Anda di halaman 1dari 18

KREDIT PAJAK LUAR NEGRI

A. Pendahuuluan
Di tengah era globalisasi sekarang ini dan tingkat kemajuan teknologi in
formasi dan komunikasi yang sudah sedemikian canggih, transaksi lintas batas negara
semakin mudah dan banyak dilakukan oleh para pengusaha di dalam dan di luar
negeri. Namun, sebagian besar masyarakat Indonesia mungkin masih enggan
melaporkan seluruh laba usahanya dengan berbagai alasan. Padahal dengan
melaporkan penghasilan usaha dari Luar Negeri tersebut akan memberikan
keuntungan bagi Wajib Pajak karena atas pajak yang sudah dibayar di Luar Negeri
dapat dikreditkan pada akhir tahun dalam SPT Tahunan Badan/Wajib Pajak Orang
Pribadi. Dengan kata lain, dengan diterimanya Kredit Pajak Luar Negeri oleh fiskus
Indonesia dalam SPT Tahunan Badan/Wajib Pajak Orang Pribadi, maka wajib pajak
dalam negeri bisa bernapas lega karena terhindar dari beban pajak ganda yang dapat
terjadi sebagai implikasi dari pengenaan PPh atas penggabungan penghasilan yang
terutang pajak atas seluruh penghasilan yang diterima arau diperoleh dari luar negeri
dan dalam negeri (worldwide income). Hal ini dilakukan untuk menghindari
terjadinya pemajakan lebih dari sekali atas penghasilan yang sama.
Pada dasarnya Wajib Pajak dalam negeri terutang pajak atas seluruh
penghasilan, termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri.
Untuk meringankan beban pajak ganda yang dapat terjadi karena pengenaan pajak
atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar ne gert, ketentuan PPh Pasal 24
mengatur tentang perhitungan besarnya pajak atas penghasilan yang dibayar atau
terutang di luar negeri yang dapat dik reditkan terhadap pajak yang terutang atas
seluruh penghasilan Wajib Pajak dalam negeri, dalam satu tahun pajak yang sama.
Terkait dengan prinsip worldwide income, subjek pajak dalam negeri yang
memperoleh penghasilan dari luar negeri akan dikenakan PPh di In donesia. Negara
tempat sumber penghasilan juga kemungkinan besar akan mengenakan pajak atas
penghasilan yang bersumber dari negaranya. De ngan demikian, besar kemungkinan
akan terjadi pengenaan pajak berganda di mana dua yurisdiksi perpajakan yang
berbeda mengenakan pajak kepada penghasilan yang sama yang diperoleh subjek
pajak yang sama
Untuk menghindari pengenaan pajak berganda ini, UU PPh secara unilateral
memberikan solusi dengan adanya Pasal 24 UU PPh Pasal in mengatur bahwa atas
pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri dapat dikreditkan oleh Wajib Pajak
dalam negeri. Namun demikian, besarnya pa jak yang bisa dikreditkan dibatasi tidak
boleh melebihi penghitungan pajak terutang berdasarkan UU PPh. Dalam menghitung
besaran maksimum kredit pajak PPh Pasal 24 ini UU PPh Indonesia menerapkan
metode pembatasan tiap negara (per country limitation), yang dikenal dengan "Meto
de Pengkreditan Terbatas" (Ordinary Credit Method)
B. Pengertian
Undang-Undang Pajak Penghasilan menentukan bahwa Wajib Pajak dalam
negeri dikenakan Pajak Penghasilan atas seluruh penghasilan di mana pun
penghasilan tersebut diterima atau diperoleh baik d Indonesia maupun di luar
Indonesia. Untuk menghindari pengenaan pajak ganda maka sesuai dengan ketentuan
Pasal 24. pajak yang dibayar atau yang terutang di luar negert boleh dikreditkan
terhadap pajak yang serutang di Indonesia, tetapi tidak melebihi penghitungan pajak
yang terutang berdasarkan Undang-Undang Pajak penghasilan. Metode kredit pajak
yang demikian disebut metode pengkreditan terbatas (Ordinary Credit Method)
Jadi, Pajak Pasal 24 merupakan jumlah pajak yang terutang au dibayarkan di
luar negeri atas penghasilan yang diterima atau diper oleh dari luar negeri yang dapat
dikreditkan terhadap pajak penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan wajib
pajak dalam negeri dengan menggunakan metode pengkreditan yang ditetapkan oleh
Undang-Undang Pajak Penghasilan.
C. Perlakuan Kredit Pajak Terhadap Penghasilan Luar Negeri
Pengertian kredit pajak adalah memperhitungkan pajak penghasilan yang telah
dibayar atau dipungut di muka dengan jumlah pajak yang terutang pada akhir tahun
pajak Sebagaimana telah diketahui bahwa wajib pajak dalam negen dikenakan pajak
pada saat penghasilan diperoleh atau diteri ma dan bersifat tidak final (dapat sebagai
kredit pajak), terkait dengan PPh Pasal 21 Pasal 22, dan Pasal 23.

