Pajak penghasilan pasal 26 (PPh pasal 26) adalah pajak penghasilan yang
dikenakan atas penghasilan yang diterima wajib pajak luar negeri dari
Indonesia, selain Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia.
Pajak Penghasilan pasal 26 (PPh Pasal 26) ini mengatur kebijakan mengenai
pajak yang berhubungan dengan wajib pajak luar negeri.
Yang menentukan seorang individu atau perusahaan sebagai wajib pajak luar
negeri adalah:
Tarif 20% (final) dari laba bersih yang diharapkan selama penjualan atau
pengalihan saham perusahaan antara perusahaan media atau
perusahaan tujuan khusus, yang didirikan atau bertempat di negara yang
memberikan perlindungan pajak, yang memiliki hubungan khusus untuk
suatu entitas atau Bentuk Usaha Tetap (BUT) didirikan di Indonesia.
Tarif 20% yang dipungut dari penghasilan kena pajak setelah dikurangi
dengan pajak, suatu bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia, kecuali
penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.
Pemotong PPh pasal 26 terdiri dari badan pemerintah, subjek pajak dalam
negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, dan perwakilan
perusahaan luar negeri lainnya, yang melakukan pembayaran kepada wajib
pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap.
Wajib pajak orang pribadi atau badan yang menjadi pemotong PPh Pasal 26
harus mendaftarkan diri terlebih dahulu untuk menjadi pemotong PPh Pasal
26.
Wajib pajak Orang Pribadi atau Badan dapat mengetahui apakah menjadi
Pemotong PPh Pasal 26 dengan melihat SKT (Surat Keterangan Terdaftar) yang
diterima dari Kantor Pelayanan Pajak pada waktu pendaftaran NPWP (Nomor
Pokok Wajib Pajak).
PPh Pasal 26 dipotong oleh pihak yang wajib membayar penghasilan tersebut,
yaitu:
Badan Pemerintah;
Subjek Pajak Dalam Negeri;
Penyelenggara Kegiatan;
Bentuk Usaha Tetap.
Yang melakukan pembayaran adalah Wajib Pajak Luar Negeri, selain Bentuk
Usaha Tetap di Indonesia.
Dikecualikan dalam pemotong pajak PPh Pasal 26 atas imbalan dengan nama
dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan
yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi Luar Negeri dan organisasi
internasional
Kasus 1
Stanley adalah warga negara asing yang berada di Indonesia kurang dari 183
hari, dia berstatus menikah dan mempunyai 3 orang anak, Stanley
mendapatkan gaji dari PT “XXX” pada bulan januari sebesar US$1.500. Kurs
pada saat itu US$1 sama dengan Rp13.100. Berapa jumlah pajak yang harus
dipotong?
Kasus 2
Kasus 3
David Beckham yang adalah Warga Negara Inggris memiliki 25% saham PT
Persipura Indonesia. Tahun ini Beckham menjual seluruh sahamnya senilai Rp5
miliar kepada Kaka, seorang Warga Negara Argentina. Asumsikan tidak ada P3B
antara Indonesia dan Argentina serta Inggris sehubungan dengan transaksi
tersebut maka besarnya:
Pemotongan Pajak PPh pasal 4 ayat 2 bersifat final, artinya pajak harus dilunasi
dan diselesaikan dalam masa pajak yang sama. Dikarenakan PPh pasal 4 ayat 2
bersifat final, maka ada ketentuan khusus yang mengaturnya.
Bagi pengusaha omzet yang terkait dengan PPh pasal 4 ayat 2, tidak boleh
dimasukan ke dalam peredaran usaha, tetapi dimasukan ke dalam penghasilan
yang telah dipotong PPh final.
Berikut ini adalah penghasilan yang merupakan Objek Pajak PPh Pasal 4 ayat 2,
yaitu:
PPh yang dikenakan, baik itu yang dipotong pihak lain maupun yang sudah
disetor sendiri, bukanlah pembayaran dimuka atas PPh terutang, melainkan
sudah langsung melunasi PPh terutang untuk penghasilan itu.
Sesuai namanya, tarif pajak untuk UKM, wiraswasta dan bisnis online ini
menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2013
adalah 1 persen yang dipotong dari total omzet penjualan (peredaran bruto)
per bulan dan dibayarkan pada tanggal 10 setiap bulannya.
Ada berbagai macam jenis penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 4 ayat 2 dan
setiap penghasilan memiliki tarif yang berbeda beda yang diatur dalam
Peraturan Pemerintah (PP).
Bunga deposito, jenis-jenis tabungan, SBI, dan diskon jasa giro dikenakan
tarif 20% (PP No 131 Tahun 2000).
Bunga simpanan yang dibayarkan koperasi pada anggotanya dikenakan
tarif 10% ( PP No 15 Tahun 2009).
Bunga dari kewajiban dengan berbagai jenis tarif dari 0-20% (PP No 15
Tahun 2009).
Dividen yang diterima Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri dikenakan
tarif 10% sebagaimana telah diatur dalam Pasal 17 ayat 2C.
Hadiah atau undian dikenakan tarif 25% (PP No 132 Tahun 2000).
Transaksi derivatif berjangka panjang yang telah diperdagangkan di
bursa dikenakan tarif 2,5% (PP No 17 Tahun 2009).
Transaksi penjualan saham pendiri dan saham bukan pendiri, tarifnya
masing-masing 0,5% dan 0,1% (PP No 14 Tahun 1997).
Jasa Konstruksi dikenakan tarif 2-6% (PP No 40 Tahun 2009).
Sewa atas dan atau bangunan, tarifnya adalah 10% (PP No 5 Tahun
2002).
Pengalihan hak atas tanah dan dalam hal ini termasuk usaha real
estate tarifnya adalah 5% (PP No 71 Tahun 2008).
