OLEH
KELOMPOK 7
FAKULTAS EKONOMI
MAGISTER AKUNTANSI
UNIVERSITAS RIAU
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena kami dapat menyelesaikan
Makalah ini. Penyusunan Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pajak tentang
Withholding Tax-21, 22, 23, 26. Selain itu tujuan dari penyusunan Makalah ini juga untuk
menambah wawasan tentang pengetahuan Pajak secara meluas. Kami juga mengucapkan terima
kasih kepada Ibu Dr. Vince Ratnawati, M. Si, Ak selaku dosen kami yang telah membimbing
kami agar dapat menyelesaikan makalah ini. Akhirnya kami menyadari bahwa Makalah ini
sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, kami menerima
kritik dan saran agar penyusunan Makalah selanjutnya menjadi lebih baik. Untuk itu kami
mengucapkan banyak terima kasih dan semoga karya tulis ini bermanfaat bagi para pembaca.
10 Oktober 2021
Kelompok 4
BAB 1
PENDAHULUAN
Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang diharapkan dapat
mengurangi ketergantungan negara kita terhadap hutang luar negeri. Sektor pajak
dianggap pilihan yang paling tepat karena jumlahnya relatif stabil dan masyarakat dapat
berpartisipasi secara aktif dalam pembiayaan pembangunan. Di samping itu untuk
meningkatkan penerimaan negara, pajak juga bertujuan untuk menumbuhkan dan
membina kesadaran serta tanggung jawab negara, karena pada dasarnya pembayaran
pajak merupakan perwujudan pengabdian dan peran serta warga negara dalam membiayai
keperluan pembangunan nasional. Salah satu sistem pemungutan pajak yang diterapkan
di Indonesia adalah Withholding tax system (pemotongan atau pemungutan pajak).
Dalam Withholding tax system, pihak ketiga diberikan kepercayaan untuk melaksanakan
kewajiban memotong atau memungut pajak atas penghasilan yang dibayarkan kepada
penerima penghasilan sekaligus menyetorkannya ke kas Negara. Di akhir tahun pajak,
pajak yang telah dipotong atau dipungut dan telah disetorkan ke kas negara itu akan
menjadi pengurang pajak atau kredit pajak bagi pihak yang dipotong dengan
melampirkan bukti pemotongan atau pemungutan. Withholding Tax system di Indonesia
diterapkan pada mekanisme pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan (PPh).
Istilah pemotongan dimaksudkan untuk menyatakan jumlah pajak yang dipotong oleh
pemberi penghasilan atas jumlah penghasilan yang diberikan kepada penerima
penghasilan sehingga menyebabkan berkurangnya jumlah penghasilan yang diterimanya
(misalnya: Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Pajak Penghasilan Pasal 23). Sedangkan yang
dimaksud dengan pemungutan adalah jumlah pajak yang dipungut atas sejumlah
pembayaran yang berpotensi menimbulkan penghasilan kepada penerima pembayaran
(misalnya: Pajak Penghasilan Pasal 22).
BAB 2
PEMBAHASAN
Pemotong Pajak
Pemotongan pajak sendiri bisa diartikan sebagai kegiatan untuk memotong pajak
yang terhutang dari keseluruhan pembayaran yang dilakukan. Pemotongan pajak yang
harus dibayarkan tersebut dilakukan oleh pihak yang melakukan pembayaran terhadap
pihak yang menerima penghasilan.
Penerima Penghasilan yang dipotong adalah orang pribadi dengan status sebagai
Subjek Pajak dalam negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan nama
dan dalam bentuk apapun, sepanjang tidak dikecualikan dalam PER-16/PJ/2016 Tanggal
29 September 2016 Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, Dan
Pelaporan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan
Kegiatan Orang Pribadi, dari Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sebagai
imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan, termasuk penerima pensiun.
Objek Pajak
Secara garis besar, objek pajak penghasilan di sini dikelompokkan menjadi tiga
kategori, yang akan mengarah pada jenis-jenis PPh yang menjadi kewajiban wajib pajak,
yakni:
a. Penghasilan sebagai Objek Pajak
Objek PPh dalam UU PPh dirincikan sebagai berikut:
1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang
industri, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam undang-
undang ini
2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan
3. Laba usaha
4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
Ketentuan PTKP yang sampai saat ini dijalankan yaitu sebagai berikut:
Wajib pajak pribadi berstatus tanpa tanggungan sebesar Rp. 54.000.000
Penghasilan istri ditambah dengan penghasilan suami sebesar Rp. 54. 000.000
Wajib pajak pribadi dengan status kawin mendapat tambahan sebesar Rp. 4.500.00
Setiap anggota keluarga sedarah yang menjadi tanggungan (maksimal 3 tanggungan)
mendapat tambahan sebesar Rp. 4.500.000
Perhitungan PPh 21
Selain itu, perusahaan juga mengikuti program BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan yang
menimbulkan iuran yang harus dibayarkan sebagai berikut:
Pengurang:
1. Biaya Jabatan (5% x Ph. Bruto) = Rp500.000
2. Jaminan Hari Tua o/ Karyawan (2%) = Rp200.000
3. Jaminan Pensiun o/ Karyawan (1%) = Rp77.035
Perhitungan PPh 22
Berikut ini adalah cara perhitungan PPh pasal 22
4. Penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau importir bahan bakar
minyak,gas, dan pelumas adalah sebagai berikut: Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen,
bersifat final. Selain penyalur/agen bersifat tidak final.
5. Pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang pengumpul
ditetapkan = 0,25 % x harga pembelian (tidak termasuk PPN).
6. Impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang menggunakan API = 0,5% x
nilai impor.
7. Atas Penjualan Barang Sangat Mewah
Perhitungan PPh 23
PPh 23 sebesar 15% diwajibkan dibayarkan oleh WP dari jumlah bruto atas dividen, bunga,
royalti, dan hadiah, penghargaan, bonus, atau sejenisnya, selain yang belum dipotong oleh PPh
Pasal 21.
Dalam Pasal 4 ayat (1) UU 36 Tahun 2008 tentang PPh, dividen yang dimaksud termasuk
dividen yang diterima oleh pemegang polis asuransi serta pembagian sisa hasil usaha koperasi.
Sedangkan bunga adalah diskonto, premium, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang.
Sementara yang dimaksud dengan royalti adalah imbalan atas penggunaan hak.
Contoh cara menghitung PPh 23 Tarif 15%
Berikut contoh penghitungan Tarif PPh 23 sebesar 15%:
Pak Kelik menerima royalti atas hak yang digunakan sebesar Rp10.000.000, maka jumlah PPh
yang harus dibayarkan adalah: 15% x Rp10.000.000 = Rp1.500.000.
b. Tarif PPh 23 sebesar 2%
Wajib pajak diharuskan membayar PPh sebesar 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan
lain terkait penggunaan harta.
Sewa dan penghasilan lain yang berasal dari penggunaan tanah dan bangunan dikecualikan dari
pajak ini, yang dasar hukumnya dapat kita temukan pada pasal 4 ayat (2) bagian d.
Tarif pajak PPh 23 sebesar 2 persen juga berlaku untuk jumlah bruto dari imbalan jasa berikut:
Jasa teknik
Jasa konstruksi
Jasa manajemen
Jasa konsultan
Jasa penilai
Jasa akuntansi
Jasa hukum
Jasa perancang
Jasa pengolahan limbah
Jasa penerbitan/percetakan
Jasa penerjemahan
Jasa sertifikasi
Jenis jasa lainnya seperti yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.
Perhitungan PPh 26
Tarif PPh Pasal 26 pada dasarnya memiliki tarif yang sama, yaitu 20% dari Dasar
Pengenaan Pajak, namun terdapat perbedaan pada dasar pengenaan pajaknya, yaitu 20%
dari Penghasilan Bruto, 20% dari Perkiraan Penghasilan Neto atau 20% dari Penghasilan
Kena Pajak Setelah dikurangi PPh Terhutang.
Sebagai contoh, Charles adalah warga negara asing yang bekerja di Indonesia. Ia
merupakan karyawan asing pada perusahaan PT AAA. Charles sudah tinggal di Indonesia
selama 183 hari. Charles sudah beristri dan punya 1 orang anak. Pada Juli 2020, Charles
memperoleh gaji sebesar US$20000 sebulan. Kurs yang berlaku pada bulan tersebut adalah
Rp14.500 per dolar AS. Maka, perhitungan PPh 26 atas gaji Charles adalah:
Penghasilan Bruto dari gaji sebulan: US$20000 x Rp14.500 = Rp 290.000.000
PPh 26 atas Gaji adalah : Rp290.000.000 x 20% = Rp 58.000.000
2. Tarif 20% x Perkiraan Penghasilan Neto
Sebagai contoh, PT A memiliki perwakilan di luar negeri dan mengasuransikan bangunan
bertingkat ke PT B yang merupakan perusahaan asuransi di luar negeri dengan membayar jumlah
premi pada tahun 2019 sebesar Rp2 miliar. Maka perhitungan PPh Pasal 26 dari PT A tahun
2019 adalah:
Perkiraan penghasilan neto: 50% x Rp 2.000.000.000 = Rp 1.000.000.000
PPh Pasal 26 : 20% x Rp 1.000.000.000 = Rp 200.000.000
Sementara, apabila PT A mengikuti asuransi melalui perusahaan yang ada di Indonesia, misal PT
Asuransi Raya, dengan membayar jumlah premi yang sama sebesar Rp2 miliar. PT Asuransi
Raya mengikutkan (reasuransi) perusahaan tersebut ke perusahaan asuransi yang berada di luar
negeri, misalnya PT B, dengan membayar premi sebesar Rp1miliar. Maka ketentuan PPh Pasal
26 adalah sebagai berikut:
