Anda di halaman 1dari 80

Pajak Penghasilan Badan

UU NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PPh


sebagaimana telah diubah terakhir dengan
UU NOMOR 36 TAHUN 2008
UU NO 11 TAHUN 2020 CIPTAKER
UU NO 7 TAHUN 2021 HPP
Penghitungan PPh Badan
LABA FISKAL DIKURANGI KOMPENSASI KERUGIAN

PENGHASILAN KENA PAJAK


REKONSILIASI FISKLAL

Dikalikan Tarif PPh Pasal 17, 31E

= PPh TERUTANG

Dikurangi KREDIT PAJAK:


-DIPOTONG/DIPUNGUT PIHAK
LABA LAIN (pasal 22,23,24)
KOMERSIAL - DIBAYAR SENDIRI (pasal 25)

= PPh KURANG (LEBIH) BAYAR

PENGHITUNGAN ANGSURAN PPh PASAL 25 TAHUN PAJAK BERIKUTNYA


2
PEMBUKUAN
Pasal 28 UU KUP dan Pasal 12 UU PPh

 WP BADAN wajib menyelenggarakan


Pembukuan;
 Suatu proses pencatatan yang dilakukan secara
teratur untuk mengumpulkan data dan informasi
keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal,
penghasilan dan biaya, serta jumlah harga
perolehan dan penyerahan barang atau jasa,
yang ditutup dengan menyusun laporan
keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi
untuk periode Tahun Pajak tersebut;
 Wajib disimpan selama 10 tahun.
3
Kewajiban Pembukuan
 Didasarkan pada itikad baik atau pada “adat
kebiasaan pedagang yang baik” dan
mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang
sebenarnya;
 Dilakukan secara taat asas dengan stetsel kas
atau stetsel akrual. Perubahan terhadap metode
pembukuan dan/atau tahun pajak harus atas
persetujuan Dirjen Pajak;
 Diselenggarakan di Indonesia dengan
menggunakan huruf latin, angka Arab, satuan
mata uang Rupiah dan disusun dalam bahasa
Indonesia atau bahasa asing yang diizinkan oleh
Menteri Keuangan.
4
Proses Pembukuan
Laporan Keuangan Lapkeu Fiskal

Rekonsiliasi
Fiskal *) Berdasar UU
Pajak dan
Berdasar PSAK peraturan

Neraca, L/R, Arus


Kas, Ekuitas, dll Laba /Penghasilan
Neto Fiskal

5
STRUKTUR PENGHASILAN BADAN

PENGHASILAN PENGHASILAN PENGHASILAN DARI


DARI USAHA LAIN-LAIN MODAL
(AKTIVE INCOME) (OTHER INCOME) (PASIVE INCOME)

PENGHASILAN

Kegiatan Kegiatan Kegiatan


Operasi Investasi Pendanaan
6
OBJEK PAJAK

7
PENGHASILAN
Pasal 4 ayat (1) UU PPh

 Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang


diterima atau diperoleh Wajib Pajak,
 dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,
 yang dapat dipakai untuk konsumsi atau
untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang
bersangkutan,
 dengan nama dan dalam bentuk apapun.

8
Klasifikasi Penghasilan
DIKENAKAN PAJAK SECARA UMUM
PASAL 4 AYAT (1)

PENGHASILAN DIKENAKAN PAJAK FINAL


PASAL 4 AYAT (2)

DIKECUALIKAN DARI OBJEK PAJAK


PASAL 4 AYAT (3)

9
Objek Pajak dengan Tarif Umum
Pasal 4(1) UU PPh

Penghasilan dengan Nama dan Dalam Bentuk Apapun :


 dari Perlombaan atau pekerjaan atau kegiatan, dan Hadiah
penghargaan;
 Laba usaha;
 Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta;
 Pemenrimaan kembali pembayaran pajak yang telah
diPenerimaanbebankan sebagai biaya;
 Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena
jaminan pengembalian utang;
 Deviden, dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk
deviden dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis,
dan pembagian hasil usaha koperasi;
 Royalti;

10
Objek Pajak dengan Tarif Umum
Pasal 4(1) UU PPh
 Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta;
 karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan
juKeuntunganmlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah
 Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing;
 Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
 Premi asuransi, yang diterima perusahaan asuransi;
 Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya
yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas;
 penghasilan dari usaha Tambahan kekayaan neto yang berasal
dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.’=> Pemeriksaan
Pajak
 berbasis syariah;
 imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara
perpajakan; dan 11

Contoh PPh Final (1)
No Jenis Tarif Dasar Pengenaan Ket.
Penghasilan (%)

1 Bunga deposito, 20 Jml bruto penghasilan PP 131/2000


tabungan, & bunga / diskonto
diskonto SBI
2 Hadiah undian 25 Jml bruto penghasilan PP 132/2000
harga pasar hadiah berupa
barang / kenikmatan
3 Bunga/diskonto 20 Jml bruto penghasilan PP 6/2002
obligasi yg dijual di bunga/diskonto
bursa efek

12
Contoh PPh Final (2)
4 Penjualan saham di bursa efek 0,1 Jml bruto nilai transaksi PP 14/1997
penjualan.
0,5 Tambahan utk penjualan
saham pendiri.
5 Pengalihan atas tanah &/ bangunan 2,5 Nilai tertinggi antara nilai PP 34/2016
oleh WP OP & yayasan & pengalihan & NJOP PBB
organisasi sejenis.
6 Persewaan tanah &/ bangunan 10 Jml bruto nilai sewa PP 5/2002
7 Jasa konstruksi PP 51/2008
Pelaksana(kualifikasi usaha kecil) 2 Jumlah Imbalan Bruto
Pelaksana(tanpa kualifikasi usaha) 4 Jumlah Imbalan Bruto
Pelaksana(kualifiaksi menengah & 3 Jumlah Imbalan Bruto
besar)
Perencana & Pengawas (memiliki 4 Jumlah Imbalan Bruto
kualifikasi usaha)
Perencana & Pengawas (tanpa
6 Jumlah Imbalan Bruto
kualifikasi usaha)

