Kompetensi Dasar:
3.7 Menerapkan PPh Badan terutang
4.7 Melakukan perhitungan PPh Badan terutang
Administrasi Pajak 1
9. Dana Pensiun
10. Persekutuan
11. Perkumpulan
12. Yayasan
13. Organisasi Masyarakat
14. Organisasi Sosial Politik
15. Organisasi lainnya dengan nama dan bentuk apapun
16. Lembaga dan bentuk badan lainnya
17. Kontrak Investasi Kolektif (KIK)
18. Bentuk Usaha Tetap
Administrasi Pajak 2
Apa sajakah jensi Pajak Penghasilan Badan dan PPN yang menjadi kewajiban WP Badan?
1. Jenis Pajak Penghasilan (PPh) yang dikenakan pada Badan atau PPh Badan
Ada beberapa jenis pajak penghasilan badan atau PPh Badan yang harus dibayar dan
dilaporkan oleh perusahaan atau WP Badan, di antaranya:
a. Pajak Penghasilan Pasal 21
PPh Pasal 21 mengatur tentang pemotongan dari hasil pekerjaan jasa atau kegiatan
dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
atau karyawan
Perusahaan melakukan pemotongan langsung atas penghasilan para karyawan untuk
selanjutnya disetorkan ke kas negara melalui bank persepsi.
Administrasi Pajak 3
h. Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat (2)
PPh Pasal 4 ayat (2) berkaitan dengan pajak yang dipungut dari penghasilan
yang dipotong dari:
Bunga deposito dan tabungan lainnya
Bunga obligasi dan surat utang negara
Bunga simpanan yang dibayarkan koperasi
Hadiah undian
Transaksi saham dan sekuritas lainnya
Serta transaksi lain sebagaimana diatur dalam peraturan yang ditetapkan.
Administrasi Pajak 4
E. TARIF PPh BADAN
Pemerintah RI dan DPR RI sudah menyetujui Rancangan UU Harmonisasi Peraturan
Perpajakan atau yang disingkat dengan RUU HPP.
RUU HPP tersebut telah resmi disahkan pada tanggal 7 Oktober 2021 lalu.
Karena sudah disahkan menjadi RUU, maka dalam waktu 30 hari, presiden RI akan
mengesahkan RUU HPP tersebut menjadi UU.
Dalam UU HPP terbaru itu, tarif PPh Badan akan menjadi sebesar 22% untuk tahun
pajak 2022.
Administrasi Pajak 5
2. Peredaran Bruto di atas Rp50 miliar
Pajak Penghasilan badan terutang dengan peredaran bruto di atas Rp50 miliar akan dihitung
berdasarkan ketentuan umum atau tanpa fasilitas pengurangan tarif.
Jadi dapat disimpulkan bahwa besar Pajak Penghasilan badan tetap adalah 22% x
penghasilan kena pajak.
*22% tarif Pajak Penghasilan Badan yang berlaku di 2022
Administrasi Pajak 6
b) Pajak penghasilan yang dibayar atau terutag di luar negeri yang boleh dikreditkan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 24. Dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya
bulan dalam bagian tahun pajak.
Penghitungan Angsuran PPh Pasal 25 ayat (1) bagi Wajib Pajak Badan:
PPh Menurut SPT Tahunan PPh Tahun Lalu xxx
Pengurangan/Kredit Pajak:
– PPh Pasal 22 xxx
– PPh Pasal 23 xxx
– PPh Pasal 24 xxx
Total Kredit Pajak (xxx)
Dasar Penghitungan Angsuran xxx
Administrasi Pajak 7
Berikut langkah-langkah untuk mengetahui Penghasilan kena Pajak bagi Wajib Pajak Badan
dalam menghitung PPh Badan:
a. Menghitung penghasilan setahun
Hitung seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam satu Tahun Pajak.
Penghasilan yang bukan merupakan objek pajak dan penghasilan yang dikenakan PPh
Final tidak perlu dimasukkan dalam penghitungan penghasilan setahun.
Jika penghasilan yang tidak dapat dikurangkan itu terlanjur masuk dalam pembukuan,
maka perlu mengeluarkan terlebih dahulu dari laporan rugi/laba terlebih dahulu
melalui koreksi fiskal.
