1. Indikator Keberhasilan:
Pada dasarnya terdapat dua jenis pelunasan Pajak Penghasilan yaitu (a)
melalui pembayaran sendiri, dan (b) melalui pemotongan/pemungutan. Pelunasan
PPh melalui pembayaran sendiri pada umumnya berbentuk pembayaran angsuran
PPh Pasal 25 setiap bulan dan pelunasan akhir tahun melalui mekanisme Pasal
29 UU PPh. Namun demikian, bagi Wajib Pajak luar negeri non BUT, tidak terdapat
mekanisme pelunasan melalui pembayaran sendiri karena Wajib Pajak ini tidak
memiliki kewajiban NPWP dan penyampaian SPT seperti Wajib Pajak dalam
negeri dan Bentuk Usaha Tetap. Satu-satunya pelunasan oleh Wajib Pajak luar
negeri non BUT adalah melalui pemotongan/pemungutan (witholding). PPh Pasal
26 adalah bentuk pemotongan PPh terhadap Wajib Pajak luar negeri non BUT ini.
175
Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah penerapan dari azas sumber yang
dianut dalam ketentuan Pajak Penghasilan di Indonesia. Berdasarkan azas
sumber, penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang dinikmati oleh orang
atau badan di luar Indonesia, bisa dikenakan pajak di Indonesia. Bentuk
pemajakannya adalah dengan sistem witholding tax yang bersifat final yang diatur
dalam Pasal 26 Undang-undang Pajak Penghasilan.
PPh Pasal 26 ayat (1) adalah PPh Pasal 26 pada umumnya yaitu
pemotongan PPh terhadap Wajib Pajak luar negeri yang menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia. Bentuk penghasilan yang dipotong pada
umumnya hampir sama dengan objek pemotongan PPh Pasal 21 dan PPh Pasal
23. Bedanya, penerima penghasilan PPh Pasal 26 adalah Wajib Pajak luar negeri.
a. Badan Pemerintah
Subjek pajak dalam negeri dapat subjek pada orang pribadi maupun subjek
pajak badan dalam negeri. Berdasarkan Pasal 2 ayat (3) huruf a Undang-undang
176
Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan
Pajak Penghasilan, Subjek Pajak orang pribadi dalam negeri adalah orang pribadi
yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih
dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu
tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di
Indonesia.
c. Penyelenggara kegiatan
BUT adalah bagian dari Subjek Pajak luar negeri yang melakukan kegiatan
di Indonesia sehingga menerima atau memperoleh penghasilan yang bersumber
dari Indonesia. Walaupun termasuk Wajib Pajak luar negeri, pemenuhan hak dan
177
Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan
kewajiban BUT disamakan dengan pemenuhan hak dan kewajiban Wajib Pajak
dalam negeri.
Pengertian BUT bisa kita temukan dalam Pasal 2 ayat (5) Undang-undang
Pajak Penghasilan, yaitu bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang
tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak
lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas)
bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia
untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat
berupa tempat kedudukan manajemen, cabang perusahaan, kantor perwakilan,
gedung kantor, pabrik, bengkel dan lain-lain.
Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain BUT yang ada di Indonesia
juga merupakan pemotong PPh Pasal 23. Contohnya adalah Representative
Office (RO) dari perusahaan-perusahaan asing.
Pengertian Wajib Pajak luar negeri bisa kita temukan dalam Pasal 2 ayat (4)
huruf b Undang-undang Pajak Penghasilan 1984. Pada ketentuan ini Subjek Pajak
(juga Wajib Pajak) luar negeri selain BUT adalah orang pribadi yang tidak
bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih
dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh
penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Jadi, Wajib Pajak luar negeri seperti ini mendapatkan penghasilan dari
Indonesia tanpa perlu melakukan kegiatan usaha di Indonesia melalui BUT.
Misalnya warga negara Singapura yang memiliki saham PT Indotelkom yang
menerima penghasilan berupa dividen dari PT Indotelkom.
178
Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan
Di sisi lain, pengenaan Pajak Penghasilan terhadap Wajib Pajak BUT adalah
hampir sama dengan Wajib Pajak dalam negeri melalui sistem self assesment
pelaporan SPT Tahunan.
a. dividen;
Perhatikan bahwa objek PPh Pasal 26 ayat (1) ini adalah mirip dengan objek
pemotongan PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 23 ditambah penghasilan lain yaitu
premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya serta keuntungan pembebasan
utang. Yang membedakannya dengan PPh Pasal 26 adalah bahwa penerima
penghasilan yang dipotong PPh Pasal 26 adalah Wajib Pajak luar negeri selain
BUT, sedangkan PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 23 adalah Wajib Pajak dalam negeri
dan BUT.
Tarif PPh Pasal 26 adalah tarif tunggal 20% dengan dasar pengenaan pajak
nya adalah jumlah bruto yang dibayarkan kepada Wajib Pajak luar negeri.
Misalkan PT ABC di Indonesia membayarkan dividen kepada Tuan X di negara Y
179
Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan
sebesar Rp100 Juta, maka PPh Pasal 26 yang harus dipotong adalah 20% x
Rp100 Juta = Rp20 Juta.