13
PENGHASILAN DIKENAKAN PPh FINAL
Pasal 4 ayat (2) UU PPh

 Dalam rangka memberikan kesederhanaan dalam


pemungutan pajak, keadilan, dan pemerataan dalam
pengenaan pajak;

 Konsekuensi :
 penghasilan yang diterima atau diperoleh tidak dihitung
kembali pajaknya pada saat penghitungan pajak akhir tahun,
 pajak yang telah dibayar atau dipotong pada saat perolehan
penghasilan atau saat transaksi tidak dapat dikreditkan dengan
pajak terutang yang dihitung pada saat penghitungan pajak
akhir tahun,
 biaya-biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan perolehan
penghasilan yang dikenakan pajak bersifat final tidak dapat
dikurangkan dari penghasilan sebagai dasar penghitungan
pajak terutang.
14
Penghasilan
Tidak Termasuk Objek Pajak (1)
Pasal 4 ayat (3) UU PPh
 Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh
Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat yang dibentuk atau
disahkan Pemerintah;
serta
Harta hibahan yang diterima oleh badan keagamaan atau badan
pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk
Koperasi yang ditetapkan Menkeu; sepanjang tidak ada
hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan
antara pihak-pihak yang bersangkutan;

 Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh Badan sebagai


pengganti saham atau penyertaan modal;

15
Penghasilan
Tidak Termasuk Objek Pajak (2)
Dividen atau penghasilan lain dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Dividen yang berasal dari dalam negeri


yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak:
a)Orang pribadi dalam negeri sepanjang dividen tersebut
diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dalam jangka waktu tertentu; dan/atau
b)badan dalam negeri;

16
Penghasilan
Tidak Termasuk Objek Pajak (3)
Dividen atau penghasilan lain dengan ketentuan sebagai berikut:
2. Dividen yang berasal dari luar negeri
Dividen yang berasal dari luar negeri dan penghasilan setelah pajak dari
suatu bentuk usaha tetap di luar negeri yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak badan dalam negeri atau Wajib Pajak orang pribadi dalam
negeri, sepanjang diinvestasikan atau digunakan untuk mendukung
kegiatan usaha lainnya di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
dalam jangka waktu tertentu, dan memenuhi persyaratan berikut:

a) dividen dan penghasilan setelah pajak yang diinvestasikan


tersebut paling sedikit sebesar 30% (tiga puluh persen) dari laba
setelah pajak; atau
b) dividen yang berasal dari badan usaha di luar negeri yang
sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek diinvestasikan di
Indonesia sebelum Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat
ketetapan pajak
17
Penghasilan
Tidak Termasuk Objek Pajak (4)
 Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menkeu, baik dibayar oleh
pemberi kerja maupun pegawai;

 Penghasilan dana pensiun dari modal yang


ditanamkan dalam bidang-bidang tertentu, yaitu :
 deposito, sertifikat deposito, tabungan pada bank di
Indonesia;
 obligasi yang diperdagangkan di Pasar Modal Indonesia;
 saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia.

18
Penghasilan
Tidak Termasuk Objek Pajak (5)
 Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal
ventura, berupa bagian laba dari pasangan usaha yang didirikan
dan menjalankan usaha di Indonesia, sepanjang perusahaan
pasangan usaha tersebut:
 merupakan perusahaan kecil atau menengah atau yang
menjalankan usaha dalam sektor usaha yang ditetapkan Menkeu;
 sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.

 sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga


nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang
penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi
yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk
sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atalama 4
(empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri u penelitian dan pengembangan, dalam jangka
waktu paling Keuangan.
19
KONSEP BIAYA

20
Menurut SAK

Expenses

BIAYA/BEBAN

Losses

21
Menurut Fiskal

DEDUCTIBLE
(Pasal 6 UU PPh)

BIAYA

NONDEDUCTIBLE
(Pasal 9 UU PPh)

22
BIAYA-BIAYA YANG DAPAT
DIKURANGKAN (Ps. 6 UU PPh)

MASA MANFAAT > 1 THN

BIAYA

MASA MANFAAT < 1 THN

23
PENGELUARAN YANG TIDAK BOLEH DIBEBANKAN
SEKALIGUS
Pasal 9 ayat (2)

PENGELUARAN UNTUK MENDAPATKAN, MENAGIH, DAN MEMELIHARA


PENGHASILAN YANG MEMPUNYAI MASA MANFAAT LEBIH DARI SATU TAHUN

DIBEBANKAN MELALUI PENYUSUTAN ATAU


AMORTISASI (Pasal 11 dan 11A)

NOTE: Sesuai Pasal 6 ayat 1 huruf b Pengeluaran yang menurut


sifatnya merupakan pembayaran di muka, misalnya sewa untuk
beberapa tahun yang dibayar sekaligus, pembebanannya dapat
dilakukan melalui alokasi.

24
Apa Yang Dapat
diSusutkan/Diamortisasi ?
 Aset Tetap Berwujud
harta perusahaan yang dimiliki untuk menciptakan
penghasilan dan mempunyai masa manfaat (umur
ekonomis) lebih dari satu tahun. Terhadap aset ini
diperkenankan untuk dilakukan alokasi pembebanan
biaya melalui penyusutan dan dibebankan sebagai
pengurang penghasilan bruto.