Sedangkan segala bentuk penghasilan yang sudah dikenakan pajak yang


bersifat final, tidak boleh diperlakukan sebagai kredit pajak. Demikian pula untuk
pajak penghasilan yang dipungut atau dibayar di luar negeri oleh wajib pajak dalam
negeri. Pajak penghasilan yang telah dipungut di luar negeri dapat dikurangkan
dengan pajak penghasilan yang terutang di Indo nesia, bila telah ada perjanjian kerja
sama timbal balik (tax reary) di bidang perpajakan antara Indonesia dengan negara
tersebut. Bila belum ada per janjian pajak, maka wajib pajak tidak dapat melakukan
kredit pajak.
Agar dapat melakukan kredit pajak dengan baik, ada baiknya kita
memperhatikan dasar pengakuan penghasilan sebagai berikut.
1. Penghasilan yang "diterima" mengindikasikan bahwa penghasilan dia kui pada
saat dibayar (cash basis) sedangkan penghasilan "diperoleh menunjukkan
penghasilan diakui pada saat terjadinya walaupun uang belum diterima (accrual
basis) Pajak penghasilan di luar negeri ini bisa jadi telah dibayar (cash basis) atau
belum dibayar atau terutang (accrual bau) oleh wajib pajak.
2. Pajak yang telah dibayar atau terutang di luar negeri dapat diguna kan sebagai
pengurang (kredit pajak) pajak yang terutang atas seluruh penghasilan pada tahun
pajak yang sama.
3. Batas kredit ditentukan menurut undang-undang.
4. Besarnya kredit pajak tidak boleh melebihi jumlah batas kredit pajak. Wajib Pajak
dalam negeri terutang pajak atas Penghasilan Kena Pajak yang berasal dari
seluruh penghasilan termasuk penghasilan yang dite rima atau diperoleh dari luar
negeri

Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang
diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri

 Pajak yang dibayar arau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri, yang dapat dikreditkan
terhadap pajak yang terutang di Indonesia ha nyalah pajak yang langsung
dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak.
Contoh: PT A di Indonesia merupakan pemegang saham tunggal dari Z Inc. di
negara X. Z Inc. tersebut dalam tahun 1995 memperoleh keuntungan sebesar
USD100.000,00
Pajak Penghasilan yang berlaku di negara X adalah 48% dan Pajak Dividen
adalah 38%. Penghitungan pajak atas dividen tersebut adalah sebagai berikut:

Keuntungan Z Inc. USA USD 100.000,00

Pajak Penghasilan (corporate income tax)


atas Z Inc.: (48%) USD 48.000.00 (-)
USD 52.000,00

Pajak atas dividen (38%) USD 19.760.00 (-)


Dividen yang dikirim ke Indonesia USD 32.240,00
Pajak Penghasilan yang dapat dikreditkan terhadap seluruh Pajak Pen ghasilan
yang terutang atas PT A adalah pajak yang langsung dikena kan atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh di luar negeri, da lam contoh di atas yaitu jumlah
sebesar USD19.760,00.
Pajak Penghasilan (corporate income tax) atas Z Inc. sebesar USD-48.000,00
tidak dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang atas PT A,
karena pajak sebesar USD-48.000,00 tersebut tidak dikenakan langsung atas
penghasilan yang diterima atau dipero leh PT A dari luar negeri, melainkan pajak
yang dikenakan atas keun nungan Z. Inc. di negara X.

Besar Kredit Pajak yang Diperbolehkan


 Untuk memberikan perlakuan pemajakan yang sama antara penghasi lan yang
diterima atau diperoleh dari luar negeri dan penghasilan yang discrima atau
diperoleh di Indonesia, maka besarnya pajak yang diba yar atau terutang di
luar negeri dapat dikreditkan terhadap pajak yang terusang di Indonesia tetapi
tidak boleh melebihi besarnya pajak yang dihitung berdasarkan UU PPh.

Penentuan Sumber Penghasilan

Dalam perhitungan kredit pajak atas penghasilan yang dibayar atau ter tang di luar
negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang menurut UU PPh,
penentuan sumber penghasilan menjadi sangat penting.

Dalam menghitung batas jumlah pajak yang boleh dikreditkan, sumber


penghasilan ditentukan sebagai berikut:

a penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari pengalihan
saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang menerbitkan saham
atau sekuritas tersebut didirikan atau ber tempat kedudukanFsfgvgjsd
b penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan
harta gerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga
royalti, atau sewa tersebut bertempat kedudukan atau berada;
c penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak adalah
negara tempat harta tersebut terletak;
d penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut
bertempat kedudukan atau berada;
e penghasilan bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap tersebut
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan;
f penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambang an atau tanda
turut serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan pertambangan
adalah negara tempat lokasi penambangan berada
g keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah negara tempat harta tetap
berada;
h keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu bentuk usaha
tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap berada.

Mengingat Undang-Undang PPh ini menganut pengertian penghasilan yang luas


(broad basea income), maka penentuan sumber dari penghasilan selain yang
disebutkan di depan mempergunakan prinsip yang sama sepersi di depan.

