PASAL 24
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dengan perubahan
terakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan,
Pasal 24 ayat (1), PPh pasal 24 adalah pajak yang dibayarkan atau terutang di luar negeri atas
penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri boleh dikreditkan
terhadap pajak yang terutang berdasarkan Undang-Undang ini dalam tahun pajak yang sama.
Pajak penghasilan pasal 24 atau kredit pajak luar negeri, merupakan perhitungan berapa besar
jumlah pssajak yang sudah dibayar atas penghasilan diluar negeri dan pajak tersebut dapat dikreditkan
atau dikurangkan dari penghasilan yang ada didalam negeri sehingga menghindari pengenaan pajak
berganda.
Indah Nurseha
3202221044
. Subjek PPh Pasal 24
Yang menjadi Subjek PPh Pasal 24 adalah: Wajib Pajak dalam negeri terutang pajak atas seluruh penghasilan, termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri. Objek PPh pasal 24
adalah penghasilan yang berasal dari luar negeri .
Jumlah kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan hanya atas pajak yang
langsung dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari
luar negeri, dan setinggi tingginya sama dengan jumlah pajak yang dibayar atau
terutang di luar negeri, tetapi tidak boleh melebihi jumlah yang dihitung menurut
perbandingan antara penghasilan dari luar negeri terhadap penghasilan Kena Pajak
dikalikan dengan pajak yang terutang atas penghasilan kena pajak, atau setinggi-
tingginya sama dengan pajak yang terutang atas penghasilan Kena Pajak dalam hal
penghasilan Kena Pajak lebih kecil dari penghasilan luar negeri.
f. Dalam hal jumlah PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri melebihi PPh Pasal 24
yang dapat dikreditkan, kelebihan tersebut tidak dapat diperhitungkan di tahun
berikutnya, tidak boleh dibebankan sebagai biaya, dan tidak dapat direstitusi.
g. Untuk melaksanakan prengkreditan PPh Luar Negeri, wajib pajak wajib menyampaikan
permohonan ke KPP bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan PPh, dilampiri
dengan ;
1) Laporan Keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri
2) Foto kopi Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri
Dokumen pembayaran PPh di luar negeri
h. Atas permohonan wajib pajak, Kepala KPP dapat memperpanjang jangka waktu
penyampaian lampiran-lampiran di atas, karena alasan-alasan di luar kekuasaan wajib
pajak.
i. Dalam hal terjadi perubahan besarnya penghasilan yang berasal dari luar negeri, wajib
pajak harus melakukan pembetulan SPT Tahunan yang bersangkutan dengan melampirkan
dokumen-dokumen yang berkenaan dengan perubahan tersebut.
j. Apabila karena pembetulan SPT tersebut menyebabkan PPh kurang dibayar, maka atas
kekurangan bayar tersebut tidak dikenakan sanksi bunga.
k. Apabila karena pembetulan SPT tersebut menyebabkan lebih bayar, maka atas
kelebihan tersebut dapat dikembalikan kepada wajib pajak setelah diperhitungkan
dengan utang pajak lainnya.
Pengurangan/pengembalian pajak penghasilan luar negeri
Dalam hal terjadi pengurangan atau pengembalian pajak atas penghasilan yang dibayar di Luar Negeri,
sehingga besarnya pajak yang dapat dikreditkan di Indonesia menjadi lebih kecil daripada kredit pajak Luar
Negeri semula, maka selisihnya ditambahkan pada pajak penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan
Wajib pajak dalam negeri pada tahun terjadinya pengurangan atau pengembalian tersebut
1. PT Butut Nusa Gendis di Pamulang memperoleh penghasilan neto dalam Tahun 2009 sebagai berikut :
a. di negara X, memperoleh penghasilan (laba) Rp 1.000.000.000 dengan tarif pajak sebesar 40% (Rp 400.000.000)
b. di negara Y, memperoleh penghasilan (laba) Rp 3.000.000.000 dengan tarif pajak sebesar 25% (Rp 750.000.000)
c. di negara Z, menderita kerugian Rp 2.500.000.000
d. penghasilan usaha di dalam negeri Rp 4.000.000.000 Penghasilan luar negeri :
1. Laba di Negara X Rp. 1.000.000.000
2. Laba di Negara Y Rp. 3.000.000.000
3. Laba di Negara Z Rp. NIHIL
4. Jumlah penghasilan dalam negeri Rp. 4.000.000.000 (+) Total Penghasilan Rp. 8.000.000.000 PPh terhutang (tarif pasal 17 yang berlaku 1
januari 2009 28% dan 2010 25%)= 28 % x total penghasilan = Rp. 2.240.000.000 Batas maksimum untuk masing masing Negara adalah:
f. Untuk Negara X =Rp. 1.000.000.000 x Rp. 2.240.000.000 = Rp. 280.000.000
RP. 8.000.000.000
Pajak yang terhutang diluar negeri sebesar Rp. 400.000.000 lebih besar dari batas maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan, maka jumlah kredit
yang dapat di perkenankan hanya Rp. 280.000.000
g. Untuk Negara Y =Rp. 3.000.000.000 x Rp. 2.240.000.000 = Rp. 840.000.000
Rp. 8.000.000.000
Pajak yang terhutang diluar negeri sebesar Rp. 750.000.000 lebih kecil dari batas maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan, maka jumlah kredit
yang dapat di perkenankan adalah Rp. 750.000.000
h. Untuk Negara Z mengalami kerugian sebesar RP. 250.000.000 (TIDAK DAPAT DIKOMPENSASIKAN)
Jumlah kredit pajak yang diperkenankan adalah: Rp. 280.000.000 + Rp. 750.000.000 = Rp. 1.030.000.000.
2. PT.A di Indonesia merupakan pemegang saham tunggal dari Z Inc. di Negara X. dalam tahun 2009
memperoleh keuntungan sebesar US$ 100,000.- pajak penghasilan yang berlaku dinegara X addalah 48% dan
pajak dividen adalah 38%. Penghitungan pajak atas dividen terrsebut adalah sebagai berikut:
Pajak penghasilan yang dapat dikreditkan terhadap seluruh pajak penghasilan yang terutang atas PT.A adalah
pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh diluar negeri. Dalam contoh
diatas itu sebesar US$ 19,750. Pajak penghasilan atas Z Inc, sebesar US$48,000 tidak dapat dikerditkan
terhadap pajak penghasilan yang terutang atas PT.A, karena pajak sebesar US$ 48,000 tersebut tidak dikenakan
langsung atas penghasilan yang diterima atau diperoleh PT.A dari luar negeri, melainkan pajak yang dikenakan
atas keuntungan Z Inc, di Negara X.