 Aset Tak Berwujud

25
SAAT MULAI PENYUSUTAN
Pasal 11 ayat (3),(4) dan (5)

PADA BULAN PENGELUARAN PADA BULAN HARTA


MULAI DIGUNAKAN/
KECUALI : MENGHASILKAN
HARTA YANG MASIH DALAM
PROSES PENGERJAAN,
DENGAN PERSETUJUAN
PADA BULAN SELESAINYA
PENGERJAAN
DIRJEN PAJAK

DASAR PENYUSUTAN BAGI WAJIB PAJAK


YANG MELAKUKAN
PENILAIAN KEMBALI AKTIVA SESUAI PASAL
19

NILAI SETELAH
DILAKUKAN
PENILAIAN KEMBALI AKTIVA
26
Klasifikasi Aktiva Tetap
Permanen

Bangunan
Tidak Permanen

Aktiva Tetap
I

II
Bukan Bangunan

III

IV 27
Metode Penyusutan
 Garis Lurus (Straight Line)
 Bangunan dan Bukan Bangunan
 Saldo Menurun (Declining Balance)
 Bukan Bangunan

28
Tabel Penyusutan Fiskal
.
KEL. HARTA MASA TARIF PENYUSUTAN
BERWUJUD MAN- GARIS LURUS SALDO MENURUN
FAAT

1. BUKAN
BANGUNAN
- KELOMPOK 1 4 THN 25 % 50 %
- KELOMPOK 2 8 THN 12,5 % 25 %
- KELOMPOK 3 16 THN 6,25 % 12,5 %
- KELOMPOK 4 20 THN 5 % 10 %

2. BANGUNAN
PERMANEN 20 THN 5 %
TDK PERMANEN 10 THN 10 %

29
Langkah-langkah Menghitung Penyusutan Fiskal (1)

 Tentukan Masa manfaat aktiva (kelompok aktiva) dengan


menggunakan Peraturan Menteri Keuangan No.
96/PMK.03/2009.
 Tarif penyusutan dan masa manfaat masing-masing aktiva
diketahui.
 Hitung biaya penyusutan tahun tersebut = Tarif x Dasar
Penyusutan
 Dasar penyusutan adalah sebagai berikut, untuk metode
garis lurus adalah Harga Perolehan,
 sedang Untuk Saldo Menurun adalah NSBF Akhir Tahun
Sebelumnya.

30
Langkah-langkah Menghitung Penyusutan Fiskal (2)

 Penyusutan menurut fiskal tidak mengenal nilai residu.


 Penyusutan aktiva diperinci per individu dan untuk
peralatan yang kecil-kecil (Small Tools) boleh
digabungkan.
 Saat dimulai penyusutan adalah bulan diperoleh atau
terjadi pengeluaran atau bulan selesainya aktiva
dibuat/dibangun, dengan seijin Direktorat Jendral
Pajak boleh menyusutkan pada saat aktiva tersebut
sudah memperoleh penghasilan atau digunakan.
 Sebelum 1 Jan 2001 pendekatan yang dipakai tahun
penuh.

31
AMORTISASI
Pasal 11A ayat (1)

METODE METODE
GARIS LURUS SALDO
MENURUN

PADA AKHIR
MASA MANFAAT
DIAMORTISASI
SEKALIGUS
(CLOSED ENDED)

32
MASA MANFAAT DAN TARIF AMORTISASI
Pasal 11A ayat (2),(3),(4),(5) dan (6)

KELOMPOK MASA TARIF AMORTISASI


HARTA TAK MAN-
GARIS LURUS SALDO MENURUN
BERWUJUD FAAT

- KELOMPOK 1 4 THN 25 % 50 %
- KELOMPOK 2 8 THN 12,5 % 25 %
- KELOMPOK 3 16 THN 6,25 % 12,5 %
- KELOMPOK 4 20 THN 5 % 10 %
TARIF BERDASARKAN KELOMPOK
HARTA ATAU DIBEBANKAN
1. BIAYA PENDIRIAN
SEKALIGUS PADA TAHUN
2. BIAYA PERLUASAN MODAL
TERJADINYA PENGELUARAN

PENGELUARAN UNTUK MEMPEROLEH HAK METODE SATUAN


PENAMBANGAN MIGAS PRODUKSI
1. HAK PENAMBANGAN SELAIN MIGAS
2. HAK PENGUSAHAAN HUTAN METODE SATUAN PRODUKSI
3. HAK PENGUSAHAAN SUMBER DAN HASIL SETINGGI-TINGGINYA
ALAM LAINNYA 20 % SETAHUN

PENGELUARAN SEBELUM OPERASI KOMERSIL


YANG TARIF BERDASARKAN
MASA MANFAAT > 1 TAHUN KELOMPOK
33 HARTA
BIAYA YANG DIPERBOLEHKAN MENJADI
PENGURANG PENGHASILAN BRUTO
Pasal 6 UU PPh

34
Biaya yang diperbolehkan menjadi
pengurang penghasilan (1)
1. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan
dengan kegiatan usaha, antara lain:
a. biaya pembelian bahan;
b. biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah,
gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan
dalam bentuk uang;
c. bunga, sewa, dan royalti;
d. biaya perjalanan;
e. biaya pengolahan limbah;
f. premi asuransi;
g. biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
h. biaya administrasi; dan
i. pajak kecuali Pajak Penghasilan;

35
Biaya yang diperbolehkan menjadi
pengurang penghasilan (2)
2. penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta
berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk
memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai
masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A
3. iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan;
4. kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang
dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang
dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan

36
Biaya yang diperbolehkan menjadi
pengurang penghasilan (3)

5. kerugian selisih kurs mata uang asing;


6. biaya penelitian dan pengembangan perusahaan
yang dilakukan di Indonesia;
7. biaya beasiswa, magang, dan pelatihan

37
Biaya yang diperbolehkan menjadi
pengurang penghasilan (4)
8. piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan
syarat:
 telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
 Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada
Direktorat Jenderal Pajak; dan
 telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi
pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis
mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur
yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau
khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan
untuk jumlah utang tertentu;
 syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan
piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
huruf k;
yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan.

