Anda di halaman 1dari 7

PENILAIAN KEMBALI (REVALUASI) ASET TETAP

REVALUASI ASET TETAP BERDASARKAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN


Revaluasi aset tetap dalam akuntansi pada umumnya tidak diperkenankan kecuali
ditentukan berdasarkan peraturan pemerintah, misalnya peraturan pajak. Dalam PSAK Nomor 16
disebutkan bahwa penilaian kembali aset tetap pada umumnya tidak diperkenankan karena
Standar Akuntansi Keuangan (SAK) menganut penilaian aset berdasarkan harga perolehan atau
harga pertukaran. Penyimpangan dari ketentuan ini mungkin dilakukan berdasarkan ketentuan
pemerintah. Dalam hal ini, laporan keuangan harus menjelaskan mengenal penyimpangan dari
konsep harga perolehan di dalam penyajian aset tetap serta pengaruh penyimpangan tersebut
terhadap gambaran keuangan perusahaan. Selisih revaluasi dengan nilai buku (nilai tercatat) aset
tetap dibukukan dalam akun modal dengan nama 'selisih penilaian kembali aset tetap
Revaluasi atau penyajian kembali (restatement) aset dan kewajiban menimbulkan
kenaikan atau penurunan ekuitas. Meskipun memenuhi definisi penghasilan dan beban. menurut
konsep pemeliharaan modal tertentu, kenaikan dan penurunan ini tidak dimasukkan dalam
laporan laba rugi. Sebagai alternatif pos ini dimasukkan ke dalam ekuitas sebagai penyesuaian
pemeliharaan modal atau cadangan revaluasi.
REVALUASI ASET TETAP BERDASARKAN UNDANG UNDANG PAJAK
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 384/KMK.04/1998 Tanggal 14 Agustus 1998
dan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor 29/Pj.42/1998, menjelaskan hal-hal sebagal berikut.
1. Wajib Pajak yang dapat melakukan revaluasi adalah Wajib Pajak badan dalam negeri
yang terletak atau berada di Indonesia. Wajib Pajak badan dalam negeri adalah
sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha
maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan
komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan
dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan. perkumpulan,
yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis,
lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya.
2. Telah memenuhi semua kewajiban pajaknya sampai dengan masa pajak terakhir sebelum
masa pajak dilakukannya penilaian kembali. Kewajiban pajak yang dimaksud terdiri atas:
a. Pajak Penghasilan (PPh);
b. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM);
c. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB);
d. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.
Aset tetap yang dapat direvaluasi antara lain sebagai berikut.
1. Aset tetap berwujud dalam bentuk tanah, kelompok bangunan, dan yang tidak
dimaksudkan untuk dialihkan atau dijual.
2. Aset tersebut terletak atau berada di wilayah Indonesia.
3. Penilaian kembali dapat dilakukan terhadap seluruh aset tetap (revaluasi total) atau
terhadap sebagian aset tetap (revaluasi parsial) yang dimiliki perusahaan.
4. Penilaian kembali aset tetap dilakukan berdasarkan nilai pasar atau nilai wajar aset tetap
pada saat penilaian dilakukan, yang ditetapkan oleh perusahaan penilai atau penilai yang
diakui oleh pemerintah
5. Dalam hal nilai pasar atau nilai wajar yang ditetapkan oleh perusahaan penilai atau
penilai yang diakui oleh pemerintah ternyata kemudian tidak mencerminkan keadaan
yang sebenarnya, maka Dirjen Pajak akan menetapkan kembali nalas pasar atau nilai
wajar yang bersangkutan.
6. Selisih antara nilai pasar atau nilai wajar dengan nilai buku fiskal aset tetap yang dinilai
kembali wajib dikompensasikan terlebih dahulu dengan kerugian fiskal tahun berjalan
dan sisa kerugian fiskal tahun-tahun sebelumnya yang masih dapat dikompensasikan.
7. Selisih lebih karena penilaian kembali setelah dilakukan kompensasi kerugian dikenakan
Pajak Penghasilan yang bersifat final, sebesar 10 persen (sepuluh persen).
8. Bagi Wajib Pajak yang melakukan penggabungan usaha, Pajak Penghasilan yang
terutang sebesar 10 persen (sepuluh persen) di atas dapat dibayar dalam jangka waktu
paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak tahun dilakukannya penilaian kembali aset
tetap perusahaan.
9. Pajak Penghasilan yang harus dilunasi untuk setiap tahun paling sedikit sebesar 20 persen
(dua puluh persen) dari jumlah pajak yang terutang, kecuali pelunasan untuk tahun
terakhir.
10. Apabila Wajib Pajak melakukan penilaian kembali aset tetap sebelum akhir tahun pajak
maka kerugian fiskal pada tahun buku yang bersangkutan diperhitungkan sampai dengan
dilakukannya revaluasi aset tetap tersebut.
11. Nilai pasar atau nilai wajar merupakan dasar penyusutan aset mulai tahun pajak
dilakukannya penilaian kembali aset tetap tersebut. Penyusutan dilakukan sesuai dengan
Pasal 11 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
12. Aset tetap yang telah dilakukan penilaian kembali dan telah dikenakan Pajak Penghasilan
tidak dapat dialihkan kepada pihak lain sebelum lewat jangka waktu 5 (lima) tahun
setelah dilakukannya penilaian kembali.
13. Apabila Wajib Pajak mengalihkan aset tetap tersebut sebelum lewat jangka waktu 5
(lima) tahun maka atas selisih penilaian aset tetap tersebut tetap dikenakan Pajak
Penghasilan yang terutang sebesar 10 persen (sepuluh persen) dan tambahan Pajak
Penghasilan yang bersifat final sebesar 15 persen (lima belas persen).
14. Dikecualikan dari jangka waktu 5 (lima) tahun jika aset tetap tersebut dialihkan kepada
pemerintah atau dialihkan dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran
usaha.

