Anda di halaman 1dari 9

PAJAK PENGHASILAN PASAL 24

DOSEN : Dr. I Wayan Widnyana,SE, MM

Oleh :

1. I Made Yoga 02 / 2002612010405


2. Ni Made Putri Diah Pratiwi 03 / 2002612010407
3. Kadek Dwi Candra Kirani 04 / 2002612010411
4. I Wayan Divta Aryantara 05 / 2002612010423

KELAS A PEMASARAN MALAM


PRODI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
2023
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dengan berkembangnya kondisi bisnis internasional, maka penghasilan yang


diterima wajib pajak dalam negeri juga beragam baik penghasilan yang
berasal dari dalam negeri maupun penghasilan yang berasal dari luar negeri.
Dalam kegiatan ini tentunya terjadi tambahan kemampuan ekonomis atau
penghasilan yang didapat oleh wajib pajak dalam negeri dan juga merupakan
objek dari pajak khususnya PPh pasal 24. Disini peran pemerintah sangatlah
berpengaruh karena agar tidak terjadinya pengenaan pajak berganda antara
Negara dimana tempat penghasilan ini bersumber dan Negara Indonesia
selaku pemungut pajak penghasilan dari wajib pajak dalam negeri.

Mungkin untuk sebagian besar masyarakat Indonesia masih enggan


melaporkan seluruh laba usahanya baik yang di dalam negeri maupun luar
negeri. Banyak alasan yang diberikan wajib pajak untuk tidak melaporkan
usahanya. Sebenarnya dengan kita melaporkan usaha kita terutama atas
penghasilan dari Luar Negeri akan memberikan keuntungan bagi Wajib Pajak
Karena atas pajak yang sudah di bayar di Luar Negeri dapat dikreditkan pada
akhir tahun pelaporan SPT Tahunan Badan / Perorangan. Menurut ketentuan
perpajakan, Wajib Pajak Dalam Negeri terutang pajak atas penghasilan kena
pajak yang berasal dari seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh baik
dari dalam negeri maupun dari luar negeri (World Wide Income).
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pph Pasal 24


Pajak Penghasilan Pasal 24 adalah peraturan yang mengatur hak wajib pajak
untuk memanfaatkan kredit pajak mereka di luar negeri, untuk mengurangi
nilai pajak terutang yang dimiliki di Indonesia. Tercantum dalam Pasal 24 ayat
1 UU PPh bahwa pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas
penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam
negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan Undang-
Undang PPh (UU nomor 36 tahun 2008) dalam tahun pajak yang sama.
Sebagaimana tercantum dalam Pasal 24 ayat 2 UU PPh, besarnya kredit pajak
adalah sebesar pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri
tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan
Undang-undang PPh (UU nomor 36 tahun 2008 ).
Pajak penghasilan pasal 24 atau kredit pajak luar negeri, merupakan
perhitungan berapa besar jumlah pajak yang sudah dibayar atas penghasilan
diluar negeri dan pajak tersebut dapat dikreditkan atau dikurangkan dari
penghasilan yang ada didalam negeri sehingga menghindari pengenaan pajak
berganda.

2.2 Subjek dan Objek PPh Pasal 24


Yang menjadi Subjek PPh Pasal 24 adalah Wajib Pajak dalam negeri terutang
pajak atas seluruh penghasilan, termasuk penghasilan yang diterima atau
diperoleh dari luar negeri. Objek PPh pasal 24 adalah penghasilan yang berasal
dari luar negeri.

2.3 Penggabungan Penghasilan PPh Pasal 24


Penggabungan penghasilan dari luar negri dilakukan sebagai berikut:

a. Untuk penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya


penghasilan tersebut;
b. Untuk penghasilan lainnya, seperti penghasilan bunga, sewa, dan lainnya
dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut;
c. Untuk penghasilan berupa deviden untuk mengurangi kemungkinan
penghindaran pajak, maka terhadap penanaman modal diluar negri selain pada
badan usaha yang menjual sahamnya dibursa efek, Menteri Keuangan berhak
untuk menentukan saat diperolehnya deviden.

Jadi, Pajak Penghasilan dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak yang dihitung
berdasarkan seluruh penghasilan yang diterima dan diperoleh oleh Wajib
Pajak, baik penghasilan tersebut berasal dari dalam negeri maupun dari luar
negeri. Dalam menghitung Pajak Penghasilan,

maka seluruh penghasilan tersebut digabungkan dalam tahun pajak di peroleh


atau diterimanya penghasilan, atau dalam tahun pajak.

2.4 Batas Maksimum Kredit Pajak

Dalam menghitung batas jumlah pajak yang boleh dikreditkan, sumber penghasilan
ditentukan sebagai berikut:

1. Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari


pengalihan saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang
menerbitkan saham atau sekuritas tersebut didirikan atau bertempat
kedudukan.
2. Penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan
penggunaan harta gerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau
dibebani bunga, royalti. Sewa tersebut bertempat kedudukan atau berada.
3. Penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak
bergerak adalah negara tempat harta tersebut terletak
4. Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan
kegiatan adalah ara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan
tersebut bertempat kedudukan atau berada.
5. Penghasilan bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap
tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan.
6. Penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau
tanda turut serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan
pertambangan adalah negara tempat lokasi penambangan berada.
7. Keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah negara tempat harta tetap
berada.
8. Keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu bentuk
usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap berada.

Batas maksimum kredit pajak diambil yang terendah di antara 3 unsur/perhitungan


berikut ini

• Jumlah pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri.