38
Biaya yang diperbolehkan menjadi
pengurang penghasilan (5)
9. sumbangan dalam rangka penanggulangan
bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah;
10. sumbangan dalam rangka penelitian dan
pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang
ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
11. biaya pembangunan infrastruktur sosial yang
ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;

39
Biaya yang diperbolehkan menjadi
pengurang penghasilan (6)
12. sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya
diatur dengan Peraturan Pemerintah; dan
13. sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga
yang ketentuannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
14. biaya penggantian atau imbalan yang diberikan
dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan
15. Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan
biaya-biaya di atas didapat kerugian, kerugian
tersebut dikompensasikan dengan penghasilan
mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai
dengan 5 (lima) tahun.
40
BIAYA YANG TIDAK DIPERBOLEHKAN MENJADI
PENGURANG PENGHASILAN BRUTO
(Pasal 9 UU PPh)

41
PENGELUARAN YANG TIDAK BOLEH
DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO
Pasal 9 ayat (1)

PEMBAGIAN LABA DENGAN NAMA DAN DALAM BENTUK APAPUN

BIAYA YG DIBEBANKAN UTK KEPENTINGAN PRIBADI PEMEGANG SAHAM,


SEKUTU, ANGGOTA ATAU WAJIB PAJAK

PEMBENTUKAN DANA CADANGAN KECUALI CADANGAN UNTUK JENIS


USAHA TERTENTU YANG DITETAPKAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN
(Lembaga keuangan bank, BPD/lembaga keuanagn non bank => Asuransi,
Leasing, Koperasi Simpan Pinjam, Pegadaiaan)
PREMI ASURANSI KESEHATAN, KECELAKAAN, JIWA, DWI GUNA, DAN
ASURANSI BEASISWA YG DIBAYAR OLEH WP ORANG PRIBADI

(Dihapus)
PENGGANTIAN/ IMBALAN PEKERJAAN/JASA YG DIBERIKAN DALAM
BENTUK NATURA DAN KENIKMATAN KECUALI
• PENYEDIAAN MAKANAN DAN MINUMAN BAGI SELURUH PEGAWAI;
• DI DAERAH TERTENTU (Daerah terpencil)
• DAN YANG BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN PEKERJAAN YANG
DITETAPKAN KEPMENKEU 42
PENGELUARAN YANG TIDAK BOLEH
DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO
Pasal 9 ayat (1)

JUMLAH YANG MELEBIHI KEWAJARAN YG DIBAYARKAN KEPADA PEMEGANG


SAHAM ATAU PIHAK YG MEMPUNYAI HUBUNGAN ISTIMEWA

HARTA YG DIHIBAHKAN, BANTUAN ATAU SUMBANGAN, DAN WARISAN


SESUAI PSL 4 AYAT (3) HURUF a DAN b KECUALI :ZAKAT ATAS
PENGHASILAN YANG DIBAYARKAN OLEG WP ORANG PRIBADI PEMELUK
AGAMA ISLAM DAN ATAU WP BADAN D.N YANG DIMIILIKI OLEH PEMELUK
AGAMA ISLAM, KEPADA BADAN AMIL ZAKAT ATAU LEMBAGA AMIL ZAKAT
YANG DIBENTUK/DISAHKAN PEMERINTAH
PAJAK PENGHASILAN

BIAYA YANG DIBEBANKAN/ DIKELUARKAN UNTUK KEPENTINGAN PRIBADI


WP ATAU ORANG YANG MENJADI TANGGUNGAN

GAJI ANGGOTA PERSEKUTUAN, FIRMA, ATAU


PERSEROAN KOMANDITER YG MODALNYA
TIDAK TERBAGI ATAS SAHAM

SANKSI ADMINISTRASI DAN PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN


43
PENGHITUNGAN
PPh BADAN

44
Penghitungan PPh Badan
LABA FISKAL DIKURANGI KOMPENSASI KERUGIAN

PENGHASILAN KENA PAJAK


REKONSILIASI FISKLAL

Dikalikan Tarif PPh Pasal 17, 31E

= PPh TERUTANG

Dikurangi KREDIT PAJAK:


-DIPOTONG/DIPUNGUT PIHAK
LABA LAIN (pasal 22,23,24)
KOMERSIAL - DIBAYAR SENDIRI (pasal 25)

