Anda di halaman 1dari 11

https://www.ortax.org/ortax/?

mod=studi&page=show&id=57

Pendahuluan
Dalam dunia perekonomian, dividen sudah bukan sesuatu yang asing untuk diketahui orang. Kita
tahu bahwa dividen adalah suatu hasil laba usaha yang dibagikan kepada pemegang saham dengan
memperhatikan banyaknya saham yang dimiliki dari masing-masing pemegang saham. Jika Wajib
Pajak memperoleh laba atau penghasilan, maka penghasilan tersebut termasuk objek pajak. Begitu
juga dengan dividen, menurut UU PPh dividen merupakan objek pajak PPh. Namun, tidak semua
dividen termasuk objek pajak, ada beberapa dividen yang dikecualikan sebagai objek pajak dan
ada juga yang dikenakan bersifat final. Untuk lebih jelasnya penjelasan mengenai dividen akan
diuraikan di bawah ini.

Pengertian Dividen
Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh yang termasuk objek pajak adalah dividen, dengan
nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang
polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi kecuali ditentukan lain oleh ketentuan perpajakan.
Dalam penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf g, ditegaskan pula bahwa termasuk dalam pengertian
dividen adalah:

1. pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama dan dalam
bentuk apapun;
2. pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor;
3. pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus yang
berasal dari kapitalisasi agio saham;
4. pembagian laba dalam bentuk saham;
5. pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran;
6. jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh pemegang
saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang bersangkutan;
7. pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika dalam
tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu
adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan secara sah;
8. pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima sebagai
penebusan tanda-tanda laba tersebut;
9. bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi;
10. bagian laba yang diterima oleh pemegang polis;
11. pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi;
12. pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan
sebagai biaya perusahaan.

Jelas kita ketahui bahwa pengertian dividen mempunyai arti yang luas, pengertian diatas
merupakan pengertian dividen secara formal, namun dalam penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf g ini
juga menjelaskan bahwa dalam praktek sering dijumpai pembagian atau pembayaran dividen
secara terselubung, misalnya dalam hal pemegang saham yang telah menyetor penuh modalnya
dan memberikan pinjaman kepada perseroan dengan imbalan bunga yang melebihi kewajaran.
Apabila terjadi hal yang demikian maka selisih lebih antara bunga yang dibayarkan dan tingkat
bunga yang berlaku di pasar, diperlakukan sebagai dividen. Bagian bunga yang diperlakukan
sebagai dividen tersebut tidak boleh dibebankan sebagai biaya oleh perseroan yang bersangkutan.

Pajak atas Dividen


Pemberi dividen akan memotong jenis PPh dan tarif yang berbeda-beda tergantung siapa penerima
dividennya. Jenis objek pajak penghasilan yang dikenakan penerima dividen adalah sebagai
berikut:

 
1.    Dividen Sebagai Objek Pemotongan PPh Pasal 23
Wajib Pajak Badan Dalam Negeri atau Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang menerima atau
memperoleh penghasilan berupa dividen, maka atas penghasilan dividen tersebut dipotong PPh
Pasal 23 sebesar 15% dari penghasilan bruto sebagaimana diatur dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a
UU PPh. Dividen tersebut dikenakan PPh Pasal 23 sepanjang tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana disebutkan dalam pasal 4 ayat 3 huruf f UU PPh.

2.    Dividen Sebagai Objek Pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2)
Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan berupa
dividen, maka atas penghasilan dividen tersebut dipotong PPh Pasal 4 ayat (2) yang bersifat final
sebesar 10% dari penghasilan bruto sebagaimana diatur dalam PP No. 19 Tahun 2009 tanggal 9
Februari 2009.
 
3.    Dividen Sebagai Objek Pemotongan PPh Pasal 26
Wajib Pajak Luar Negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari
Indonesia berupa dividen, maka atas penghasilan dividen tersebut dipotong PPh Pasal 26 sebesar
20% dari penghasilan bruto sebagaimana diatur dalam Pasal 26 ayat (1) huruf a UU PPh. Namun,
apabila penerima dividen ini adalah WPLN dimana Negara domisili yang bersangkutan
mempunyai perjanjian perpajakan dengan Indonesia dan terdapat Surat Keterangan Domisili
(COD), maka tarif yang dikenakan adalah tarif yang sesuai dengan Tax Treaty.

Dividen yang Dikecualikan dari Objek Pajak


Pada penjelasan sebelumnya, sudah dijelaskan mengenai pengertian dividen serta dividen yang
termasuk objek pajak penghasilan. Namun, UU PPh memberikan pengecualian atas dividen
tertentu yang tidak termasuk objek pajak penghasilan. Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf f UU
PPh, bahwa yang dikecualikan dari objek pajak adalah dividen atau bagian laba yang diterima atau
diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik
negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan
dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:

1. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan


2. Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang
menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling
rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor.

