Anda di halaman 1dari 9

PAJAK YANG BERHUBUNGAN DENGAN DEVIDEN,

YANG BERLAKU SAAT INI

Oleh:

I GUSTI AYU AGUNG LAKSMI PERTIWI (202132121501)

C15 MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS WARMADEWA

DENPASAR

2022
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan
Yang Maha Esa yang telah senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga
kami dapat menyelesaikan ringkasan materi kuliah ini dengan baik dan tepat waktu
sebagaimana yang diarahkan. Melalui kesempatan ini rasa terimakasih yang sebesar-
besarnya penulis sampaikan kepada :

1. Riza Edwindra, Se,Ak,m.Si selaku dosen pengampu mata kuliah kewirausahaan.

2. Rekan-rekan kelas C15.

3. Seluruh pihak terkait yang telah turut serta membantu penyelesaian tugas ini baik
secara langsung maupun tidak langsung.

Penulis menyadari, bahwa tidak ada sesuatu yang sempurna. Begitu pula dengan penulisan
tugas ini, tentu masih terdapat berbagai kesalahan dan kekurangan yang masih
membutuhkan perbaikan. Oleh karena itu, kritik serta saran yang membangun sangat
penulis butuhkan guna penyempurnaan tugas ini. Meski dengan segala keterbatasan yang
ada, besar harapan penulis agar tugas ini tetap memberikan manfaat bagi pembaca.

Denpasar,21 November 2022

Penulis
A. Definisi Pajak Dividen

Pajak dividen merupakan potongan atau pungutan pajak atas laba yang
diperoleh pemegang saham, pemegang polis asuransi, atau anggota koperasi yang
menerima bagian dari hasil usaha tertentu. Hal ini telah diatur dalam Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008 sebagai perubahan ke empat atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1983 mengenai pajak penghasilan. Adapun, dalam Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008 sendiri tertuang pada Pasal 4 ayat 1 huruf g yang menyebutkan bahwa
dividen adalah bagian dari penghasilan yang menjadi objek pajak PPh.

B. Jenis-Jenis Dividen

Seperti yang sudah kita bahas sebelumnya bahwa dividen adalah pembagian
laba atau hasil bagi para pemegang saham berdasarkan banyaknya saham yang
dimiliki. Menurut undang-undang perpajakan, dividen dikenai potongan atau
pungutan pajak penghasilan (PPh), sehingga dikategorikan sebagai objek pajak. Maka
dari itu, setiap Wajib Pajak yang memperoleh dividen berupa laba dari saham, laba
polis asuransi, atau laba hasil usaha koperasi diwajibkan untuk membayar pajak.

Namun, tidak semua dividen dikenakan pajak. Mengapa tidak dikenakan


pajak? Hal ini dikarenakan sebagian laba atau hasil yang diperoleh pada kondisi
tertentu tidak termasuk ke dalam objek pajak, sehingga atas dividen yang tidak
termasuk objek pajak tersebut tidak ada potongan atau pungutan pajak penghasilan
(PPh). Oleh karena itu, dapat kita kategorikan bahwa dividen terdiri dari dua jenis,
yaitu dividen bukan sebagai objek pajak dan dividen sebagai objek pajak.

1. Dividen Bukan Sebagai Objek Pajak

Dividen yang dikategorikan bukan sebagai objek pajak sudah diatur


dalam Pasal 4 ayat 3 huruf f mengenai pengecualian dari objek pajak
penghasilan yang menjelaskan bahwa dividen yang diperoleh Wajib Pajak,
yaitu Perseroan Terbatas (PT), koperasi, BUMN, atau BUMD yang penyertaan
modalnya dari badan usaha yang berdiri dan berkedudukan di Indonesia dalam
hal ini tidak menjadi objek pajak jika dividen tersebut bersumber dari
cadangan laba yang ditahan; PT, BUMN, atau BUMD yang menerima dividen
mempunyai penyertaan saham paling rendah 25% dari jumlah modal yang
disetor; serta dividen yang merupakan dana pensiun bukan termasuk objek
pajak.

2. Dividen Sebagai Objek Pajak

Sedangkan, dividen yang dikategorikan sebagai objek pajak adalah


penghasilan dividen tersebut memang menjadi objek pajak tetapi tidak terkena
pemotongan atau pemungutan PPh, serta penghasilan dividen tersebut
memang menjadi objek pajak dan terkena pemotongan atau pemungutan PPh.