Administrasi Pajak 8
a. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha,
contohnya biaya pembelian lahan, biaya promosi dan penjualan yang diatur
berdasarkan PMK No. 02/PMK/03/2010
b. Biaya penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud
c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan
d. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta perusahaan untuk 3M
e. Kerugian selisih kurs mata uang asing
f. Biaya penelitian yang dilakukan di Indonesia
g. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan
h. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih
i. Sumbangan penanggulangan bencana nasional
j. Sumbangan penelitian yang dilakukan di Indonesia
k. Sumbangan biaya pembangunan infrastruktur sosial
l. Sumbangan fasilitas pendidikan
m. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga
Biaya yang tidak boleh dikurangkan (non-deductible expense). Biaya ini diatur dalam Pasal 9
UU PPh, di antaranya:
a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk dividen yang
dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil
usaha koperasi
b. Biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau
anggota
c. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan
d. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi bea siswa, yang dibayar oleh wajib pajak orang pribadi
e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam
bentuk natura atau kenikmatan
f. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau
kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa
g. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b UU HPP
h. Pajak penghasilan
i. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi wajib pajak orang
pribadi atau orang yang menjadi tanggungannya
j. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer
yang modalnya tidak terbagi atas saham
Sanksi administrasi berupa bunga, denda, kenaikan serta sanksi pidana berupa denda
yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan
k. Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dibolehkan untuk dibebankan
sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 atau Pasal 11A UU HPP
Biaya yang termasuk ke dalam deductible expense tidak dapat digunakan sebagai
pengurang untuk menghitung penghasilan kena pajak. Karena itu, ada baiknya untuk
memisahkan terlebih dahulu antara deductible expense dan non-deductible expense dalam
menghitung PPh Badan.
Biaya-biaya yang termasuk ke dalam non-deductible expense ini akan menimbulkan
koreksi fiskal positif, dan biaya-biaya yang termasuk ke dalam deductible expense akan
menimbulkan koreksi fiskal negatif.
Administrasi Pajak 9
Selanjutnya, didapatkan penghasilan neto fiskal, yaitu penghasilan neto yang diterima oleh
wajib pajak dalam negeri, baik dari kegiatan usaha maupun bukan, setelah melewati proses
rekonsiliasi fiskal yang berdasarkan ketentuan perpajakan.
Penghasilan neto fiskal ini kemudian dikurangkan dengan kompensasi kerugian fiskal,
yaitu sisa saldo kerugian badan dari tahun sebelumnya (jika ada). Melalui Pasal 6 ayat (2)
UU PPh, pemerintah memperbolehkan wajib pajak badan untuk memperhitungkan
kompensasi kerugian sehingga didapatkan angka Penghasilan Kena Pajak sebagai Dasar
Pengenaan Pajak (DPP) untuk menghitung PPh Badan terutang.
Sebagai informasi, kerugian fiskal yang akan dikompensasikan wajib dihitung berdasarkan
aturan perpajakan terlebih dahulu dan bukan merupakan kerugian komersial.
Kemudian, hasil dari pengurangan penghasilan neto fiskal dan kompensasi kerugian fiskal
tersebut adalah besaran penghasilan kena pajak yang dimaksud.
Jika penghasilan bruto setelah pengurangan biaya-biaya tersebut didapat kerugian sehingga
tidak terdapat penghasilan kena pajak, kerugian tersebut dikompensasikan dengan
penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun
berikutnya.
Administrasi Pajak 10
Peredaran bruto lebih dari Rp4,8 miliar sampai Rp50 miliar adalah [(50% x 22%) x
penghasilan kena pajak yang memperoleh fasilitas] + [22% x penghasilan kena pajak
tidak memperoleh fasilitas].
Tetapi jika peredaran bruto di atas Rp50 miliar, akan dihitung berdasarkan ketentuan umum
atau tanpa fasilitas pengurangan tarif. Hasilnya, besar PPh Badan tetap 22% dikalikan
penghasilan kena pajak.
Contoh Menghitung PPh Badan bagi Wajib Pajak Badan Sesuai Tarif
Berikut contoh-contoh penghitungan PPh Badan dengan tarif yang berlaku dan sesuai pada
kondisi masing-masing Wajib Pajak Badan.