Saat terutang
Berdasarkan PP No. 94 Tahun 2010 dalam penjelasan pasal 15 ayat 3 dijelaskan bahwa saat
terutangnya Pajak Penghasilan Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah pada saat
pembayaran, saat disediakan untuk dibayarkan (seperti: dividen) dan jatuh tempo (seperti:
bunga dan sewa), saat yang ditentukan dalam kontrak atau perjanjian atau faktur (seperti: royalti,
imbalan jasa teknik atau jasa manajemen atau jasa lainnya).

Yang dimaksud dengan "saat disediakan untuk dibayarkan":

1. untuk perusahaan yang tidak go public, adalah saat dibukukan sebagai utang dividen yang
akan dibayarkan, yaitu pada saat pembagian dividen diumumkan atau ditentukan
dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan. Demikian pula apabila
perusahaan yang bersangkutan dalam tahun berjalan membagikan dividen sementara
(dividen interim), maka Pajak Penghasilan Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan
terutang pada saat diumumkan atau ditentukan dalam Rapat Direksi atau pemegang saham
sesuai dengan Anggaran Dasar perseroan yang bersangkutan.
2. untuk perusahaan yang go public, adalah pada tanggal penentuan kepemilikan
pemegang saham yang berhak atas dividen (recording date). Dengan perkataan lain
pemotongan Pajak Penghasilan atas dividen sebagaimana diatur dalam Pasal 23 Undang-
Undang Pajak Penghasilan baru dapat dilakukan setelah para pemegang saham yang
berhak "menerima atau memperoleh" dividen tersebut diketahui, meskipun dividen
tersebut belum diterima secara tunai.

Contoh Kasus
PT. ABC (tidak terdaftar di Bursa Efek Indonesia) pada tanggal 4 Mei 2014 mengumumkan
pembagian dividen dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Pada tanggal 13 Agustus 2014
perusahaan membagikan dividen tunai kepada para pemegang sahamnya, yang mana dividen
tersebut berasal dari cadangan laba yang ditahan. Total jumlah dividen yang dibagikan adalah
sebesar Rp.1.000.000.000,-. Susunan pemegang saham beserta prosentase kepemilikan sahamnya
adalah sbb :
Jawaban

Penutup
Pada tanggal 14 Juni 2010 Kementerian Keuangan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan
No. 111/PMK.03/2010 tentang tentang Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak
Penghasilan atas Dividen yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri.
Dalam pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa atas penghasilan berupa dividen yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri  dikenai Pajak Penghasilan sebesar 10%
(sepuluh persen) dari jumlah bruto dan bersifat final. Sedangkan di  ayat 2 disebutkan bahwa
“Dividen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah dividen, dengan nama dan dalam bentuk
apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa
hasil usaha koperasi”.

Namun dalam pasal 23 ayat 4 huruf f UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
disebutkan bahwa sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya
bukan merupakan objek pemotongan Pajak Pasal 23.

Kasus ini menarik sekali diperdebatkan oleh praktisi perpajakan di Indonesia. Sebagian besar dari
kita semua berpendapat terjadi pertentangan masalah pengenaan pajak atas sisa hasil usaha (SHU)
tersebut. Namun tidak sedikit juga dari kita yang berpendapat bahwa tidak bertentangan karena
yang satu bicara tentang Pasal 23 sedangkan yang satu bicara tentang Pasal 4 ayat 2.

Jika lihat dari sejarahnya, sisa hasil usaha koperasi yang yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggotanya mulai berlaku sejak 1 Januari 1995 ketika UU No. 10 tahun 1994 diundangkan.
Artinya aturan main atas kasus ini sudah sekitar 20 tahun berlaku. Selama 20 tahun tersebut, tidak
ada perdebatan masalah kasus SHU ini karena hanya diatur di dalam pasal 23 ayat 4 UU PPh.
Sedangkan aturan perundang-undangan baik Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri Keuangan
dll tidak ada yang mengatur lebih lanjut. Jika Peraturan Menteri Keuangan No. 111/PMK.03/2010
dianggap bertentangan dengan UU No. 36 tahun 2008 seharusnya Peraturan tersebut batal demi
hukum.