Misalnya Tuan A sebagai Wajib Pajak dalam negeri memiliki sebuah ru mah di
Singapura dan dalam tahun 1995 rumah tersebut dijual. Keuntungan yang diperoleh
dari penjualan rumah tersebut merupakan penghasilan yang bersumber di Singapura
karena rumah tersebut terletak di Singapura.

Pengurangan atau Pengembalian Pajak Atas Penghasilan yang Dibayar di Luar


Negeri

Apabila terjadi pengurangan atau pengembalian pajak atas penghasilan yang dibayar
di luar negeri, sehingga besarnya pajak yang dapat dikreditkan di Indonesia menjadi
lebih kecil dari besarnya perhitungan semula, maka selisihnya ditambahkan pada
Pajak Penghasilan yang terutang menurut UU PPh
Misalnya, dalam tahun 2009 seorang Wajib Pajak mendapat pe ngurangan
pajak atas penghasilan luar negeri tahun pajak 2008 sebesar Rp5.000.000,00 yang
semula telah termasuk dalam jumlah pajak yang dikreditkan terhadap pajak yang
terutang untuk tahun pajak 2008, maka jumlah sebesar Rp5.000.000,00 tersebut
ditambahkan pada Pajak Pengha silan yang terutang dalam tahun pajak 2009.

D. Daftar Metode Penghindaran


Dalam Tabel 10.1 berikut diperlihatkan tentang Metode Penghindaran Pajak Berganda
(Elimination of Double Taxation) yang dianut dalam Tax Treaty Indonesia dengan
masing-masing negara partner-pada umumnya dimnar dalam Pasal 22 atau Pasal 23
P3B, kecuali TT dengan AS dimuar dalam Pasal 24 P3B.

Tabel 10.1
Elimination of Double Taxation

No Negara Penghindaran pajak berganda


Indonesia Negara mitra Runding
1 LAGERIA Metode kredit Metode kredit
2 AUSTRALIA Metode kredit Metode kredit
3 AUSTRIA Metode kredit Metode pembebasan
4 BANGLADESH Metode kredit Metode kredit
5 BELGIUM Metode pembebasan Metode pembebasan
6 BRUNEI Metode kredit Metode kredit
7 BULGRIA Metode kredit Metode pembebasan
8 CANADA Metode kredit Metode kredit
9 CINA Metode kredit Metode kredit
10 CROATIA Metode kredit dan Metode kredit
pembebasan
11 CZECH Metode kredit Metode kredit
12 DENMARK Metode kredit Metode kredit
13 EGYPT Metode kredit Metode kredit
14 FINLAND Metode kredit Metode kreditdan
pembebasan
15 FRANCE Metode kredit Metode kredit dan
pembebasan
16 GERMANY Metode kredit Metode kredit dan
pembebasan
17 HONGKONG Metode kredit Metode kredit
18 HUNGRY Metode kredit Metode pembebasan
19 INDIA Metode kredit Metode kredit dan
pembebasan
20 IRAN Metode kredit dan Metode kredit dan
pembebasan pembebasan
21 ITALY Metode kredit Metode kredit
22 JAPAN Metode kredit Metode kredit
23 JORDAN Metode kredit Metode kredit
24 KOREA SELATAN Metode kredit Metode kredit
25 KOREA UTARA Metode kredit Metode kredit
26 KUWAIT Metode kredit Metode pembebasan
27 LUXEMBROUNG Metode kredit Metode pembebasan
28 MALAYSIA Metode kredit Metode kredit
29 MAURITIUS Metode kredit Metode kredit
30 MEXICO Metode kredit Metode kredit
31 MONGOLIA Metode kredit Metode kredit dan
pembebasan
32 MAROCCO Metode kredit Metode kredit
33 NETHERLANDS Metode kredit Metode pembebasan
34 NEW ZEALAND Metode kredit Metode kredit dan
pembebasam
35 NORWAY Metode kredit Metode kredit dan
pembebasam
36 PAKISTAN Metode kredit Metode kredit
37 PHILIPHINE Metode kredit Metode kredit
38 GUINEA Metode kredit Metode kredit
39 POLAND Metode kredit Metode kredit dan
pembebasan
40 PORTUGAL Metode kredit Metode kredit dan
pembebasan
41 QATAR Metode kredit dan Metode kredit dan
pembebasan pembebasan
42 ROMANIA Metode kredit Metode kredit
43 RUSSIA Metode kredit Metode kredit
44 SAUDI ARABIA Tidak ada Tidak ada
45 SEYCHELLES Metode kredit Metode kredit
46 SINGAPORE Metode kredit Metode kredit
47 SLOVAK Metode kredit Metode kredit
48 SOUTH AFRICA Metode kredit Metode kredit
49 SPAIN Metode kredit Metode kredit
50 SRI LANKA Metode kredit Metode kredit
51 SAUDAN Metode kredit Metode kredit
52 SURINAME Metode kredit dan Metode kredit dan
pembebasam pembebasam
53 SWEDEN Metode kredit Metode kredit dan
pembebasam
54 SWITZERLAND Metode kredit dan Metode pembebasam
pembebasam
55 SYRIA Metode kredit Metode kredit
56 TAIWAN Metode kredit Metode kredit
57 THAILAND Metode kredit dan Metode kredit dan
pembebasan pembebasan
58 TUNISIA Metode kredit Metode kredit
59 TURKEY Metode kredit Metode pembebasaan
60 U.A.E Metode kredit Metode kredit
61 UKRAINE Metode kredit Metode kredit
62 UK Metode kredit Metode kredit
63 US Metode kredit Metode kredit
64 UZBEKISTAN Metode kredit Metode kredit
65 VENEZUELA Metode kredit Metode kredit dan
pembebasaan
66 VIETNAM Metode kredit Metode kredit
67 ZIMBABWE Metode kredit Metode kredit

