Objek PPh dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan yang tercantum dalam UU No.
36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat UU PPh No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan dapat dirincikan menjadi 19, yaitu:
Mengacu pada Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan dalam
pasal 4 ayat 1 jika yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diperoleh atau diterima wajib pajak (baik wajib pajak berasal
dari Indonesia maupun luar Indonesia) yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah
kekayaan si wajib pajak. Namun, dalam ayat 3 disebutkan ada beberapa pengecualian yang
dinyatakan sebagai bukan objek pajak penghasilan, di antaranya:
Pajak yang bersifat final artinya pajak yang dikenakan dengan tarif dan dasar
pengenaan pajak tertentu atas penghasilan yang diterima atau diperoleh selama tahun
berjalan. Sedangkan penghasilan yang dapat dikenakan pajak penghasilan bersifat final
adalah:
1. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat
utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota
koperasi orang pribadi
2. Penghasilan berupa hadiah undian
3. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi industri yang
diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan
modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura
4. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha
jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan
5. Penghasilan tertentu lainnya yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah.
PPh Tidak Final adalah pajak yang belum selesai atau pajak yang diperhitungkan
kembali dengan penghasilan lainnya untuk dikenakan tarif umum dalam pelaporan SPT
Tahunan. Wajib Pajak akan dianggap belum melunasi kewajiban perpajakan untuk
melaporkan pajak. Untuk objek pajaknya itu sama saja dengan objek pajak penghasilan yang
tercantum dalam UU No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat UU PPh No. 7 Tahun
1983 tentang Pajak Penghasilan.
Pajak Penghasilan Pasal 24, menyebutkan dengan jelas bahwa wajib pajak dalam
negeri yang memiliki penghasilan dari kegiatan usaha di luar negeri berupa pendapatan dari
saham dan surat berharga, bunga, royalti dan imbalan boleh dikreditkan terhadap pajak yang
terutang di tahun pajak yang sama. Artinya, bahwa wajib pajak yang memiliki penghasilan
yang berasal dari luar negeri akan mendapat keringanan untuk pembayaran pajak terutang
yang ditanggungnya. Pemberlakukan pasal ini juga berarti bahwa wajib pajak akan terhindar
dari pengenaan pajak berganda yang akan sangat memberatkan wajib pajak ketika ia
memiliki penghasilan dari luar negeri, dengan catatan perhitungan pajaknya tidak melebihi
yang terutang berdasarkan UU PPh.
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) adalah pengurangan penghasilan bruto yang
diberikan kepada Orang Pribadi Wajib Pajak Dalam Negeri sebelum menghitung PPh
terutang yang tidak bersifat final. Besaran PTKP ini diatur dalam undang-undang dan/atau
peraturan menteri keuangan. Sejak tahun 1983 hingga 2008 Undang-undang Pajak
Penghasilan sudah diubah sebanyak empat kali. Ini artinya, dalam jangka waktu 25 Tahun
PTKP hanya diubah sebanyak empat kali.
Sejak tahun 2016, belum ada aturan terbaru tarif PTKP. Jadi, besaran tarif PTKP
masih mengacu pada tarif yang berlaku sejak 2016. PTKP Indonesia adalah Rp 54 juta. Jika
wajib pajak sudah kawin, terdapat tambahan senilai Rp 4,5 juta. Begitu juga jika wajib pajak
memiliki tambahan tanggungan untuk setiap anggota keluarga sedarah, dikenai tambahan
senilai Rp 4,5 juta. Dan maksimal jumlah tanggungan yang boleh dikenakan PTKP hanya 3
saja, misalnya WP mempunyai tanggungan 4 atau lebih, maka yang boleh dikenakan PTKP
hanya 3 saja.