Anda di halaman 1dari 16

PEMAJAKAN WAJIP PAJAK

LUAR NEGERI
(WPLN)
Dosen: Drs. Siti Nurlaela, SE. MSi, Ak, CA.
Apa Itu Wajib Pajak Luar Negeri ?
> Rochmat Soemitro (1986;93-94) adalah subjek pajak luar negeri yang
memperoleh atau menerima penghasilan yang berasal dari wilayah
Republik Indonesia atau yang mempunyai kekayaan yang terletak di
wilayah Republik Indonesia. 

>Wajib Pajak luar negeri hanya dikenakan pajak dari penghasilan yang


diterima atau diperoleh atau berasal dari (sumber-sumber yang ada di
wilayah Republik Indonesia). 

>Wajib Pajak luar negeri tidak wajib memasukkan surat pemberitahuan


dan baginya tidak berlaku penghasilan tidak kena pajak, dan pula baginya
susunan dan besarnya keluarga tidak mempunyai pengaruh atas besarnya
jumlah pajak. 
Subjek Pajak Luar Negeri
1. Orang Pribadi Yang Tidak Bertempat Tinggal di indonesia
2. Orang Pribadi Yang berada di indonesia tidak lebih dari 183
hari dalam jangka waktu 12 bulan
3. Orang Pribadi Yang merupakan warga negara indonesia yang
bekerja di luar negeri lebih dari 183 hari dalam jangka waktu
12 bulan
4. Orang Pribadi warga negara indonesia yang berada di luar
negeri dianggap tidak bertempat tingggal di indonesia
5. Subjek Pajak Orang Pribadi dalam negeri yang meninggalkan
indonesia untuk selama-lamanya
6. Badan Yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
indonesia
Pengenaan Pajak Terhadap WPLN
1. Penghasilan Yang di terima Bersumber dari indonesia
2. WPLN di kenakan Pajak Berdasarkan Penghasilan Bruto
dengan Tarif yang sepadan
3. WPLN Tidak Wajib Menyampaikan SPT

(PPh) Pasal 26
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah PPh yang
dikenakan/dipotong atas penghasilan yang bersumber dari
Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP) luar
negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.
Tarif dan Objek PPh Pasal 26

20% (final) dari jumlah penghasilan bruto yang diterima


atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri berupa :
- dividen;
- bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan
sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;
- royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta;
- imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
hadiah dan penghargaan
- pensiun dan pembayaran berkala lainnya.
- Premi swap dan transaksi lindung lainnya; dan/atau
- Keuntungan karena pembebasan utang.
Saat Terutang, Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh
Pasal 26
PPh pasal 26 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir
bulan terutangnya penghasilan, tergantung yang mana terjadi lebih dahulu

Pemotong PPh pasal 26 wajib membuat bukti pemotongan PPh pasal 26 rangkap 3 :
lembar pertama untuk Wajib Pajak luar negeri;
lembar kedua untuk Kantor Pelayanan Pajak;
lembar ketiga untuk arsip Pemotong.

PPh pasal 26 wajib disetorkan ke bank Persepsi atau Kantor Pos dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), paling lambat tanggal 10 bulan takwim
berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.

SPT Masa PPh Pasal 26, dengan dilampiri SSP lembar kedua, bukti pemotongan
lembar kedua dan daftar bukti pemotongan disampaikan ke KPP setempat paling
lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir
Pemotong PPh Pasal 26
Berdasarkan ketentuan Pasal 26 ayat (1) Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 (Undang-
undang Pajak Penghasilan 1984), pemotong Pajak
Penghasilan (PPh) Pasal 26 ayat (1)  adalah :
Badan Pemerintah
Subjek Pajak Badan dalam negeri
Penyelenggara kegiatan
Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Perwakilan Perusahaan Luar Negeri Lainnya
Pengecualian
BUT dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 26 apabila
Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan
dari BUT ditanamkan kembali di Indonesia dengan syarat:
Penanaman kembali dilakukan atas seluruh penghasilan
kena pajak setelah dikurangi PPh dalam bentuk penyertaan
modal pada perusahaan yang didirikan dan berkedudukan di
Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri, dan;
Contoh Penghitungan Pemotongan PPh Pasal 26

