A.
Pada dasarnya PPh Pasal 24 mengatur tentang besarnya kredit pajak yang dapat diperhitungkan
atas pemotongan pajak/ pajak yang dibayar/ pajak yang terutang di luar negeri. Hal ini sesuai
dengan ayat 1 dan 2 Pasal 24 UU PPh :
1.
Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang
berdasarkan Undang-undang ini dalam tahun pajak yang sama.
2.
Besarnya kredit pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar pajak
penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi penghitungan
pajak yang terutang berdasarkan Undang-undang ini.
B.
Yang menjadi Subjek PPh Pasal 24 adalah: Wajib Pajak dalam negeri terutang pajak atas seluruh
penghasilan, termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri.
Objek PPh pasal 24 adalah penghasilan yang berasal dari luar negeri.
C.
Dalam menghitung batas jumlah pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri
yang boleh dikreditkan, perlu diperhatikan penentuan sumber penghasilan sebagai berikut:
1.
Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari pengalihan saham dan
sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang menerbitkan saham atau sekuritas tersebut
didirikan atau bertempat kedudukan.
2.
Penghasilan berupa bunga, royalti dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta
bergerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalti atau sewa
tersebut bertempat kedudukan atau berada.
3.
Penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak adalah negara
tempat harta tersebut terletak.
4.
Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan adalah
negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat kedudukan atau
berada.
5.
Penghasilan bentuk usaha tetap adalah Negara tempat bentuk usaha tetap tersebut
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan.
6.
Penghasilan dan pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda turut serta
dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan pertambangan adalah Negara tempat
lokasi penambangan berada.
7.
Keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah Negara tempat harta tetap itu berada.
8.
Keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu bentuk usaha tetap
adalah Negara tempat bentuk usaha tetap itu berada.
D.
seluruh penghasilan tersebut digabungkan dalam tahun pajak di peroleh atau diterimanya
penghasilan, atau dalam tahun pajak.
Contoh Soal ...
a.
Hasil usaha di Filipina dalam Tahun Pajak 2005 sebesar Rp. 600.000.000,-
b.
Dividen atas pemilikan saham di Cicago Ltd di USA sebesar Rp. 400.000.000,- yaitu
berasal dari keuntungan tahun 2004 yang ditetapkan dalam RUPS (Rapat Umum Pemegang
Saham) dan dibayar tahun 2005
c.
Dividen atas penyertaan saham sebanyak 75% pada Smith Corporation di Australia yang
sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek sebesar Rp. 80.000.000,- yaitu berasal dari
keuntungan saham 2004 yang berdasarkan Kepmenkeu ditetapkan diperoleh tahun 2005.
d.
Bunga kwartal IV tahun 2004 sebesar Rp. 200.000.000,- dari Malaysia yang baru akan
diterima bulan Mei Tahun 2005.
Jawaban ....
Dari penghasilan yang bersumber dari luar negeri di atas, maka penghasilan yang digabungkan
dengan penghasilan dalam negeri untuk tahun 2004 adalah butir a s/d c, sedangkan butir d
digabungkan dengan penghasilan dalam negeri tahun 2005.
*Bandingkan antara Maksimum Kredit Pajak dan Pajak Yang Terutang/Dibayar di luar
negeri (pilih yang terkecil).
Contoh :
PT Lestari berkedukan di Semarang, mempunyai penghasilan kena paja dari Indonesia sebesar
Rp. 130.000.000,- dan penghasilan kena pajak dari Jepang sebesar Rp. 70.000.000,-. Hitunglah
kredit pajak jika tarif yang berlaku di Jepang 10%.
PPh berdasarkan tarif Pasal 17 :
10%
x Rp. 50.000.000,-
5.000.000,-
15%
x Rp. 50.000.000,-
7.500.000,-
30%
x Rp. 100.000.000,-
= 30.000.000,-
PPh
42.000.000,-
PPh yang dibayar di Jepang 10% x 70.000.000,- = Rp. 7.000.000,Bagian penghasilan di Korea :
( Rp. 70.000.000,-/Rp. 200.000.000,- ) x Rp. 42.500.000,- = Rp. 14.875.000,Kredit pajaknya adalah mana yang lebih kecil antara PPh dibayar di luar negeri dengan bagian
penghasilan di negara tersebut yaitu sebesar Rp. 7.000.000,-
4.
Apabila penghasilan dari luar negeri berasal dari beberapa negara, maka penghitungan PPh
Pasal 24 dilakukan untuk masing-masing negara.
5.
Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang dikenakan PPh Final (Pasal 4 ayat (2) UndangUndang Nomor 17 Tahun 2000 ) dan/atau penghasilan yang dikenakan pajak tersendiri (Pasal 8
ayat (1 dan 4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 ) tidak dapat digabungkan dengan
penghasilan lainnya, baik yang diperoleh dari Dalam Negeri maupun dari Luar Negeri.
6.
Dalam hal jumlah PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri melebihi PPh Pasal 24
yang dapat dikreditkan, kelebihan tersebut tidak dapat diperhitungkan di tahun berikutnya, tidak
boleh dibebankan sebagai biaya, dan tidak dapat direstitusi.
7.
Untuk melaksanakan prengkreditan PPh Luar Negeri, wajib pajak wajib menyampaikan
permohonan ke KPP bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan PPh, dilampiri dengan ;
i.
ii.
negeri
luar negeri
iii.
8.
Atas permohonan wajib pajak, Kepala KPP dapat memperpanjang jangka waktu
penyampaian lampiran-lampiran di atas, karena alasan-alasan di luar kekuasaan wajib pajak.
9.
Dalam hal terjadi perubahan besarnya penghasilan yang berasal dari luar negeri, wajib
pajak harus melakukan pembetulan SPT Tahunan yang bersangkutan dengan melampirkan
dokumen-dokumen yang berkenaan dengan perubahan tersebut.
10. Apabila karena pembetulan SPT tersebut menyebabkan PPh kurang dibayar, maka atas
kekurangan bayar tersebut tidak dikenakan sanksi bunga.
11. Apabila karena pembetulan SPT tersebut menyebabkan lebih bayar, maka atas kelebihan
tersebut dapat dikembalikan kepada wajib pajak setelah diperhitungkan dengan utang pajak
lainnya.
G.
Dalam hal terjadi pengurangan atau pengembalian pajak atas penghasilan yang dibayar di Luar
Negeri, sehingga besarnya pajak yang dapat dikreditkan di Indonesia menjadi lebih kecil
daripada kredit pajak Luar Negeri semula, maka selisihnya ditambahkan pada pajak penghasilan
yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib pajak dalam negeri pada tahun terjadinya
pengurangan atau pengembalian tersebut.
H.
Apabila terjadi perubahan besarnya penghasilan yang berasal dari luar negeri, wajib pajak harus
melakukan pembetulan SPT untuk tahun pajak yang bersangkutan dengan melampirkan dikumen
yang berkenaan dengan perubahan tersebut.
1.
jika karena perubahan tersebut, menyebabkan adanya tambahan penghasilan yang
mengakibatkan pajak yang terutang atas penghasilan luar negeri menjadi lebih besar daripada
yang dilaporkan dalam SPT tahunan, sehingga pajak yang terutang di Luar Negeri menjadi
kurang bayar, maka terdapat kemungkinan pajak penghasilan di Indonesia juga kurang bayar.
Sesuai dengan UU No. 28 tahun 2007 tentang ketentuan Umum dan tatacara perpajakan, apabila
WP membetulkan sendiri SPT yang mengakibatkan pajak yang terutang menjadi lebih besar,
maka kepadanya dikenakan bunga sebesar 2% sebulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar,
dihitung sejak saat penyampaian SPT terakhir sampai dengan tanggal pembayaran karena
pembetulan SPT tersebut.
2.
Apabila karena pembetulan SPT tersebut, menyebabkan penghasilan dan pajak atas
penghasilan yang terutang di luar negeri menjadi lebih kecil daripada yang dilaporkan dalam
SPT tahunan, sehingga pajak di luar negeri lebih di bayar, yang akan mengakibatkan pajak
penghasilan yang terutang di Indonesia menjadi lebih kecil, sehingga pajak penghasilan menjadi
lebih dibayar. Atas kelebihan bayar pajak tersebut dapat dikembalikan kepada wajib pajak
setelah diperhitungkan dengan utang pajak lainnya.
Contoh Soal PPh pasal 24
1.
Penghasilan beruba laba usaha di dalam negeri Rp300.000.000. Penghasilan berupa laba usaha
dari negara A Rp200.000.000. Penghasilan berupa laba usaha dari negara B Rp400.000.000 dan
rugi usaha dari negara C Rp250.000.000. Jika tarif pajak yang berlaku di negara A, B dan C
masing-masing 20%, 30% dan 40%. Hitung PPh pasal 24 yang dapat dikreditkan di Indonesia!
menghitung total penghasilan kena pajak:
penghasian dari DN
Rp300.000.000
Rp200.000.000
Rp400.000.000
Rp900.000.000
Rp
5.000.000
15% x Rp50.000.000
Rp
7.500.000
30% x Rp800.000.000
Rp240.000.000
Rp252.500.000
dari perhitungan di atas maka kredit pajak (PPh pasal 24) adalah:
dari Neg A
Rp 40.000.000
dari Neg B
Rp112.222.212
total
Rp 152.222.212
2.