Contoh 3, ( penghasilan bruto lebih dari 4,8 milyar tetapi kurang dari 50 milyar)
PT CCC pada tahun 2021memiliki peredaran bruto sebesar Rp35.000.000.000 dan Penghasilan
Kena Pajak adalah sebesar Rp700.000.000.
Karena peredaran bruto PT CCC tidak melebihi Rp50 miliar, maka penghitungan PPh Badan
PT CCC dilakukan sesuai ketentuan Pasal 31E.
Untuk tarif Pasal 31E perlu diperhatikan kembali bahwa peredaran bruto sampai dengan
Rp4,8 miliar akan memperoleh fasilitas pengurangan tarif sebesar 50%.
PPh Badan Terutang PT CCC adalah:
Administrasi Pajak 11
1. Langkah pertama
Langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan bagian penghasilan kena pajak yang
memperoleh fasilitas pengurangan tarif dan menghitung besar PPh untuk bagian tersebut.
Penghasilan Bruto = Rp35.000.000.000
Penghasilan Kena Pajak = Rp700.000.000
Bagian Penghasilan Kena Pajak dengan Fasilitas:
= ([Batas Peredaran Bruto yang mendapat fasilitas tarif : Peredaran Bruto] x Penghasilan Kena Pajak)
= Rp4.800.000.000/Rp35.000.000.000 x Rp700.000.000
= Rp96.000.000
PPh untuk Bagian dengan Fasilitas:
= (Pengurang Tarif x Tarif PPh x Penghasilan Kena Pajak dengan Fasilitas)
= 50% x 22% x Rp.96.000.000,00
= Rp.10.560.000,00
2. Langkah kedua
Langkah kedua adalah menentukan bagian Penghasilan Kena Pajak yang tidak memperoleh
fasilitas pengurangan tarif dan menghitung PPh atas bagian tersebut.
Bagian Penghasilan Kena Pajak tidak memperoleh fasilitas diperoleh dari pengurangan seluruh
penghasilan kena pajak dengan bagian penghasilan kena pajak yang memperoleh fasilitas.
Penghasilan Bruto = Rp35.000.000.000
Penghasilan Kena Pajak = Rp700.000.000
Bagian Penghasilan Kena Pajak Tanpa Fasilitas:
= (Penghasilan Kena Pajak – Penghasilan Kena Pajak dengan Fasilitas)
= Rp700.000.000 – Rp96.000.000
= Rp604.000.000
Contoh 4 : Penghitungan PPh Badan dengan Fasilitas Pengurangan Tarif Pasal 31E
Pada tahun 2022, PT Abjad XYZ memperoleh penghasilan bruto sebesar Rp 6 Miliar. Selain
itu, diketahui selama tahun berjalan tersebut, PT Abjad XYZ memiliki rincian beban dan
pendapatan sebagai berikut:
Pengeluaran biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan bruto
sebesar Rp5,4 miliar.
Mendapatkan penghasilan lainnya sebesar Rp50 juta.
Pengeluaran biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan lainnya
sebesar Rp30 juta.
Kompensasi kerugian fiskal dari tahun sebelumnya Rp10 juta.
Kredit PPh Pasal 25 Rp100 juta.
Kredit PPh Pasal 22 Rp10 juta.
Administrasi Pajak 12
Kredit PPh Pasal 23 Rp20 juta.