Suatu badan subjek pajak dalam negeri membayarkan royalti sebesar Rp.
100.000.000,00 kepada Wajib Pajak Luar Negeri, subjek pajak dalam
negeri tersebut berkewajiban untuk memotong Pajak Penghasilan sebesar
20% dari Rp. 100.000.000,00.
Seorang atlet dari luar negeri yang ikut mengambil bagian dalam
perlombaan lari marathon di Indonesia kemudian merebut hadiah uang
maka atas hadiah tersebut dikenai pemotongan Pajak Penghasilan sebesar
20%.
PKP BUT di Indonesia 2009  Rp. 17.500.000,00
Pajak Penghasilan :
28% x Rp. 17.500.000,00       Rp.  4.900.000,00
PKP setelah pajak                   Rp. 12.600.000,00
PPh Pasal 26 terutang :
20% x Rp. 12.600.000,00 = Rp. 2.520.000,00
Mike adalah karyawan asing pada perusahaan PT Dira
Consult. Mike bertempat tinggal kurang dari 183 hari.
Mike sudah beristri, dan mempunyai seorang anak. Dalam
bulan April 2009, Mike memperoleh gaji US$ 5,000
sebulan. Kurs yang berlaku adalah Rp. 10.500,00 per US$
1.
Penghitungan PPh pasal 26 :
Penghasilan bruto berupa gaji sebulan :
5,000 x Rp. 10.500,00 = Rp. 52.500.000,00
Penerapan tarif :
20% x Rp. 52.500.000,00 = Rp. 10.500.000,00
PPh pasal 26 atas gaji Mike bulan April 2009 adalah Rp.
10.500.000,00.
Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) /PPh
Final
Pengertian PPh Pasal 4 ayat (2)
PPh Pasal 4 (2) adalah Pajak Penghasilan yang dikenakan
terhadap penghasilan yang merupakan objek PPh Pasal 4 (2)
Undang-Undang no.36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan. PPh Pasal 4 (2) bersifat final sehingga apabila
wajib pajak telah dipotong PPh Pasal 4 (2) maka atas bukti
potong tersebut tidak dapat dikreditkan
Objek Pajak Penghasilan (PPh) / Jenis Penghasilan Yang
Dikenakan PPh Pasal 4 (2)
Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya
Bunga obligasi dan surat utang Negara.
Bunga simpanan anggota yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggota koperasi orang pribadi.
Penghasilan berupa hadiah undian.
Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, dan transaksi
penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan
pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura.
Penghasilan dari transaksi pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau
Bangunan (harta berupa tanah dan/atau bangunan dan usaha real
estate)
Persewaan tanah dan/atau bangunan.
Kewajiban Bagi Pemotong PPh
Pasal 4 (2)
Kewajiban Bagi Pemotong PPh Pasal 4 (2) adalah :
Melakukan Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 4 (2)
paling lambat dilakukan pada akhir bulan :
1. Dibayarkannya penghasilan.
2. Disediakan untuk dibayarkannya penghasilan.
3. Jatuh temponya pembayaran penghasilan yang
bersangkutan tergantung peristiwa yang terjadi terlebih
dahulu
Cara Dan Contoh Perhitungan Pajak PPh Pasal 4 Ayat (2) Atas
Penghasilan Jasa Pelaksanaan Konstruksi Kualifikasi Usaha Kecil
CV.Adit Sentosa yang mempunyai sertifikat Jasa Konstruksi dengan kualifikasi
usaha kecil, pada Tanggal 21 Desember 2012 menyerahkan Jasa Pembuatan Gedung
Kantor kepada Bendahara Dinas Pendidikan Kab.Banyumas dengan nilai proyek
Rp.220.000.000,- termasuk PPN.
Penghitungan Pajak PPh Pasal 4 Ayat (2) atas Jasa Konstruksi untuk proyek
pembuatan gedung kantor Tanggal 21 Desember Tahun 2012 adalah sebagai
berikut :
Nilai Proyek 220.000.000
Objek PPh Pasal 4 Ayat (2)   200.000.000

(100/110 x 220.000.0000)

PPh Pasal 4 Ayat (2) 4.000.000

(2 % x 200.000.000)
Kesimpulan
 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah PPh yang dikenakan/dipotong
atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak (WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT)
di Indonesia. Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang
perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan.
Negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri selain yang menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia, adalah Negara tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib
Pajak luar negeri yang sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan
tersebut (beneficial owner). PPh Pasal 4 ayat 2/PPh Final adalah pajak
penghasilan yang bersifat final, yaitu bahwa setelah pelunasannya,
kewajiban pajak telah selesai dan penghasilan yang dikenakan pajak
penghasilan final tidak digabungkan dengan jenis penghasilan lain yang
terkena pajak penghasilan yang bersifat tidak final. Pajak jenis ini dapat
dikenakan terhadap jenis penghasilan, transaksi atau usaha tertentu.
Laba Akuntansi adalah laba atau rugi bersih
PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3
/PMK.03/2022 TENTANG INSENTIF PAJAK UNTUK WAJIB PAJAK
TERDAMPAK PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019

Anda mungkin juga menyukai