Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PAJAK PENGHASILAN PASAL 26

OLEH :
KELOMPOK 11

Ni Kadek Nia Tiani (27)


Ni Wayan Setia Devi (29)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah


1.3 Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi PPh 26


Pajak penghasilan pasal 26 (PPh pasal 26) adalah pajak penghasilan yang dikenakan
atas penghasilan yang diterima wajib pajak luar negeri dari Indonesia, selain Bentuk
Usaha Tetap (BUT) di Indonesia.
Pajak Penghasilan pasal 26 (PPh Pasal 26) ini mengatur kebijakan mengenai pajak yang
berhubungan dengan wajib pajak luar negeri.
Badan usaha apapun di Indonesia yang melakukan transaksi pembayaran (gaji, bunga,
dividen, royalti dan lain sejenisnya) kepada wajib pajak luar negeri diwajibkan untuk
membayar PPh Pasal 26 atas transaksi tersebut.
Yang menentukan seorang individu atau perusahaan sebagai wajib pajak luar negeri
adalah:
a. Seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal
di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun, dan perusahaan yang tidak
didirikan atau berada di Indonesia yang mengoperasikan usahanya melalui bentuk
usaha tetap di Indonesia.
b. Seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal
di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun, dan perusahaan yang tidak
didirikan atau berada di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh
penghasilan dari Indonesia, tidak melalui menjalankan usaha melalui suatu bentuk
usaha tetap di Indonesia

2.2. Pemotongan PPh 26


Pemotong PPh pasal 26 terdiri dari badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri,
penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, dan perwakilan perusahaan luar negeri
lainnya, yang melakukan pembayaran kepada wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha
tetap.
Wajib pajak orang pribadi atau badan yang menjadi pemotong PPh Pasal 26 harus
mendaftarkan diri terlebih dahulu untuk menjadi pemotong PPh Pasal 26. Pendaftaran
sebagai pemotong PPh Pasal 26 dapat dilakukan pada saat pendaftaran NPWP atau
setelah pendaftaran NPWP. Wajib pajak Orang Pribadi atau Badan dapat mengetahui
apakah menjadi Pemotong PPh Pasal 26 dengan melihat SKT (Surat Keterangan
Terdaftar) yang diterima dari Kantor Pelayanan Pajak pada waktu pendaftaran NPWP
(Nomor Pokok Wajib Pajak).
PPh Pasal 26 dipotong oleh pihak yang wajib membayar penghasilan tersebut, yaitu:
1. Badan Pemerintah
Tidak ada penjelasan dalam Undang-undang Pajak Penghasilan tentang arti Badan
Pemerintah ini. Namun demikian, tidak sulit untuk mengartikan bahwa yang
dimaksud dengan Badan Pemerintah adalah Pemerintah negara Republik Indonesia
dan Pemerintah Daerah di Indonesia beserta instansi-instansi di bawahnya.
2. Subjek Pajak Dalam Negeri
Subjek pajak badan dalam negeri adalah badan yang didirikan atau bertempat
kedudukan di Indonesia. Istilah didirikan mengandung arti bahwa badan tersebut
didirikan berdasarkan ketentuan hukum di Indonesia. Sementara itu istilah bertempat
kedudukan menunjukkan bahwa badan tersebut memiliki efektif manajemen di
Indonesia di mana pengambilan keputusan-keputusan penting tentang badan tersebut
dilakukan di Indonesia.
3. Penyelenggara Kegiatan
Penyelenggara kegiatan bisa berbentuk badan, orang pribadi atau kepanitiaan yang
melakukan suatu event atau kegiatan. Contoh penyelenggara kegiatan adalah orang
pribadi atau badan yang mengorganisir suatu acara seperti pertunjukkan, perlombaan,
seminar dan lain-lain.
4. Bentuk Usaha Tetap. BUT adalah bagian dari Subjek Pajak luar negeri yang
melakukan kegiatan di Indonesia sehingga menerima atau memperoleh penghasilan
yang bersumber dari Indonesia. Walaupun termasuk Wajib Pajak luar negeri,
pemenuhan hak dan kewajiban BUT disamakan dengan pemenuhan hak dan
kewajiban Wajib Pajak dalam negeri.
5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain BUT di Indonesia. Perwakilan
perusahaan luar negeri lainnya selain BUT yang ada di Indonesia jugamerupakan
pemotong PPh pasal 23. Contohnya Representative Office (RO) dari perusahaan-
perusahaan asing.