180
Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan
Pembeli saham perseoran bisa Wajib Pajak dalam negeri, bisa juga Wajib
Pajak luar negeri. Penghasilah dari penjualan saham di dalam negeri yang
diperoleh atau diterima WPLN selain BUT, dipotong PPh Pasal 26 oleh pembeli
yang ditunjuk sebagai pemotong pajak dan kepadanya diberikan bukti
pemotongan PPh Pasal 26. Perseroan yang sahamnya dijual hanya mencatat akta
pemindahan hak atas saham yang dijual apabila kepadanya dibuktikan oleh WPLN
bahwa PPh Pasal 26 yang terutang telah dibayar lunas dengan menyerahkan
fotokopi bukti pemotongan PPh Pasal 26 dengan menunjukkan aslinya.
Dalam hal pembelinya adalah WPLN, maka yang ditunjuk sebagai pemungut
pajak adalah Perseroan yang sahamnya dijual.
181
Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan
Bagian ini menguraikan PPh Pasal 26 atas penghasilan dari penjualan atau
pengalihan harta berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
82/PMK.03/2009.
182
Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan
pesiar, dan/atau pesawat terbang ringan di Indonesia, yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak Luar Negeri selain Bentuk Usaha Tetap.
4.2.4. Pengecualian
Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Luar Negeri yang menerima atau
memperoleh penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta yang besarnya
tidak melebihi Rp10.000.000,00 untuk setiap jenis transaksi, dikecualikan dari
pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26. Pengecualian pengenaan PPh Pasal
26 juga bisa dilakukan berdasarkan ketentuan P3B. Terhadap Wajib Pajak Luar
Negeri yang berkedudukan di negara-negara mitra P3B Indonesia, pemotongan
PPh Pasal 26 hanya dilakukan apabila berdasarkan P3B yang berlaku, hak
pemajakannya ada pada pihak Indonesia.
183
Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan
a. 50% (lima puluh persen) dari jumlah premi yang dibayar atas premi dibayar
tertanggung kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara
langsung maupun melalui pialang
b. 10% (sepuluh persen) dari jumlah premi yang dibayar atas premi yang
dibayar oleh perusahaan asuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada
perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui
pialang
c. 5% (lima persen) dari jumlah premi yang dibayar atas premi yang dibayar
oleh perusahaan reasuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada
perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui
pialang
Apabila kita mengalikan tarif PPh Pasal 26 sebesar 20% terhadap perkiraan
penghasilan neto, maka tarif efektifnya adalah sebagai berikut :
1. 10% (sepuluh persen) dari jumlah premi yang dibayar atas premi dibayar
tertanggung kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara
langsung maupun melalui pialang
2. 2% (dua persen) dari jumlah premi yang dibayar atas premi yang dibayar
oleh perusahaan asuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada
perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui
pialang
3. 1% (satu persen) dari jumlah premi yang dibayar atas premi yang dibayar
oleh perusahaan reasuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada
perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui
pialang
184
Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan
Penghasilan Wajib Pajak luar negeri dari penjualan atau pengalihan saham
antara kepada Wajib Pajak Dalam Negeri, dipotong pajak oleh pembeli Wajib
185
Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan
Pajak Dalam Negeri dan kepada Wajib Pajak Luar Negeri tersebut diberikan bukti
pemotongan PPh Pasal 26.
Apabila pembeli saham adalah Wajib Pajak luar negeri, maka pihak yang
dtunjuk sebagai pemungut pajak adalah badan yang didirikan atau berkedudukan
di Indonesia yang sahamnya diperjualbelikan oleh pemegang saham Wajib
Pajak Luar Negeri di luar Bursa Efek; dan badan tersebut harus mencatat akta
pemindahan hak atas saham yang dijual.
Terhadap penjual yang berstatus sebagai Wajib Pajak Luar Negeri yang
merupakan penduduk dari Negara yang telah mempunyai Persetujuan
Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dengan Indonesia, pemotongan PPh Pasal
26 hanya dilakukan apabila hak pemajakan berdasarkan P3B berada pada pihak
Indonesia.
PPh Pasal 26 yang dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor paling lama
tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.40 Dalam hal
tanggal jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 26 bertepatan dengan hari libur,
penyetoran pajak dapat dilakukan paling lambat pada hari kerja berikutnya. Hari
libur adalah hari Sabtu, hari Minggu, hari libur nasional, hari yang diliburkan untuk
penyelenggaraan Pemilihan Umum, atau cuti bersama secara nasional.41
Pemotongan PPh Pasal 26 dilaporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 21/26
atau SPT Masa PPh Pasal 23/26. Penyampaian SPT dilakukan paling paling lama
40
Pasal 2 ayat (7) PMK 242/PMK.03/2014
41
Pasal 9 ayat (1) dan 2 PMK 242/PMK.03/2014
186
Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan
20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.42 Dalam hal batas akhir
pelaporan bertepatan dengan hari libur, pelaporan dapat dilakukan paling lambat
pada hari kerja berikutnya. Hari libur adalah hari Sabtu, hari Minggu, hari libur
nasional, hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum, atau cuti
bersama secara nasional.43
42
Pasal 10 ayat (1) PMK 243/PMK.03/2014
43
Pasal 12 ayat (1) dan (2) PMK 243/PMK.03/2014
187