= PPh KURANG (LEBIH) BAYAR

PENGHITUNGAN ANGSURAN PPh PASAL 25 TAHUN PAJAK BERIKUTNYA


45
KOMPENSASI KERUGIAN
Pasal 6 ayat (2) dan PP 62 Tahun 2008

KERUGIAN DAPAT DIKOMPENSASIKAN


DENGAN PENGHASILAN
MULAI TAHUN PAJAK BERIKUTNYA
BERTURUT-TURUT
SAMPAI DENGAN 5 (LIMA) TAHUN

PENANAMAN MODAL DI BIDANG USAHA


PERKEBUNAN TANAMAN KERAS DAN
PERTAMBANGAN,
DI DAERAH TERPENCIL,
KOMPENSASI KERUGIAN PALING LAMA
10 TAHUN
PENANAMAN MODAL DI BIDANG USAHA
PERKEBUNAN TANAMAN KERAS DAN
PERTAMBANGAN DI LUAR DAERAH TERPENCIL,
KOMPENSASI KERUGIAN DIBERIKAN PALING LAMA 8
TAHUN
46
PENGHITUNGAN KOMPENSASI KERUGIAN
CONTOH
PT. A dalam tahun 2009 menderita kerugian fiskal
sebesar Rp 1.200.000.000,00. Dalam 5 tahun
berikutnya rugi-laba fiskal PT. A sbb :
2010 : laba fiskal Rp 200.000.000,00
2011 : rugi fiskal (Rp 300.000.000,00)
2012 : laba fiskal NIHIL
2013 : laba fiskal Rp 100.000.000,00
2014 : laba fiskal Rp 800.000.000

Kompensasi kerugian dilakukan sbb :


Rugi fiskal Thn 2009 (Rp 1.200.000.000,00)
Laba fiskal Thn 2010 Rp 200.000.000,00
Sisa rugi fiskal Thn 2009 (Rp 1.000.000.000,00)
Rugi fiskal Thn 2011 (Rp 300.000.000,00)
Sisa rugi fiskal Thn 2009 (Rp 1.000.000.000,00)
Laba fiskal Thn 2012 N I H I L
Sisa rugi fiskal Thn 2009 (Rp 1.000.000.000,00)
Laba fiskal Thn 2013 Rp 100.000.000,00
Sisa rugi fiskal Thn 2009 (Rp 900.000.000,00) TIDAK BOLEH
Laba fiskal Thn 2014 Rp 800.000.000,00 DIKOMPENSASIKAN LAGI
Sisa Rugi Fiskal 2009 (Rp 100.000.000,00) DENGAN LABA FISKAL THN
2015

HANYA BOLEH DIKOMPENSASIKAN DGN LABA FISKAL


47 THN 2015 & 2016 (KOMPENSASI DIMULAI SJK THN 2012)
REKONSILIASI FISKAL
Rekonsiliasi (koreksi) fiskal adalah proses
penyesuaian laba komersial yang berbeda
secara permanen atau temporer dengan
ketentuan fiskal untuk menyajikan dan/atau
menghasilkan laba yang sesuai dengan
ketentuan pajak.

48
REKONSILIASI FISKAL
Laporan keuangan fiskal dan laporan keuangan
komersil, masing-masing menggunakan pedoman
yang berbeda. Sehingga menimbulkan beberapa
perbedaan, seperti :

Perbedaan Permanen (Permanen Difference)


Perbedaan Temporer (Temporary Difference)

49
REKONSILIASI FISKAL

Perbedaan Tetap adalah : Perbedaan yang disebabkan oleh adanya


perbedaan pengakuan pendapatan dan beban antara Standar
Akuntansi dan Peraturan Perpajakan. Perbedaan ini akan
mengakibatkan perbedaan besarnya laba bersih sebelum pajak dengan
laba fiskal atau penghasilan kena pajak

Perbedaan Temporer adalah : Perbedaan yang disebabkan oleh


adanya perbedaan waktu dan metode pengakuan pendapatan dan
beban antara Standar Akuntansi dan Peraturan Perpajakan.
Perbedaan ini akan mengakibatkan perbedaan waktu pengakuan
pendapatan dan beban antara tahun pajak yang satu ke tahun pajak
yang lain (Interperiod).

50
TARIF PAJAK

51
TARIF WP BADAN
s/d 2008:

Tahun 2009
 Tarif tunggal sebesar 28%

Mulai tahun 2010 diturunkan menjadi 25%.

52
TARIF WP BADAN

Perpu 1 Tahun 2020 => UU No 2 Tahun 2020

Tahun 2020 dan 2021


 Tarif tunggal sebesar 22%

Tahun 2022
 Tarif tunggal sebesar 20%

53
TARIF WP PERSEROAN TERBUKA
pasal 17 ayat 2b

 WP badan dalam negeri berbentuk perseroan


terbuka memperoleh penurunan tarif sebesar 5%
dari tarif WP badan yang berlaku sepanjang
memenuhi syarat:
 paling sedikit 40% dari jumlah keseluruhan
saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek
di Indonesia;
 persyaratan tertentu lainnya.

 Penurunan tarif ini dimaksudkan untuk


meningkatkan peranan pasar modal sebagai sumber
pembiayaan dunia usaha dan mendorong
peningkatan jumlah perseroan terbuka dan
kepemilikan publik pada perseroan terbuka.

Perpu 1 Tahun 2020 => UU No 2 Tahun 2020


Penurunan Tarif sebesar 3%
54
Tarif PPh Badan Pasal 31E
 WP badan dalam negeri dengan
peredaran bruto s.d Rp50 miliar mendapat
fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar
50% dari tarif normal (Tarir Normal 25%)

 yang dikenakan atas Penghasilan Kena


Pajak dari bagian peredaran bruto sampai
dengan Rp4,8 miliar.

55
Sep 4, 2023 55
CONTOH 1

Peredaran bruto PT Y dalam tahun pajak 2019 sebesar


Rp4.500.000.000,00 dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar
Rp500.000.000,00.