Untuk menjelaskan bagaimana pemberlakuan Metode P3B dalam Tabel 10.1


di depan, berikut ini ditampilkan Pasal 22 P3B Indonesia - Malaysia.
1. Tunduk kepada perundang-undangan Malaysia mengenai pengkredi tan pajak
yang terutang di negara lain kecuali Malaysia, terhadap pajak di Malaysia, maka
jumlah pajak yang dibayar berdasarkan perundang undangan Indonesia dan sesuai
dengan Persetujuan ini, yang dikena kan atas penghasilan yang diperoleh dari
Indonesia oleh penduduk Malaysia, dapat dikreditkan terhadap pajak di Malaysia.
Namun demikian pengurangan tersebut tidak boleh melebihi ba gian dari pajak
Malaysia yang dihitung sebelum pengurangan sesuai dengan jenis penghasilan
yang bersangkutan
2. Untuk maksud dari ayat (1), istilah pajak yang dikenakan di Indonesia akan
dianggap termasuk jumlah pajak yang seharusnya dibayar sean dainya pajak
Indonesia itu tidak dibebaskan atau dikurangkan sesuai dengan Perserujuan ini
dan
a suatu perundang-undangan perangsang khusus yang dimaksudkan untuk
memajukan pembangunan ekonomi di Indonesia segera berlaku pada
tanggal ditandatanganinya Persetujuan ini.
b ketentuan-ketentuan lain yang dapat diberlakukan sebagai peru bahan atau
sebagai tambahan perundang-undangan perangsang khusus yang telah ada
sepanjang masih disetujui oleh pejabat berwenang dari Negara
Persetujuan.

3. Tunduk kepada perundang-undangan Indonesia mengenai kelonggaran sebagai


suatu pengurangan terhadap pajak Indonesia, yaitu pajak yang dibayar di negara
lain di luar Indonesia, pajak yang dibayar berdasarkan perundang-undangan
Malaysia dan sesuai dengan Persetuju an ini oleh penduduk Indonesia atas
pendapatan yang diterima dari Malaysia akan diperhitungkan terhadap pajak yang
dibayar di Indone sia atas pendapatan itu. Bagaimanapun pajak yang
diperhitungkan itu tidak akan melebihi jumlah pajak yang dikenakan di Indonesia
sesuai dengan perhitungan sebelum pengurangan tersebut diberikan.
4. Dengan menunjuk ayat 3, istilah "pajak yang dikenakan di Malay sia termasuk
pajak Malaysia yang terucang, berdasarkan perundang undangan Malaysia dan
sesuai dengan Persetujuan ini, atas setiap penghasilan yang diperoleh dari sumber-
sumber di Malaysia seandai nya terhadap penghasilan tersebut tidak dikenakan
pajak dengan tarif yang lebih rendah atau dibebaskan dari pengenaan pajak di
Malaysia sesuai dengan:
a undang-undang tentang pemberian perangsang khusus dalam rangka
mendorong pembangunan ekonomi di Malaysia, sepanjang masih berlaku
dan tidak diadakan perubahan pada saat ditandatanganinya Persetujuan ini
atau jika seandainya diadakan perubahan, hanya me nyangkut hal-hal yang
tidak memengaruhi ketentuan dasarnya; dan
b peraturan lain yang mungkin akan diberlakukan di Malaysis seba gal
perubahan atau tambahan atas undang-undang tentang pemberian
perangsang investasi, sepanjang hal ini disetujui oleh para pi hak yang
berwenang dari kedua Negara, yang kurang lebih sejenis
5. Dengan menunjuk ayat 3, royalti yang diterima oleh penduduk In donesia dari
penyewaan film, yang dikenakan bea berdasarkan un dang-undang bea persewaan
bioskop film Malaysia, maka bea tersebut dianggap sebagal pajak Malaysia.

Ayat 1 di depan menyatakan bahwa ketika penerapannya di Malaysia oleh


penduduk Malaysia, maka metode P3B yang digunakan adalah Me rode Kredit,
sedangkan ayat 3 menyatakan bahwa ketika penerapannya di Indonesia oleh
penduduk Indonesia, maka metode P3B yang digunakan adalah Merode Kredit juga.

Penetapan Saat Diperolehnya Dividen dan Dasar Penghitungannya oleh Wajib Pajak
Dalam Negeri atas Penyertaan Modal pada Badan Usaha di Luar Negeri selain Badan
Usaha yang Menjual Sahamnya di Bursa Efek
Peraturan Menkeu Nomor 107/PMK.03/2017 tanggal 26 Juli 2017 meng atur tentang
dividen yang ditetapkan diperoleh yang selanjutnya disebut Deemed Dividend, yakni
dividen yang ditetapkan diperoleh Wajib Pajak da lam negeri atas penyertaan modal
pada BULN Nonbursa terkendali langsung.