• (Penghasilan luar negeri : Seluruh Penghasilan Kena Pajak) x PPh atas
seluruh yang dikenakan tarif Pasal 17
• Jumlah pajak yang terutang untuk seluruh Penghasilan Kena Pajak (dalam
hal Penghasilan Kena Pajak adalah lebih kecil daripada penghasilan luar
negeri).

Contoh Kasus:

PT Cemara memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2018 sebagai berikut:

1. Penghasilan dari luar negeri Rp5.000.000.000,00, dengan tarif pajak


sebesar 40%.
2. Penghasilan usaha di Indonesia Rp4.000.000.000,00.

Maka Jumlah penghasilan neto adalah:

Rp. 5.000.000.000,00 + Rp4.000.000.000,00- Rp9.000.000.000,00


Batas maksimum kredit pajak diambil yang terendah dari 3
unsur/perhitungan berikut

• PPh terutang atau dibayar di luar negeri adalah:


40% x Rp5.000.000.000,00 - Rp2.000.000.000,00
• (Rp5.000.000.000,00:Rp9.000.000.000,00) x Rp2.250.000.000,00 =
Rpl.250.000.000,0
• PPh terutang (menurut tarif Pasal 17) = Rp9.000.000.000,00 x 25%
= Rp2.250.000.000,00

Dengan demikian kredit pajak yang diperkenankan adalah pada Poin 2


sebesar Rp1.250.000.000,00.
2.5 Cara Mencari PPh Pasal 24 yang Dapat dikreditkan di dalam Negeri

1. Cari Penghasilan Kena Pajak (PKP) PKP = PNDN (Penghasilan Netto


Dalam Negeri) + PNLN (Penghasilan Netto Luar Negeri)
Catatan : Jika DN (Dalam Negeri) rugi diperhitungkan sebagai
pengurang dalam menghitung PKP Jika LN (Luar Negeri) rugi tidak
diperhitungkan sebagai pengurang dalam menghitung PKP
(diabaikan)
2. Cari Pajak Penghasilan Terutang (PPh Terutang) Dari Penghasilan
Kena Pajak (PKP)

3. Cari Pajak yang telah dibayar di Luar Negeri (%Pjk yang


dikenakan di Luar Negeri x Besarnya penghasilan di Luar
Negeri)
4. Cari Kredit Pajak Luar Negeri (KPLN) : KPLN = Penghasilan Luar
Negeri x PPh terutang Penghasilan Kena Pajak
5. Bandingkan antara Pajak yang telah dibayar di Luar Negeri (poin 3)
dengan kredit Pajak Luar Negeri (poin 4), lalu pilih yang terendah.
6. Jumlahkan poin 5 untuk mencari besarnya PPh Pasal 24 yang dapat
dikreditkan.

Catatan : Jika PKP < PNLN dicari sampai langkah ke dua.

2.6 Contoh Perhitungan PPh Pasal 24


PT. Seventeen yang berlokasi di Jakarta, selama tahun 2009 memperoleh
penghasilan baik dari usahanya dari dalam negeri ataupun beberapa cabangnya
yang berada di luar negeri.
Penghasilan Netto dari dalam negeri Rp 150.000.000.000 sedangkan usahanya
di luar negeri, seperti Jepang memperoleh penghasilan Rp 300.000.000 dan di
Korea memperoleh penghasilan Rp 400.000.000 sedangkan di China
mengalami rugi Rp 100.000.000. Pajak yang telah dibayar diluar negeri sebesar
25% untuk Jepang, 30% untuk Korea dan 20% untuk China. Berapa PPh Pasal
24 yang diperkenankan untuk dikreditkan dengan pajak penghasilan yang harus
dibayar di dalam negeri?
Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 24 yang dapat dikreditkan di dalam negeri.

1. Mencari Penghasilan Kena Pajak (PKP) :

Penghasilan Neto Dalan Negeri Rp 150.000.000

Penghasilan Neto Luar Negeri :


Jepang Rp 300.000.000
Korea Rp 400.000.000
Jumlah Penghasilan Netto Luar Negeri Rp 700.000.000 +
Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp 850.000.000

2. Mencari Pajak Penghasilan Terutang dari


jumlah PKP Sebesar Rp 850.000.000 : 28% x
Rp 850.000.000 = Rp 238.000.000

3. Mencari Pajak Yang Telah Dibayar Atas Penghasilan


Di Luar Negeri : Jepang : 25% x 300.000.000 = Rp
75.000.000
Korea : 30% x 400.000.000 = Rp 120.000.000

4. Mencari Kredit Pajak Luar Negeri (KPLN) :


KPLN Jepang : 300.000.000 / 850.000.000 x 238.000.000 = Rp
84.000.000 KPLN
Korea : 400.000.000 / 850.000.000 x 238.000.000 = Rp 112.000.000

5. PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan di Indonesia atas penghasilan


di Jepang sebesar
: Rp 75.000.000 (Pilih yang terendah)
PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan di Indonesia atas penghasilan di
Korea sebesar : Rp 112.000.000 (Pilih yang terendah)
6. Jumlah PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan di
dalam negeri : Rp 75.000.000 + Rp
112.000.000 = Rp 187.000.000
DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo, 2019. Perpajakan.

Afriandy. Iqhbaal. (2014). Makalah PPH Pasal 24 dan 25.


https://www.academia.edu/9173235/Makalah_PPH _pasal_24_dan_25.
Yudirman. (2018). PPH Pasal 24. https://www.academia.edu/36451703/PPh_Pasal_24.docx.

Anda mungkin juga menyukai