Persyaratan Administrasi Setelah Revaluasi Aset Tetap.


Setelah melakukan revaluasi aset tetap. Wajib Pajak memberitahukan hasil penilaian kembali
dengan mengisi formulir yang telah disediakan kepada Dirjen Pajak cq. Kepala KPP tempat
Wajib Pajak terdaftar dengan melampirkan hal-hal sebagai berikut.
1. Laporan penilaian dari perusahaan penilai/penilai profesional yang diakui oleh
pemerintah.
2. Neraca penyesuaian yang telah diaudit oleh akuntan publik yang secara jelas terlihat nilai
aset sebelum dan sesudah dilakukannya revaluasi aset tetap.
3. Penghitungan selisih lebih akibat revaluasi aset tetap dan perhitungan besarnya PPh
terutang
4. Surat Setoran Pajak (SSP).

Tarif Perlakuan Khusus


Selisih lebih akibat revaluasi aset tetap setelah dikompensasikan dengan kerugian fiskal dan atau
sisa kerugian fiskal pada tahun-tahun yang lalu (Pasal 6 ayat 2 UU PPh) dikenakan PPh final
sebesar 10 persen (sepuluh persen).
Khusus bagi Wajib Pajak yang melakukan penggabungan usaha. PPh final dapat
dibayarkan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak tahun fiskal
dilakukannya revaluasi aset tetap, sepanjang PPh yang dibayarkan dilunasi setiap tahunnya tidak
boleh kurang dari 20 persen (dua puluh persen) jumlah PPh terutang, kecuali pelunasan untuk
tahun terakhir. Dari regulasi tersebut, khusus bagi Wajib Pajak yang melaksanakan
penggabungan usaha dapat mencicil PPh final yang terutang tersebut. Peri disadari bahwa
perlakuan khusus tersebut pada prinsipnya adalah untuk menjaga aliran kas dari perusahaan yang
hendak melakukan penggabungan usaha agar jangan sampai upaya pemerintah yang sedang
menggalakkan penggabungan usaha untuk meningkatkan kinerja perusahaan menjadi terhambat
karena regulasi fiskal yang ada tidak mendukung regulasi pemerintah lainnya.