1. Wajib Pajak dalam negeri yang:

a memiliki penyertaan modal langsung paling rendah 50% (lima pu luh persen)
dari jumlah saham yang disetor pada BULN Nonbursa; atau
b secara bersama-sama dengan Wajib Pajak dalam negeri lainnya me miliki
penyertaan modal langsung paling rendah 50% (lima puluh persen) dari
jumlah saham yang disetor pada BULN Nonbursa2. ditetapkan memiliki
pengendalian langsung terhadap BULN Non bursa.

2. BULN Nonbursa yang dikendalikan secara langsung oleh Wajib Pajakmerupakan


BULN Non bursa terkendali langsung.

3.Wajib Pajak dalam negeri ditetapkan memperoleh Deemed Dividend atas


penyertaan modal langsung pada BULN Nonbursa terkendali langsung

4. Penentuan besarnya penyertaan modal modal langsung ditentukan pada akhir tahun
pajak wajib pajak dalam negri.

Saat Diperolehnya Deemed Dividend

1. Saat diperolehnya Deemed Dividend atas penyertaan modal langsung Wajib Pajak
dalam negeri pada BULN Nonbursa terkendali langsung ditetapkan pada akhir
bulan keempat setelah berakhirnya batas waktu kewajiban penyampaian surat
pemberitahuan tahunan pajak pengha silan bagi BULN Nonbursa terkendali
langsung untuk tahun pajak yang bersangkutan.
2. Dalam hal BULN Nonbursa terkendali langsung tidak memiliki ke wajiban untuk
menyampaikan surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan atau tidak ada
ketentuan batas waktu penyampaian surat pemberitahuan tahunan pajak
penghasilan, saat diperolehnya Deemed Dividend ditetapkan pada akhir bulan
ketujuh setelah tahun pajak yang bersangkutan berakhir.
Besarnya Deemed Dividend
1.Besarnya Deemed Dividend dihitung dengan cara mengalikan persen tase
penyertaan modal Wajib Pajak dalam negeri pada BULN Nonbur sa terkendali
langsung dengan dasar pengenaan Deemed Dividend

2. Dasar pengenaan Deemed Dividend, yaitu laba setelah pajak BULN Nonbursa
terkendali langsung.

3. Dalam hal Wajib Pajak dalam negeri memiliki pengendalian langung pada BULN
Nonbursa terkendali langsung dan memiliki pengenda lian tidak langsung pada
BULN Nonbursa terkendali tidak langsung dasar pengenaan Dermed Dividend,
yaitu:

a laba setelah pajak BULN nonbursa terkendali langsung, dan


b laba setelah pajak BULN nonbursa terkendali tidak langsung dikalikan dengan
presentasi penyertaan modal BULN non bursatersebut langsung pada BULN
nonbursa terkendali tidak langsung tersebut.

4. BULN Nonbursa terkendali tidak langsung merupakan BULN Non bursa yang
dikendalikan secara tidak langsung oleh Wajib Pajak dalam negeri melalui

a BULN Nonbursa terkendali langsung, atau


b BULN Nonbursa terkendali langsung dan BULN Nonbursa ter kendali tidak
langsung pada tingkat penyertaan modal sebelumnya, dengan penyertaan
modal sebesar 50% (lima puluh persen) atau lebih dari jumlah saham yang
disetor pada setiap tingkat penyer taan modal.

5. Termasuk dalam pengertian BULN Nonbursa terkendali tidak langsung, yaitu


BULN Nonbursa yang 50% (lima puluh persen) atau lebih dari jumlah saham
yang disetor, dimiliki secara bersama-sama oleh

a Wajib Pajak dalam negeri dan:


1) BULN Nonbursa terkendali langsung, dan/atau
2) BULN Nonbursa terkendali tidak langsung
b Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak dalam negeri lainnya melalui
BULN Nonbursa terkendali langsung dan/atau BULN Nonbursa terkendali
tidak langsung, atau
c ULN Nonbursa terkendali langsung dan/atau BULN Nonbursa terkendali tidak
langsung.

6. Penentuan besarnya penyertaan modal ditentukan pada akhir tahun pajak BULN
Nonbursa terkendali yang berakhir dalam Tahun Pajak Wajib Pajak dalam negeri.

7. Dalam hal BULN Nonbursa terkendali tidak langsung dimiliki secara bersama-
sama, besarnya Deemed Dividend dihitung dengan cara sebagai berikut:

a untuk penyertaan pada BULN Nonbursa terkendali tidak langsung tersebut


melalui BULN Nonbursa terkendali langsung dan/atau BULN Nonbursa
terkendall tidak langsung, dihitung sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dan
b untuk penyertaan langsung Wajib Pajak dalam negeri pada BULN Nonbursa
terkendali tidak langsung tersebut dihitung dengan cara mengalikan
penyertaan modal Wajib Pajak dalam negeri dengan laba setelah pajak
BULN Nonbursa terkendali tidak langsung tersebut.