Referensi        

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat


atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2009 tentang Pajak
Penghasilan atas Dividen yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam
Negeri
3. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 111/PMK.03/2010 tentang Tata
Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan atas Dividen yang
Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri.
4. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 30/PJ/2012 tentang Pemotongan,
Penyetoran, dan Pelaporan

..............................................................................................................................................................
.....

https://www.online-pajak.com/pajak-dividen

Pajak dividen adalah pemotongan atau pemungutan pajak atas laba yang diterima oleh pemegang
saham, pemegang polis asuransi, atau anggota koperasi yang mendapatkan bagian hasil usaha.
Mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2008 Tentang Perubahan
Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan, pasal 4 ayat 1
(g) tentang objek pajak adalah penghasilan, dan salah satu di antaranya adalah dividen:

Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi
kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.

Jenis Dividen

Dividen adalah pembagian laba kepada pemegang saham berdasarkan banyaknya saham yang
dimiliki. Berdasarkan undang-undang perpajakan, dividen termasuk ke objek pajak dan terkena
pemotongan atau pemungutan pajak penghasilan (PPh). Jadi, setiap Wajib Pajak yang menerima
dividen, baik itu berupa laba saham, laba dari polis asuransi, maupun laba hasil usaha koperasi,
perlu membayar pajak tersebut. 

Namun, tidak semua dividen merupakan objek pajak. Berdasarkan kondisi tertentu, sebagian laba
yang diterima tidak termasuk dalam objek pajak sehingga tidak perlu pemotongan pajak
penghasilan. Karena itu, dividen terbagi menjadi dua: dividen objek pajak dan dividen bukan
objek pajak.
1. Dividen Bukan Objek Pajak

Mengacu pada pasal 4 ayat 3 huruf F, dividen yang diterima oleh Wajib Pajak meliputi perseroan
terbatas (PT), koperasi, BUMN atau BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang berdiri
dan berkedudukan di Indonesia, tidak menjadi objek pajak selama memenuhi syarat berikut:

– Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan.

– PT, BUMN atau BUMD yang menerima dividen memiliki saham paling rendah 25% dari jumlah
modal yang disetorkan.

Selain itu, melanjutkan pasal tersebut pada huruf F, dividen dari modal yang merupakan dana
pensiun juga tidak termasuk dalam objek pajak.

2. Dividen Objek Pajak

Berdasarkan pengertian dari poin sebelumnya, maka dividen dengan kondisi atau syarat yang tidak
disebutkan dalam pasal maupun ayat tersebut merupakan dividen objek pajak. Namun penghasilan
dividen yang terkena pemotongan PPh ini pun terbagi menjadi dua kemungkinan:

 Penghasilan dividen menjadi objek pajak namun tidak terkena potongan atau pemungutan
pajak penghasilan.
 Penghasilan dividen menjadi objek pajak dan terkena pemotongan atau pemungutan pajak
penghasilan.

Jenis Dividen Objek Pajak

Dividen Objek Pajak tidak terkena Potongan PPh

Pada kemungkinan pertama dijelaskan lebih lanjut dalam pasal 23 ayat 4 bahwa pemotongan pajak
tidak dilakukan atas penghasilan yang:

 penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;


 sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi;
 dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f dan dividen yang diterima
oleh orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2c);
 dihapus;
 bagian laba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf i;
 sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;
 dihapus; dan
 penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang
berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan yang diatur dengan Peraturan
Menteri Keuangan.

Ketika dividen termasuk dalam ayat pasal ini, maka laba tersebut tidak terkena pemotongan pajak
penghasilan.
Pajak Dividen

Ada tiga pasal yang mengatur pemotongan dan kondisi dividen yang menjadi objek pajak dan
terkena pajak penghasilan. 

1. PPh Pasal 4 ayat 2: Dividen yang diterima/diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri
dikenai PPh sebesar 10% dan bersifat final. Dividen adalah dividen dengan nama dan dalam
bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi pada pemegang polis, dan pembagian
sisa hasil usaha koperasi pada anggota koperasi.

2. PPh Pasal 23: Penerima penghasilan dividen ini merupakan wajib pajak dalam negeri dan
bentuk usaha tetap (BUT). Potongan untuk laba ini sebesar 15% dari jumlah dividen, kecuali
pembagiannya kepada orang pribadi dikenakan final, bunga dan royalti.

3. PPh Pasal 26: Penerima penghasilan dividen merupakan orang pribadi yang tinggal di luar
negeri, perusahaan di luar negeri yang mengoperasikan usahanya melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia, serta perusahaan di luar negeri yang menerima penghasilan dari Indonesia tanpa
melalui bentuk usaha tetap. Tarif potongan pajak penghasilannya sebesar 20% atas jumlah bruto
dividen.   