C. Dividen Sebagai Objek Pajak yang Tidak Dikenakan Pemotongan PPh

Seperti yang sudah dibahas sebelumnya bahwa terdapat penghasilan dividen


yang memang menjadi objek pajak tetapi tidak dikenakan pemotongan atau
pemungutan pajak penghasilan (PPh). Sebagaimana yang tercantum pada Pasal 23
ayat 4 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 bahwa untuk dividen sebagai objek
pajak maka pemotongan PPh tidak diberlakukan pada penghasilan yang dibayar dan
terutang kepada bank, dividen yang sudah terdapat pada Pasal 4 ayat 3 huruf f dan
Pasal 17 ayat 2 huruf c, sewa yang dibayar dan terutang yang berhubungan dengan
sewa guna usaha dengan hak opsi, bagian laba yang terdapat pada Pasal 3 ayat 3 huruf
i, sisa hasil usaha koperasi yang diterima anggotanya, penghasilan yang dibayar dan
terutang pada bada usaha yang dalam hal ini atas jasa keuangan sebagai penyalur
pinjaman sesuai Peraturan Menteri Keuangan.

D. Dividen Sebagai Objek Pajak yang Dikenakan Pemotongan PPh Beserta Tarifnya

Sedangkan, penghasilan dividen yang memang menjadi objek pajak dan


terkena pemotongan dan pemungutan pajak penghasilan diatur ke dalam 3 (tiga) pasal
yang berbeda. sehingga dikenakan besaran tarif yang berbeda juga di setiap pasalnya.
Tiga pasal tersebut di antaranya adalah pertama, tarifnya:

1. PPh Pasal 4 Ayat 2 (PPh Final)

Telah diatur dalam Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 36 Tahun


2008 mengenai pajak penghasilan bahwa atas dividen yang diperoleh Wajib
Pajak orang pribadi dalam negeri akan dikenakan potongan pajak sebesar
10% dari jumlah bruto dan penghasilan tersebut bersifat final. Dividen
tersebut
termasuk dividen atas pemegang polis dari perusahaan asuransi dan anggota
koperasi yang menerima bagian dari hasil usaha.

2. PPh Pasal 23

Sebagaimana yang sudah diatur dalam UU PPh bahwa penerima


penghasilan atas dividen ini adalah Wajib Pajak dalam negeri serta Bentuk
Usaha Tetap akan dikenakan potongan pajak sebesar 15% dari jumlah dividen.
Namun, dikecualikan untuk orang pribadi yang pengenaan pajaknya berupa
final, bunga, dan royalti. Tarif ini ialah 15% dari DPP jika penerima
merupakan sebuah organisasi, termasuk BUT. PPh Pasal 23 dikenakan kepada
BUT di dalam negeri.

3. PPh Pasal 26

Telah diatur dalam UU PPh bahwa atas pajak penghasilan Pasal 26 ini
dikenakan potongan pajak sebesar 20% dari jumlah bruto dividen dan dalam
hal ini penerima penghasilan dividen adalah orang pribadi yang tinggal di luar
negeri. Pajak dividen sebesar 20% ini juga dikenakan bagi perusahaan luar
negeri yang mengoperasikan usahanya melalui BUT di Indonesia dan
perusahaan luar negeri yang menerima penghasilan di Indonesia tanpa BUT.
Tarif ini ialah 20% dari penghasilan kena pajak setelah dikurangi dengan
pajak, suatu Bentuk Usaha Tetap di Indonesia, kecuali penghasilan tersebut
ditanamkan kembali di Indonesia. PPh 26 dikenakan jika pemilik BUT di Luar
Negeri mendapatkan deviden dari BUT atau bukan dari BUT.

E. Cara Melaporkan Pajak Deviden


1. Laporan pada Realisasi Investasi
Laporan ini bisa disampaikan jika dana dividen digunakan untuk
investasi dan disampaikan dalam jangka waktu investasi, maksimal tanggal 31
Maret tiap tahunnya.
2. Laporan pada SPT Tahunan
Dividen yang dimiliki juga harus dilaporkan pada SPT tahunan supaya
mendapatkan pembebasan pajak. Dividen dilaporkan pada bagian Penghasilan
yang tidak masuk dalam objek pajak. Sedangkan untuk pajak deviden ini
dicantumkan pada bagian harta di akhir tahun.
3. Tetap Terutang pada PPh Final

Saat ini bentuk pajak dividen atas PPh final harus disetor sendiri dan
tidak dilakukan pemotongan oleh pemberi penghasilan, seperti yang ada pada
ketentuan sebelumnya. Sedangkan untuk penyetorannya sendiri bisa dilakukan
paling lambat pada tanggal 15 di bulan setelah masa pajak dividen tersebut
didapatkan.
Anda bisa melakukan penyetoran pajak dividen secara langsung pada
kantor pajak, untuk proses kemudahan pembuatan laporannya. Meskipun
begitu Anda juga bisa melakukan pelaporan pajak melalui website Dirjen
Pajak yang tersedia.
F. Pajak Dividen Pasca Undang-Undang Cipta Kerja

Setiap tahun pemerintah selalu berusaha memaksimalkan peraturan


perpajakannya, salah satunya adalah pemberian insentif dengan membebaskan
pemotongan pajak penghasilan (PPh) atas dividen yang diperoleh Wajib Pajak dalam
negeri, baik orang pribadi maupun badan. Kebijakan insentif ini tertuang dalam
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang UU Cipta Kerja atau lebih dikenal
dengan sebutan Omnibus Law yang kemudian, berlanjut pada penerbitan Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 2021 mengenai Perlakukan Perpajakan untuk
Mendukung Kemudahan Berusaha, serta Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor
18/PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan UU Cipta Kerja di bidang PPh, PPN, dan KUP.