Penghitungan pajak yang terutang:


Seluruh Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh dari peredaran
bruto tersebut dikenakan tarif sebesar 50% dari tarif Pajak
Penghasilan badan yang berlaku karena jumlah peredaran
bruto PT Y tidak melebihi Rp4.800.000.000,00.

Pajak Penghasilan yang terutang:


(50% x 25%) x Rp500.000.000,00 = Rp62.500.000,00

56
09/04/23 56
CONTOH 2
Peredaran bruto PT X dalam tahun pajak 2021 sebesar Rp30.000.000.000,00
dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp3.000.000.000,00.

Penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang:

1.Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh
fasilitas:
(Rp4.800.000.000,00 : Rp30.000.000.000,00) x Rp3.000.000.000,00 = Rp480.000.000,00

2.Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak
memperoleh fasilitas:
Rp3.000.000.000,00 – Rp480.000.000,00 = Rp2.520.000.000,00

Pajak Penghasilan yang terutang:


- 50%x 22% x Rp480.000.000,00 =Rp 52.800.000,00
- 22% x Rp2.520.000.000,00 =Rp 554.400.000,00
Jumlah PPh yang terutang Rp 607.200.000,00
57
09/04/23 57
PERSEDIAAN

58
INVENTORY COSTING
 PSAK 14
 Specific Identification
 FIFO
 LIFO
 WEIGHTED AVERAGE
 UU PPh
 FIFO
 AVERAGE

59
PERLAKUAN PERPAJAKAN
TERHADAP BIAYA TERTENTU (2)
Bunga (SE-46/PJ.04/1995)
• Apabila terdapat penempatan deposito atau tabungan yang
dananya langsung atau tidak langsung berasal dari dana
pinjaman yang dibebani bunga, maka
– Apabila jumlah rata-rata pinjaman sama besarnya atau
lebih kecil dibanding jumlah rata-rata deposito atau
tabungan, maka bunga atas pinjaman tersebut
seluruhnya tidak dapat dikurangkan sebagai biaya
– Apabila jumlah rata-rata pinjaman lebih besar dibanding jumlah rata-rata
deposito atau tabungan, maka bunga atas pinjaman yang boleh
dikurangkan sebagai biaya adalah biaya bunga atas selisih antara
jumlah rata-rata pinjaman dengan jumlah rata-rata deposito atau
tabungan.
– Misalnya ;
Jumlah rata-rata pinjaman dalam 1 tahun = Rp 150.000.000,00
Jumlah rata-rata deposito dalam 1 tahun = Rp 40.000.00000
Bunga pinjaman seluruhnya = Rp 30.000.000,00
Bunga pinjaman yang dapat dikurangkan sebagai biaya = {(150 juta - 40
juta) / 150 juta} x Rp 30 juta = Rp 22 Juta.

60
Biaya Entertainment
SE-27/PJ.22/1986
• Benar-benar dikeluarkan dan ada
hubungannya dengan kegiatan
usaha wajib pajak;
• Dibuatkan daftar nominatif dan
dilampirkan dalam SPT Tahunan
PPh, yang memuat:
– nomor urut,
– tanggal dan jenis entertainment,
– nama tempat,
– alamat,
– jumlah,
– nama relasi,
– posisi,
– nama perusahaan,
– jenis usaha.
Selisih Kurs Mata Uang
Asing
Pasal 6 (1) huruf e
• Kerugian selisih kurs merupakan
biaya (deductible expense);
• Selisih kurs karena fluktuasi :
– Apabila wajib pajak membukukan
transaksi yang bersangkutan dengan
kurs tetap, maka selisih kurs diakui
pada saat terjadi realisasi pembayaran.
– Apabila wajib pajak membukukan
transaksi yang bersangkutan dengan
kurs tengah BI (kurs yang sebenarnya
berlaku pada akhir tahun), maka
selisih kurs diakui pada akhir
tahun.*Wajib Pajak harus
menggunakan metode di atas secara
taat azas.
Biaya Pemakaian Ponsel & Kendaraan
Keputusan Dirjen Pajak - KEP - 220/PJ./2002

• PONSEL
– Biaya Pembelian: Penyusutan kelompok I 50%
– Biaya Pulsa: Biaya Rutin 50%
• KENDARAAN SEDAN
– Biaya Pembelian/Reparasi Besar: Penyusutan
Kelompok II 50%
– Biaya Pemeliharaan: Biaya Rutin 50%

63
Biaya Perolehan Software
Keputusan Dirjen Pajak - KEP - 316/PJ./2002

• PROGRAM APLIKASI UMUM


– Pembebanan sekaligus di bulan berjalan
• PROGRAM APLIKASI KHUSUS
– Amortisasi Kelompok I

64
PELUNASAN PPh
DALAM TAHUN BERJALAN
Pasal 20 ayat (1), (2) dan (3)

- PEMOTONGAN DAN PEMUNGUTAN PAJAK


OLEH PIHAK LAIN (PPh Psl 22,23,24)
- PEMBAYARAN OLEH WAJIB PAJAK SENDIRI
(PPh Pasal 25)

MERUPAKAN
ANGSURAN PAJAK
YANG BOLEH
- DILAKUKAN SETIAP DIKREDITKAN
BULAN, ATAU TERHADAP PPh
YANG TERUTANG
UNTUK TAHUN
- MASA LAIN YANG
PAJAK YBS
DITETAPKAN OLEH KECUALI
MENTERI PEMBAYARAN PPh
KEUANGAN YANG BERSIFAT
FINAL
65
KREDIT PAJAK LUAR NEGERI
Besarnya Kredit Pajak Luar
Negeri

Pajak Dibayar/ Terutang di Batas Maksimum Kredit Pajak


LN (BMKP)

Penghaslan Neto LN
X PPh Terutang
Pengh Kena Pajak

PER COUNTRY LIMITATION

MANA YANG PALING KECIL

Paling tinggi = PPh Terutang


dalam hal PKP < Penghasilan LN
66
KREDIT PAJAK LUAR NEGERI

• PPh dibayar di LN boleh dikreditkan dg PPh di


Indonesia;
• Pengkreditan PPh Pasal 24 dilakukan di tahun
pajak digabungkannya penghasilan tersebut;
• KERUGIAN DI LN TIDAK BOLEH
DIGABUNG.