8. Dalam hal penyertaan modal pada BULN Nonbursa dilakukan mela lui trat atau
entitas sejenis lainnya di luar negeri penyertaan modal dimaksud dianggap
dilakukan oleh pihak yang melakukan penyertaan modal.

9. Laba setelah pajak merupakan laba usaha termasuk penghasilan dari luar usaha
sesuai dengan laporan keuangan berdasarkan standar akuntansi keuangan yang
lazim berlaku di negara atau yurisdiksi yang bersangkutan, setelah dikurangi
dengan pajak penghasilan yang terutang di negara atau yurisdiksi tersebut.

Deemed Dividend Dapat Diperhitungkan/Dikreditkan

1. Deemed Dividend dapat diperhitungkan dengan dividen yang diterima


dari BULN Nonbursa terkendali langsung.
2. Deemed Dividend yang dapat diperhitungkan adalah Deemed Dividend selama
jangka waktu 5 (lima) tahun ke belakang secara berturut-turut terhitung sejak
tahun diterimanya dividen.
3. Dalam hal dividen yang diterima lebih besar dari Dermed Dividend yang dapat
diperhitungkan atas selisih tersebut dikenai Pajak Peng hasilan dan dilaporkan
dalam SPT Tahunan PPh pada Tahun Pajak diterimanya dividen
4. wajib Pajak dalam negeri dapat mengkreditkan pajak penghasil an yang telah
dibayar atau dipotong atas dividen yang diterima dari BULN Nonbursa terkendali
langsung pada Tahun Pajak dibayarnya atau dipotongnya pajak penghasilan
tersebut.
5. Dalam hal dividen yang diterima tidak melebihi Deemed Dividend yang dapat
diperhitungkan, besarnya pajak penghasilan yang dapat dikreditkan ditentukan
berdasarkan jumlah yang paling sedikit di antara
a pajak penghasilan yang seharusnya terutang atau seharusnya diba yar di luar
negeri atas dividen yang diterima dari BULN Nonbursa rerkendali langsung
dengan memperhatikan ketentuan dalam P3B, dalam hal terdapat P3B yang
berlaku efektif.
b pajak penghasilan yang terutang atau dibayar di luar negeri atas dividen yang
diterima dari BULN Nonbursa terkendali langsung, atau
c jumlah tertentu yang dihitung menurut perbandingan antara divi den yang
diterima dari BULN Nonbursa terkendali langsung terha dap jumlah Deemed
Dividend yang dapat diperhitungkan dikalikan dengan jumlah Pajak
Penghasilan atas Deemed Dividend yang dapat diperhitungkan tersebut.

6. Pajak Penghasilan atas Deemed Dividend yang dapat diperhitungkan merupakan


bagian Pajak Penghasilan atas Deemed Dividend yang dihi tung menurut
perbandingan antara Deemed Dividend terhadap Peng hasilan Kena Pajak,
dikalikan dengan Pajak Penghasilan yang terutang untuk suatu Tahun Pajak atau
Bagian Tahun Pajak, paling tinggi se besar Pajak Penghasilan yang terutang pada
Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak yang bersangkutan.

7. Dalam hal dividen yang diterima dari BULN Nonbursa terkendali langsung
melebihi Deemed Dividend yang dapat diperhitungkan, besar nya pajak
penghasilan yang dapat dikreditkan dihitung sebagai berikut:

a terhadap bagian dividen yang diterima sampai dengan sebesar Deemed


Dividend yang dapat diperhitungkan, dihitung sesuai dengan ketentuan, dan
b terhadap bagian dividen yang melebihi Deemed Dividend yang da pat
diperhitungkan, ditentukan berdasarkan jumlah yang paling sedikit di antara
1) pajak penghasilan yang seharusnya terutang atau seharusnya dibayar di
luar negeri atas bagian dividen yang melebihi Deemed Dividend yang
dapat diperhitungkan dengan memperhatikan ketentuan dalam P3B,
dalam hal terdapat P3B yang berlaku efektif,
2) ajak penghasilan yang terutang atau dibayar di luar negeri atas bagian
dividen yang melebihi Deemed Dividend yang dapat di perhitungkan,
atau
3) jumlah tertentu yang dihitung menurut perbandingan antara bagian
dividen yang melebihi Deemed Dividend yang dapat di perhitungkan
terhadap Penghasilan Kena Pajak, dikalikan de ngan Pajak Penghasilan
yang terutang atas Penghasilan Kena Pajak, paling tinggi sebesar Pajak
Penghasilan yang terutang pada Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak
diterimanya dividen.