Sifat Pemotongan Pajak


PPh Pasal 26 = (PKP – PPh Terutang) x 20% Pemotongan PPh pasal 26 bersifat final,
kecuali:
1. Pemotongan atas penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan
barang atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau
dilakukan BUT di Indonesia.
2. Pemotongan atas penghasilan sebagaimana tersebut dalam PPh Pasal 26 yang
diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif anatara
BUT dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud.
3. Pemotongan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau
badan luar negeri yang berubah status menjadi wajib pajak dalam negeri atau
BUT.
Saat Terutang, Cara Pemotongan/Penyetoran dan SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal
26 Ketentuan saat terutang, cara pemotongan/penyetoran dan SPT Masa Pajak
Penghasilan Pasal 26 adalah sebagai berikut:
a) PPh pasal 26 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan
terutangnya penghasilan, tergantung yang mana terjadi lebih dahulu.
b) Pemotong PPh pasal 26 wajib membuat bukti pemotongan PPh pasal 26 rangkap
3. Lembar pertama untuk Wajib Pajak luar negeri. Lembar kedua untuk Kantor
Pelayanan Pajak. Lembar ketiga untuk arsip Pemotong..
c) PPh pasal 26 wajib disetorkan ke bank Persepsi atau Kantor Pos dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), paling lambat tanggal 10 bulan takwim
berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.
d) SPT Masa PPh Pasal 26, dengan dilampiri SSP lembar kedua, bukti pemotongan
lembar kedua dan daftar bukti pemotongan disampaikan ke KPP setempat paling
lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
Misalnya, Pemotongan PPh Pasal 26 dilakukan tanggal 24 Mei 2011, penyetoran paling
lambat tanggal 10 Juni 2011, dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak paling lambat
tanggal 20 Juni 2011.
Pengecualian :
1. BUT dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 26 apabila Penghasilan Kena Pajak
setelah dikurangi Pajak Penghasilan BUT ditanamkan kembali di Indonesia dengan
syarat :
a. Dilakukan dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang didirikan dan
berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri.
b. Dilakukan dalam tahun berjalan atau selambat-lambatnya tahun pajak berikutnya
dari tahun pajak diterima atau diperoleh penghasilan tersebut.
c. Tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut sekurang-
kurangnya dalam waktu dua tahun sesudah perusahaan tempat penanaman
dilakukan mulai berproduksi komersil.
2. Badan-badan Internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

2.3. Wajib Pajak PPh 26


Yang dikenakan pemotongan PPh pasal 26 adalah Wajib Pajak Luar Negeri, selain
Bentuk Usaha Tetap di Indonesia. Dikecualikan dalam pemotong pajak PPh Pasal 26 atas
imbalan dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan
kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi luar negeri dan organisasi
internasional.

2.4. Subjek Pajak Penghasilan Pasal 26


Subjek pajak adalah orang pribadi dan penerima warisan yang belum terbagi sebagai satu
kesatuan menggantikan yang berhak, badan, badan usaha tetap (BUT).
Subjek pajak pada dasarnya dibedakan menjadi 2, yaitu:
1. Subjek pajak dalam negeri
2. Subjek pajak luar negeri
PPH 26, adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima wajib pajak luar
negeri dari Indonesia selain bentuk BUT dari badan pemerintah, subjek pajak dalam
negeri,penyelenggara kegiatan, but, perwakilan perusahaan luar negeri. Subjek pajak
yang dikenakan pph 26 antara lain:
1. Pengoperasian usaha di Indonesia
Seseorang yang tidak bertempat tnggal di Indonesia, individu yang tinggal di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun(12 bulan), dan perusahaan yang
tidak didirikan atau berada di Indonesia yang mengoperasikan usahanya melalui
bentuk usaha tetap Indonesia.
2. Memperoleh penghasilan di Indonesia
Seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun(12 bulan), ), dan perusahaan yang
tidak didirikan atau berada di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh
penghasilan dari Indonesia tidak melalui menjalankan usaha melalui suatu bentuk
usaha tetap di Indonesia.
Subjek pajak yang bebas dari pph 26
1. Kantor perwakilan Negara asing
2. Pejabat-pejabat diplomatic dan konsultan serta pejabat lainnya yang berasal dari
Negara asing, orang yang diperbantukan yang bekerja dan bertempat tinggal
bersama mereka dengan syarat bukan WNI dan di Indonesia tidak menerima
penghasilan diluar pekerjaannya
3. Organisasi-organisasi internasional, dengan syarat Indonesia menjadi anggota
organisasi tersebut, dan tidak menjalanakan usaha/kegiatan lain untuk
memperoleh penghasilan dari indoenesia selain memberikan pinjaman pada
pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota
4. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional tersebut bukan WNI dan tidak
menjalankan usaha,kegiatan,atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di
indonesia