Kesimpulan

Pajak Dividen merupakan pemotongan atau pemungutan pajak atas bagian laba yang diterima oleh
wajib pajak dalam negeri maupun luar negeri. Laba tersebut meliputi laba saham, laba dari polis
asuransi, serta laba hasil usaha koperasi. 

Dividen terbagi menjadi dua jenis, yakni dividen bukan objek pajak dan dividen objek pajak.
Lebih lanjut lagi, dividen objek pajak terbagi menjadi dua jenis lainnya, yaitu dividen objek pajak
namun tidak terkena pemotongan pajak penghasilan dan dividen objek pajak yang terkena
potongan.

Pemotongan pajak penghasilan atas hasil laba telah dirumuskan pada tiga pasal berbeda, sesuai
dengan kondisi penerima penghasilan tersebut, di antaranya:

1. PPh Pasal 4 ayat 2, potongan 10% dan bersifat final jika penerima dividen merupakan
orang pribadi dalam negeri
2. PPh pasal 23, potongan 15% dari jumlah bruto jika penerima dividen merupakan wajib
pajak dalam negeri dan badan usaha tetap
3. PPh pasal 26, potongan 20% dari jumlah bruto jika penerima dividen merupakan wajib
pajak luar negeri dan selain badan usaha tetap.

..............................................................................................................................................................
.............

https://klc.kemenkeu.go.id/pemotongan-pajak-penghasilan-pph-atas-dividen/
Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Atas Dividen

Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak (orang pribadi,
warisan belum terbagi, badan, dan bentuk usaha tetap) atas penghasilan yang didapat atau
diperoleh. Video berikut akan membahas mengenai aspek pemotongan PPh atas dividen yang
diperoleh orang pribadi / badan dimana dividen bisa menjadi objek pajak dan bukan objek pajak

..............................................................................................................................................................
.............

https://www.pajak.go.id/id/bukti-pemotongan-pph-final-pasal-4-ayat-2-atas-deviden-yang-
diterima-atau-diperoleh-wajib-pajak

Bukti Pemotongan PPh Final Pasal 4 Ayat (2) atas Deviden yang Diterima atau Diperoleh Wajib
Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri

Nama
Bukti Pemotongan PPh Final Pasal 4 Ayat (2) atas Deviden yang Diterima atau Diperoleh Wajib
Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-53/PJ/2009

Bukti Pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Dividen yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri sesuai Lampiran I.12 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-53/PJ/2009.

Dasar Pengenaan PPh Final Pasal 4 ayat (2) adalah sesuai Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 19 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan Atas Dividen Yang Diterima Atau
Diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri .

Formulir mulai berlaku untuk masa November 2009

Pengguna
Pemotong PPh Pasal 4 ayat (2)
Status
Masih berlaku
Jenis Pajak
Pajak Penghasilan (PPh) Final Pasal 4 ayat (2)
Berkas

...........................................................................
https://www.pajak.go.id/id/pemotongan-pajak-penghasilan-pasal-23

Dalam hal Anda membayarkan dividen kepada PT sebagai WPDN, koperasi, BUMN, atau
BUMD yang jumlah kepemilikan sahamnya dibawah 25%, maka yang harus Anda lakukan
adalah:

1. Melakukan Pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 15% saat dividen disediakan untuk
dibayarkan dan membuat bukti potong PPh Pasal 23 melalui aplikasi e-spt PPh pasal 4 ayat
(2)
2. melakukan penyetoran PPh dengan terlebih dahulu membuat kode billing (MAP 411124
dan KJS 101). Penyetoran dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.

................................................

https://www.pajak.go.id/id/pemotongan-pajak-penghasilan-pasal-4-ayat-2-0

Pemotongan Pajak Penghasilan - Pasal 4 Ayat (2)

........................................................................................................................

https://klikpajak.id/blog/pajak-bisnis/pajak-atas-dividen-perusahaan/

Pajak atas Dividen Perusahaan, Pahami Ketentuannya Berikut Ini

Dividen merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham atau pemegang polis asuransi
atau pembagian sisa hasil usaha koperasi yang diperoleh anggotanya. Dengan demikian,
pengertian dividen ini merujuk pada Orang Pribadi atau Badan mendapatkan, menerima, atau
memperoleh penghasilan berupa bagian laba karena kepemilikan saham perusahaan tersebut.
Dalam konteks Pajak Penghasilan (PPh), perlakuan pajak atas dividen perusahaan dapat dibedakan
menjadi dua, yakni berupa objek pajak dan bukan objek pajak.