8. Dalam hal deviden yang diterima bersumber dari 2 (dua) atau lebih negara
yurisdiksi, pergitungan besar pajak penghasilan yang dapat dikreditkan dilakukan
untuk masing-masing negara atau yuris diksi (percountry limitation)

E. Penggabungan Sumber Penghasilan


Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri dilakukan sebagai berikut:
1. untuk penghasilan dari usaha penggabungan penghasilan dilakukan dalam tahun
pajak diperolehnya penghasilan tersebut (Accrual Basis)
2. untuk penghasilan lainnya (bunga, royalti, sewa, dan lain-lain), peng gabungan
penghasilan dilakukan dalam tahun pajak diterimanya peng hasilan tersebut (Cash
Basis)
3. untuk penghasilan berupa dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2)
UU PPh Nomor 7 Tahun 1983 jo. UU PPh No. 36 Talun 2008, dilakukan dalam
tahun pajak pada saat perolehan dividen terse but diterapkan sesuai dengan
Keputusan Menteri Keuangan

Mengacu kepada Keputusan Menkeu Nomor 164/KMK.03/2003, da lam


melaksanakan penggabungan penghasilan harus mengikuti ketentuan sebagai berikut.

1 Kerugian yang diderita di luar negeri tidak boleh digabungkan dalam menghitung
Penghasilan Kena Pajak.
2 Apabila dalam Penghasilan Kena Pajak terdapat penghasilan yang bera sal dari
luar negeri, maka Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri
atas penghasilan tersebut dapat dikreditkan terhadap Pa jak Penghasilan yang
terutang di Indonesia.
3 Pengkreditan pajak dilakukan dalam tahun pajak digabungkannya penghasilan
dari luar negeri tersebut dengan penghasilan di Indonesia
4 Jumlah kredit pajak paling tinggi sama dengan jumlah pajak yang di bayar atau
terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi jumlah.
5 Jumlah tertentu tersebut dihitung menurut perbandingan antara peng hasilan dari
luar negeri terhadap Penghasilan Kena Pajak dikalikan dengan pajak yang
terutang atas Penghasilan Kena Pajak, paling tinggi sama dengan pajak yang
terutang atas Penghasilan Kena Pajak dalam hal Penghasilan Kena Pajak lebih
kecil dari penghasilan luar negeri.
6 Apabila Penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara maka
penghitungan kredit pajak dilakukan untuk masing-masing negara.
7 Penghasilan Kena Pajak tidak termasuk Penghasilan yang dikenakan Pajak yang
bersifat final dan atau penghasilan yang dikenakan pajak tersendiri sebagaimana
dimaksud Pasal 8 ayat (1) dan ayat (4) UU PPh Nomor 7 Tahun 1983 jo. UU
PPh Nomor 36 Tahun 2008.
8 Dalam hal jumlah Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri
melebihi jumlah kredit pajak yang diperkenankan maka kele bihan tersebut tidak
dapat diperhitungkan dengan Pajak Penghasilan yang terutang tahun berikutnya,
tidak boleh dibebankan sebagai biaya atau pengurang penghasilan, dan tidak
dapat dimintakan restitusi.

Contoh

1 PT LE. Wajib Pajak dalam negeri Indonesia pada tahun 2010 memiliki
penyertaan modal sebesar 65% (enam puluh lima persen) dari jumlah saham yang
disetor pada BM Ltd. di negara A yang tidak menjual sa hamnya di buna efek.
Atas penyertaan modal tersebut maka
a Saat penetapan diperolehnya dividen Apabila Tahun Pajak BM Ltd. di negara
A adalah 1 Januari s.d. 31 Desember dan batas waktu kewajiban
penyampaian surat pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan di negara A
paling lam bat adalah 31 Mei, maka saat diperolehnya penyampaian surat
pemberitahuan tahunan Pajak penghasilan di negara A, yaitu 30 September
2011
b Besarnya dividen yang ditetapkan dan pelaporan Tahun pajak 2010, BM
Ltd. di negara A memperoleh laba setelah pajak sebesar US$50.000,00 dan
nilai tukar US$ ter hadap Rupiah pada bulan September 2011 berdasarkan
kurs te ngah Bank Indonesia adalah Rp9.200,00/US$. maka dividen tahun
2010 yang ditetapkan telah diperoleh PT LE adalah 65% x US$50.000,00
US$32.500,00.Penghasilan dividen tersebut dibukukan oleh PT LE sebesar
US$32.500,00 x Rp9.200,00/US$ Rp299 000.000.00 Jumlah tersebut
diperhitungkan dalam Penghasilan Kena Pajak tahun 2011 sesuai dengan
ketentuan Pasal 16 Undang-Undang No mor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU PPh Nomor 36
Tahun 2008, dan dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan tahun pajak 2011.
c Pengkreditan pajak luar negeri atas dividen yang dibayarkan
1) Apabila dividen tersebut belum dibayarkan oleh BM Ltd. di negara A,
maka tidak ada kredit pajak PPh Pasal 24 yang dapat diperhitungkan
dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan PT LE untuk
tahun pajak 2011
2) Apabila dividen tahun 2010 tersebut diterima wajib pa jak pada bulan
September 2014 dengan jumlah sebesar US$5.000,00, dan pembayaran
dividen dalam bentuk lain un tuk tahun pajak 2010 sebesar US$5.000,00,
dengan bukti pemotongan Pajak Penghasilan atas dividen tersebut masing
nasing sebesar US$3.500,00 dan US$500.00, maka:
a atas selisih lebih dividen yang dibayarkan tersebut me rupakan
panghasilan Wajib Pajak tahun 2014, yaitu US$35.000,00-
US$32.500,00- US$2.500,00 atau sebe sar Rp22.875.000,00 (missal
kurs tengah Bank Indonesia Rp9.150,00/US$) dan dilaporkan pada
Surat Pemberi tahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak 2014:
b atas dividen lainnya sebesar US$5.000,00 juga merupakan penghasilan
tahun 2014, yaitu sebesar Rp45.750.000,00 (misalnya kurs tengah
Bank Indonesia Rp9.150,00/US$) dan dilaporkan pada Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak 2014:
c pajak yang dibayar atau dipotong atas dividen di ne gara A tersebut
sebesar US$3.500.00 dan US$500,00 diperhitungkan sebagai kredit
pajak luar negeri untuk ta hun pajak 2014 sesuai dengan ketentuan
Pasal 24 ayat (6) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pa jak
Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
UU PPh Nomor 36 Tahun 2008.

