Anda di halaman 1dari 7

OBYEK PEMOTONGAN PPH PASAL 26 DAN BESARNYA PPH YANG TERUTANG Obyek dan Tarif PPh Pasal 26 : 1.

Dikenakan PPh Pasal 26 = 20% dari jumlah bruto penghasilan wajib pajak luar negeri berupa:

- Dividen - Bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang - Royalti, sewa, dan imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta - Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan - Hadiah dan penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun - Pensiun dan pembayaran berkala lainnya.
2. Dikenakan PPh Pasal 26 = 20% dari Perkiraan Penghasilan Netto atas penghasilan wajib pajak luar negeri berupa :

- Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia - Penghasilan berupa premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi di luar negeri, yaitu : - 20% x 50% x Premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi di Luar Negeri. - 20% x 10% x Premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi LN oleh perusahaan asuransi yang berkedudukan di Indonesia. - 20% x 5% x Premi yang dibayarkan kepada perusahaan reasuransi LN oleh perusahaan asuransi yang berkedudukan di Indonesia. - Lihat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 624/KMK.04/1994 Jo SE - 23/PJ.43/1995
3. Dikenakan PPh Pasal 26 sebesar 20% dari Laba Neto setelah pajak dari suatu BUT di Indonesia (Branch Profit Tax), kecuali jika ditanamkan kembali di Indonesia. 4. Dalam hal telah dilakukan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda antara Pemerintah RI dengan negara lain (treaty partner) ; penghitungan besarnya PPh Pasal 26 didasarkan pada Tax Treaty tersebut (dibebaskan dari pengenaan PPh Pasal 26 atau dikenakan PPh Pasal 26 dengan tarif yang lebih rendah).

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah penerapan dari azas sumber yang dianut dalam ketentuan Pajak Penghasilan di Indonesia. Ya, berdasarkan azas sumber, penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang dinikmati oleh orang atau badan di luar Indonesia, bisa dikenakan pajak di Indonesia. Bentuk pemajakannya adalah dengan sistem witholding tax yang bersifat final yang diatur dalam Pasal 26 Undang-undang Pajak Penghasilan 1984. Dalam ketentuan Pasal 26 Undang-undang Pajak Penghasilan 1984, terdapat empat jenis PPh Pasal 26 yaitu PPh Pasal 26 ayat (1), Pasal 26 ayat (2), Pasal 26 ayat (2a) dan Pasal 26 ayat (4). Masing-masing jenis PPh Pasal 26 ini memiliki ruang lingkupnya sendiri. PPh Pasal 26 ayat (1) adalah PPh Pasal 26 pada umumnya yaitu pemotongan PPh terhadap Wajib Pajak luar negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia. Bentuk penghasilan yang dipotong pada umumnya sama dengan objek pemotongan PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 23. Bedanya, penerima penghasilan PPh Pasal 26 adalah Wajib Pajak luar negeri. Tulisan ini dibuat untuk menjelaskan PPh Pasal 26 ayat (1) ini sedangkan tulisan tentang PPh Pasal 26 ayat (2), ayat (2a) dan ayat (4) sudah saya buat di tautan berikut ini :

PPh Pasal 26 Premi Asuransi (berdasarkan Pasal 26 ayat (2)) PPh Pasal 26 Penghasilan Penjualan Saham (berdasarkan Pasal 26 ayat (2)) PPh Pasal 26 Penghasilan Penjualan Harta (berdasarkan Pasal 26 ayat (2)) PPh Pasal 26 Penghasilan Penjualan Saham Antara (berdasarkan Pasal 26 ayat (2a)), dan PPh Pasal 26 Penghasilan Kena Pajak BUT (berdasarkan Pasal 26 ayat (4))

Istilah PPh Pasal 26 dalam tulisan ini dimaksudkan sebenarnya pada ketentuan Pasal 26 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan, yaitu jenis PPh Pasal 26 yang pertama selain yang sudah saya tuliskan dalam tautan di atas. Pemotong PPh Pasal 26 Berdasarkan ketentuan Pasal 26 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 (Undang-undang Pajak Penghasilan 1984), pemotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 ayat (1) adalah :

a.

