka W dapat menggunakan masa manfaat yang terdekat.
Pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi komersial (biaya pendirian) yang mempunyai
masa manfaat lebih dari 1 tahun, dapat dikapitalisasi dan diamortisasi sesuai dengan ketentuan
masa manfaat dan tarif amortisasi dalam UU PPh. Sedangkan, untuk pengeluaran biaya
pendirian yang memiliki masa manfaat kurang dari I tahun, haruslah dibebankan sekaligus
pada tahun berjalan yang bersangkutan.

AKUNTANSI UNTUK SUMBER ALAM


Deplesi adalah istilah yang digunakan dalam akuntansi untuk menyatakan alokasi
sistematis dan rasional perolehan sumber alam. Perpajakan menggunakan istilah lain untuk
deplesi, yaitu amortisasi.
Rumus untuk menghitung deplesi adalah:
Deplesi per unit = (Total perolehan – Nilai Residu) / Total unit yang diestimasi
Beban deplesi per tahun = Deplesi per unit x Jumlah unit yang dihasilkan dan dijual
Menurut ketentuan perpajakan, hak penambangan dan pengusahaan hutan termasuk aset
tak berwujud. Oleh karena itu, harga perolehannya dapat diamortisasi berdasarkan metode
satuan produksi dengan pembatasan sebagai berikut.
1. Biaya untuk memperoleh hak penambangan selain minyak dan gas bumi, hak pengusahaan
hutan dan hak pengusahaan sumber alam serta hasil alam lainnya seperti hak pengusahaan
hasil laut yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun; dapat diamortisasikan dengan
menggunakan metode satuan produksi persentase yang tidak lebih dari 20% setahun.
Jumlah penambangan/penebangan
Amortisasi per tahun = x 20%
𝑇𝑎𝑘𝑠𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖/𝑑𝑒𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡
2. Biaya untuk memperoleh hak dan/atau biaya lain-lain yang mempunyai masa manfaat lebih
dari satu tahun dalam bidang penambangan minyak dan gas bumi dilakukan dengan
menggunakan metode satuan produksi.
Jumlah penambangan
Amortisasi per tahun = x tanpa batasan
𝑇𝑎𝑘𝑠𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖

Perbedaan utama antara deplesi dan amortisasi adalah nilai residu tidak dipertimbangkan
dalam menghitung persentase amortisasi hak penambangan dan pengusahaan hutan.

Anda mungkin juga menyukai