Anda di halaman 1dari 3

Dalam Hal Anda memberikan penghasilan kepada 

Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN), yang harus


Anda lakukan adalah:

1. Tentukan dahulu apakah benar lawan transaksi Anda adalah SPLN.

2. Jika merupakan SPLN, tentukan dahulu apakah SPLN tersebut berhak dipotong PPh
Pasal 26 dengan menggunakan tarif berdasarkan tax treaty.

3. Tax Treaty bisa digunakan dalam hal SPLN mempunyai form DGT (Certificate Of


Domicile Of Non Resident For Indonesia Withholding Tax) atau Surat Keterangan
Domisili (SKD) sesuai PER-25/PJ/2018

4. Input informasi yang ada di form DGT dengan login ke laman pajak.go.id menu e-


SKD untuk mendapatkan tanda terima SKD WPLN (Wajib Pajak Luar Negeri).

5. Berikan tanda terima SKD WPLN kepada SPLN.

6. Melakukan pemotongan PPh Pasal 26 dengan menggunakan tarif tax treaty jika


memenuhi PER-25/PJ/2018 dan membuat bukti potong PPh Pasal 26 melalui aplikasi e-
bupot PPh pasal 23/26

7. Jika tidak memenuhi syarat untuk menggunakan ketentuan pada tax treaty, maka tarif
PPh 26 nya adalah 20%.

8. melakukan penyetoran PPh dengan terlebih dahulu membuat kode billing. Penyetoran


dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya di kantor pos/bank persepsi.

9. Melakukan pelaporan PPh Pasal 26 secara elektronik melalui laman pajak.go.id menu e-


bupot atau melalui application service provider (ASP) paling lama tanggal 20 bulan
berikutnya dengan melampirkan tanda terima SKD WPLN walaupun tidak terdapat
pemotongan PPh berdasarkan ketentuan tax treaty.

10. Mulai 1 Agustus 2020, yang melakukan transaksi terkait PPh Pasal 23/26 dan terdaftar di
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama seluruh Indonesia wajib membuat bukti
pemotongan dan penyampaian SPT Masa PPh 23/26 secara elektronik melalui e-Bupot
Penghasilan yang dibayarkan kepada WPLN berupa:

1. Deviden, bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan jaminan pengembalian hutang,
royalty, sewa, penghasilan penggunaan harta, imbalan sehubungan dengan jasa pekerjaan dan
kegiatan, hadiah & penghargaan, pensiun & pembayaran berkala lainnya, premi swap dan
transaksi lindung nilai lainnya, dan/ atau keuntungan karena pembebasan utang.

Tarif x DPP, 20% x penghasilan bruto

2. Penjualan atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia, yang diperoleh
WP Luar Negeri. Harta yang dimaksud berupa: perhiasan mewah, berlian, emas, intan, jam
tangan mewah, barang antik, lukisan, mobil, motor, kapal pesiar, dan/atau pesawat terbang
ringan. Dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 26 adalah WP OP Luar Negeri yang
memperoleh penghasilan tidak melebihi Rp 10Juta untuk setiap jenis transaksi.

Tarif 20% x Perkiraan Neto, Perkiraan neto=25% x harga jual

3. Penjualan saham oleh WPLN. Saham yang diperjualbelikan adalah saham dari PT di Dalam
Negeri dan tidak berstatus sebagai emiten atau perusahaan publik.

Tarif 20% x Perkiraan Neto, Perkiraan neto=25% x harga jual

4. Premi Asuransi dan Premi Reasuransi yang dibayar kepada perusahaan asuransi di LN.

Tarif 20% x perkiraan neto

a. 50% dari Premi yang dibayarkan oleh pihak yang tertanggung kepada perusahaan
asuransi LN. Sehingga tarif efektif: 20% x 50%= 10%.
Pemotong pajak adalah tertanggung.
b. 10% dari Premi yang dibayar oleh perusahaan asuransi di Indonesia kepada perusahaan
asuransi LN. Sehingga tarif efektif: 20% x 10%= 2%.
Pemotong Pajak adalah perusahaan asuransi di Indonesia.

c. 5% dari Premi yang dibayar oleh perusahaan reasuransi di Indonesia kepada perusahaan
asuransi di LN. Sehingga tarif efektif: 20% x 5%= 1%.
Pemotong pajak adalah perusahaan reasuransi di Indonesia.

5. BUT (Bentuk Usaha Tetap)/ Permanent Establishment, atas Laba BUT sebelum pajak
dikenakan tarif pasal 17, atas Laba BUT setelah pajak yang tidak ditanamkan kembali di
Indonesia dikenakan 20% x laba sesudah pajak

Dikecualikan dari pengenaan PPh Pasal 26 ayat (4) jika penghasilan BUT ditanamkan
kembali di Indonesia dengan syarat:

a. penanaman kembali dilakukan atas seluruh penghasilan kena pajak setelah dikurangi PPh
dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan
di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri;

b. Perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia tsb harus aktif
melakukan kegiatan usaha sesuai dengan akte pendiriannya, paling lama 1 tahun sejak
didirikan;

c. penanaman kembali dilakukan dalam tahun ajak berjalan atau paling lama tahun pajak
berikutnya dari tahun pajak diterima/ diperolehnya penghasilan tsb; dan

d. tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tsb paling singkat dalam jangka
waktu 2 tahun sesudah perusahaan baru tsb telah berproduksi komersial.

Anda mungkin juga menyukai