2.5. Tarif Pajak Pajak Penghasilan Pasal 26 terkait Tax Treaty Ketentuan Tarif
PPh Pasal 26
Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, tarif PPh 26 sejumlah 20 persen yang bersifat
final berdasar jumlah bruto dari objek PPh pasal 26 berikut ini:
1. Atas penghasilan yang berupa :
a. Dividen
b. Bunga termasuk premium ,diskonto, , imbalan sehubungan dengan jaminan
pengembalian utang.
c. Sewa, royalti, serta penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
d. Imbalan sehubungandengan jasa, pekerjaan, maupun kegiatan.
e. Hadiah dan penghargaan.
f. Pensiun dan pembayaran secara berkala lainnya.
g. Premi swap dan transaksi pelindung lain.
h. Pemerolehan Keuntungan dari pembebasan utang
Dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan disediakan untuk
dibayarkan atau telah jatuh tempo pembayarannya dipotong pajak sebesar 20% dari
bruto oleh pihak yang wajib membayarkan
PPh Pasal 26 = Penghasilan Bruto x 20%
2. Atas penghasilan yang berupa :
a) penghasilan dari penjualan harta di Indonesia
b) Premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negerI
Dipotong PPh Pasal 26 sebesar 20% dari perkiraan penghasilan neto
PPh Pasal 26 = (Penghasilan Bruto x Perkiraan Penghasilan Neto) x 20%
Besarnya perkiraan penghasilan neto untuk penjualan harta adalah 25% dari harga
jual. Besarnya perkiraan penghasilan itu untuk premi asuransi dan premi reasuransi
yang dibayarkan pada perusahaan asuransi luar negeri adalah sebagai berikut :
a) Atas premi asuransi yang dibayar tertanggung kepada perusahaan asuransi di luar
negeri baik secara langsung maupun melalui pialang, sebesar 50% dari jumlah
premi yang dibayar.
b) Atas premi yang dibayar oleh perusahaan asuransi yang berkedudukan di
Indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun
melalui pialang sebesar 10% dari jumlah premi yang dibayar
c) Atas premi yang dibayar oleh perusahaan asuransi yang berkedudukan di
Indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun
melalui pialang sebesar 5% dari jumlah premi yang dibayar
3. Atas penghasilan yang berupa penjualan atau pengalihan saham dipotong PPh pasal
26 sebesar 20% dari perkiraan penghasilan neto
PPh Pasal 26 =( Penghasilan Bruto x Perkiraan Penghasilan Neto) x 20% Besarnya
penghasilan neto adalah 25% dari harga jual.
4. Atas penghasilan kena pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap di
Indonesia dikenai pajak sebesar 20%, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan
kembali di Indonesia.
Penanaman kembali tersebut harus melalui persyaratan sebagai berikut :
a) Penanaman kembali dilakukan atas seluruh penghasilan kena pajak setelah
dikurangi pajak penghasilan dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan
yang baru didirikan dan berkedudukan Indonesia sebagai pendiri atau peserta
pendiri.
b) Perusahaan baru yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagaimana
dimaksud pada huruf a harus cara aktif melakukan kegiatan usaha sesuai dengan
akta pendiriannya paling lambat 1 (satu) tahun sejak perusahaan tersebut
didirikan.
c) Penanaman kembali dilakukan dalam tahun pajak berjalan atau paling lama tahun
pajak berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperoleh penghasilan tersebut.
d) Tidak melakukan pengalihan atas Penanaman kembali tersebut paling singkat
dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sesudah perusahaan baru tersebut telah
berproduksi komersial.
PPh pasal 26 = (PKP - PPh Terutang) x 20%
Tarif 20% (final) dari laba bersih yang diharapkan selama penjualan atau
pengalihan saham perusahaan antara perusahaan media atau perusahaan tujuan
khusus yang didirikan atau bertempat di negara yang memberikan perlindungan
pajak yang memiliki hubungan khusus untuk suatu entitas atau bentuk usaha tetap
(BUT) didirikan di Indonesia.
Tarif 20% yang dipungut dari penghasilan kena pajak setelah dikurangi dengan
pajak, suatu bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia, kecuali penghasilan tersebut
ditanamkan kembali di Indonesia. Tingkat berdasarkan tax treaty (perjanjian
pajak) yang dikenal sebagai JGI Penghindaran Pajak berganda (P3B) antara
Indonesia dan negara-negara lain yang berada dalam perjanjian, mungkin berbeda
satu sama lain. Tarif mereka biasanya mengurangi tingkat dari tarif biasa 20%, dan
beberapa mungkin memiliki tarif 0%.

