Anda di halaman 1dari 31

1

PPh Pasal 23/26

M. Indra Gunawan, SE., M.Ak


Dasar Hukum PPh Pasal 23 2

1) Pasal 4 Ayat (1) Huruf g, Pasal 4 Ayat (3) huruf f, Pasal 23 UU Nomor 36 TAHUN 2008 tentang
perubahan keempat atas UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
2) PP 45 TAHUN 2019 sebagai pengganti PP 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena
Pajak dan Pelunasan PPh dalam Tahun Berjalan
3) PMK-141/PMK.03/2015 tentang Jenis Jasa Lain Sebagaimana Dimaksud Dalam Pasal 23 Ayat (1)
Huruf C Angka 2 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana
Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008
4) PMK-251/PMK.03/2008 tentang penghasilan atas jasa keuangan yang dilakukan oleh badan
usaha yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan yang tidak dilakukan
pemotongan PPh Pasal 23
5) KEP-425/PJ/2019 tentang penetapan Pemotong PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 yang diharuskan
membuat Bukti Pemotongan dan diwajibkan menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal
26 berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2017
6) KEP-50/PJ./1994 Tentang Penunjukan Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri Tertentu Sebagai
Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23
Pasal 4 (1) UU PPh 3

Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak
yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun

Pasal 4 (3) UU PPh


Yang dikecualikan dari objek pajak adalah … :
Pasal 23 (1) UU PPh 4
Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan,
disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek
pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar
negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang
wajib membayarkan:
a. sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas:
 dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;
 bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f;
 royalti; dan
 hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf e;
b. sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas:
 sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan
lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2); dan
 imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan
jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21.
Pasal 23 UU PPh 4
1(a) Dalam hal Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, besarnya tarif pemotongan
adalah lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis jasa lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
c angka 2 diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

(3) Orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri dapat ditunjuk oleh Direktur Jenderal
Pajak untuk memotong pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 23 UU PPh 6
(4) Pemotongan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan atas:
 penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;
 sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak
opsi;
 dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f dan dividen yang diterima
oleh orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2c);
 bagian laba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf i;
 sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;
 penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang
berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan yang diatur dengan PMK
Pemotong PPh Pasal 23 7

Pemotong PPh Pasal 23 adalah :


1) Badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk
usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
2) Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang ditunjuk sebagai pemotong PPh 23 (Harus
ada Surat Keputusan Penunjukan yang diterbitkan oleh Kepala KPP (tidak ada format baku
yang tersedia), yaitu : KEP-50/PJ./1994
a) Akuntan, Arsitek, Dokter, Notaris, Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT) kecuali PPAT
tersebut adalah Camat, pengacara, dan konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas;
b) Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan.
WP Orang pribadi ini hanya memotong PPh Pasal 23 atas sewa saja
Saat Terutang Atau Saat Pemotongan 8

 Saat Terutang : Saat terutangnya Pajak Penghasilan Pasal 23 UU PPh adalah pada
saat pembayaran, saat disediakan untuk dibayarkan (seperti: dividen) dan jatuh
tempo (seperti: bunga dan sewa), saat yang ditentukan dalam kontrak atau
perjanjian atau faktur (seperti: royalti, imbalan jasa teknik atau jasa manajemen
atau jasa lainnya). (PP Nomor 94 TAHUN 2010 Pasal 15 ayat (3)

 Saat Pemotongan : Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 UU PPh dilakukan


pada akhir bulan dibayarkannya penghasilan, disediakan untuk dibayarkannya
penghasilan; atau jatuh temponya pembayaran penghasilan yang
bersangkutan, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu. (PP Nomor 94
TAHUN 2010 Pasal 15 ayat (3)
Tempat Terhutang 9

 Atas transaksi-transaksi yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23 yang


pembayarannya dilakukan oleh kantor pusat, maka PPh Pasal 23 dipotong,
disetor, dan dilaporkan oleh kantor pusat.

 Atas transaksi-transaksi yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23 yang


pembayarannya dilakukan oleh kantor cabang, misalnya pembayaran sewa mesin
oleh kantor cabang, PPh Pasal 23 dipotong, disetor, dan dilaporkan oleh kantor
cabang yang bersangkutan.

