Anda di halaman 1dari 10

PERPAJAKAN

PPH PASAL 26

Fakultas : FBIS
Program studi : Manajemen

Tatap Muka

09
Kode Matakuliah : 11211T1CA
Disusun oleh :
PAJAK PENGHASILAN PPH PASAL 26

Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 26 (PPh Pasal 26)

Menurut Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008, PPh Pasal 26 adalah pajak


penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang diterima wajib pajak luar negeri dari
Indonesia selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.
Hal yang menentukan seorang individu atau perusahaan dikategorikan sebagai wajib
pajak luar negeri adalah:
• seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal
di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan
yang tidak didirikan atau berada di Indonesia, yang mengoperasikan usahanya
melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
• seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal
di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan
yang tidak didirikan atau berada di Indonesia, yang dapat menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak melalui menjalankan usaha melalui
suatu bentuk usaha tetap di Indonesia.

Semua badan usaha yang melakukan transaksi pembayaran (gaji, bunga, dividen,
royalti dan sejenisnya) kepada Wajib Pajak Luar Negeri, diwajibkan untuk memotong
Pajak Penghasilan Pasal 26 atas transaksi tersebut.
Ketentuan Wajib Pajak PPh 26

Pengertian wajib pajak merupakan individu atau badan yang diharuskan membayar
pajak kepada pemerintah sesuai hukum yang berlaku di negara tersebut. Di dalam
Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan Pasal 26 disebutkan
bahwa Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) dikategorikan menjadi dua macam.
Kategori pertama, seorang individu yang mengoperasikan perusahaannya dalam
Bentuk Usaha Tetap di Indonesia. Kantor pusat dari perusahaan tersebut tidak berada
di Indonesia. Serta masa tinggal di Indonesia selama kurang dari 183 hari dalam satu
tahun. Sedangkan, kategori kedua adalah seorang individu yang memperoleh
penghasilan dari Indonesia. Umumnya, pada kategori ini adalah para karyawan
ekspatriat yang bekerja di Indonesia.
Untuk masa tinggalnya juga kurang dari 183 hari dalam satu tahun. Wajib Pajak Luar
Negeri wajib dikenakan PPh 26 atas transaksi pembayaran gaji, bunga, deviden, dsb.
Pemotongan untuk pajak tersebut yang dilakukan oleh badan usaha yang bekerjasama
ataupun menggunakan jasanya. Kemudian, perusahaan yang sudah memotong pajak
penghasilan tersebut akan menyerahkan uang dari pajak tersebut ke Dirjen Pajak.

PPh 26 adalah Pajak Penghasilan (PPh) yang dikenakan kepada Wajib Pajak (WP) luar
negeri (selain Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia) atas penghasilannya yang
bersumber dari Indonesia.Sementara itu, Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk
usaha yang digunakan oleh subjek pajak luar negeri (pribadi maupun badan) yang
melakukan kegiatan usaha di Indonesia. PPh pasal 26 adalah Pajak Penghasilan (PPh)
yang didasarkan pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang “Perubahan
Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan”.
Objek PPh Pasal 26
Objek Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 meliputi:
1. Dividen
2. Bunga
3. Royalti, sewa, maupun penghasilan lain yang berhubungan dengan penggunaan
harta
4. Imbalan atas jasa, pekerjaan, maupun kegiatan lain
5. Hadiah dan penghargaan
6. Pensiun serta pembayaran berkala lain
7. Premi Swap dan transaksi lindung nilai lain
8. Keuntungan pembebasan utang.
9. Penghasilan dari penjualan maupun pengalihan harta yang dilakukan di
Indonesia (perhiasan mewah, emas, barang antik, lukisan, kendaraan bermotor,
berlian, dan intan)
10. Premi dibayar tertanggung perusahaan asuransi
11. Premi dibayar oleh perusahaan asuransi dan reasuransi
12. Penghasilan dari penjualan saham PT dalam negeri yang tidak berstatus Emiten
atau Perusahaan Publik (sesuai UU Pasar Modal)
13. Penghasilan penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara di tax haven
country yang memiliki hubungan khusus dengan Badan dalam negeri atau BUT
Indonesia.
14. Penghasilan Kena Pajak atau PKP yang telah dikurangi pajak BUT