Perkiraan penghasilan neto : 10% x Rp 1.000.000.000 = Rp 100.000.000
PPh Pasal 26 : 20% x Rp 100.000.000 = Rp 20.000.000
3. Tarif 20% x Penghasilan Kena Pajak Setelah dikurangi PPh Terhutang
Sebagai contoh, PT A memiliki penghasilan kena pajak BUT di Indonesia pada 2020 sebesar
Rp20.000.000.000. Pajak penghasilan yang harus dibayarkan PT A ini sebesar 25% x
Rp20.000.000 = Rp5.000.000.000. Sehingga penghasilan BUT PT A setelah kena pajak menjadi
sebesar Rp20.000.000.000 – Rp5.000.000.000 = Rp15.000.000.000. Maka, PPh 26 yang
dikenakan pada PT A adalah:
PPh 26 yang terutang = Rp15.000.000.000 x 20% = Rp3.000.000.000
Jika penghasilan setelah pajak sebesar Rp15.000.000 ini ditanamkan kembali di Indonesia, maka
penghasilan tersebut tidak dipotong pajak.
Penghasilan yang dikenakan PPh Final
Ada beberapa penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan PPh Final,
yaitu penghasilan dari transaksi penjualan saham, penghasilan bunga deposito dan
tabungan, penghasilan atas hadiah dan undian, penghasilan sewa atau pengalihan hak atas
tanah dan bangunan, serta penghasilan bunga atau diskonto obligasi di bursa efek.
Pencatatan Akuntansi Atas Pajak Dipotong/Dipungut
1) Pengakuan Pendapatan
Pengakuan pendapatan pada cash basis dilakukan saat perusahaan menerima pembayaran secara
kas. Dalam konsep, cash basis menjadi hal yang kurang penting mengenai kapan munculnya hak
untuk menagih. Maka, dalam cash basis kemudian muncul adanya metode
penghapusan piutang secara langsung dan tidak mengenal adanya estimasi piutang tak tertagih.
2) Pengakuan biaya
Akrual basis adalah proses pencatatan transaksi akuntansi dimana transaksi dicatat
pada saat sedang terjadi, meskipun belum menerima ataupun mengeluarkan kas. Pada
akrual basis, pendapatan dicatat pada saat terjadi penjualan meskipun kas belum diterima,
sedangkan biaya dicatat pada saat biaya tersebut dipakai atau digunakan, meskipun belum
mengeluarkan kas. Dengan demikian, pada metode akrual basis, pendapatan dicatat pada
saat terjadi penjualan, meskipun kas belum diterima. Akrual basis mendasarkan
konsepnya pada dua hal yaitu.
1) Pengakuan pendapatan
Pengakuan pendapatan pada akrual basis adalah pada saat perusahaan mempunyai hak untuk
melakukan penagihan dari hasil kegiatan perusahaan. Dalam konsep akrual basis menjadi hal
yang kurang penting mengenai kapan kas benar-benar diterima. Maka, dalam akrual basis
kemudian muncul adanya estimasi piutang tak tertagih, sebab penghasilan sudah diakui
meskipun kas belum diterima.
2) Pengakuan biaya
Pengakuan biaya dilakukan pada saat kewajiban membayar sudah terjadi. Sehingga dengan kata
lain, pada saat kewajiban membayar sudah terjadi, maka titik ini dapat dianggap sebagai starting
point munculnya biaya meskipun biaya tersebut belum dibayar. Dalam era bisnis dewasa ini,
perusahaan selalu dituntut untuk senantiasa menggunakan konsep akrual basis. Penerapan
metode akrual diharapkan dapat memberikan transparansi dan akuntabilitas laporan keuangan
kepada pemilik modal perusahaan. Perlu dicatat bahwa secara keseluruhan, jumlah pencatatan
akuntansi baik dengan metode cash basis maupun akrual basis akan menghasilkan angka yang
sama. Perbedaan keduanya hanya pada waktu pencatatan transaksi dan selanjutnya di-posting
menjadi sebuah laporan keuangan.
2) Pemberi Kerja
Jika dicatat dari posisi pemberi gaji, gaji maupun sejenisnya yang menjadi
penghasilan karyawan merupakan beban biaya bagi perusahaan (expense). Pembebanan
gaji untuk mendapatkan penghasilan kena pajak dilakukan dengan cara akrual basis.
