Anda di halaman 1dari 6

Nama : Dea Febi Anjani Putri

NIM : 142190048
Mata kuliah : Perpajakan EA-B

RESUME MATERI PERPAJAKAN


BAB IV LANJUTAN
PAJAK PENGHASILAN

Uang Pensiun dibayarkan secara berkala (bulanan)

Penghitungan PPh Pasal 21 pada Tahun Pertama dibayarkan Uang Pensiun


secara Bulanan

Penghitungan Pasal 21 di Tempat Pemberi Kerja Sebelum Pensiun


 Apabila waktu pensiun sudah dapat diketahui dengan pasti pada awal tahun,
misalnya berdasarkan ketentuan yang berlaku di tempat pemberi kerja yang dikaitkan
dengan usia pegawai yang bersangkutan maka penghitungan PPh Pasal 21 terutang per
bulan dihitung berdasarkan penghasilan kena pajak yang akan diperoleh dalam periode
dimana pegawai yang bersangkutan akan bekerja dalam tahun berjalan sebelum
memasuki masa pensiun.
 Apabila waktu pensiun belum dapat diketahui dengan pasti pada waktu menghitung
PPh Pasal 21 yang terutang untuk setiap bulan maka penghitungan PPh Pasal 21
didasarkan pada perkiraan penghasilan neto setahun seperti pada contoh Penghitungan
Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Pegawai yang masih Memiliki Kewajiban
Pajak Subjektif Berhenti Bekerja pada Tahun Berjalan.

PPh Pasal 21 Terhadap Penghasilan Pegawai Harian,Tenaga Harian Lepas,


Penerima upah satuan, dan Penerima upah borongan

1. Menentukan jumlah upah harian atau rata-rata upah yang diterima dalam sehari
 Untuk upah mingguan, dibagi dengan jumlah hari bekerja dalam seminggu
 Untuk upah satuan, dikalikan jumlah rata-rata satuan yang dihasilkan dalam sehari
 Untuk upah borongan, dibagi dengan jumlah hari dalam menyelesaikan perkerjaan
borongan
2. Tidak ada PPh 21 yang dipotong, jika:
Upah harian atau rata-rata upah harian kurang dari Rp 450.000 dan jumlah kumulatif
dalam satu bulan belum melebihi Rp 4.500.000.

3. PPh 21 harus dipotong sebesar upah harian atau rata-rata upah harian dikurangi
Rp 450.000, lalu dikalikan 5%, jika:
Upah harian atau rata-rata upah harian sudah lebih dari Rp.450.000 tetapi jumlah
kumulatif dalam satu bulan kalender belum melebihi Rp 4.500.000.

4. PPh 21 harus dipotong sebesar upah harian atau rata-rata upah dikurangi PTKP
sehari  lalu dikalikan 5%, jika:
Jumlah kumulatif dalam satu bulan kalender sudah lebih dari Rp.4.500.000, tetapi kurang
dari Rp.10.200.000.

5. Berlaku Tarif pada Undang-Undang Pajak Penghasilan Pasal 17 ayat (1) huruf
(a), jika:
Jumlah kumulatif dalam satu bulan kalender sudah lebih dari Rp 10.200.000.

PPh PASAL 26

PPh Pasal 26 adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang diterima
wajib pajak luar negeri dari Indonesia selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.

Wajib Pajak
Hal yang menentukan seorang individu atau perusahaan dikategorikan sebagai wajib
pajak luar negeri adalah:

 seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal di


Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan yang tidak
didirikan atau berada di Indonesia, yang mengoperasikan usahanya melalui bentuk usaha
tetap di Indonesia.
 seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan yang tidak
didirikan atau berada di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan
dari Indonesia tidak melalui menjalankan usaha melalui suatu bentuk usaha tetap di
Indonesia.

Objek Pajak , Tarif Pajak, dan Penerapannya PPh Pasal 26

20% dan bersifat final dari bruto atas:

1. Dividen;
2. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan
pengembalian utang.
3. Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
4. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
5. Hadiah dan penghargaan;
6. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya;
7. Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya; dan/atau
8. Keuntungan karena pembebasan utang.