Jangka Waktu Pengambilan Keputusan oleh Otoritas Pajak


Dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan setelah tanggal pemberitahuan Wajib Pajak
diterima secara lengkap Dirjen Pajak cq. Ka. KPP wajib menerbitkan SK pengesahan? penolakan
atas neraca penyesuaian yang dilaporkan oleh Wajib Pajak yang melakukan revaluasi aset tetap.
Apabila dalam jangka waktu tersebut Dirjen Pajak cq. Ka.KPP tidak/ belum memberikan
pengesahan/penolakan maka neraca penyesuaian yang disampaikan oleh Wajib Pajak dianggap
disetujui demi kepastian hukum.

Teknis Akuntansi atas Selisih Lebih Akibat Revaluasi Aset Tetap


Selisih lebih akibat revaluasi aset tetap setelah diperhitungkan dengan kompensasi kerugian
dibukukan dalam perkiraan (rekening/akun) tersendiri yang diberi nama 'Selisih Penilaian
Kembali Aset' dan termasuk dalam kelompok perkiraan modal. Pemberian saham bonus atau
pencatatan tambahan nilai saham tanpa penyetoran kepada para pemegang saham sebagai akibat
pemindahbukuan perkiraan Selisih Penilaian Kembali Aset' ke perkiraan "Modal Saham tidak
dikenakan PPh bagi pemegang saham sebagaimana dimaksud dalam memori penjelasan
ketentuan Pasal 4 ayat 1 huruf g Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Kebijakan Efisiensi
Apabila neraca penyesuaian dalam rangka revaluasi aset tetap telah dilakukan pemeriksaan
umum (general audit) oleh kantor akuntan publik (KAP), neraca penyesuaian tersebut tidak perlu
lagi dilakukan pemeriksaan khusus (special audit), sedangkan apabila belum dilakukan
pemeriksaan umum, neraca penyesuaian tersebut cukup dilakukan pemeriksaan khusus oleh
akuntan publik. Regulasi fiskal ini tertuang dalam sirkuler Nomor SE-19/PJ.42/1999 Tanggal 10
Mei 1999,

HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM MELAKUKAN REVALUASI


Revaluasi Parsial atau Menyeluruh
Objek revaluasi adalah aset berwujud dalam bentuk tanah, kelompok bangunan, dan
bukan bangunan yang tidak dimaksudkan untuk dialihkan atau dijual atau bukan barang
dagangan. Masalah yang timbul adalah apakah perusahaan akan melakukan revaluasi secara
parsial atau menyeluruh? Revaluasi parsial berarti perusahaan hanya melakukan revaluasi atas
sebagian aset tetap yang ada sesuai pertimbangan perusahaan. Bagi perusahaan tertentu,
misalnya perusahaan perkebunan, revaluasi atas tanah tidak menarik. Hal ini disebabkan adanya
pembayaran PPh sebesar 10 persen atas selisih lebih penilaian kembali aset padahal tanah tidak
disusutkan sehingga tambahan beban penyusutan tahun-tahun mendatang hanya dari selisih lebih
revaluasi atas aset tetap selain tanah, padahal aset tanah miliknya paling besar dibandingkan
dengan yang lain.
Dengan demikian, perusahaan dapat melakukan revaluasi parsial sepanjang yang tid
direvaluasikan adalah aset tetap berupa tanah yang tidak disusutkan.
Pembayaran PPh Sebesar Sepuluh Persen yang Bersifat Final
Pertimbangannya adalah apakah tarif sebesar 10 persen (sepuluh persen) tersebut cu menarik
bagi perusahaan yang akan melakukan revaluasi aset tetapnya? Bagi peruba yang akan
melakukan revaluasi perlu melakukan penghitungan apakah membayar P sekarang sebesar 10
persen itu lebih menguntungkan daripada tarif PPh badan sebesa persen (tarif PPh tertinggi).
Aset tetap yang sudah direvaluasi akan disusut berdasarkan revaluasi. Biaya penyusutan akan
mengurangi Penghasilan Kena Pajak. Namun, yang pel diingat, jangka waktu penyusutan
dilakukan sesuai dengan kelompok aset yang bersangkutan walaupun aset yang direvaluasi
tadinya sudah digunakan lebih dari separuh umur
Pembayaran Pajak Selama Lima Tahun
Bagi perusahaan yang melakukan penggabungan usaha, PPh sebesar 10 persen (sepuh
persen) yang terutang dapat dibayar dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun Kemudian,
ini sangat membantu likuiditas perusahaan yang melakukan revaluasi lala melakukan
penggabungan. Namun, ketentuan ini bertentangan dengan Pasal 4 huruf Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 422/KMK.04/1998 yang menegaskan bahwa Wajib Pajak yang melakukan
penggabungan, peleburan, atau pemekaran harus melunasi selurah utang pajak dari tiap
perusahaan terkait.
Di samping itu, apabila perusahaan yang melakukan gabungan usaha tersebut tidak
melaksanakan kewajiban kekurangan PPh final yang terutang, pada tahun-tahun berikut akan
menyulitkan administrasi dan penagihan pajaknya karena badan yang bergabung tersebut sudah
bubar atau dilikuidasi sehingga untuk mengejar penanggung pajaknya tidak mudah.

PERENCANAAN PAJAK TERHADAP REVALUASI ASET TETAP


Kapan suatu perusahaan sebaiknya melakukan revaluasi? Apakah akan dilakukan revalu total
atau revaluasi parsial? Untuk yang berkaitan dengan pajak, pertimbangan yang harus
diperhatikan adalah kondisi perusahaan yang bersangkutan, seperti berikut ini :
1. Kondisi perusahaan dalam keadaan laba atau rugi?
2. Jika laba, berapa labanya? Apakah sudah mencapai lapisan kena tertinggi?
3. Jika rugi, kapan rugi terjadi? Tahun berjalan atau tahun-tahun sebelumnya? Kapan batas
akhir kompensasi kerugian?
4. Bagaimana dampak revaluasi terhadap beban pajak tahun berjalan dan tahun-tahun yang
akan datang?