 Ketentuan tentang pemusatan pelaksanaan pemotongan, penyetoran, pelaporan


PPh Pasal 23 tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.
Dividen 1

 Dividen merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham atau pemegang polis
asuransi atau pembagian sisa hasil usaha koperasi yang diperoleh anggota koperasi.
 Termasuk dalam pengertian dividen adalah:
a) pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama dan
dalam bentuk apapun;
b) pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor;
c) pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus
yang berasal dari kapitalisasi agio saham;
d) pembagian laba dalam bentuk saham
e) pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran;
f) jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh
pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang
bersangkutan;
Dividen 1

g) pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika
dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran
kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan
secara sah;
h) pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima sebagai
penebusan tanda-tanda laba tersebut;
i) bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi;
j) bagian laba yang diterima oleh pemegang polis;
k) pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi; (ini merupakan dividen
yang tidak dipotong PPh Pasal 23 UU UU Nomor 36 TAHUN 2008)
l) pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan
sebagai biaya perusahaan.
Saat Terutang/Saat Pemotongan PPh 23 Dividen 5

Saat Terutang : saat disediakan untuk dibayarkan


Yang dimaksud dengan "saat disediakan untuk dibayarkan" adalah :
untuk perusahaan yang tidak go public, adalah saat dibukukan sebagai utang
dividen yang akan dibayarkan, yaitu pada saat pembagian dividen diumumkan atau
ditentukan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan. Demikian pula
apabila perusahaan yang bersangkutan dalam tahun berjalan membagikan dividen
sementara (dividen interim), maka PPh Pasal 23 terutang pada saat diumumkan
atau ditentukan dalam Rapat Direksi atau pemegang saham sesuai dengan
Anggaran Dasar perseroan yang bersangkutan.
untuk perusahaan yang go public, adalah pada tanggal penentuan kepemilikan
pemegang saham yang berhak atas dividen (recording date). Dengan perkataan lain
pemotongan Pajak Penghasilan atas dividen baru dapat dilakukan setelah para
pemegang saham yang berhak "menerima atau memperoleh" dividen tersebut
diketahui, meskipun dividen tersebut belum diterima secara tunai.
Dividen Yang Tidak Dipotong Pph Pasal 23 5

1. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh PT sebagai WPDN,
koperasi, BUMN, atau BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang
didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
 dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
 bagi PT, BUMN dan BUMD yang menerima dividen, kepemilikan saham pada
badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen)
dari jumlah modal yang disetor;
2. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer
yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan,
firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan Kontrak
Investasi Kolektif (KIK) ;
3. Dividen yang diterima oleh Orang Pribadi (Objek PPh Final)
4. sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya
Bunga 5

Objek PPh Pasal 23 adalah bunga dan imbalan lainnya termasuk premium maupun
diskonto yang merupakan bunga antar pinjaman yang diterima atau diperoleh oleh
WP OP DN maupun WP Badan DN dari pihak pembayar bunya yang merupakan
pemotong PPh Pasal 23
Pinjaman Tanpa Bunga Dari Pemegang Saham 5

1. Pinjaman tanpa bunga dari pemegang saham yang diterima oleh Wajib Pajak berbentuk
perseroan terbatas diperkenankan apabila:
a) pinjaman tersebut berasal dari dana milik pemegang saham itu sendiri dan bukan
berasal dari pihak lain;
b) modal yang seharusnya disetor oleh pemegang saham pemberi pinjaman telah
disetor seluruhnya;
c) pemegang saham pemberi pinjaman tidak dalam keadaan merugi; dan
d) perseroan terbatas penerima pinjaman sedang mengalami kesulitan keuangan untuk
kelangsungan usahanya.
2. Apabila pinjaman yang diterima oleh Wajib Pajak berbentuk perseroan terbatas dari
pemegang sahamnya tidak memenuhi ketentuan ini, maka atas pinjaman
tersebut terutang bunga dengan tingkat suku bunga wajar.
3. Yang dimaksud dengan "tingkat suku bunga wajar" adalah tingkat suku bunga yang
berlaku yang ditetapkan sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman jika transaksi
dilakukan di antara pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa.
Pinjaman Tanpa Bunga Dari Pemegang Saham 5

1. Jika penghasilan dibayar/ terutang kepada Bank (karena dikecualikan dari


pemotongan PPh Pasal 23 sesuai Pasal 23 ayat (4) huruf a UU Nomor 36 TAHUN
2008)
2. Jika penghasilan dibayar/ terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang
berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan yang diatur dengan
Peraturan Menteri Keuangan (PMK-251/PMK.03/2008).
3. Bunga Deposito, Tabungan (yang didapatkan dari Bank), dan Diskonto
SBI (karena termasuk pemotongan PPh Pasal 4(2))
4. Bunga Obligasi (karena termasuk pemotongan PPh Pasal 4(2))
5. Bunga simpanan yang dibayarkan Koperasi kepada anggota koperasi Orang
Pribadi (WP OP) (karena termasuk pemotongan PPh Pasal 4(2))
Royalti 5

Royalti adalah suatu jumlah yang dibayarkan atau terutang dengan cara atau perhitungan
apa pun, baik dilakukan secara berkala maupun tidak, sebagai imbalan atas:
1. Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian atau karya
ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang,
atau bentuk hak kekayaan intelektual/industrial atau hak serupa lainnya;
2. Penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial, komersial, atau
ilmiah;
3. Pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial, atau
komersial;
Royalti 5

4. Pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan atau hak
menggunakan hak-hak tersebut pada angka 1, penggunaan atau hak menggunakan
peralatan/perlengkapan tersebut pada angka 2, atau pemberian pengetahuan atau informasi
tersebut pada angka 3, berupa:
a) penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya,
yang disalurkan kepada masyarakat melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang
serupa;
b) penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya,
untuk siaran televisi atau radio yang disiarkan/dipancarkan melalui satelit, kabel, serat
optik, atau teknologi yang serupa;
c) penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum radio komunikasi;
5. Penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture films), film atau pita
video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio; dan
6. Pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan atau pemberian
hak kekayaan intelektual/industrial atau hak-hak lainnya sebagaimana tersebut di atas.
Hadiah 5

Hadiah atau penghargaan perlombaan, hadiah sehubungan kegiatan, dan penghargaan


dikenakan Pajak penghasilan dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Hadiah Undian (bersifat final) Tarif = 25% dari jumlah bruto nilai hadiah
2) Hadiah atau penghargaan perlombaan, penghargaan, dan hadiah sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, dan kegiatan lainnya dalam hal penerima penghasilan adalah orang
pribadi, dikenakan PPh Pasal 21 sebesar tarif Pasal 17 UU PPh
3) Dalam hal penerima penghasilan adalah Wajib Pajak luar negeri selain BUT, dikenakan
PPh Pasal 26 sebesar 20% dengan memperhatikan ketentuan dalam P3B yang berlaku
4) Dalam hal penerima penghasilan adalah Wajib Pajak badan termasuk BUT, dikenakan
PPh Pasal 23 sebesar 15% dari jumlah penghasilan bruto
Hadiah Yang Tidak Dipotong Oleh Pemotong PPh 5

Pemotongan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud tidak berlaku


untuk :
1) hadiah langsung dalam penjualan barang atau jasa sepanjang
diberikan kepada semua pembeli atau konsumen akhir tanpa
diundi, dan
2) hadiah tersebut diterima langsung oleh konsumen akhir pada
saat pembelian barang atau jasa.
Sewa 5

 Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali


sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang
telah dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (2) dikenakan PPh Pasal 23 dengan tarif 2% dari jumlah bruto

 Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta adalah


penghasilan yang diterima atau diperoleh sehubungan dengan
kesepakatan untuk memberikan hak menggunakan harta selama jangka
waktu tertentu baik dengan perjanjian tertulis maupun tidak tertulis
sehingga harta tersebut hanya dapat digunakan oleh penerima hak
selama jangka waktu yang telah disepakati
Jasa 5

 Jasa yang dipotong PPh Pasal 23 Yaitu Imbalan sehubungan dengan jasa
teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain
selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21, yang diterima oleh WP
Badan.
 Dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 23 ini adalah dalam hal imbalan
sehubungan dengan jasa lain tersebut telah dikenai PPh yang bersifat final
berdasarkan peraturan perundang-undangan tersendiri.
Jenis Jasa 5

a) Jasa teknik merupakan pemberian jasa dalam bentuk pemberian informasi yang berkenaan dengan
pengalaman dalam bidang industri, perdagangan dan ilmu pengetahuan yang dapat meliputi :
 pemberian informasi dalam pelaksanaan suatu proyek tertentu, seperti pemetaan dan/atau
pencarian dengan bantuan gelombang seismik;
 pemberian informasi dalam pembuatan suatu jenis produk tertentu, seperti pemberian
informasi dalam bentuk gambar-gambar, petunjuk produksi, perhitungan-perhitungan dan
sebagainya; atau
 pemberian informasi yang berkaitan dengan pengalaman di bidang manajemen, seperti
pemberian informasi melalui pelatihan atau seminar dengan peserta dan materi yang telah
ditentukan oleh pengguna jasa.
b) Jasa manajemen merupakan pemberian jasa dengan ikut serta secara langsung dalam pelaksanaan
atau pengelolaan manajemen.
c) Jasa konsultan merupakan pemberian advice (petunjuk, pertimbangan, atau nasihat) profesional
dalam suatu bidang usaha, kegiatan, atau pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga ahli atau
perkumpulan tenaga ahli, yang tidak disertai dengan keterlibatan langsung para tenaga ahli tersebut
dalam pelaksanaannya
Jasa lainnya 5
PPh Pasal 26 2

Penghasilan yang dibayarkan kepada Wajib Pajak Luar Negeri berupa:


1) Deviden;
2) Bunga termasuk Premium,Diskonto dan Imbalan jaminan pengembalian hutang;
3) Royalty;
4) Sewa;
5) Penghasilan penggunaan harta
6) Imbalan sehubungan dengan jasa pekerjaan dan kegiatan;
7) Hadiah & penghargaan;
8) Pensiun & pembayaran berkala lainnya;
9) premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya; dan/ atau
10) keuntungan karena pembebasan utang.

20% x penghasilan bruto atau Tax Treaty (P3B)


PPh Pasal 26 2

Penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia, yang diperoleh WP


Luar Negeri berupa perhiasan mewah, berlian, emas, intan, jam tangan mewah,
barang antik, lukisan, mobil, motor, kapal pesiar, dan/atau pesawat terbang ringan.

Mekanisme perhitungan :
20% x Perkiraan Neto.
Perkiraan neto=25% x harga jual
Sehingga tarif efektif:
20% x 25% x harga jual = 5% x harga jual

Dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 26 adalah:


WP OP Luar Negeri yang memperoleh penghasilan tidak melebihi Rp 10Juta untuk
setiap jenis transaksi.
PPh Pasal 26 2

Penjualan saham oleh WPLN.

Saham yang diperjualbelikan adalah saham dari PT di Dalam Negeri dan tidak
berstatus sebagai emiten atau perusahaan publik.

20% x perkiraan neto


Perkiraan neto=25% x harga jual

Sehingga tarif efektif:


20% x 25% x harga jual = 5% x harga jual
PPh Pasal 26 2

Premi Asuransi dan Premi Reasuransi yang dibayar kepada perusahaan asuransi di Luar
Negeri dikenakan PPh Pasal 26 dengan tarif 20% x perkiraan neto.

Perkiraan neto dihitung dengan cara :


1) 50% dari Premi yang dibayarkan oleh pihak yang tertanggung kepada perusahaan
asuransi LN.
Sehingga tarif efektif: 20% x 50%= 10%. Pemotong pajak adalah tertanggung.
2) 10% dari Premi yang dibayar oleh perusahaan asuransi di Indonesia kepada perusahaan
asuransi LN.
Sehingga tarif efektif: 20% x 10%= 2%. Pemotong Pajak adalah perusahaan asuransi di
Indonesia.
3) 5% dari Premi yang dibayar oleh perusahaan reasuransi di Indonesia kepada perusahaan
asuransi di LN.
Sehingga tarif efektif: 20% x 5%= 1%. Pemotong pajak adalah perusahaan reasuransi di
Indonesia.
PPh Pasal 26 2

 Atas Laba BUT sebelum pajak → dikenakan tarif Pasal 17, Penyetoran seperti WP Badan DN.
 Atas Laba BUT setelah pajak yang tidak ditanamkan kembali di Indonesia → dikenakan20% x
laba setelah pajak.
 Dikecualikan dari pengenaan PPh Pasal 26 jika penghasilan BUT ditanamkan kembali di
Indonesia dengan syarat:
1) Penanaman kembali dilakukan atas seluruh penghasilan kena pajak setelah dikurangi PPh
dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan
di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri;
2) Perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia tsb harus aktif melakukan
kegiatan usaha sesuai dengan akte pendiriannya, paling lama 1 tahun sejak didirikan;
3) Penanaman kembali dilakukan dalam tahun ajak berjalan atau paling lama tahun pajak
berikutnya dari tahun pajak diterima/ diperolehnya penghasilan tsb; dan
4) Tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tsb paling singkat dalam jangka
waktu 2 tahun sesudah perusahaan baru tsb telah berproduksi komersial.
UU CIPTA KERJA
POKOK PERUBAHAN Pasal 26 ayat (1b)
PASAL
111
Tarif PPh Pasal 26 sebesar 20% (dua puluh persen)
<20% dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib
dengan
membayarkan bunga termasuk premium,
PP diskonto, dan imbalan sehubungan dengan
jaminan pengembalian utang dapat
diturunkan dengan Peraturan Pemerintah.

Aturan sebelumnya

PPh Pasal 26 atas penghasilan bunga dari dalam negeri yang diterima
oleh Subjek Pajak Luar Negeri dikenakan tarif sebesar 20%.
terima kasih

Anda mungkin juga menyukai