Rp500.000.000
Rp250.000.000
(Rp400.000.000)
Rp300.000.000
Hitung PPh pasal 24 jika tarif pajak di negara A, B dan C masng-masing 20%, 25% dan 35%
menghitung total penghasilan kena pajak
penghasilan dari dalam negeri
Rp 500.000.000
Rp 250.000.000
Rp 300.000.000 (+)
Rp1.050.000.00
Rp
5.000.000
15% x Rp50.000.000
Rp
7.500.000
30% x Rp950.000.000
Rp285.000.000 (+)
Rp297.500.000
20% x Rp250.000.000
= Rp50.000.000
dari negara C
35% x Rp300.000.000
= Rp105.000.000
dari perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa PPh pasal 24 yang dapat dikreditkan di
Indonesia adalah
dari negara A
Rp 50.000.000
dari negara C
Rp 85.000.000 (+)
total
Rp. 135.000.000
3.
PT Butut Nusa Gendis di Pamulang memperoleh penghasilan neto dalam Tahun 2009
sebagai berikut :
a.
di negara X, memperoleh penghasilan (laba) Rp 1.000.000.000 dengan tarif pajak sebesar
40% (Rp 400.000.000)
b.
di negara Y, memperoleh penghasilan (laba) Rp 3.000.000.000 dengan tarif pajak sebesar
25% (Rp 750.000.000)
c.
d.
Rp. 1.000.000.000
Laba di Negara Y
Rp. 3.000.000.000
Laba di Negara Z
Rp. NIHIL
Rp. 8.000.000.000
PPh terhutang (tarif pasal 17 yang berlaku 1 januari 2009 28% dan 2010 25%)
= 28 % x total penghasilan =
Rp. 2.240.000.000
Jumlah kredit pajak yang diperkenankan adalah: Rp. 280.000.000 + Rp. 750.000.000 = Rp.
1.030.000.000.
4.
PT.A di Indonesia merupakan pemegang saham tunggal dari Z Inc. di Negara X. dalam
tahun 2009 memperoleh keuntungan sebesar US$ 100,000.- pajak penghasilan yang berlaku
dinegara X addalah 48% dan pajak dividen adalah 38%. Penghitungan pajak atas dividen
terrsebut adalah sebagai berikut:
Keuntungan Z Inc
US$ 100,000
US$ 32,420
Pajak penghasilan yang dapat dikreditkan terhadap seluruh pajak penghasilan yang terutang atas
PT.A adalah pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh diluar
negeri. Dalam contoh diatas itu sebesar US$ 19,750. Pajak penghasilan atas Z Inc, sebesar
US$48,000 tidak dapat dikerditkan terhadap pajak penghasilan yang terutang atas PT.A, karena
pajak sebesar US$ 48,000 tersebut tidak dikenakan langsung atas penghasilan yang diterima
atau diperoleh PT.A dari luar negeri, melainkan pajak yang dikenakan atas keuntungan Z Inc, di
Negara X.
3.
a.
di negara X, memperoleh penghasilan (laba) Rp. 100.000.000,00, dengan tarif pajak
sebesar 40% (Rp. 40.000.000,00);
b.
di negara Y, memperoleh penghasilan (laba) Rp. 750.000.000,00, dengan tarif pajak sebesar
10% (Rp. 75.000.000,00);
c.
Penghitungan PPh Pasal 24 kredit pajak luar negeri adalah sebagai berikut
Rp. 100.000.000,00
laba di negara Y
Rp. 750.000.000,00
Rp. 400.000.000,00
Rp. 1.250.000.000,00
Untuk negara X =
Pajak yang terutang di negara X sebesar Rp. 40.000.000,00, namun maksimum kredit pajak yang
dapat dikreditkan adalah Rp. 12.500.000,00.
Untuk negara Y =
Pajak yang terutang di negara Y sebesar Rp. 75.000.000,00, maka maksimum kredit pajak yang
dapat dikreditkan adalah Rp.75.000.000,00.
Jumlah PPh Pasal 24 kredit pajak luar negeri yang diperkenankan adalah :
Rp. 12.500.000,00 + Rp. 75.000.000,00 = Rp. 87.500.000,00
Rp. 200.000.000,-
Brunei Darussalam
Filipina
Singapura
Rp. 700.000.000,-
Rp.
5.000.000,-
Rp.