Badan Pemerintah

Tidak ada penjelasan dalam Undang-undang Pajak Penghasilan tentang arti Badan Pemerintah ini. Namun demikian, tidak sulit untuk mengartikan bahwa yang dimaksud dengan Badan Pemerintah adalah Pemerintah negara Republik Indonesia dan Pemerintah Daerah di Indonesia beserta instansi-instansi di bawahnya.

b.

Subjek Pajak Badan dalam negeri

Berdasarkan Pasal 2 ayat (3) huruf b Undang-undang Pajak Penghasilan 1984, subjek pajak badan dalam negeri adalah badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia. Istlah didirikan mengandung arti bahwa badan tersebut didirikan berdasarkan ketentuan hukum di Indonesia. Sementara itu istilah bertempat kedudukan menunjukkan bahwa badan tersebut memiliki efektif manajemen di Indonesia di mana pengambilan keputusankeputusan penting tentang badan tersebut dilakukan di Indonesia. Pengertian badan sendiri berdasarkan Pasal 2 ayat (1) huruf b Undang-undang Pajak Penghasilan 1984 adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap

c.

Penyelenggara kegiatan

Penyelenggara kegiatan bisa berbentuk badan, orang pribadi atau kepanitiaan yang melakukan suatu event atau kegiatan. Contoh penyelenggara kegiatan adalah orang pribadi atau badan yang mengorganisir suatu acara seperti pertunjukkan, perlombaan, seminar dan lain-lain.

d.

Bentuk Usaha Tetap (BUT)

BUT adalah bagian dari Subjek Pajak luar negeri yang melakukan kegiatan di Indonesia sehingga menerima atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia. Walaupun termasuk Wajib Pajak luar negeri, pemenuhan hak dan kewajiban BUT disamakan dengan pemenuhan hak dan kewajiban Wajib Pajak dalam negeri. Pengertian BUT bisa kita temukan dalam Pasal 2 ayat (5) Undang-undang Pajak Penghasilan, yaitu bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia

tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa tempat kedudukan manajemen, cabang perusahaan, kantor perwakilan, gedung kantor, pabrik, bengkel dan lain-lain.

e.

Perwakilan Perusahaan Luar Negeri Lainnya

Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain BUT yang ada di Indonesia juga merupakan pemotong PPh Pasal 23. Contohnya adalah Representative Office (RO) dari perusahaan-perusahaan asing. Fihak Yang Dipotong PPh Pasal 26 Beda dengan pemotongan jenis pajak lain, pemotongan PPh Pasal 26 dikenakan terhadap Wajib Pajak luar negeri selain Bentuk Usaha Tetap. Pengertian Wajib Pajak luar negeri bisa kita temukan dalam Pasal 2 ayat (4) huruf b Undang-undang Pajak Penghasilan 1984. Pada ketentuan ini Subjek Pajak (juga Wajib Pajak) luar negeri selain BUT adalah orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Jadi, Wajib Pajak luar negeri seperti ini mendapatkan penghasilan dari Indonesia tanpa perlu melakukan kegiatan usaha di Indonesia melalui BUT. Misalnya warga negara Singapura yang memiliki saham PT Indosat yang menerima penghasilan berupa dividen dari PT Indosat. Di sisi lain, pengenaan Pajak Penghasilan terhadap Wajib Pajak BUT adalah hampir sama dengan Wajib Pajak dalam negeri melalui sistem self assesment pelaporan SPT Tahunan. Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 26 Jenis-jenis penghasilan yang dipotong PPh Pasal 26 sebagaimana diatur dalam Pasal 26 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan adalah : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. dividen; bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang; royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan hartai; imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan; hadiah dan penghargaan; pensiun dan pembayaran berkala lainnya; premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya; dan/atau keuntungan karena pembebasan utang