Transaksi dari penjualan saham atau pengalihan ibu kota mitra
perusahaan (PP No 4 Tahun 1995).
JADWAL PENYETORAN & PELAPORAN PPH PASAL 4 AYAT 2
Batas Waktu
Penghasilan Batas Waktu Pelaporan
Penyetoran
Jika sudah validasi NTPN, WP
tidak perlu lapor lagi. Cukup
Omzet penjualan Tanggal 15 bulan
menyertakan lampiran
(peredaran bruto) berikutnya setelah
laporan PPh Final 1% pada
usaha masa pajak berakhir
pelaporan SPT Tahunan Badan
/ Pribadi (SPT 1770)
Bunga,
Tanggal 10 bulan
deposito/tabungan, 20 hari setelah masa
berikutnya setelah
diskonto SBI, pajak berakhir
masa pajak berakhir
bunga/diskonto
Tanggal 20 bulan
Tanggal 25 bulan berikutnya
berikutnya setelah
Transaksi penjualan setelah bulan
bulan
saham terjadinya transaksi penjualan
terjadinya transaksi
saham
penjualan saham
Tanggal 10 bulan
berikutnya setelah 20 hari setelah masa pajak
Hadiah undian
bulan saat berakhir
terutangnya pajak
Tanggal 10 (bagi
Pemotong Pajak)
atau tanggal 15 (bagi
Persewaan tanah WP pengusaha 20 hari setelah masa pajak
dan/atau bangunan persewaan) dari berakhir
bulan berikutnya
setelah masa pajak
berakhir.
Tanggal 10 (bagi
Pemotong Pajak) dan
tanggal
20 hari setelah masa pajak
Jasa konstruksi 15 (bagi WP jasa
berakhir
konstruksi) bulan
berikutnya setelah
masa pajak berakhir
Contohnya:
Dalam 1 bulan jumlah total penghasilan (omzet) yang didapat salah satu
UMKM ini adalah sebesar Rp55.000.000.
Jawab:
PPh Pasal 4 ayat 2 yang dipotong Bank ABC adalah 20% x Rp1.000.000 =
Rp200.000
Pajak deposito per tahun = Rp200.000 x 12 bulan = Rp2.400.000
2. Alice Key memiliki tabungan di Bank Moneytalk Indonesia dengan saldo
rata-rata bulan Juni 2017 adalah Rp450.000.000. Bunga yang diberikan
oleh Bank Moneytalk Indonesia adalah 9% per tahun. Bunga yang
diterima Alice Key pada bulan Juni 2017 adalah Rp3.375.000. Bagaimana
kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh terkait transaksi
tersebut?
Jawab:
PPh Pasal 4 ayat 2 yang dipotong oleh Bank Moneytalk Indonesia pada Juni
2017 adalah 20% x Rp3.375.000 = Rp675.000. Pajak tabungan per tahun =
Rp675.000 x 12 bulan = Rp8.100.000.
Tentang
Pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh
wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu.
Maksud:
Tujuan:
Objek pajak yang tidak dikenai pajak penghasilan sesuai ketentuan PP Nomor
46 Tahun 2013 ini harus memenuhi kriteria sebagai berikut
Penghasilan dari usaha yang dikenai PPh Final (Pasal 4 ayat (2)), seperti
misalnya sewa kamar kos, sewa rumah, jasa kontruksi (perencanaan,
pelaksanaan dan pengawasan), PPh usaha migas dan lain sebagainya yang
diatur berdasarkan Peraturan Pmerintah tersendiri.
1. Orang Pribadi,
2. Badan, tidak termasuk Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Yang menerima penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto (omzet) yang
tidak melebihi Rp.4.800.000.000,- dalam 1 tahun pajak.
Yang tidak dikenai Pajak Penghasilan sesuai PP No. 46 Tahun 2013 adalah:
Pajak Penghasilan yang diatur oleh PP No. 46 Tahun 2013 termasuk dalam:
Setoran bulanan dimaksud merupakan PPh Pasal 4 ayat (2), bukan PPh pasal
25. Jika penghasilan semata-mata dikenai PPh final, tidak wajib PPh Pasal 25.
Penyetoran dan Pelaporan PPh sesuai ketentuan PP No. 46 Tahun 2013 adalah
paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya dengan menggunakan Surat Setoran
Pajak (SSP). Jika SSP sudah validasi NTPN, wajib pajak tidak perlu melaporkan
SPT masa PPh Pasal 4 ayat (2) karena dianggap telah menyampaikan SPT masa
PPh Pasal 4 ayat (2) sesuai tanggal validasi NTPN.
Contoh penentuan peredaran bruto sebagai dasar dikenainya Pajak
Penghasilan dengan Peraturan Pemerintah ini, dalam hal:
1) PT Maju Jaya menggunakan tahun kalender sebagai Tahun Pajak. Terdaftar sebagai
Wajib Pajak sejak bulan Agustus 2013. Peredaran bruto selama bulan Agustus 2013
sampai dengan Desember 2013 adalah Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta
rupiah).
Wajib Pajak yang dikenai pajak ini adalah WP Orang Pribadi dan WP Badan
berbentuk koperasi, Persekutuan Komanditer, Firma atau Perseroan Terbatas
yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan peredaran bruto tidak
melebihi 4,8 miliar dalam satu tahun pajak.
Pajak Penghasilan yang terutang dapat dilunasi dengan cara disetor sendiri
oleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu paling lambat
tanggal 15 bulan berikutnya atau dengan cara dipotong oleh Pemotong atau
Pemungut pajak dalam hal Wajib Pajak bersangkutan melakukan transaksi
dengan pihak yang ditunjuk sebagai Pemotong atau Pemungut Pajak.