67
CONTOH
KREDIT PAJAK LUAR NEGERI
• PT Dularif berdomisili di Jakarta melakukan kegiatan
usaha DENGAN OMZET 4,8M memperoleh
penghasilan neto dalam tahun 2015 adalah sbb :
– Penghasilan neto dari dalam negeri sebesar Rp
800.000.000.
– Di Singapura memperoleh penghasilan berupa
deviden sebesar Rp200.000.000, dimana PPh yang
dibayar di Singapura sebesar Rp40.000.000
– Di Vietnam memperoleh penghasilan berupa Bunga
sebesar Rp 600.000.000, dimana PPh yang dibayar
sebesar Rp 60.000.000
– Di Malaysia menderita kerugian (rugi neto) sebesar
Rp 500.000.000
– Tidak ada kompensasi kerugian tahun sebelumnya.
• Hitung kredit pajak PPh pasal 24 !
68
ANGSURAN PAJAK
DALAM TAHUN BERJALAN
Pasal 25 ayat (1)
BESAR ANGSURAN
PPh PASAL 25 SETIAP BULAN

SAMA DENGAN PPh TERUTANG MENURUT


SPT TAHUNAN PPh THN PAJAK YG LALU

DIKURANGI

PPh YANG PPh YANG


DIPOTONG ATAU TERUTANG ATAU
DIPUNGUT : DIBAYAR
DI LUAR NEGERI
PPh PSL 22 YANG BOLEH
PPh PSL 23 DIKREDITKAN
(PPh PSL 24)
DIBAGI
12 (DUA BELAS) ATAU BANYAKNYA BULAN
69
DALAM BAGIAN TAHUN PAJAK
CONTOH PENGHITUNGAN
ANGSURAN PPh 25

PPh TERUTANG MENURUT SPT TAHUNAN PPh 2009 SEBESAR Rp 50.000.000,00


DIKURANGI :
a. PPh YG DIPUNGUT
PIHAK LAIN Rp 25.000.000,00
(PPh PSL. 22)
b. PPh YANG DIPOTONG
PIHAK LAIN
(PPh PSL 23) Rp 2.500.000,00
c. KREDIT PPh
LUAR NEGERI Rp 7.500.000,00
(PPh PSL. 24)
JUMLAH KREDIT PAJAK (Rp 35.000.000,00)
SELISIH (Pajak yg masih harus dibayar sendiri) Rp 15.000.000,00

BESARNYA ANGSURAN YG HRS DIBAYAR SENDIRI SETIAP BULAN UTK THN


2010 SEBESAR 1/12 X Rp 15.000.000,00 YAITU Rp 1.250.000,00

70
ANGSURAN BULANAN
UNTUK BULAN SEBELUM BATAS WAKTU
PENYAMPAIAN SPT TAHUNAN PPh
Pasal 25 ayat (2)

SAMA BESARNYA DENGAN :


- Angsuran pajak untuk bulan terakhir dari
tahun pajak yang lalu

CONTOH :

- SPT TAHUNAN PPh 2009 DISAMPAIKAN APRIL 2010


ANGSURAN PPh DESEMBER 2009 Rp 1.000.000,00
BESARNYA ANGSURAN UNTUK BULAN JANUARI
2010 SD MARET 2010 SEBESAR
Rp 1.000.000,00

- APABILA BULAN SEPTEMBER 2009 DITERBITKAN


KEPUTUSAN PENGURANGAN ANGSURAN PAJAK
MENJADI NIHIL SEHINGGA ANGSURAN PAJAK
SEJAK OKTOBER 2009 S.D DESEMBER 2009
MENJADI NIHIL

- BESARNYA ANGSURAN UNTUK BULAN JANUARI 2010


SD MARET 2010 YAITU NIHIL
71
ANGSURAN PPh PASAL 25
APABILA DALAM TAHUN BERJALAN
DITERBITKAN skp UNTUK TAHUN
PAJAK YANG LALU
Pasal 25 ayat (4)

ANGSURAN PAJAK DIHITUNG KEMBALI


BERDASARKAN skp TAHUN PAJAK YANG LALU,
BERLAKU MULAI BULAN BERIKUTNYA SETELAH
BULAN PENERBITAN skp

CONTOH :

- BERDASARKAN SPT TAHUNAN PPH 2009, BESARNYA ANGSURAN


PAJAK RP. 1.250.000,00
- JUNI 2010 DITERBITKAN SKP TAHUN 2009 MENGHASILKAN
ANGSURAN SETIAP BULAN RP. 2.000.000,00

* ANGSURAN PAJAK MULAI JULI 2010 SEBESAR


Rp 2.000.000,00
72
ANGSURAN PPh PASAL 25 TAHUN
BERJALAN DALAM HAL-HAL TERTENTU
Pasal 25 ayat (6)
DIREKTUR JENDERAL PAJAK
BERWENANG

MENETAPKAN ANGSURAN PAJAK


DALAM TAHUN BERJALAN
APABILA :