Tarif untuk Pajak Penghasilan Pasal 26 (PPh Pasal 26)

Tarif 20% (final) atas jumlah bruto yang dikenakan atas:


1. Dividen
2. Bunga, termasuk premium, diskonto, insentif yang terkait dengan jaminan
pembayaran pinjaman
3. Royalti, sewa, dan pendapatan lain yang terkait dengan penggunaan aset
4. Insentif yang berkaitan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
5. Hadiah dan penghargaan
6. Pensiun dan pembayaran berkala
7. Premi swap dan transaksi lindung lainnya
8. Perolehan keuntungan dari penghapusan utang

Tarif 20% (final) dari laba bersih yang diharapkan dari:


1. Pendapatan dari penjualan aset di Indonesia.
2. Premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui
pialang kepada perusahaan asuransi di luar negeri.

Tarif 20% (final) dari laba bersih yang diharapkan selama penjualan atau pengalihan
saham perusahaan antara perusahaan media atau perusahaan tujuan khusus yang
didirikan atau bertempat di negara yang memberikan perlindungan pajak yang memiliki
hubungan khusus untuk suatu entitas atau bentuk usaha tetap (BUT) didirikan di
Indonesia.
Tarif 20% yang dipungut dari penghasilan kena pajak setelah dikurangi dengan pajak,
suatu bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan
kembali di Indonesia.

Tingkat berdasarkan tax treaty (perjanjian pajak) yang dikenal sebagai JGI
Penghindaran Pajak berganda (P3B) antara Indonesia dan negara-negara lain yang
berada dalam perjanjian, mungkin berbeda satu sama lain. Tarif mereka biasanya
mengurangi tingkat dari tarif biasa 20%, dan beberapa mungkin memiliki tarif 0%.
Cara Menghitung PPH Pasal 26

Untuk mengetahui bagaimana cara menghitung PPH Pasal 26 ini dengan benar maka
Anda memerlukan contoh agar dapat menganalisisnya. Dengan melihat contoh
perhitungannya Anda dapat dengan mudah untuk mempraktekkannya secara langsung.
Berikut ini contoh dari perhitungan PPH Pasal 26:

• Max yang adalah Warga Negara Spanyol memiliki 25% saham PT XYZ. Tahun
ini Max menjual seluruh sahamnya senilai Rp5 miliar kepada Gery, seorang
Warga Negara Argentina. Asumsikan tidak ada P3B antara Indonesia dan
Argentina serta Spanyol sehubungan dengan transaksi tersebut maka besarnya:
PPh Pasal 26 = 20% x 25% x Rp5.000.000.000 = Rp 250.000.000 (dan bersifat
final).

• PT Merak memiliki perwakilan di luar negeri dan mengasuransikan bangunan


bertingkat ke perusahaan asuransi di luar negeri dengan membayar jumlah premi
pada tahun 2020 sebesar Rp1 miliar. Dengan demikian, penghitungan PPh Pasal
26-nya adalah sebagai berikut.
o Perkiraan penghasilan = 50% x Rp1.000.000.000 = Rp500.000.000,-
o PPh Pasal 26 = 20% x Rp500.000.000 = Rp100.000.000 (10% x
Rp1.000.000.000)
Sering kali untuk memudahkan proses, PT Merak bisa saja ikut asuransi
melalui perusahaan yang ada di Indonesia, misal PT XYZ, dengan
membayar jumlah premi yang sama sebesar Rp1 miliar. PT XYZ
mengikutkan (reasuransi) perusahaan tersebut ke perusahaan asuransi di
luar negeri, misalnya PT KLM, dengan membayar premi sebesar Rp500
juta. Maka ketentuan PPh Pasal 26-nya adalah:
o Perkiraan penghasilan neto = 10% x Rp500.000.000 = Rp50.000.000
o PPh Pasal 26 PT ABC = 20% x Rp50.000.000 = Rp10.000.000 (2% x
Rp500.000.000)

Kasus dan Pertanyaan 1 :

Aland Addison yang adalah seorang warga negara Inggris yang memiliki 25%
saham atas PT Jayaraya Indonesia. Tahun ini Aland menjual seluruh sahamnya
senilai Rp8 miliar kepada Charles seorang warga negara Argentina. Asumsikan
tidak ada P3B antara Indonesia dan Argentina serta Inggris sehubungan dengan
transaksi tersebut. Hitunglah PPh Pasal 26 dari transaksi tersebut?