Perhatikan bahwa objek PPh Pasal 26 ayat (1) ini adalah mirip dengan objek pemotongan PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 23. Yang membedakannya dengan PPh Pasal 26 adalah bahwa penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 26 adalah Wajib Pajak luar negeri, sedangkan PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 23 adalah Wajib Pajak dalam negeri. Tarif dan Dasar Pengenaan Tarif PPh Pasal 26 adalah tarif tunggal 20% dengan dasar pengenaan pajak nya adalah jumlah bruto yang dibayarkan kepada Wajib Pajak luar negeri. Misalkan PT ABC di Indonesia membayarkan dividen kepada Tuan X di negara Y sebesar Rp100 Juta, maka PPh Pasal 26 yang harus dipotong adalah 20% x Rp100 Juta = Rp20 Juta. Pengenaan PPh Pasal 26 juga tergantung kepada perjanjian perpajakan (P3B) dengan negara lain. Biasanya dalam P3B ditentukan tarif yang lebih rendah untuk pemotongan PPh Pasal 26 atas dividen, bunga, royalti dan/atau penghasilan lainnya. Apabila ada P3B, maka ketentuan yang berlaku adalah ketentuan P3B bukan ketentuan domestik berdasarkan Undang-undang Pajak Penghasilan Indonesia.

PERPAJAKAN PPh PASAL 21

OBJEK PAJAK PPh PASAL 21


Menurut Keputusan Dirjen Pajak No Kep-545/PJ/2000 tanggal 29 Desember 2000, yang dimaksud Objek Pajak Penghasilan pasal 21 adalah penghasilan yang dipotong oleh pemotong pajak untuk dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 21. Yang termasuk objek pajak PPh Pasal 21 adalah : 1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara teratur oleh wajib pajak berupa gaji, uang pensiun bulanan, upah, honorarium, termasuk honorarium anggota dewan komisaris atau anggota dewan pengawas dari perusahaan, premi bulanan, uang lembur, komisi, gaji istimewa, uang sokongan, uang ganti rugi, tunjangan istri dan/atau tunjangan anak, tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan, tunjangan khusus, tunjangan transport, tunjangan berupa pajak, tunjangan iuran pensiun, tunjangan pendidikan anak, beasiswa, premi asuransi yang dibayar pemberi kerja dan penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun; 2. Penghasilan yang diterima atau yang diperoleh secara tidak teratur berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya termasuk tunjangan tahun baru, bonus, premi tahunan dan penghasilan sejenisnya lainya yang sifatnya tidak tetap; 3. 4. 5. Upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan; Uang tebusan pensiun, uang pesangon, uang Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua (JHT), dan pembayaran lain yang sejenis; Honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, komisi, beasiswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak dalam negeri yang terdiri dari:

Tenaga ahli yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaries, penilai dan aktuaris; Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, sutradara, crew film, foto model, pemain drama, penari, pemahat, pelukis dan seniman lainnya; Olahragawan; Penasehat, pengajar, pelatih, penceramah, dan moderator; Pengarang, peneliti, penterjemah; Pemberi jasa dalam bidang teknik, computer dan system aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi dan pemasaran; Kolportir ikan; Pengawas, pengelola proyek, anggota dan pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan, peserta sidang atau rapat, dan tenaga lepas lainnya dalam segala bidang kegiatan; Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan; Peserta perlombaan; Petugas penjaja barang dagangan; Petugas dinas luar asuransi; Peserta pendidikan, pelatihan dan pemagangan; distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya 6. Gaji, gaji kehormatan, tunjangan-tunjangan lain yang terkait gaji yang diterima oleh pejabat Negara, PNS serta uang pensiun dan tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya terkait dengan uang pensiun yang diterima oleh pensiunan termasuk janda atau duda dan atau anak-anaknya;

Penerimaan dalam bentuk natural dan kenikmatan lainnya dengan nama apapun yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak atau Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final dan yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan Norma Penghitungan Khusus (deemed profit).

SUBJEK PAJAK PPh PASAL 21


Penerimaan penghasilan atau subjek pajak yang dipotong Pajak Penghasilan pasal 21 menurut Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-545/PJ/2000 adalah:

Pejabat Negara yang meliputi: (1) Presiden dan Wakil Presiden, (2) Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota DPR/MPR, DPRD
Propinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, (3) Ketua dan Wakil Ketua Badan Pemeriksaan Keuangan, (4) Ketua dan Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Mahkamah Agung, (5) Menteri, Menteri Negara, dan Menteri Muda, (6) Jaksa Agung, (7) Gubernur dan Wakil Gubernur Kepala Daerah Propinsi, (8) Bupati dan Wakil Bupati Daerah Kabupaten, dan (9) Walikota dan Wakil Walikota;

Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah PNS-Pusat, PNS-Daerah, dan PNS lainnya yang ditetapkan dengan dengan
Peraturan Pemerintah sebagaimana diatur dalam undang-undang Nomor 8 Tahun 1974;

Pegawai adalah setiap orang pribadi, yang melakukan pekerjaan berdasarkan suatu perjanjian atau kesepakatan
kerja baik tertulis maupun tidak tertulis, termasuk yang melakukan pekerjaan dalam jabatan negeri atau badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah;

Pegawai tetap yaitu orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang menerima atau memperoleh gaji dalam
jumlah tertentu secara berkala, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota pengawas yang secara teratur ikut serta melaksanakan kegiatan perusahaan;

Pegawai lepas adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja dan hanya menerima upah apabila orang
pribadi yang bersangkutan bekerja;

Penerimaan pensiun yaitu orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima atau memperoleh imbalan untuk
pekerjaan yang dilakukan dimasa lalu, termasuk orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua;

Penerima honorarium yaitu orang pribadi yang menerima atau memperoleh imbalan hubungan dengan jasa,
jabatan, atau kegiatan yang dilakukannya;

Penerima Upah yaitu orang pribadi yang menerima upah harian, upah mingguan, upah borongan, atau upah satuan; Orang pribadi lainnya yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan
kegiatan dari Pemotong Pajak. Serta orang pribadi lainnya yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan dari Pemotongan Pajak. 2. PPh PASAL 22 A. PPh PASAL 22 IMPOR

OBJEK PAJAK PPh PASAL 22 Kegiatan Impor Barang SUBJEK PAJAK PPh PASAL 22 Importir atau Indentor
B. PPh PASAL 22 BENDAHARAWAN

OBJEK PAJAK PPh PASAL 22 Penjualan Hasil Produksi atau Penyerahan SUBJEK PAJAK PPh PASAL 22 Rekanan Pemerintah
3. PPh PASAL 23

Barang

OBJEK PAJAK PPh PASAL 23


Objek Pajak Penghasilan Pasal 23 yang dikenakan pemotongan adalah:

Dividen; Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang; Royalti; Hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong pajak penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (1) huruf e yakni perusahaan, badan, dan penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan. Perbedaanya adalah Hadiah dan penghargaan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah hadiah dan penghargaan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan lainnya. Sedangkan Pajak Penghasilan pasal 23 dikenakan pada hadiah dan penghargaan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak badan dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan yang diselenggarakan;

Bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi; Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan persewaan tanah dan/atau bangunan yang telah dikenakan PPh menurut PP Nomor 29 Tahun 1996; Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa kontruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21;