Berapa besaran PPh terutang PT Abjad XYZ untuk dibayar dan dilaporkan pada SPT Tahunan
PPh Badan? Pertama-tama, terlebih dahulu mencari besaran penghasilan kena pajak PT Abjad
XYZ:
Peredaran Bruto – Biaya 3M Peredaran Bruto = Penghasilan Neto
Rp6.000.000.000 – Rp5.400.000.000 = Rp600.000.000
Penghasilan lainnya – Biaya 3M Penghasilan Lainnya = Penghasilan Neto Lainnya
Rp50.000.000 – Rp30.000.000 = Rp20.000.000
Total Penghasilan Neto = Rp600.000.000 + Rp20.000.000
Total Penghasilan Neto = Rp620.000.000
Penghasilan Kena Pajak = Total Penghasilan Neto – Kompensasi Kerugian
Penghasilan Kena Pajak = Rp620.000.000 – Rp10.000.000
Penghasilan Kena Pajak PT Abjad XYZ adalah sebesar Rp610.000.000
Karena omzet peredaran bruto PT Abjad XYZ di atas Rp4,8 miliar, maka memperoleh fasilitas
pengurangan tarif:
Jumlah penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas
(Rp4.800.000.000 x Rp610.000.000) / Rp6.000.000.000 = Rp488.000.000
Jumlah penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh
fasilitas
Rp610.000.000 – Rp488.000.000 = Rp122.000.000
Maka, besaran PPh terutangnya adalah
(50% x 22%) x Rp488.000.000 = Rp53.680.000
22% x Rp122.000.000 = Rp26.840.000
Total PPh terutang= Rp53.680.000 + Rp26.840.000
PPh terutang PT Abjad XYZ adalah sebesar Rp80.520.000
PT Abjad XYZ memiliki beberapa kredit pajak penghasilan yang sudah dibayar:
PPh Pasal 22 + PPh Pasal 23 + PPh Pasal 25
Rp10.000.000 + Rp20.000.000 + Rp100.000.000
Maka, PPh terutang dikurangi dengan total kredit pajak tersebut.
Rp80.520.000 – Rp130.000.000= (Rp49.480.000)
Dalam hal ini, PT Abjad XYZ memiliki lebih bayar pajak sebesar Rp49.480.000
Contoh 5 : Penghitungan PPh Badan Tanpa Fasilitas Pengurangan Tarif Pasal 31E
Pada tahun 2020, PT Abjad XYZ memperoleh penghasilan bruto sebesar Rp60 Miliar. Selain
itu, diketahui selama tahun berjalan tersebut, PT Abjad XYZ memiliki rincian beban dan
pendapatan sebagai berikut:
Pengeluaran biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan bruto
sebesar Rp54 miliar.
Mendapatkan penghasilan lainnya sebesar Rp500 juta.
Pengeluaran biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan lainnya
sebesar Rp300 juta.
Kompensasi kerugian fiskal dari tahun sebelumnya Rp100 juta.
Kredit PPh Pasal 25 Rp500 juta.
Kredit PPh Pasal 22 Rp100 juta.
Kredit PPh Pasal 23 Rp400 juta.
Berapa besaran PPh terutang PT Abjad XYZ untuk dibayar dan dilaporkan pada SPT Tahunan
PPh Badan? Pertama-tama, terlebih dahulu mencari besaran penghasilan kena pajak PT Abjad
XYZ:
Peredaran Bruto – Biaya 3M Peredaran Bruto = Penghasilan Neto
Rp60.000.000.000 – Rp54.000.000.000 = Rp6.000.000.000
Administrasi Pajak 13
Penghasilan lainnya – Biaya 3M Penghasilan Lainnya = Penghasilan Neto Lainnya
Rp500.000.000 – Rp300.000.000 = Rp200.000.000
Total Penghasilan Neto = Rp6.000.000.000 + Rp200.000.000
Total Penghasilan Neto = Rp6.200.000.000
Penghasilan Kena Pajak = Total Penghasilan Neto – Kompensasi Kerugian
Penghasilan Kena Pajak = Rp6.200.000.000 – Rp100.000.000
Penghasilan Kena Pajak PT Abjad XYZ adalah sebesar Rp6.100.000.000
Karena omzet peredaran bruto PT Abjad XYZ di atas Rp50 miliar, maka tidak memperoleh
fasilitas pengurangan tarif sehingga penghitungannya:
22% x Penghasilan Kena Pajak
22% x Rp6.100.000.000 = Rp1.342.000.000
PPh terutang PT Abjad XYZ adalah sebesar Rp1.342.000.000
PT Abjad XYZ memiliki beberapa kredit pajak penghasilan yang sudah dibayar:
PPh Pasal 22 + PPh Pasal 23 + PPh Pasal 25
Rp100.000.000 + Rp400.000.000 + Rp500.000.000
Maka, PPh terutang dikurangi dengan total kredit pajak tersebut.