2. IT DK PT DS, dan PT DT merupakan Wajib Pajak dalam neger Indonesia yang


pada tahun 2016 memiliki penyertaan modal se cara bersama-sama pada badan
usaha BE Lid. di negara B yang dak menjual sahamnya di bursa efek masing-
masing sebesar 25% (dua puluh lima persen), 20% (dua puluh persen), dan 15%
dima belas persen) dari jumlah saham yang disetor Apabila Tahun Pajak BE Ltd.
di negara B adalah 1 Januari s.d. 31 Desember dan tidak me miliki kewajiban
untuk menyampaikan surat pemberitahuan cahunan Pajak Penghasilan atau tidak
ada ketentuan batas waktu penyampaian surat pemberitahuan tahunan Pajak
Penghasilan, maka atas penyerta an saham tersebut:

a Saat penerapan diperolehnya dividen Karena jumlah penyertaan modal PT


DK, PT DS, dan PT DT pada BE di negara B secara bersama-sama melebihi
50% (lima puluh persen), maka penetapan saat diperolehnya dividen aras
laba setelah pajak BE di negara B tahun 2016, adalah pada bu lan ketujuh
setelah tahun pajak terakhir, yaitu Juli 2017
b Besarnya dividen yang ditetapkan dan pelaporan Besarnya dividen yang
wajib dihitung oleh PT DK, PT DS, dan PT DT adalah sebesar jumlah
dividen yang menjadi hak masing masing perusahaan terhadap laba setelah
pajak yang sebanding dengan penyertaannya pada BE di negara B.
c Kredit pajak luar negeri atas dividen mengikuti contoh pada butir 1 di depan.
F. Tata Cara Permohonan Kredit Pajak Luar Negeri
1 Untuk melaksanakan pengkreditan pajak luar negeri. Wajib Pajak wa jib
menyampaikan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak de ngan melampirkan:
a Laporan Keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri;
b fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negara;
c dokumen pembayaran pajak di luar negeri.
2 Penyampaian permohonan kredit pajak luar negeri dilakukan bersama
3 Atas permohonan Wajib Pajak. Direktur Jenderal Pajak dapat memper panjang
jangka waktu penyampaian lampiran-lampiran sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 karena alasan-alasan di luar kemampuan Wa jib Pajak (force majeur).
4 Dalam hal terjadi perubahan besarnya penghasilan yang berasal dariluar negeri,
Wajib Pajak harus melakukan pembetulan SPT Tahunan untuk tahun pajak yang
bersangkutan dengan melampirkan dokumen
5 Dalam hal pembetulan menyebabkan Pajak Penghasilan kurang diba yar, maka
atas kekurangan tersebut tidak dikenakan bunga sebagaima na dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (2) UU KUP Nomor 6 Tahun 1983. jo. UU KUP Nomor 28 Tahun
2007.
6 Dalam hal pembetulan menyebabkan Pajak Penghasilan lebih dibayar, maka atas
kelebihan tersebut dapat dikembalikan kepada Wajib Pajak setelah
diperhitungkan dengan utang pajak lainnya.
G. Tata Cara Pengkreditan Pajak Luar Negeri
Sesuai dengan Keputusan Menkeu Nomor 164/KMK.03/2002, Penghi tungan
Kredit Pajak Luar Negeri dilakukan sebagai berikut. 1 Pajak Penghasilan dikenakan
atas Penghasilan Kena Pajak yang dihitung berdasarkan seluruh penghasilan yang
diterima dan diper oleh oleh Wajib Pajak, baik penghasilan tersebut berasal dari
dalam negeri maupun dari luar negeri. Dalam menghitung Pajak Pengha silan, maka
seluruh penghasilan tersebut digabungkan dalam tahun pajak diperoleh atau
diterimanya penghasilan, atau dalam tahun pa jak sesuai dengan Keputusan Menteri
Keuangan untuk penghasila, berupa dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18
ayat (2) UU Pajak Penghasilan.

Pertanyaan

1 Berapa batas maximum kredit pajak luar negeri ?


2 Apakah semua pajak yang dipotong diluar negeri dapat diperhitungkan sebagai kredit
pajak ?
3 Dalam proses pengkreditan pajak penghasilan di luar negeri terhadap pajak terutang
didalam negeri diatur dalam keputusan menteri keuangan nomer ?

Anda mungkin juga menyukai