Artinya, gaji bulan Desember yang dibayarkan pada bulan Januari tahun berikutnya
menjadi biaya bulan Desember.
Contoh:
Aldi merupakan karyawan PT Sukses Sejahtera dengan status TK/0, mendapat gaji kotor beserta
tunjangan dan penghasilan lainnya selama setahun sebesar Rp180,000,000. Dari informasi
penghasilan ini, diketahui potongan PPh Pasal 21 sebesar Rp22,000,000. Maka, pencatatannya
adalah sebagai berikut:
Jurnal PPh 21
Gaji Rp180,000,000
Kas/Bank Rp158,000,000
Utang pajak penghasilan pada jurnal di atas harus dilunasi oleh pemberi kerja tanpa dilakukan
penghitungan atau jurnal dengan pajak lainnya.
Saat menyetor PPh 21 ke Negara
Kas/Bank Rp22,000,000
Jurnal PPh 21 yang pertama dibuat pada saat gaji tersebut diberikan pada karyawan. Lalu pada
bulan selanjutnya, pemberi kerja menyetorkan pajak penghasilan tersebut sehingga dibuatlah
jurnal kedua untuk menyesuaikan utang pajak menjadi Rp 0,-
3) Penerima Kerja
Jika dicatat dari posisi penerima kerja, gaji karyawan dan sejenisnya diakui
sebagai penghasilan sebesar nilai kotor atau belum dikenakan dengan pajak penghasilan
dalam jurnal PPh 21. Mari lihat contoh soal berikut ini.
Contoh:
Aldi merupakan karyawan PT Sukses Sejahtera dengan status TK/0, mendapat gaji kotor beserta
tunjangan dan penghasilan lainnya selama setahun sebesar Rp180,000,000. Dari informasi
penghasilan ini, diketahui potongan PPh Pasal 21 sebesar Rp22,000,000. Maka, pencatatan jurnal
PPh 21 sebagai berikut:
Jurnal PPh 21
Kas/Bank Rp158,000,000
Gaji Rp180,000,000
Selanjutnya, penerima kerja membuat jurnal penyesuaian untuk pph 21 yang menjadi piutang.
Penyesuaiannya dilakukan setelah karyawan menerima bukti potong setoran pph 21 yang
dilakukan oleh pemberi kerja, dalam hal ini perusahaan tempatnya bekerja.
Kas/Bank Rp22,000,000
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Ke-4 atas
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan
Kasus PPh 21
Seorang karyawan bernama Adi Septiawan (kawin) dan memiliki 4 orang anak,
bekerja pada PT XYZ dengan memperoleh gaji sebesar Rp14.000.000 per bulan.
Perusahaan tempat Adi bekerja mengikuti program jamsostek.
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan premi Jaminan Kematian (JKM) dan Iuran Jaminan
Hari Tua (JHT) dibayar oleh pemberi kerja setiap bulan masing-masing sebesar 1,5%, 0,3%, dan
3,7% dari gaji.
Selain itu, Adi juga membayar iuran pensiun Rp150.000 dan iuran jaminan hari tua sebesar 2%
dari gaji untuk setiap bulan. Pada tahun berjalan, Adi juga menerima bonus sebesar Rp8.000.000.
Pertanyaannya, berapa besar PPh Pasal 21 atas bonus tersebut?
Jawaban:
(f) Pengurangan
5% x Rp 50.000.000 2.500.000
Catatan: *tambahan untuk setiap anak sebesar Rp 4,5 juta dengan maksimal paling banyak 3
orang untuk setiap keluarga.
Perhitungan Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan yang Diterima oleh Bukan
Pegawai, Sehubungan dengan Pemberian Jasa yang dalam Pemberian Jasanya
Memperkerjakan Orang Lain Sebagai Pegawai dan/atau Melakukan Penyerahan
Material/Bahan.
Kasus PPh 26
PT Abadi Berkarya memiliki perwakilan di luar negeri dan mengasuransikan
bangunan bertingkat ke PT XYZ yang merupakan perusahaan asuransi di luar negeri
dengan membayar jumlah premi pada tahun 2015 sebesar Rp2 miliar. Hitunglah PPh
Pasal 26 dari PT Abadi Berkarya tahun 2015?
Jawaban:
BAB 3
KESIMPULAN
Witholding tax system dapat diterapkan baik bagi tansaksi yang berpotensi
menimbulkan penghasilan yang bersifat domestik dan transaksi-transaksi yang berpotensi
menimbulkan penghasilan yang bersifat internasional.
DAFTAR PUSTAKA
Wibowo. 2021. Pengertian Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21.
https://www.wibowopajak.com/2012/04/pengertian-penerima-penghasilan-
yang.html. Diakses pada tanggal 09 Oktober 2021.