Anda di halaman 1dari 27

OVERVIEW PAJAK

PENGHASILAN
Kelompok 1
Hisner Glori Faley

1. Definisi
Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak
yang dikenakan terhadap Subjek
Pajak atas penghasilan yang diterima
atau diperolehnya dalam suatu tahun
pajak.

2. Subjek Pajak Penghasilan


dan Pengecualiannya

Subjek Pajak
Pasal 2 Ayat (2)

Dalam Negeri

Luar Negeri

Subjek Pajak Dalam Negeri


Pasal 2 Ayat (3)

Orang Pribadi :
Bertempat tinggal/ berada di Indonesia lebih dari 183
hari dalam 12 bulan; atau
Dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan
mempunyai niat bertempat tinggal di Indonesia.
Badan:
Didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia,
kecuali unit tertentu badan pemerintah yang
memenuhi kriteria:
Pembentukannya berdasarkan peraturan
perundangan.
Pembiayaan bersumber APBN/ APBD.
Penerimaannya dimasukkan dalam APBN/
Warisan yang belum terbagi:
APBD.
Menggantikan
yang berhak.
Pembukuannya
diperiksa oleh aparat
5

Subjek Pajak Luar Negeri


Pasal 2 Ayat (4)

Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di


Indonesia/ berada di Indonesia tidak lebih dari
183 hari dalam 12 bulan.
Badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia.

Menjalankan usaha
atau kegiatan melalui
BUT di Indonesia.

Menerima atau
memperoleh
penghasilan dari
Indonesia bukan dari
menjalankan usaha 6
atau kegiatan melalui

Bentuk Usaha Tetap (1)


Pasal 2 Ayat (5)

Bentuk usaha yang dipergunakan oleh:

Orang pribadi sebagai


subjek pajak LN

Badan sebagai
subjek pajak LN

Untuk menjalankan usaha


atau kegiatan di Indonesia.
7

Bentuk Usaha Tetap (2)


Pasal 2 Ayat (5)

a. Tempat kedudukan
manajemen;
b. Cabang perusahaan;
c. Kantor perwakilan;
d. Gedung kantor;
e. Pabrik;
f. Bengkel;
g. Gudang;
h. Ruang untuk promosi dan
penjualan;
i. Pertambangan dan
penggalian sumber alam;
j. Wilayah kerja
pertambangan minyak
dan gas bumi;
k. Perikanan, peternakan,

m.Pemberian jasa, sepanjang


dilakukan lebih dari 60
(enam puluh) hari dalam
jangka waktu 12 (dua
belas) bulan;
n. Orang atau badan selaku
agen yang kedudukannya
tidak bebas;
o. Agen atau pegawai dari
perusahan asuransi yang
tidak didirikan dan
berkedudukan di Indonesia
yang menerima premi
asuransi atau menanggung
risiko di Indonesia; dan
8
p. Komputer, agen elektronik,

Pengecualian Subjek Pajak


Penghasilan

3. Objek Pajak Penghasilan dan


Pengecualiannya
Objek Pajak Penghasilan
Objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap
tambahan ekonomis yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari
Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi
atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak
yang bersangkutan, dengan nama dan dalam
bentuk apa pun

Objek Pajak Penghasilan (1)

1.

Penggantian atau imbalan berkenaan


dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh termasuk gaji, upah,
tunjangan, honorarium, komisi, bonus,
gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan
dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan
lain dalam UU Pajak Penghasilan;

2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau


kegiatan, dan penghargaan;
3.

Laba usaha;

Objek Pajak Penghasilan (2)


4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan
harta termasuk:
a. Keuntungan karena pengalihan harta sebagai
pengganti saham atau penyertaan modal;
b. Keuntungan
karena
pengalihan
harta
kepada
pemegang saham, sekutu, atau anggota yang
diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;
c. Keuntungan
karena
likuidasi,
penggabungan,
peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan
usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam
bentuk apa pun;
d. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah,
bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan
kepada keluarga sedarah garis keturunan lurus satu
derajat dan badan keagamaan, pendidikan, sosial
termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang

Objek Pajak Penghasilan (3)


5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang
telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran
tambahan pengembalian pajak;
6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan
karena jaminan pengembalian utang;
7. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk
apapun, termasuk dividen dari perusahaan
asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian
sisa hasil usaha koperasi;
8. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta;
10.Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
11.Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali
sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan

Objek Pajak Penghasilan (4)

12.Keuntungan selisih kurs mata uang asing;


13.Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
14.Premi asuransi;
15.Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan
dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak
yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
16.Tambahan kekayaan neto yang berasal dari
penghasilan yang belum dikenakan pajak;
17.Penghasilan dari usaha berbasis syariah;
18.Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam
Undang - Undang yang mengatur mengenai
ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
19.Surplus Bank Indonesia.