Rp1.342.000.000 – Rp1.000.000.000= Rp342.000.000
Dalam hal ini, PT Abjad XYZ masih harus membayar pajak sebesar Rp342.000.000
Sebagaimana yang kita ketahui dengan berlakunya UU No. 7 Tahun 2021 mengenai
Harmonisasi Peraturan Perpajakan, bagi Orang Pribadi pengusaha yang menggunakan PP 23
mengenai UMKM terdapat beberapa perubahan ketentuan , sehingga dapat di summarykan
sebagai berikut :
Tarif tetap sebesar 0,5% dari omzet bulanan.
Wajib Pajak harus melakukan pelaporan setiap bulannya!!
Untuk penghasilan dibawah Rp. 500.000.000 pertahun bebas pajak, sehingga baru
dikenakan pajak untuk penghasilan akumulasi diatasnya.
Dibayar seharusnya sebagaimana PPh yang lain yaitu maksimal tanggal 15 bulan
berikutnya dan dilapor maksimal tanggal 20 Bulan berikutnya.
Untuk kode Bayarnya PPh Final 411128 dan 420 UMKM Bayar Sendiri.
Cara menghitungnya dapat dilihat dari simulasi perhitungan dibawah :
Administrasi Pajak 14
Contoh Perhitungan PPh Final UMKM
Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa dari bulan januari sampai dengan April 2022 masih
belum dikenakan pajak , karena omzet akumulasi masih dibawah Rp. 500.000.000, barulah
dibulan Mei 2022, dengan tambahan penghasilan sebesar Rp. 107.500.000 maka total
akumulasi omzet di tahun 2022 sudah mencapai Rp. 556.100.000 dan sudah melebihi batas
pendapatan bebas pajak sebesar RP. 500.000.000 sehingga selisihnya yang Rp, 56.100.000
sudah dikenakan pajak dan harus bayar sebesar RP 280.500. Dengan demikian untuk bulan
bulan setelahnya sudah mulai membayar PPh final UMKM karena besaran penghasilannya
sudah melewati yang dibebaskan pajaknya.
Kesimpulan
1. PPh Final wajib dibayarkan bagi wajib pajak individu dan badan yang memiliki omzet
di bawah Rp 4,8 miliar setahun.
2. PPh Final didasarkan atas PP 46/2013 disusun agar pelaku UKM dapat dengan mudah
menghitung pajak tanpa keharusan atas pembukuan yang lengkap.
3. Berdasarkan PP 23/2018 besaran tarif PPh Final adalah 0,5%.
4. Penghitungannya, semua transaksi penjualan per bulan dijumlahkan kemudian
dikalikan 0,5 %.
5. PPh Final UKM dilaporkan hanya sekali setiap tahunnya lewat SPT PPh Tahunan orang
pribadi atau badan.
TUGAS :
Kerjakan dan kumpulkan pada tanggal 1 Februari 2023
1. PT. Anugrah pada tahun 2021 merupakan Perusahaan Tbk yang memiliki
penghasilan bruto sebesar Rp.70.000.000.000 dengan Penghasilan Kena
Pajak sebesar Rp.5000.000.000 dari hasil pembukuan.hitung PPh terutang.
2. PT.Harapan pada tahun 2002 memiliki Peredaran Bruto sebesar Rp.
4.000.000.000 dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp.700.000.000. PT.
DEFG ini tidak termasuk WP yang dikenakan PPh Final atas Peredaran
Bruto Tertentu. hitung PPh terutang
3. PT.Sentosa pada tahun 2022 memiliki peredaran bruto sebesar
Rp.40.000.000.000 dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp.
700.000.000.Hitung PPh terutang.
4. Data yang berhubungan dengan Laporan Rugi-Laba PT SAHABAT untuk tahun
2022 ( dalam rupiah )
1. Pejualan : 7.800.000.000
2. Harga Pokok Penjualan 4.210.000.000
3. Beban Pemasaran :
a. Gaji dan komisi salesman 475.000.000
b. Gaji dan upah bagian penjualan 275.000.000
c. Beban angkut penjualan 200.000.000
d. Beban promosi 180.000.000.
e. Beban cadangan piut tak tertagih 250.000.000
f. Beban kirim pos, telp, dan teleks 120.000.000
g. Depresiasi kendaraan 120.000.000
Administrasi Pajak 15
e. Depresiasi bangunan kantor 50.000.000
f. Depresiasi mebel dan alat kantor 150.000.000
Administrasi Pajak 16