Dalam aturan ini, atas dividen yang diterima oleh Wajib Pajak Badan dengan
kepemilikan saham berapapun tidak akan dikenakan. Sedangkan, Wajib Pajak Orang
Pribadi dalam negeri akan dikenakan PPh Final sebesar 10%, jika dividen tersebut
tidak diinvestasikan di dalam negeri dalam jangka waktu tiga tahun sejak dividen
diperoleh, namun apabila dividen tersebut diinvestasikan maka tidak dikenakan PPh.

Adapun, dividen yang diperoleh dari luar negeri akan tetap dikenakan PPh.
Namun, dividen yang diperoleh dari luar negeri tidak dikenakan PPh sepanjang
diinvestasikan dengan syarat nilai investasi sebesar 30% dari laba setelah pajak.
Jangka waktu investasi minimal tiga tahun dan dilakukan di akhir bulan ke-3 untuk
orang pribadi dan akhir bulan ke-4 untuk badan.
Sementara itu, sebagaimana diatur dalam PMK 18/2021 bahwa dividen yang
ingin diinvestasikan tersebut wajib diinvestasikan kembali di Indonesia dalam
beberapa bentuk investasi yang di antaranya adalah surat berharga dan surat berharga
syariah, obligasi, atau sukuk BUMN yang diawasi OJK, obligasi atau sukuk
perusahaan swasta yang diawasi OJK, obligasi, atau sukuk lembaga pembiayaan yang
diawasi OJK, investasi infrastruktur sesuai kerjasama pemerintah dan badan usaha,
investasi keuangan bank persepsi, investasi sektor riil sesuai ketentuan pemerintah,
investasi untuk usaha Mikro, serta kerja sama dengan lembaga pengelola investasi.

Adapun, dividen yang tidak dikenakan pajak ini sudah mulai disampaikan melalui
Laporan Realisasi dan SPT Tahunan pada 31 Maret untuk Wajib Pajak Orang Pribadi
dan 31 April Untuk Wajib Pajak Badan.
KESIMPULAN

Pajak dividen merupakan pajak yang dipungut atas keuntungan yang diperoleh
dari pembagian hasil usaha keuangan tertentu, saham, investasi maupun polis
asuransi. Pajak Dividen sendiri memiliki beberapa jenis yang bisa Anda ketahui, yaitu
deviden pajak bukan objek pajak dan dividen termasuk objek pajak.. Dividen terdiri
dari dua jenis, yaitu dividen bukan sebagai objek pajak dan dividen sebagai objek
pajak. Dividen Sebagai Objek Pajak yang Tidak Dikenakan Pemotongan PPh bahwa
terdapat penghasilan dividen yang memang menjadi objek pajak tetapi tidak
dikenakan pemotongan atau pemungutan pajak penghasilan (PPh), Dividen Sebagai
Objek Pajak yang Dikenakan Pemotongan PPh Beserta Tarifnya, penghasilan dividen
yang memang menjadi objek pajak dan terkena pemotongan dan pemungutan pajak
penghasilan diatur ke dalam 3 (tiga) pasal yang berbeda, Pajak Dividen Pasca
Undang-Undang Cipta Kerja, Setiap tahun pemerintah selalu berusaha
memaksimalkan peraturan perpajakannya, salah satunya adalah pemberian insentif
dengan membebaskan pemotongan pajak penghasilan (PPh) atas dividen yang
diperoleh Wajib Pajak dalam negeri, baik orang pribadi maupun badan. Aturan
tentang pajak ini tercantum dalam PP atau Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 2021
yang merupakan turunan dari UU Cipta Kerja. Memang komponen dalam pajak
deviden tidaklah sedikit dan cukup rumit. Oleh sebab itu, jika Anda membutuhkan
jasa yang bisa membantu mengurunya, Anda bisa menggunakan jasa profesional
pajak.
DAFTAR PUSTAKA

Dedi Setiawan, S.E. (2017, Mei). Retrieved from jtanzilco.com:


https://jtanzilco.com/blog/detail/728/slug/pajak-atas- deviden#:~:text=Berikut%20jenis
%20objek%20pajak%20yang%20dikenakan%20penerima%2 0deviden,final%20sebesar
%2020%25%20atau%20sesuai%20dengan%20tax%20treaty.

Yohana Fransiska Aurelia Vivian. (2022, JULI). Retrieved from www.pajakku.com:


https://www.pajakku.com/read/62cf8e24a9ea8709cb18afb3/Apa-Itu-Pajak-Dividen

Anda mungkin juga menyukai