Perusahaan Tidak Mempunyai Rugi Fiskal


Karena perusahaan tidak mempunyai rugi fiskal maka yang harus dipertimbangkan adalah nilai
tunai dari jumlah penyusutan aset yang berasal dari selisih lebih, baru kemudian dibandingkan
dengan PPh final yang harus dibayar.
Perusahaan Mempunyai Rugi Fiskal
Jika perusahaan mempunyai rugi fiskal, misalnya Rp500.000.000 dan laba tahun berjalan
diprediksi hanya Rp200.000.000, maka akan ada kompensasi kerugian yang hangus sebesar
Rp300.000.000 (karena sudah lima tahun). Daripada kompensasi tersebut hangus, perusahaan
sebaiknya melakukan revaluasi pada tahun 2013. Hal ini karena selisih lebih revaluasi sebesar
Rp350.000.000 dikompensasi terlebih dahulu dengan sisa rugi fiskal sehingga tidak dikenakan
PPh final. Dengan demikian, rugi fiskal pada tahun 2013 tinggal sebesar Rp150.000.000, dan
apabila laba tahun berjalan Rp200.000.000, maka perusahaan tinggal membayar pajak untuk laba
setelah dikompensasi sebesar Rp50.000.000. Di samping itu, perusahaan juga akan mendapat
tambahan beban penyusutan dari revaluasi, yang juga akan mengurangi laba fiskal.
Revaluasi Aset Tetap 2015
Pada tanggal 15 Oktober 2015, pemerintah telah meluncurkan kebijakan perpajakan melalu
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.10/2015 tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap
untuk Tujuan Perpajakan bagi Permohonan yang Diajukan pada Tahun 2015 dan Tahun 2016
(PMK 191/2015) atau lebih dikenal sebagai Kebijakan Revaluasi Aktiva Tetap.
Tujuan Kebijakan adalah untuk memberikan insentif perpajakan kepada Wajib Pak Kebijakan
Revaluasi Aktiva Tetap bukanlah instrumen baru karena Menteri Keuangan pernah meluncurkan
instrumen yang sama pada tahun 2008, yaitu melalui PMK Nomor 79 PMK.03/2008 tentang
Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan untuk Tujuan Perpajakan (PMK 79/2008).
Wajib Pajak yang dapat memanfaatkan insentif ini adalah Wajib Badan dalam negeri
Bentuk Usaha Tetap, Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan pembukuan (termasuk Wajib
Pajak yang memperoleh izin menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang
Dolar Amerika Serikat), dan Wajib Pajak yang pada saat penetapan penilaian kembali nilai
aktiva tetap oleh kantor jasa penilai publik atau ahli penilai belum melewati jangka waktu 5
(lima) tahun terhitung sejak penilaian kembali aktiva tetap terakhir berdasarkan PMK 79/2008.
Sedangkan, objek yang dapat diajukan permohonan revaluasi aktiva tetap berdasarkan PMK
191/2015 adalah sebagian atau seluruh aktiva tetap berwujud yang terletak atau berada di
Indonesia, dimiliki, dan dipergunakan untuk mendapatkan menagih, dan memelihara penghasilan
yang merupakan Objek Pajak.
Tarif yang diberikan bagi insentif revaluasi aktiva tetap ini terbagi menjadi tiga macam.
dan ketiganya bersifat final. Pembagian tarif ini disesuaikan dengan saat Wajib Pajak melakukan
pemanfaatan insentif perpajakan revaluasi. Tarif tersebut adalah:
 3%, untuk permohonan sampai dengan 31 Desember 2015 dan penilaian kembali selesai
paling lambat 31 Desember 2016;
 4%, untuk permohonan periode 1 Januari 2016 sampai dengan 30 Juni 2016 dan penilaian
kembali selesai paling lambat 30 Juni 2017; atau
 6%, untuk permohonan periode 1 Juli 2016 sampai dengan 31 Desember 2016 dan
penilaian kembali selesai paling lambat 31 Desember 2017.
Tarif tersebut dikenakan atas selisih lebih nilai aktiva tetap hasil penilaian kembali atau
hasil perkiraan penilaian kembali oleh Wajib Pajak berdasarkan Kantor Jasa Penilaian Publik
atau ahli penilai di atas nilai buku fiskal semula. Adapun hal yang perlu diperhatikan oleh Wajib
Pajak lainnya adalah Wajib Pajak wajib melunasi Pajak Penghasilan (PPh) Final terkait
dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap dilakukan sebelum diajukannya permohonan dan
dilengkapinya dokumen dalam hal permohonan diajukan dengan menggunakan nilai perkiraan
penilaian kembali dari Wajib Pajak.
Jika dibandingkan dengan tarif yang terdapat dalam PMK 79/2008, tentunya tarif yang
terdapat di PMK 191/2015 jauh lebih rendah. Tarif yang terdapat pada PMK 79/2008 adalah 10
persen, sedangkan tarif yang berlaku pada PMK 191/2015 berkisar antara 3-6 persen. Dengan
demikian, dengan pemanfaatan insentif ini Wajib Pajak dapat merestrukturisasi postur dan nilai
aktiva yang tampak pada laporan keuangan sehingga lebih wajar. Adanya penurunan tarif PPh
Final yang dikenakan atas selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan di atas nilai
sisa buku fiskal semula, yang tadinya 10 persen menjadi berkisar antara 3-6 persen.

Anda mungkin juga menyukai