2.6. Perhitungan PPh 26


PPh Pasal 26 mengatur kebijakan mengenai pajak yang berhubungan dengan wajib
pajak luar negeri. Badan usaha apapun di Indonesia yang melakukan transaksi
pembayaran (gaji, bunga, dividen, royalti dan sejenisnya) kepada Wajib Pajak Luar
Negeri diwajibkan untuk membayar PPh Pasal 26 atas transaksi tersebut. Menurut
ketentuan PPh Pasal 26, tarif umum yang dikenakan adalah 20% dan bisa berubah jika
Wajib Pajak mengikuti Tax Treaty atau Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B).
Ada pengecualian mengenai PPh yang dikenakan atas penghasilan yang diterima Wajib
Pajak Luar Negeri dari Indonesia, yaitu tidak berlaku untuk yang bukan BUT di Indonesia
Ilustrasi Perhitungan PPh Pasal 26 Menghitung Pajak Penghasilan. Untuk
memudahkan pemahaman mengenai ketentuan dan perhitungan PPh Pasal 26 tersebut,
berikut ini adalah contoh yang mengilustrasikan penghitungan pajak
1. Ilustrasi Kasus Pertama
PT ABC memiliki perwakilan di luar negeri dan mengasuransikan bangunan
bertingkat ke perusahaan asuransi di luar negeri dengan membayar jumlah premi pada
tahun 1995 sebesar Rp1 miliar. Dengan demikian, penghitungan PPh Pasal 26-nya
adalah sebagai berikut.
 Perkiraan penghasilan = 50% x Rp1.000.000.000 = Rp500.000.000,-
 PPh Pasal 26 = 20% x Rp500.000.000 = Rp100.000.000 (10% x
Rp1.000.000.000)
Sering kali untuk memudahkan proses, PT ABC bisa saja ikut asuransi melalui
perusahaan yang ada di Indonesia, misal PT XYZ, dengan membayar jumlah premi
yang sama sebesar Rp1 miliar. PT XYZ mengikutkan (reasuransi) perusahaan tersebut
ke perusahaan asuransi di luar negeri, misalnya PT KLM, dengan membayar premi
sebesar Rp500 juta. Maka ketentuan PPh Pasal 26-nya adalah:
 Perkiraan penghasilan neto = 10% x Rp500.000.000 = Rp50.000.000
 PPh Pasal 26 PT ABC = 20% x Rp50.000.000 = Rp10.000.000 (2%
xRp500.000.000)
2. Ilustrasi Kasus Kedua
David Beckham yang adalah Warga Negara Inggris memiliki 25% saham PT
Persipura Indonesia. Tahun ini Beckham menjual seluruh sahamnya senilai Rp5
miliar kepada Kaka, seorang Warga Negara Argentina. Asumsikan tidak ada P3B
antara Indonesia dan Argentina serta Inggris sehubungan dengan transaksi tersebut
maka besarnya:
PPh Pasal 26 = 20% x 25% x Rp5.000.000.000 = Rp250.000.000 (dan bersifat final).
Menurut ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 258/PMK.03/2008 Tanggal
31 Desember 2008 Tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 atas Penghasilan
dari Penjualan atau Pengalihan Saham maka:
 Penghasilan atas penjualan saham tersebut dikenakan pajak sebesar 20% dari
perkiraan Penghasilan Neto, sedangkan besarnya Penghasilan Neto adalah 25%
dari Harga Jual.
 Jika ada P3B antara negara yang terkait transaksi tersebut (penjual berstatus
sebagai Wajib Pajak Luar Negeri), pemotongan PPh Pasal 26 hanya dilakukan
apabila hak pemajakan berdasarkan P3B berada pada pihak Indonesia.