Yang dimaksud dengan jasa teknik adalah pemberian jasa dalam bentuk pemberian informasi yang berkenaan dengan pengalaman dalam bidang industri, perdagangan dan ilmu pengetahuan yang meliputi suatu proyek tertentu, membuat suatu jenis produk tertentu, dan dapat juga dalam bentuk informasi yang berkenaan dengan pengalaman di bidang manajemen. Sedangkan yang dimaksud dengan jasa manajemen adalah pemberian jasa dengan ikut serta secara langsung dalam pelaksanaan manajemen dengan mendapatkan balas jasa berupa imbalan manajemen (management fee). Jika tidak ikut secara langsung, maka kriterianya apabila masih dalam ruang lingkup perdagangan termasuk jasa teknik, dan jasa biasa. Jenis-jenis jasa lain seperti tercantum dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c UU Nomor 17 Tahun 2000, Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor Kep-305/PJ/2001 tentang Perkiraan Penghasilan Neto yang digunakan sebagai dasar pemotongan pajak penghasilan dan jenis jasa lain yang atas imbalannya dipotong pajak penghasilan berdasarkan pasal 23 adalah sebagai berikut:

Jasa perancang interior dan jasa perancang pertamanan; Jasa akuntansi dan pembukuan; Jasa pembasmian hama dan jasa pembersihan; Jasa penebangan hutan; Jasa pengeboran di bidang penambangan migas kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap; Jasa penunjang di bidang penambangan migas; Jasa penambangan dan Jasa penunjang di bidang penambangan selain migas; Jasa perantara; Jasa aktuaris; Jasa pengisian sulih suara (dubbing) dan/atau mixing film; Jasa penilai; Jasa selain yang disebut di atas yang pembayarannya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, kecuali jasa konstruksi dan jasa konsultan yang telah dikenakan pajak bersifat final sebagaimana dimaksud dalam PP Nomor 73 Tahun 1996, yang dilakukan oleh Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.

SUBJEK PAJAK PPh PASAL 23


1. 2. Badan pemerintahan, Wajib Pajak BAdan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, Bentuk Usaha Tetap (BUT), dan perwakilan perusahaan luar negeri di Indonesia. Wajib Pajak orang pribadi; Akuntan, arsitek, dokter, notaries, PPAT (kecuali camat PPAT), pengacara dan konsultan yang melakukan pekerja bebas. 4. PPh PASAL 26

OBJEK PAJAK PPh PASAL 26


Yang menjadi objek pajak penghasilan pasal 26 adalah semua penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak Luar Negeri dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang meliputi:

Dividen Bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang; Royalty, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan; Hadiah dan penghargaan; Pensiun dan pembayaran berkala lainnya. Selain berbagai jenis penghasilan di atas, yang juga termasuk objek pajak PPh Pasal 26 adalah sebagai berikut:

Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia; Premi asuransi dan premi reasuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi di luar negeri; Penghasilan Kena Pajak suatu BUT yang sudah dikurangi dengan pajak, kecuali ditanamkan kembali di Indonesia, maka tidak dipotong PPh Pasal 26.

SUBJEK PAJAK PPh PASAL 26


1. 2. Pemerintahan, wajib pajak dalam negeri atau bentuk badan usaha tetap. Wajib Pajak luara negeri, pemberi jasa teknik, manajemen dan konsultasi yang dilakukan di Indonesia. 5. PPh FINAL

OBJEK PAJAK PPh FINAL


1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4. Persewaan tanah dan/atau bangunan. hadiah undian pengalihan hak atas tanah dan / atau bangunan bunga deposito / tabungan / diskonto SBI taransaksi saham dibursa efek bunga / diskonto obligasi yang diperdagangkan dibursa efek jasa kontruksi oleh kontraktor pengusaha kecil jasa pelayaran dan / atau penerbangan luar negeri jasa pelayaran dalam negeri kantor perwakilan dagang asing jasa maklon internasional mainan anak-anak bangun guna serah (built, operate and transfer).

SUBJEK PAJAL PPh FINAL


wajib pajak orang pribadi maupun badan usaha akuntan, arsitek, dokter, PPAT (keculi camat PPAT), pengacara dan konsultan yang melakukan pekerjaan bebas orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan wajib pajak luar negeri, badan usaha tetap, wajib pajak pelayaran dan / atau penerbangan luar negeri

Anda mungkin juga menyukai