7.500.000,-
30% x Rp.600.000.000,-
Rp. 180.000.000,-
Jumlah
Rp. 192.500.000,-
Brunei darussalam :
PPh yang dibayar 10% x Rp. 200.000.000,-
= 20.000.000,-
Bagian penghasilan :
( Rp. 200.000.000,- / 700.000.000,- ) x Rp. 192.500.000 = Rp. 55.000.000,Kredit Pajak = Rp. 20.000.000,-
Filipina :
PPh yang dibayar 20% x Rp. 100.000.000 = Rp. 20.000.000,Bagian penghasilan :
( Rp. 100.000.000,- / 700.000.000,- ) x Rp. 192.500.000 = Rp. 27.500.000,Kredit Pajak = Rp. 20.000.000
Singapura :
PPh yang dibayar 30% x Rp. 200.000.000 = Rp. 60.000.000,-
Bagian penghasilan :
( Rp. 200.000.000,- / 700.000.000,- ) x Rp. 192.500.000 = Rp. 55.000.000,Kredit Pajak = Rp. 55.000.000,-
Indonesia :
Rp. 192.500.000,- Rp. 20.000.000,- Rp. 55.000.000,- = Rp. 97.500.000,
= Rp. 200.000.000,-
Inggris
Belanda
Swedia
PPh pasal 17 :
10% x Rp. 50.000.000,-
= Rp.
5.000.000,
= Rp.
7.500.000,-
= Rp. 180.000.000,-
Singapura
= Rp. 300.000.000,-
Malaysia
Hongkong
PPh Pasal 17 :
10% x Rp. 50.000.000,-
= Rp.
5.000.000,-
= Rp.
7.500.000,-
= Rp. 180.000.000,-
= Rp. 192.500.000,-
Rp400.000.000
0\
Rp400.000.000
Rp200.000.000
Penghasilan neto
Rp600.000.000
5.000.000
15% x Rp 50.000.000 = Rp
7.500.000
= Rp162.500.000
Dari perhitungan tersebut di atas kredit pajak LN yang diperbolehkan adalah sebesar
Rp40.000.000 atau sebesar PPh yang terutang atau dibayar di LN. Jumlah ini diperoleh dengan
membandingkan penghitungan PPh maksimum yang boleh dikreditkan dengan PPh yang
terutang atau dibayar di LN, kemudian dipilih jumlah yang terendah
7.
PT Adinda berkedudukan di Indonesia memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2006 sebagai
berikut:
Di negara A memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar Rp600.000.000 (tarif pajak yang
berlaku adalah 30%)
Di dalam negeri menderita kerugian sebesar Rp200.000.000
Penghitungan PPh pasal 24 adalah sebagai berikut:
Rp600.000.000
( 200.000.000)
Rp400.000.000
10% x Rp 50.000.000 =
Rp
5.000.000
15% x Rp 50.000.000 =
Rp
7.500.000
30% x Rp 300.000.000 =
Rp 90.000.000
Rp102.500.000
Kredit pajak yang diperbolehkan (PPh pasal 24) adalah Rp102.500.000. jumlah ini diperoleh
dengan membandingkan perhitungan PPh maksimum yang dapat dikreditkan dengan PPh yang
sesungguhnya dibayarkan/terutang di LN dan total pajak yang terutang
8.
Rp300.000.000
Rp500.000.000
Rp800.000.000
Rp
5.000.000
15% x Rp50.000.000 =
Rp
7.500.000
30% x Rp700.000.000 =
Rp210.000.000
Rp222.500.000
Dari perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa PPh pasal 24 yang dapat dikreditkan
adalah Rp83.437.500.
9.
PT Kartika berkedudukan di Jakarta pada tahun pajak 2006 memperoleh penghasilan bersih
sebagai berikut
di negara A memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar Rp200.000.000 (tarif pajak yang
berlaku 25%)
di negara B memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar Rp300.000.000 (tarif pajak yang
berlaku 30%)
di negara C memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar Rp400.000.000 (tarif pajak yang
berlaku 40%)
di dalam negeri memperoleh laba usaha sebesar Rp100.000.000
Rp 200.000.000
Rp 300.000.000
Rp 400.000.000
Rp 100.000.000
Rp1.000.000.000
Rp
5.000.000
15% x Rp50.000.000 =
Rp
7.500.000
30% x Rp900.000.000 =
Rp270.000.000
Rp282.500.000
Dari perhitungan di atas kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan adalah
Dari negara A
Rp 40.000.000
Dari negara B
Rp 84.750.000
Dari negara C
Rp113.000.000
Rp237.750.000