WP BERHAK ATAS KOMPENSASI KERUGIAN

WP MEMPEROLEH PENGHASILAN TIDAK TERATUR

SPT TAHUNAN PPh TAHUN YG LALU DISAMPAIKAN


SETELAH LEWAT BATAS WAKTU YG DITENTUKAN
WP DIBERIKAN PERPANJANGAN JANGKA WAKTU
PENYAMPAIAN SPT TAHUNAN PPh
WP MEMBETULKAN SENDIRI SPT THNAN PPh YG
MENGAKIBATKAN ANGSURAN BULANAN LEBIH
BESAR DARI ANGSURAN BULANAN SEBELUM PEMBETULAN

TERJADI PERUBAHAN KEADAAN USAHA ATAU


KEGIATAN WP
73
ANGSURAN PPh PASAL 25 TAHUN BERJALAN
WP BERHAK ATAS KOMPENSASI KERUGIAN

Pengh. Neto SPT


Dikurangi

SISA KOMPENSASI RUGI


Dikali Tarif
Pasal
PPh Terutang tahun 17/31E
Dikurangi

Kredit Pajak Ps. 22, 23, 24

Dibagi 12

PPh Pasal 25 Tahun Berikutnya

74
ANGSURAN PPh PASAL 25 TAHUN BERJALAN
WP MEMPEROLEH PENGHASILAN TIDAK TERATUR

Pengh. Neto SPT


Dikurangi

PENGHASILAN TIDAK TERATUR


Dikali Tarif
Pasal 17
PPh Terutang
Dikurangi

Kredit Pajak Ps. 22, 23, 24

Dibagi 12

PPh Pasal 25 Tahun Berikutnya

75
PPh Pasal 25 :
WP Memperoleh Penghasilan Tidak Teratur
Penghasilan teratur adalah penghasilan yang lazimnya diterima atau
diperoleh secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam setiap tahun
pajak, yang bersumber dari kegiatan usaha, pekerjaan bebas, pekerjaan,
harta dan atau modal, kecuali penghasilan yang telah dikenakan Pajak
Penghasilan yang bersifat final.
Tidak termasuk dalam penghasilan teratur adalah keuntungan selisih
kurs dari utang/piutang dalam mata uang asing dan keuntungan dari
pengalihan harta (capital gain) sepanjang bukan merupakan penghasilan
dari kegiatan usaha pokok, serta penghasilan lainnya yang bersifat
insidentil

76
KREDIT PAJAK BAGI
WP DALAM NEGERI DAN BUT
Pasal 28 ayat (1) dan (2)
PAJAK YANG TERUTANG DIKURANGI DENGAN
KREDIT PAJAK TAHUN YANG BERSANGKUTAN

PEMUNGUTAN PPh DARI KEGIATAN DI BIDANG IMPOR


PASAL 22 ATAU KEGIATAN USAHA DI BIDANG LAIN

PEMOTONGAN PPh DARI


PASAL 23 DIVIDEN,BUNGA,ROYALTI,SEWA,
HADIAH DAN PENGHARGAAN, DAN IMBALAN LAIN

PAJAK YG DIBAYAR ATAU TERUTANG ATAS


PASAL 24
PENGHASILAN DARI LUAR NEGERI YANG BOLEH
DIKREDITKAN
PASAL 25 PEMBAYARAN YG DILAKUKAN OLEH WAJIB PAJAK
SENDIRI
PEMOTONGAN PPh ATAS PENGHASILAN KANTOR PUSAT
PASAL 26
BUT

TIDAK BOLEH SANKSI ADMINISTRASI BERUPA


BUNGA, DENDA DAN KENAIKAN
DIKREDITKAN
SERTA SANKSI PIDANA BERUPA DENDA
77
CONTOH PENGHITUNGAN KREDIT PAJAK:

PPh TERUTANG WP BADAN Rp 80.000.000,00

KREDIT PAJAK :

a. PPh YG DIPUNGUT
PIHAK LAIN Rp 15.000.000,00
(PPh PSL. 22)
b. PPh YANG DIPOTONG
PIHAK LAIN PPh PSL 23
(DARI MODAL) Rp 5.000.000,00
c. KREDIT PPh
LUAR NEGERI Rp 15.000.000,00
(PPh PSL. 24)

d. DIBAYAR SENDIRI
OLEH WP (PPh PSL 25) Rp 10.000.000,00

JUMLAH PPh YG
DPT DIKREDITKAN (Rp 45.000.000,00)

PPh Kurang Bayar/Pasal 29 Rp 35.000.000,00


78
RESTITUSI PPh
Pasal 28 A

PAJAK TERUTANG
PADA SUATU TAHUN PAJAK
LEBIH KECIL DARI
JUMLAH KREDIT PAJAK

SETELAH
DILAKUKAN
PEMERIKSAAN

KELEBIHAN SETELAH DIPERHITUNGKAN


PEMBAYARAN DENGAN UTANG PAJAK
LAINNYA BERIKUT SANKSI
PAJAK
DIKEMBALIKAN

79
BATAS WAKTU PEMBAYARAN PPh
PADA AKHIR TAHUN PAJAK
Pasal 29

PAJAK TERUTANG
UNTUK SATU TAHUN PAJAK
LEBIH BESAR DARI
JUMLAH KREDIT PAJAK

KEKURANGAN
PAJAK YANG TERUTANG

HARUS DILUNASI
SELAMBAT-LAMBATNYA

SEBELUM SPT TAHUNAN DISAMPAIKAN

80

Anda mungkin juga menyukai