Rumus: PPh Pasal 26 = Penghasilan Bruto x 20%

 20% dan bersifat final dari Perkiraan Penghasilan Neto atas:


1. Penghasilan dari pengalihan atau penjualan harta di Indonesia dengan nilai lebih
dari Rp10 juta untuk setiap jenis transaksi yang berupa: perhiasan mewah, berlian, emas,
intan, jam tangan mewah, barang antik, lukisan, mobil dan motor, kapal pesiar dan persawat
terbang ringan. Besarnya perkiraaan penghasilan neto untuk penjualan harta adalah 25% dari
harga jual.
2. Premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri. Besarnya
pengkiraan penghasilan neto untuk premi asuransi dan premi reasuransi yang dibayarkan pada
perusahaan asuransi luar negeri adalah sebagai berikut:
 Atas premi asuransi yang dibayar tertanggung kepada perusahaan asuransi
di luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang, sebesar 50% dari jumlah premi
yang dibayarkan.
 Atas premi yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi yang berkedudukan
di Indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun
melalui pialang, sebesar 10% dari jumlah premi yang dibayarkan.
 Atas premi yang dibayarkan oleh perusahaan reasuransi yang
berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung
maupun melalui pialang, sebesar 5% dari jumlah premi yang dibayarkan.
3. Pengalihan atau Penjualan saham. Besarnya perkiraan penghasilan neto adalah
25% dari harga jual.

Rumus: PPh Pasal 26 = (Penghasilan Bruto x Perkiraan penghasilan neto) x 20%

 20% dan bersifat final dari Penghasilan kena pajak sesudah dikurangi pajak dari
BUT di Indonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia dengan
syarat :
1. Penanaman kembali dilakukan atas seluruh penghasilan kena pajak setelah
dikurangi PPh dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang didirikan dan
berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta Pendiri, dan;
2. Dilakukan dalam tahun berjalan atau selambat-lambatnya tahun pajak berikutnya
dari tahun pajak diterima atau diperoleh penghasilan tersebut;
3. Perusahaan baru yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagaimana
dimaksud pada angka, harus secara aktif melakukan kegiatan usaha sesuai dengan akte
pendiriannya paling lama 1 tahun sejak perusahaan tersebut didirikan.
4. Tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut sekurang-
kurangnya 2 tahun sesudah perusahaan tempat penanaman dilakukan, mulai berproduksi
komersiil.
Rumus: PPh Pasal 26 = (Penghasilan Bruto x Perkiraan penghasilan neto) x 20%

 Tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) atau tax treaty antara


Indonesia dengan negara pihak pada persetujuan. Tarifnya biasanya bisa untuk mengurangi
tingkat dari tarif biasa yang sebesar 20% dan beberapa mungkin memiliki tarif 0%.

Contoh :

Mike adalah karyawan asing pada perusahaan PT Dira Consult. Mike bertempat tinggal kurang
dari 183 hari. Mike sudah beristri, dan mempunyai seorang anak. Dalam bulan April 2018, Mike
memperoleh gaji US$5.000 sebulan. Kurs yang berlaku adalah Rp13.500,- per US$ 1.

Penghitungan PPh Pasal 26 :

Penghasilan bruto berupa gaji sebulan :

5.000 x Rp13.500 = Rp67.500.000

Penetapan Tarif :

20% x Rp57.500.000 = Rp13.500.000

PPh Pasal 26 atas gaji Mike bulan April 2018 adalah Rp11.500.000

Sifat Pemotongan

Pemotongan PPh Pasal 26 bersifat final, kecuali :

1. Pemotongan ata penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang atas
pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau dilakukan BUT di
Indonesia.
2. Pemotongan atas pengecualian sebagaimana tersebut dalam PPh Pasal 26 yang diterima
atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT dengan
harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud.
3. Pemotongan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan luar
negeri yang berubah status menjadi Wajib Pajak dalam negeri arau BUT.

Pemotong Pajak

Pemotongan pajak berdasarkan ketentuan Pasal 26 wajib dilakukan oleh :


1. Badan Pemerintah
2. Subjek Pajak dalam Negeri
3. Penyelenggara kegiatan
4. Bentuk Usaha Tutup
5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.

Anda mungkin juga menyukai