Dividen Bukan Objek Pajak Penghasilan


Apabila dividen bukan merupakan objek pajak, maka secara otomatis tidak akan bisa dipotong
sebagai objek PPh. Ketentuan terkait dividen bukan sebagai objek pajak terdapat pada Pasal 4
Ayat (3) Huruf f UU PPh.

1. Pada Pasal 4 Ayat (3) Huruf f, dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh Perseroan
Terbatas sebagai Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN), koperasi, BUMN, atau BUMD, dari
penyertaan modal pada Badan Usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia
dengan syarat dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan, dan kepemilikan saham paling
rendah 25% dari jumlah modal yang disetor bagi PT, BUMN atau BUMD yang menerima dividen.

Dengan demikian, apabila yang mendapatkan dividen tersebut adalah sebuah koperasi, maka
dividen yang diterima bukan merupakan objek pajak. Sedangkan apabila yang mendapatkan
dividen tersebut adalah PT, BUMN, atau BUMD, maka status sebagai objek pajak atau bukan
objek pajak bergantung pada tingkat kepemilikan sahamnya. Jika kurang dari 25% maka
merupakan objek pajak. Sedangkan apabila lebih dari 25%, maka bukan objek pajak.

1. Pasal 4 Ayat (3) Huruf h, penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam
bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan
(243/PMK.03/2009). Bidang tertentu yang dimaksud adalah dividen dari saham pada Perseroan
Terbatas yang tercatat pada Bursa Efek Indonesia.

Dengan demikian, apabila Wajib Pajak dana pensiun tersebut menyalurkan investasi dalam bidang
tertentu sesuai dengan ketentuan di atas, maka dividen yang diperoleh bukan merupakan objek
pajak bagi dana pensiun yang menerimanya.

Di sisi lain, apabila yang menerima dividen bukan merupakan pihak tersebut pada dua poin di
atas, maka dividen yang diterima merupakan objek pajak.

Dividen Sebagai Objek Pajak Penghasilan


Ada dua skema atau kemungkinan yang mungkin muncul terkait dividen sebagai objek
penghasilan, yakni dividen sebagai objek PPh namun bukan sebagai objek pemotongan atau
pemungutan PPh, dan dividen sebagai objek PPh, juga sebagai objek pemotongan atau
pemungutan PPh.

1. Dividen Bukan Sebagai Objek Pemotongan atau Pemungutan PPh

Dividen sebagai objek PPh namun dikecualikan dari pemotongan atau pemungutan PPh terdapat
pada Pasal 23 Ayat (4), yakni penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank. Maksudnya
adalah, segala penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank, termasuk misalnya dividen,
maka tidak dilakukan pemotongan PPh. Sedangkan selain dividen dimaksud, maka dividen
tersebut sebagai objek pemotongan atau pemungutan PPh.

2. Dividen Sebagai Objek Pemotongan atau Pemungutan PPh

Dalam Pasal 23 dan 26 UU PPh, salah satu objek pemotongan atau pemungutan PPh adalah
dividen. Perbedaan mendasar dari Pasal 23 dan 26 adalah penerima penghasilannya. Pada Pasal
23, penerima penghasilannya adalah WPDN dan Bentuk Usaha Tetap (BUT). Sedangkan pada
Pasal 26, penerima penghasilannya adalah Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) selain BUT.
Contoh Kasus
PT Jaya Abadi yang berkedudukan di Jawa Tengah memutuskan untuk membagikan dividen tunai
kepada para pemegang sahamnya. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut:

1. PT Indojaya, pemegang saham 25% mendapatkan dividen Rp250.000.000,00. Sesuai dengan


ketentuan Pasal 4 Ayat (3) huruf f di atas, maka dividen yang diterima PT Indojaya tidak dipotong
PPh karena bukan merupakan objek pajak.
2. La Mercy Company, perusahaan berkedudukan di luar negeri pemegang saham 20%, mendapat
dividen Rp200.000.000,00, maka dividen yang diterima La Mercy Company akan dipotong tarif
Pasal 26 yakni sebesar 25% atau berdasarkan tarif kesepakatan pajak antara Indonesia dengan
negara asal La Mercy Company.
3. PT Kota Lama pemegang saham 20%, mendapat dividen sebesar Rp200.000.000,00, maka
berdasarkan Pasal 23, dividen yang diterima PT Kota Lama akan dipotong PPh Pasal 23 yakni
sebesar 15%.
4. Koperasi Karyawan Musi Jaya, pemegang saham 15% mendapat dividen sebesar
Rp150.000.000,00, maka sesuai dengan penjelasan pasal 4 Ayat (3), dividen yang diterima
Koperasi Karyawan Musi Jaya bukan merupakan objek PPh.

Anda mungkin juga menyukai