Jawaban:
PPh Pasal 26 = 20% x 25% x Rp8.000.000.000 = Rp400.000.000 (bersifat
final).

Menurut ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 258/PMK.03/2008


tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 atas Penghasilan dari
Penjualan atau Pengalihan Saham, maka penghasilan atas penjualan saham
tersebut dikenakan pajak sebesar 20% dari perkiraan Penghasilan Neto,
sedangkan besarnya Penghasilan Neto adalah 25% dari Harga Jual.

Jika ada P3B antara negara yang terkait transaksi tersebut (penjual berstatus
sebagai wajib pajak luar negeri), pemotongan PPh Pasal 26 hanya dilakukan
apabila hak pemajakan berdasarkan P3B berada pada pihak Indonesia.

Penting bagi wajib pajak yang akan memotong pph pasal 26 kepada wajib pajak
luar negeri untuk mengetahui apakah wajib pajak luar negeri tersebut berasal dari
negara yang mempunyai tax treaty atau P3B dengan Indonesia atau tidak. Sebab
ketentuan tarif pajaknya akan berbeda.

Kasus dan Pertanyaan 2 :

Seorang atlet dari China yang ikut mengambil bagian dari perlombaan lari
maraton di Indonesia berhasil meraih juara dan memperoleh hadiah uang tunai
sebesar Rp100.000.000. Atas penghasilan dari hadiah tersebut dikenakan PPh
Pasal 26. Hitunglah PPh Pasal 26?

Jawaban:

PPh Pasal 26 = 20% x Rp100.000.000 = Rp 20.000.000

Maka, atas penghasilan yang diterima oleh atlet dari China tersebut akan
dipotong PPh Pasal 26 sebesar Rp20.000.000.
Kasus dan Pertanyaan 3 :

Mike adalah karyawan asing pada perusahaan PT Dira Consulting. Mike tinggal
di Indonesia kurang dari 183 hari. Mike sudah beristri dan mempunyai seorang
anak. Pada bulan april 2016 Mike memperoleh gaji sebesar US$10.000 sebulan.
Kurs yang berlaku adalah Rp10.500,- per US$ 1. Hitunglah PPh Pasal 26?

Jawaban:

Penghasilan bruto berupa gaji sebulan: US$10.000 x Rp10.500 = Rp105.000.000

PPh Pasal 26 = 20% x Rp105.000.000 = Rp21.000.000

Jadi, PPh pasal 26 atas gaji Mike bulan April 2016 adalah Rp21.000.000

Kasus dan Pertanyaan 4 :

Penghasilan kena pajak bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia pada tahun 2015
sebesar Rp17.500.000.000. Pajak penghasilan yang harus dibayarkan yaitu
sebesar 25% x Rp17.500.000.000 = Rp4.375.000.000. Penghasilan BUT setelah
kena pajak yaitu sebesar Rp13.125.000.000. Hitunglah PPh Pasal 26?

Jawaban:

PPh Pasal 26 yang terutang = 20% x Rp13.125.000.000 = Rp2.625.000.000.

Apabila penghasilan setalah pajak sebesar Rp13.125.000.000 tersebut


ditanamkan kembali di Indonesia sesuai dengan ketentuan yang telah diatur,
maka atas penghasilan tersebut tidak dipotong pajak
DAFTAR PUSTAKA

Abut S, Hilarius. 2005. Perpajakan 2005-2006. Jakarta: Diadit Media.


Anastasia Diana & Lilis Setiawati. “Perpajakan-Teori dan Peraturan Terkini”. ANDI. Yogyakarta.
Mardiasmo. 2011. Perpajakan Edisi Revisi 2011. Yogyakarta: Andi
Siti Kurnia Rahayu, 2010. Perpajakan Indonesia: Konsep dan Aspek Formal.Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Waluyo. (2011). Perpajakan Indonesia Buku I. Edisi 10. Salemba Empat. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai