Anda di halaman 1dari 24

Withholding Tax-21, 22, 23, 26

Mata Kuliah Pajak


DOSEN : Dr. Vince Ratnawati, M. Si, Ak

OLEH
KELOMPOK 7

AISYAH RAHMAYANI (2110247025)


FITRA ANJELA (2110246780)
SHELLY AFRIDINI (2110246839)

FAKULTAS EKONOMI
MAGISTER AKUNTANSI
UNIVERSITAS RIAU
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena kami dapat menyelesaikan
Makalah ini. Penyusunan Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pajak tentang
Withholding Tax-21, 22, 23, 26. Selain itu tujuan dari penyusunan Makalah ini juga untuk
menambah wawasan tentang pengetahuan Pajak secara meluas. Kami juga mengucapkan terima
kasih kepada Ibu Dr. Vince Ratnawati, M. Si, Ak selaku dosen kami yang telah membimbing
kami agar dapat menyelesaikan makalah ini. Akhirnya kami menyadari bahwa Makalah ini
sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, kami menerima
kritik dan saran agar penyusunan Makalah selanjutnya menjadi lebih baik. Untuk itu kami
mengucapkan banyak terima kasih dan semoga karya tulis ini bermanfaat bagi para pembaca.

10 Oktober 2021

Kelompok 4
BAB 1

PENDAHULUAN

Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang diharapkan dapat
mengurangi ketergantungan negara kita terhadap hutang luar negeri. Sektor pajak
dianggap pilihan yang paling tepat karena jumlahnya relatif stabil dan masyarakat dapat
berpartisipasi secara aktif dalam pembiayaan pembangunan. Di samping itu untuk
meningkatkan penerimaan negara, pajak juga bertujuan untuk menumbuhkan dan
membina kesadaran serta tanggung jawab negara, karena pada dasarnya pembayaran
pajak merupakan perwujudan pengabdian dan peran serta warga negara dalam membiayai
keperluan pembangunan nasional. Salah satu sistem pemungutan pajak yang diterapkan
di Indonesia adalah Withholding tax system (pemotongan atau pemungutan pajak).
Dalam Withholding tax system, pihak ketiga diberikan kepercayaan untuk melaksanakan
kewajiban memotong atau memungut pajak atas penghasilan yang dibayarkan kepada
penerima penghasilan sekaligus menyetorkannya ke kas Negara. Di akhir tahun pajak,
pajak yang telah dipotong atau dipungut dan telah disetorkan ke kas negara itu akan
menjadi pengurang pajak atau kredit pajak bagi pihak yang dipotong dengan
melampirkan bukti pemotongan atau pemungutan. Withholding Tax system di Indonesia
diterapkan pada mekanisme pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan (PPh).
Istilah pemotongan dimaksudkan untuk menyatakan jumlah pajak yang dipotong oleh
pemberi penghasilan atas jumlah penghasilan yang diberikan kepada penerima
penghasilan sehingga menyebabkan berkurangnya jumlah penghasilan yang diterimanya
(misalnya: Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Pajak Penghasilan Pasal 23). Sedangkan yang
dimaksud dengan pemungutan adalah jumlah pajak yang dipungut atas sejumlah
pembayaran yang berpotensi menimbulkan penghasilan kepada penerima pembayaran
(misalnya: Pajak Penghasilan Pasal 22).
BAB 2

PEMBAHASAN

Pemotong Pajak

Pemotongan pajak sendiri bisa diartikan sebagai kegiatan untuk memotong pajak
yang terhutang dari keseluruhan pembayaran yang dilakukan. Pemotongan pajak yang
harus dibayarkan tersebut dilakukan oleh pihak yang melakukan pembayaran terhadap
pihak yang menerima penghasilan.

Penerima Penghasilan yang dipotong

Penerima Penghasilan yang dipotong adalah orang pribadi dengan status sebagai
Subjek Pajak dalam negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan nama
dan dalam bentuk apapun, sepanjang tidak dikecualikan dalam PER-16/PJ/2016 Tanggal
29 September 2016 Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, Dan
Pelaporan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan
Kegiatan Orang Pribadi, dari Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sebagai
imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan, termasuk penerima pensiun.

Jenis penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 antara lain:


 Pegawai
 Penerima uang Pesangon/Pensiun
 Bukan Pegawai
 Anggota Dewan Komisaris
 Mantan Pegawai
 Peserta Kegiatan
Penerima Penghasilan Yang dipotong PPh Pasal 21 akan dipotong PPh Pasal 21
atas penghasilan yang diterima dari Pemberi Kerja apabila menerima penghasilan yang
jumlahnya diatas atau melebihi PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak).

Objek Pajak

Secara garis besar, objek pajak penghasilan di sini dikelompokkan menjadi tiga
kategori, yang akan mengarah pada jenis-jenis PPh yang menjadi kewajiban wajib pajak,
yakni:
a. Penghasilan sebagai Objek Pajak
Objek PPh dalam UU PPh dirincikan sebagai berikut:

1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang
industri, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam undang-
undang ini
2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan
3. Laba usaha
4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:

 Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan


lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal
 Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota
yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya
 Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,
pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun
 Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali
yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan
badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk industri, koperasi, atau
orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan
dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang
bersangkutan
 Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak
penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam
perusahaan pertambangan
5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan
pembayaran tambahan pengembalian pajak
6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang
7. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan
asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi
8. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala
11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing
13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva
14. Premi asuransi
15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib
Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak
17. Penghasilan dari usaha berbasis industri
18. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai
ketentuan umum dan tata cara perpajakan
19. Surplus Bank Indonesia.
b. Penghasilan yang Dikenakan PPh Final
Sedangkan penghasilan yang dapat dikenakan pajak penghasilan bersifat final adalah:

o Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan


surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggota koperasi orang pribadi
o Penghasilan berupa hadiah undian
o Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi industri yang
diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan
penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan
modal ventura
o Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan,
usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan
o Penghasilan tertentu lainnya yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah.

Pengurangan yang Diperbolehkan


Pengurang yang diperbolehkan untuk penghasilan bruto pegawai tetap terdiri dari
biaya jabatan dan iuran pensiun/Jaminan Hari Tua. Sementara itu, untuk penerima
pensiun, pengurang yang diperbolehkan hanya terdiri dari biaya pensiun. Berikut ini
adalah uraian lebih detilnya untuk tahun pajak mulai 2009.
 Biaya jabatan, yaitu biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan
sebesar 5% dari penghasilan bruto, dengan jumlah maksimum yang diperkenankan
sejumlah Rp 6.000.000,00 setahun atau Rp 500.000,00 sebulan (PerMenkeu No.
250/PMK.03/2008).
 Iuran pensiun, yaitu iuran yang terkait dengan gaji yang dibayarkan oleh pegawai kepada
dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan
 Iuran Jaminan Hari Tua, yaitu iuran yang terkait dengan gaji yang dibayarkan oleh
pegawai kepada badan penyelenggara Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua yang
dipersamakan dengan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan
 Biaya pensiun, yaitu biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara uang pensiun
sebesar 5% dari penghasilan bruto berupa uang pensiun dengan jumlah maksimum yang
diperkenankan sejumlah Rp 2.400.000,00 setahun atau Rp 200.000,00 sebulan
(PerMenkeu No. 250/PMK.03/2008).
Penghasilan Tidak Kena Pajak
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) merupakan besaran dari penghasilan yang
tidak dikenakan, artinya seseorang tidak perlu membayar pajak apabila gaji bulanan tidak
mencapai ketentuan PTKP. Meski sudah diringankan bebannya, orang tersebut tetap
wajib melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT). Pada ketentuan tarif PTKP 2019 yang
disusun dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 101/ PMK.010/2016. Sedangkan
untuk perhitungan lebih detail ada di dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-
16/PJ/2016. Untuk ketentuan PTKP bagi pegawai diatur dalam PMK No.
102/PMK.010/2016 yang belum berubah hingga sekarang.

Ketentuan PTKP yang sampai saat ini dijalankan yaitu sebagai berikut:
 Wajib pajak pribadi berstatus tanpa tanggungan sebesar Rp. 54.000.000
 Penghasilan istri ditambah dengan penghasilan suami sebesar Rp. 54. 000.000
 Wajib pajak pribadi dengan status kawin mendapat tambahan sebesar Rp. 4.500.00
 Setiap anggota keluarga sedarah yang menjadi tanggungan (maksimal 3 tanggungan)
mendapat tambahan sebesar Rp. 4.500.000

Perhitungan PPh 21, 22, 23, dan 26

 Perhitungan PPh 21

Perhitungan PPh 21 dilakukan dengan mengalikan tarif pajak dengan Dasar


Pengenaan Pajak atau jumlah bruto dari penghasilan yang ditetapkan. Umumnya
penghasilan yang diterima atau diperoleh tersebut akan dikurangi dengan unsur
pengurang yang juga ditetapkan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Rumus cara menghitung PPh 21 sebagai berikut:
PPh 21 = Tarif Pajak x (Penghasilan – Pengurang)
Bagi pihak penerima penghasilan yang belum memiliki NPWP, perhitungan dilakukan dengan
mengalikan 120% dengan total pajak yang terutang.
PPh 21 yang harus dibayar = 120% x PPh 21 Terutang
Contoh Perhitungan PPh 21
Berikut adalah contoh perhitungan PPh 21 dengan tarif PPh 21 yang berlaku:
1. Penghasilan Tetap
Satria adalah seorang karyawan swasta yang mulai bekerja di PT AAA pada bulan Januari 2021
dengan status menikah dan mempunyai dua orang anak.
Gaji pokok Satria adalah sebesar Rp10.000.000 per bulan dengan tambahan tunjangan pada
bulan Januari 2021 dari perusahaan sebagai berikut:

1. Tunjangan Lembur = Rp1.000.000


2. Tunjangan Komunikasi = Rp300.000
3. Tunjangan Transport Rp500.000

Selain itu, perusahaan juga mengikuti program BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan yang
menimbulkan iuran yang harus dibayarkan sebagai berikut:

1. Jaminan Kesehatan oleh Perusahaan 4% dan oleh Karyawan 1%


2. Jaminan Kecelakaan Kerja oleh Perusahaan 0,24%
3. Jaminan Kematian oleh Perusahaan 0,3%
4. Jaminan Hari Tua oleh Perusahaan 3,7% dan oleh Karyawan 2%
5. Jaminan Pensiun oleh Perusahaan 2% dan oleh Karyawan 1%

Maka perhitungan PPh Pasal 21 sebagai berikut:


Januari 2021

1. Gaji Pokok = Rp10.000.000


2. Tunjangan Lembur = Rp1.000.000
3. Tunjangan Komunikasi  = Rp300.000
4. Tunjangan Transport = Rp500.000

Penghasilan dari Pemberi Kerja per Bulan  = Rp11.800.000


Jaminan yang dibayar oleh pemberi kerja:

1. Jaminan Kesehatan (4%) = Rp320.000


2. Jaminan Kecelakaan Kerja (0,24%) = Rp24.000
3. Jaminan Kematian (0,3%) = Rp30.000
4. Penghasilan Bruto per Bulan = Rp12.174.000

Pengurang:
1. Biaya Jabatan (5% x Ph. Bruto)  = Rp500.000
2. Jaminan Hari Tua o/ Karyawan (2%) = Rp200.000
3. Jaminan Pensiun o/ Karyawan (1%) = Rp77.035

Penghasilan Netto per Bulan = Rp11.396.965


Penghasilan Netto per Tahun = Rp136.763.580
Ph. Tidak Kena Pajak (PTKP) K/2 = Rp67.500.000
Ph. Kena Pajak (PKP) =  Rp69.263.000
Ph. Kena Pajak (PKP) - pembulatan ke ribuan terdekat
PPh 21 Terutang setahun (12 bulan) = Rp5.389.450
PPh 21 Terutang Januari 2018 =  Rp449.120,83
 Berarti  PPh 21 yang harus dipotong oleh PT AAA pada bulan Januari 2021 adalah
sebesar Rp449.120,83.

2. Penghasilan Tidak Tetap

Tania adalah seorang freelancer dengan status belum menikah dan sudah memiliki


NPWP. Penghasilannya adalah Rp2.000.000 per minggu.
Maka akan diakumulasikan sebulan yaitu Rp8.000.000. Perhitungan pajak Tania yang gajinya
dibayarkan secara mingguan adalah sebagai berikut:
Rp2.000.000 x 4 = Rp8.000.000.
Penghasilan bruto = Rp8.000.000.
Biaya Jabatan = 5% x Rp8.000.000 =  Rp400.000.
Penghasilan neto sebulan = Rp7.600.000.
Penghasilan neto setahun = 12 x Rp7.600.000 =  Rp91.200.000.
PTKP setahun untuk Wajib Pajak Tidak Kawin adalah Rp54.000.000 = Rp91.200.000 –
Rp54.000.000.
Penghasilan Kena Pajak setahun = Rp37.200.000.
PPh Pasal 21 terutang 5% x Rp37.200.000 =  Rp1.860.000.
Maka PPh Pasal 21 dalam satu bulan yang dikenakan pada penghasilan Tania adalah  Rp38.750.

 Perhitungan PPh 22
Berikut ini adalah cara perhitungan PPh pasal 22

1. Tarif PPH pasal 22 Atas Impor

Menggunakan Angka Pengenal Importir (API) = 2,5% x nilai impor;


non-API = 7,5% x nilai impor;
yang tidak dikuasai = 7,5% x harga jual lelang.
2. Pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah, BUMN/BUMD = 1,5%
x harga pembelian (tidak termasuk PPN dan tidak final).
3. Penjualan hasil produksi yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak:

 Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)


 Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
 Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
 Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)

4. Penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau importir bahan bakar
minyak,gas, dan pelumas adalah sebagai berikut: Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen,
bersifat final. Selain penyalur/agen bersifat tidak final.
5. Pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang pengumpul
ditetapkan = 0,25 % x harga pembelian (tidak termasuk PPN).
6. Impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang menggunakan API = 0,5% x
nilai impor.
7. Atas Penjualan Barang Sangat Mewah

 Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp 20.000.000.000,-


 Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 10.000.000.000,-
 Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp
10.000.000.000,- dan luas bangunan lebih dari 500 m2.
 Apartemen, kondominium,dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih
dari Rp 10.000.000.000,- dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2.
 Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan,
jeep, sport utility vehicle(suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan sejenisnya
dengan harga jual lebih dari Rp 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah) dan dengan
kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. Sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk PPN dan
PPnBM.

 Perhitungan PPh 23

a. Tarif PPh 23 sebesar 15%

PPh 23 sebesar 15% diwajibkan dibayarkan oleh WP dari jumlah bruto atas dividen, bunga,
royalti, dan hadiah, penghargaan, bonus, atau sejenisnya, selain yang belum dipotong oleh PPh
Pasal 21.
Dalam Pasal 4 ayat (1) UU 36 Tahun 2008 tentang PPh, dividen yang dimaksud termasuk
dividen yang diterima oleh pemegang polis asuransi serta pembagian sisa hasil usaha koperasi. 
Sedangkan bunga adalah diskonto, premium, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang.
Sementara yang dimaksud dengan royalti adalah imbalan atas penggunaan hak.
Contoh cara menghitung PPh 23 Tarif 15%
Berikut contoh penghitungan Tarif PPh 23 sebesar 15%:
Pak Kelik menerima royalti atas hak yang digunakan sebesar Rp10.000.000, maka jumlah PPh
yang harus dibayarkan adalah: 15% x Rp10.000.000 = Rp1.500.000.
b. Tarif PPh 23 sebesar 2%
Wajib pajak diharuskan membayar PPh sebesar 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan
lain terkait penggunaan harta.
Sewa dan penghasilan lain yang berasal dari penggunaan tanah dan bangunan dikecualikan dari
pajak ini, yang dasar hukumnya dapat kita temukan pada pasal 4 ayat (2) bagian d.
Tarif pajak PPh 23 sebesar 2 persen juga berlaku untuk jumlah bruto dari imbalan jasa berikut: 

 Jasa teknik
 Jasa konstruksi 
 Jasa manajemen 
 Jasa konsultan
 Jasa penilai 
 Jasa akuntansi 
 Jasa hukum
 Jasa perancang 
 Jasa pengolahan limbah 
 Jasa penerbitan/percetakan 
 Jasa penerjemahan 
 Jasa sertifikasi
 Jenis jasa lainnya seperti yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.

Contoh cara menghitung PPh 23 tarif 2%


Berikut contoh penghitungan tarif PPh 23 sebesar 2%:
PT AAA, yakni sebuah badan usaha tetap, menerima jasa merancang busana dengan jumlah
bruto Rp15.000.000.
Berapa jumlah PPh yang harus dibayarkan? 
Jawab : 2% x Rp15.000.000 yaitu Rp300.000.

 Perhitungan PPh 26

Tarif PPh Pasal 26 pada dasarnya memiliki tarif yang sama, yaitu 20% dari Dasar
Pengenaan Pajak, namun terdapat perbedaan pada dasar pengenaan pajaknya, yaitu 20%
dari Penghasilan Bruto, 20% dari Perkiraan Penghasilan Neto atau 20% dari Penghasilan
Kena Pajak Setelah dikurangi PPh Terhutang.

1. Tarif 20% x Penghasilan Bruto

  Sebagai contoh, Charles adalah warga negara asing yang bekerja di Indonesia. Ia
merupakan karyawan asing pada perusahaan PT AAA. Charles sudah tinggal di Indonesia
selama 183 hari. Charles sudah beristri dan punya 1 orang anak. Pada Juli 2020, Charles
memperoleh gaji sebesar US$20000 sebulan. Kurs yang berlaku pada bulan tersebut adalah
Rp14.500 per dolar AS. Maka, perhitungan PPh 26 atas gaji Charles adalah:
 
Penghasilan Bruto dari gaji sebulan:   US$20000 x Rp14.500 = Rp 290.000.000
PPh 26 atas Gaji adalah                   :   Rp290.000.000 x 20%  = Rp 58.000.000
 
2. Tarif 20% x Perkiraan Penghasilan Neto
Sebagai contoh, PT A memiliki perwakilan di luar negeri dan mengasuransikan bangunan
bertingkat ke PT B yang merupakan perusahaan asuransi di luar negeri dengan membayar jumlah
premi pada tahun 2019 sebesar Rp2 miliar. Maka perhitungan PPh Pasal 26 dari PT A tahun
2019 adalah:
Perkiraan penghasilan neto:  50% x Rp 2.000.000.000 = Rp 1.000.000.000
PPh Pasal 26                        :  20% x Rp 1.000.000.000 = Rp 200.000.000
Sementara, apabila PT A mengikuti asuransi melalui perusahaan yang ada di Indonesia, misal PT
Asuransi Raya, dengan membayar jumlah premi yang sama sebesar Rp2 miliar. PT Asuransi
Raya mengikutkan (reasuransi) perusahaan tersebut ke perusahaan asuransi yang berada di luar
negeri, misalnya PT B, dengan membayar premi sebesar Rp1miliar. Maka ketentuan PPh Pasal
26 adalah sebagai berikut:
Perkiraan penghasilan neto  : 10% x Rp 1.000.000.000 = Rp 100.000.000
PPh Pasal 26                         : 20% x Rp 100.000.000    = Rp 20.000.000
3. Tarif 20% x Penghasilan Kena Pajak Setelah dikurangi PPh Terhutang
Sebagai contoh, PT A memiliki penghasilan kena pajak BUT di Indonesia pada 2020 sebesar
Rp20.000.000.000. Pajak penghasilan yang harus dibayarkan PT A ini sebesar 25% x
Rp20.000.000 = Rp5.000.000.000. Sehingga penghasilan BUT PT A setelah kena pajak menjadi
sebesar Rp20.000.000.000 – Rp5.000.000.000 = Rp15.000.000.000. Maka, PPh 26 yang
dikenakan pada PT A adalah:
PPh 26 yang terutang = Rp15.000.000.000 x 20% = Rp3.000.000.000
Jika penghasilan setelah pajak sebesar Rp15.000.000 ini ditanamkan kembali di Indonesia, maka
penghasilan tersebut tidak dipotong pajak.
Penghasilan yang dikenakan PPh Final
Ada beberapa penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan PPh Final,
yaitu penghasilan dari transaksi penjualan saham, penghasilan bunga deposito dan
tabungan, penghasilan atas hadiah dan undian, penghasilan sewa atau pengalihan hak atas
tanah dan bangunan, serta penghasilan bunga atau diskonto obligasi di bursa efek.
Pencatatan Akuntansi Atas Pajak Dipotong/Dipungut

 Metode Cash Basis

Cash basis merupakan proses pencatatan transaksi akuntansi, di mana transaksi


dicatat pada saat menerima kas atau pada saat mengeluarkan kas. Pada cash basis,
pendapatan dicatat pada saat menerima kas, sedangkan biaya dicatat pada saat
mengeluarkan kas. Sebagai contoh, pada metode cash basis ini, pendapatan belum dicatat
meskipun barang atau jasa sudah diberikan kepada pelanggan. Pendapatan baru akan
dicatat pada saat pembeli atau pelanggan membayar sejumlah uang atau kas kepada
penjual. Setiap transaksi yang terjadi dicatat  berdasarkan jumlah nominal yang diterima.
Cash basis mendasarkan konsepnya pada dua hal yaitu:

1) Pengakuan Pendapatan

Pengakuan pendapatan pada cash basis dilakukan saat perusahaan menerima pembayaran secara
kas. Dalam konsep, cash basis menjadi hal yang kurang penting mengenai kapan munculnya hak
untuk menagih. Maka, dalam cash basis kemudian muncul adanya metode
penghapusan piutang secara langsung dan tidak mengenal adanya estimasi piutang tak tertagih.

2) Pengakuan biaya

Pengakuan biaya dilakukan pada saat sudah dilakukan pembayaran secara kas. Sehingga dengan


kata lain, pada saat sudah diterima pembayaran, maka biaya sudah diakui pada saat itu juga.
Metode cash basis sekarang ini sudah mulai ditinggalkan, namun untuk usaha-usaha tertentu
masih ada yang menggunakan cash basis seperti toko, warung, mall (retail), dan praktek kaum
spesialis seperti dokter, pedagang informal, panti pijat.

 Metode Akrual Basis

Akrual basis adalah proses pencatatan transaksi akuntansi dimana transaksi dicatat
pada saat sedang terjadi, meskipun belum menerima ataupun mengeluarkan kas. Pada
akrual basis, pendapatan dicatat pada saat terjadi penjualan meskipun kas belum diterima,
sedangkan biaya dicatat pada saat biaya tersebut dipakai atau digunakan, meskipun belum
mengeluarkan kas. Dengan demikian, pada metode akrual basis, pendapatan dicatat pada
saat terjadi penjualan, meskipun kas belum diterima. Akrual basis mendasarkan
konsepnya pada dua hal yaitu.
1) Pengakuan pendapatan
Pengakuan pendapatan pada akrual basis adalah pada saat perusahaan mempunyai hak untuk
melakukan penagihan dari hasil kegiatan perusahaan. Dalam konsep akrual basis menjadi hal
yang kurang penting mengenai kapan kas benar-benar diterima. Maka, dalam akrual basis
kemudian muncul adanya estimasi piutang tak tertagih, sebab penghasilan sudah diakui
meskipun kas belum diterima.

2) Pengakuan biaya

Pengakuan biaya dilakukan pada saat kewajiban membayar sudah terjadi. Sehingga dengan kata
lain, pada saat kewajiban membayar sudah terjadi, maka titik ini dapat dianggap sebagai starting
point munculnya biaya meskipun biaya tersebut belum dibayar. Dalam era bisnis dewasa ini,
perusahaan selalu dituntut untuk senantiasa menggunakan konsep akrual basis. Penerapan
metode akrual diharapkan dapat memberikan transparansi dan akuntabilitas laporan keuangan
kepada pemilik modal perusahaan. Perlu dicatat bahwa secara keseluruhan, jumlah pencatatan
akuntansi baik dengan metode cash basis maupun akrual basis akan menghasilkan angka yang
sama. Perbedaan keduanya hanya pada waktu pencatatan transaksi dan selanjutnya di-posting
menjadi sebuah laporan keuangan.

 Metode Pencatatan Akuntansi Lebih Mudah dengan Software Akuntansi Jurnal


Sekarang Anda dapat membuat laporan keuangan dengan mudah menggunakan software
akuntansi. Pilihlah software akuntansi yang dapat memudahkan setiap pekerjaan Anda terkait
pengelolaan keuangan. Salah satu pilihan software akuntansi yang menghitung laporan keuangan
Anda secara akurat yaitu Jurnal.
Jurnal adalah software akuntansi online yang dapat membantu Anda membuat laporan keuangan.
Fitur menarik yang dimiliki oleh Jurnal antara lain tidak memerlukan instalasi, proses backup
secara otomatis, memberikan keamanan yang setara bank, hingga penyajian data yang cepat dan
realtime.
Pada pencatatan dalam jurnal PPh 21, pencatatan pemotongan pajak penghasilan ini dibedakan
sesuai posisi wajib pajak, yaitu pemberi kerja dan penerima kerja.

2) Pemberi Kerja

Jika dicatat dari posisi pemberi gaji, gaji maupun sejenisnya yang menjadi
penghasilan karyawan merupakan beban biaya bagi perusahaan (expense). Pembebanan
gaji untuk mendapatkan penghasilan kena pajak dilakukan dengan cara akrual basis.
Artinya, gaji bulan Desember yang dibayarkan pada bulan Januari tahun berikutnya
menjadi biaya bulan Desember.
Contoh:
Aldi merupakan karyawan PT Sukses Sejahtera dengan status TK/0, mendapat gaji kotor beserta
tunjangan dan penghasilan lainnya selama setahun sebesar Rp180,000,000. Dari informasi
penghasilan ini, diketahui potongan PPh Pasal 21 sebesar Rp22,000,000. Maka, pencatatannya
adalah sebagai berikut:

Jurnal PPh 21

Gaji Rp180,000,000

Kas/Bank Rp158,000,000

Utang PPh 21 Rp22,000,000

Utang pajak penghasilan pada jurnal di atas harus dilunasi oleh pemberi kerja tanpa dilakukan
penghitungan atau jurnal dengan pajak lainnya.
Saat menyetor PPh 21 ke Negara

Utang PPh 21 Rp22,000,000

Kas/Bank Rp22,000,000

Jurnal PPh 21 yang pertama dibuat pada saat gaji tersebut diberikan pada karyawan. Lalu pada
bulan selanjutnya, pemberi kerja menyetorkan pajak penghasilan tersebut sehingga dibuatlah
jurnal kedua untuk menyesuaikan utang pajak menjadi Rp 0,-

3) Penerima Kerja

Jika dicatat dari posisi penerima kerja, gaji karyawan dan sejenisnya diakui
sebagai penghasilan sebesar nilai kotor atau belum dikenakan dengan pajak penghasilan
dalam jurnal PPh 21. Mari lihat contoh soal berikut ini.
Contoh:
Aldi merupakan karyawan PT Sukses Sejahtera dengan status TK/0, mendapat gaji kotor beserta
tunjangan dan penghasilan lainnya selama setahun sebesar Rp180,000,000. Dari informasi
penghasilan ini, diketahui potongan PPh Pasal 21 sebesar Rp22,000,000. Maka, pencatatan jurnal
PPh 21 sebagai berikut:

Jurnal PPh 21

Kas/Bank Rp158,000,000

Piutang PPh 21 Rp22,000,000

Gaji Rp180,000,000
Selanjutnya, penerima kerja membuat jurnal penyesuaian untuk pph 21 yang menjadi piutang.
Penyesuaiannya dilakukan setelah karyawan menerima bukti potong setoran pph 21 yang
dilakukan oleh pemberi kerja, dalam hal ini perusahaan tempatnya bekerja.

Setelah menyetor PPh 21 ke Negara

Piutang PPh 21 Rp22,000,000

Kas/Bank Rp22,000,000

UU Pajak Penghasilan dan Peraturan Pelaksana PPh

 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Ke-4 atas
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan

 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 9 tahun 2021 tentang Perlakuan


Perpajakan untuk mendukung Kemudahan Berusaha

Kasus perhitungan PPh 21 dan 26

 Kasus PPh 21

Seorang karyawan bernama Adi Septiawan (kawin) dan memiliki 4 orang anak,
bekerja pada PT XYZ dengan memperoleh gaji sebesar Rp14.000.000 per bulan.
Perusahaan tempat Adi bekerja mengikuti program jamsostek.
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan premi Jaminan Kematian (JKM) dan Iuran Jaminan
Hari Tua (JHT) dibayar oleh pemberi kerja setiap bulan masing-masing sebesar 1,5%, 0,3%, dan
3,7% dari gaji.
Selain itu, Adi juga membayar iuran pensiun Rp150.000 dan iuran jaminan hari tua sebesar 2%
dari gaji untuk setiap bulan. Pada tahun berjalan, Adi juga menerima bonus sebesar Rp8.000.000.
Pertanyaannya, berapa besar PPh Pasal 21 atas bonus tersebut?
Jawaban:

PPh Pasal 21 atas Gaji dan Bonus (penghasilan setahun)

(a) Gaji setahun 168.000.000

(b) Bonus 8.000.000

(c) Premi Jaminan Kecelakaan Kerja


2.520.000
(JKK)

(d) Premi Jaminan Kematian 504.000

(e) Penghasilan Bruto setahun (a+b+c+d) 179.024.000

(f) Pengurangan

1. Biaya Jabatan 6.000.000

2. Iuran pensiun setahun 1.800.000

3. Iuran Jaminan Hari Tua 3.360.000

(g) Penghasilan neto setahun (e-f) 167.864.000

(h) PTKP (K/3) 72.000.000

(i) Penghasilan Kena Pajak (g-h) 95.864.000

(j) PPh Pasal 21 terutang

5% x Rp 50.000.000 2.500.000

15% x Rp 45.864.000 6.879.600

PPh Pasal 21 atas Gaji dan Bonus 9.379.600

PPh Pasal 21 atas Gaji Setahun

(a) Gaji setahun 168.000.000


(b) Premi Jaminan Kecelakaan Kerja2.520.000
(JKK)
(c) Premi Jaminan Kematian 504.000
(d) Penghasilan Bruto setahun (a+b+c) 171.024.000
(e) Pengurangan
1. Biaya Jabatan (5%) 6.000.000
2. Iuran pensiun setahun 1.800.000
3. Iuran Jaminan Hari Tua Setahun 3.360.000
(g) Penghasilan neto setahun (e-f) 159.864.000
(h) PTKP (K/3) 72.000.000
(i) Penghasilan Kena Pajak (g-h) 87.864.000
(j) PPh Pasal 21 terutang
5% x Rp 50.000.000 2.500.000
15% x Rp 37.864.000 5.679.600
PPh Pasal 21 atas Gaji dan Bonus 8.179.600

PPh Pasal 21 atas Bonus

PPh Pasal 21 atas Bonus adalah :


Rp 9.379.600 - Rp 8.179.600 = Rp 1.200.000
Jadi, besarnya PPh 21 atas bonus yang harus dibayarkan sebesar Rp 1.200.000

Catatan: *tambahan untuk setiap anak sebesar Rp 4,5 juta dengan maksimal paling banyak 3
orang untuk setiap keluarga.
Perhitungan Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan yang Diterima oleh Bukan
Pegawai, Sehubungan dengan Pemberian Jasa yang dalam Pemberian Jasanya
Memperkerjakan Orang Lain Sebagai Pegawai dan/atau Melakukan Penyerahan
Material/Bahan.

 Kasus PPh 26
PT Abadi Berkarya memiliki perwakilan di luar negeri dan mengasuransikan
bangunan bertingkat ke PT XYZ yang merupakan perusahaan asuransi di luar negeri
dengan membayar jumlah premi pada tahun 2015 sebesar Rp2 miliar. Hitunglah PPh
Pasal 26 dari PT Abadi Berkarya tahun 2015?

Jawaban:

Penghitungan PPh Pasal 26 adalah sebagai berikut:

Perkiraan penghasilan neto=50% x Rp2.000.000.000 =Rp1.000.000.000


PPh Pasal 26 =20% x Rp1.000.000.000=Rp200.000.000
Sementara, apabila PT Abadi Berkarya mengikuti asuransi melalui perusahaan yang ada
di Indonesia, misal PT Asuransi Raya, dengan membayar jumlah premi yang sama
sebesar Rp2 miliar. PT Asuransi Raya mengikutkan (reasuransi) perusahaan tersebut ke
perusahaan asuransi yang berada di luar negeri, misalnya PT XYZ, dengan membayar
premi sebesar Rp1miliar. Maka ketentuan PPh Pasal 26 adalah sebagai berikut:
Perkiraan penghasilan neto=10% x Rp1.000.000.000=Rp100.000.000
PPh Pasal 26 PT Abadi Berkarya=20% x Rp100.000.000=Rp20.000.000

BAB 3
KESIMPULAN

Withholding tax system merupakan suatu sistem perpajakan dimana pihak ketiga


diberi kepercayaan (kewajiban), atau diberdayakan (empowerment) oleh undang-undang
perpajakan untuk memotong pajak penghasilan sekian persen dari penghasilan yang
dibayarkan kepada Wajib Pajak.

Sistem Pemotongan dan Pemungutan PPh (witholding tax system) di Indonesia,


diterapkan sangat luas tanpa batasan-batasan yang jelas yang dapat diterapkan hampir di
semua jenis penghasilan dan usaha. Sistem pemotongan dan pemungutan pajak ini
memiliki kelebihan dan kekurangan. Keunggulan dari sistem ini terletak pada efisiensi
dari segi administrasi dan biaya pemungutan, walaupun menimbulkan beban bagi wajib
pajak yang ditunjuk sebagai pemotong atau pemungut pajak.

Witholding tax system dapat diterapkan baik bagi tansaksi yang berpotensi
menimbulkan penghasilan yang bersifat domestik dan transaksi-transaksi yang berpotensi
menimbulkan penghasilan yang bersifat internasional.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus. 2016. PPh Pasal 26. https://www.cermati.com/artikel/pph-pasal-26-inilah-penjelasan-


dan-perhitungannya. Diakses pada tanggal 09 Oktober 2021.

Anonimus. 2016. Contoh Soal Perhitungan PPh 21. https://news.ddtc.co.id/pph-pasal-21-7-


contoh-soal-perhitungan-pph-pasal-21-7230?page_y=2549. Diakses pada tanggal 09
Oktober 2021.
Anonimus. 2018. Beberapa Hal yang Wajib Diketahui Mengenai Pajak Penghasilan Final.
https://www.jurnal.id/id/blog/2018-beberapa-hal-yang-harus-anda-ketahui-mengenai-
pajak-penghasilan-final-pph final/#:~:text=Ada%20beberapa%20penghasilan
%20yang%20dikenakan,diskonto%20obligasi%20di%20bursa%20efek. Diakses
pada tanggal 09 Oktober 2021.
Bayu. 2021. Pengertian Penghasilan Kena Pajak (PKP) dan Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP). https://konsultanku.co.id/blog/pengertian-penghasilan-kena-pajak-pkp-dan-
penghasilan-tidak-kena-pajak-ptkp. Diakses pada tanggal 09 Oktober 2021.
Fitriya. 2021. Ulasan Lengkap Pajak Penghasilan. https://klikpajak.id/blog/pajak-penghasilan-
jenis-pph-objek-subjek-tarif-perhitungan/. Diakses pada tanggal 09 Oktober 2021.
Prianto. 2014. Pengurangan yang Diperbolehkan.
http://www.transformasi.net/articles/read/73/update-pph-pasal-21.html. Diakses pada
tnggal 09 Oktober 2021.

Wibowo. 2021. Pengertian Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21.
https://www.wibowopajak.com/2012/04/pengertian-penerima-penghasilan-
yang.html. Diakses pada tanggal 09 Oktober 2021.

Anda mungkin juga menyukai