Penting bagi Wajib Pajak yang akan memotong PPh Pasal 26 kepada Wajib Pajak
Luar Negeri untuk mengetahui apakah Wajib Pajak Luar Negeri tersebut berasal dari
negara yang mempunyai Tax Treaty atau P3B dengan Indonesia atau tidak. Sebab
ketentuan tarif pajaknya akan berbeda.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pajak penghasilan pasal 26 (PPh pasal 26) adalah pajak penghasilan yang dikenakan
atas penghasilan yang diterima wajib pajak luar negeri dari Indonesia, selain Bentuk
Usaha Tetap (BUT) di Indonesia. Wajib pajak orang pribadi atau badan yang menjadi
pemotong PPh Pasal 26 harus mendaftarkan diri terlebih dahulu untuk menjadi pemotong
PPh Pasal 26. Pendaftaran sebagai pemotong PPh Pasal 26 dapat dilakukan pada saat
pendaftaran NPWP atau setelah pendaftaran NPWP. Wajib pajak Orang Pribadi atau
Badan dapat mengetahui apakah menjadi Pemotong PPh Pasal 26 dengan melihat SKT
(Surat Keterangan Terdaftar) yang diterima dari Kantor Pelayanan Pajak pada waktu
pendaftaran NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak). Yang dikenakan pemotongan PPh
pasal 26 adalah Wajib Pajak Luar Negeri, selain Bentuk Usaha Tetap di Indonesia.
Dikecualikan dalam pemotong pajak PPh Pasal 26 atas imbalan dengan nama dan dalam
bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh
wajib pajak orang pribadi luar negeri dan organisasi internasional. Subjek pajak adalah
orang pribadi dan penerima warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan
menggantikan yang berhak, badan, badan usaha tetap (BUT). Subjek pajak pada
dasarnya dibedakan menjadi 2, yaitu: Subjek pajak dalam negeri dan Subjek pajak luar
negeri
3.2 Saran
Penulis harapkan bagi pihak yang berwenang dalam pemungutan pajak agar, pajak
yang didapat dari pemungutan wajib pajak tersebut harus bisa dipertanggung jawabkan
dengan sebaik-baiknya, jangan sampai pajak tersebut selalu di bebankan bagi
masyarakat. Semua warga Negara ikut serta dalam wajib pajak.
DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo. 2016. Perpajakan. Yogyakarta : C.V Andi Offset


Setiawan, Agus dan Hardi. 2006. Perpajakan Bendaharawan Pemerintah. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Markus, Muda dan Lalu Hendry Yujana. 2002. Pajak Penghasilan. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama
Mulidina 2017, PPh 26 http://nurizzahmaulidina.blogspot.co.id/2017/03/pph-pasal-26.html
(diakses pada tanggal 16 Februari 2022)
Fitriya. 2020. Ulasan Lengkap PPh Pasal 23/26, Tarif, Penggunaan dan Perhitungannya.
https://klikpajak.id/blog/perhitungan/pph-pasal-23-26-tarifpenggunaan-dan
perhitungan/#:~:text=PPh%20Pasal%2026%20adalah%20pajak,BUT %2C
%20perwakilan%20perusahaan%20luar%20neger (Diakses tanggal 16 Februari
2022)
Cermati 2016, Pajak Penghasilan Pasal 26 https://www.cermati.com/artikel/pph-pasal-26-
inilah-penjelasan-dan-perhitungannya (diakses pada tanggal 16 Februari 2022)

Anda mungkin juga menyukai