Dikecualikan Sebagai Objek


Pajak (1)
1. Bantuan atau sumbangan, zakat yang diterima
oleh badan/ lembaga amil zakat yang disahkan
oleh pemerintah dan yang diterima oleh
penerima zakat yang berhak atau sumbangan
keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk
agama yang diakui di Indonesia, yang diterima
oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh
penerima sumbangan yang berhak, yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Pemerintah;
2. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga
sedarah garis keturunan lurus satu derajat,
badan keagamaan, badan pendidikan, sosial

Dikecualikan Sebagai Objek


Pajak (2)
3. Warisan;
4. Harta, termasuk setoran tunai, sebagai pengganti
saham atau sebagai pengganti penyertaan
modal;
5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan
pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh
dalam bentuk natura dan/ atau kenikmatan dari
Wajib Pajak atau pemerintah, kecuali yang
diberikan oleh bukan WP, WP yang dikenakan
pajak secara final atau WP dengan Norma
Penghitungan Khusus (deemed profit);
6. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada
orang pribadi sehubungan dengan asuransi
kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,

Dikecualikan Sebagai Objek


Pajak (3)
7. Dividen atau bagian laba yang diterima atau
diperoleh PT sebagai WP dalam negeri, koperasi,
badan usaha milik negara, atau badan usaha
milik daerah, dari penyertaan modal pada badan
usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan
di Indonesia dengan syarat:

Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan


Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan
badan usaha milik daerah yang menerima dividen,
kepemilikan saham pada badan yang memberikan
dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari
jumlah modal yang disetor;

8. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun


yang pendiriannya telah disahkan Menteri
Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja

Dikecualikan Sebagai Objek


Pajak (4)
9. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh
dana pensiun dalam bidang-bidang tertentu yang
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;
10.Bagian laba yang diterima atau diperoleh
anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham,
persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi,
termasuk pemegang unit penyertaan kontrak
investasi kolektif;
11.Penghasilan yang diterima atau diperoleh
perusahaan modal ventura berupa bagian laba
dari badan pasangan usaha yang didirikan dan
menjalankan usaha di Indonesia, dengan syarat

Dikecualikan Sebagai Objek


Pajak (5)
12.Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu
yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan
atau berdasarkan PMK;
13.Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan
atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam
bidang pendidikan dan/ atau bidang penelitian
dan pengembangan, yang telah terdaftar pada
instansi yang membidanginya, yang ditanamkan
kembali dalam bentuk sarana dan prasarana
kegiatan pendidikan dan/ atau penelitian dan
pengembangan, dalam jangka waktu paling lama
4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih
tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri

PAJAK PENGHASILAN PASAL


26
Pajak Penghasilan (PPh) pasal 26 adalah PPh yang
dikenakan/dipotong atas penghasilan yang
bersumber dari Indonesia yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak (WP) luar negeri selain
bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia

Pemotongan PPh 26 wajib dilakukan oleh:


Badan Pemerintah
Subjek Pajak dalam negeri;
Penyelenggara Kegiatan;
BUT
Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain
BUT di Indonesia

Tarif dan Objek PPh 26


1. 20% (final) dari jumlah penghasilan bruto yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri
Jane adalah atlet Singapura. Dalam bulan Mei
2007 mengikuti perlombaan lari marathon di
Indonesia, dan merebut hadiah sebesar
US$20.000. Kurs untuk US$1 pada saat itu adalah
Rp8.500.
PPh Pasal 26 yang dipotong oleh penyelenggara
kegiatan di Indonesia adalah:
20% x US$20.000 x Rp8.500 = Rp 34.000.000

2. Tarif 20% dari penghasilan neto berupa :


penghasilan dan penjualan harta di Indonesia
premi asuransi, premi reasuransi yang
dibayarkan langsung maupun melalui pialang
kepada perusahaan asuransi di luar negeri.

Contoh
PT. Ananda merupakan perusahaan persewaan
gedung kantor. Pada tahun 2007 mengasuransikan
bangunan bertingkat ke perusahaan asuransi di Luar
Negeri Bulding Life Inc. Premi yang dibayar oleh PT
Ananda kepada Buliding Life Inc. sebesar Rp
1.000.000.000
PPh pasal 26 yang dipotong oleh PT. Ananda adalah:
20% x 50% x Rp 1.000.000.000 = Rp 100.000.000
Keterangan:
Penghasilan neto = perkiraan penghasilan neto x
penghasilan
besarnya perkiraan penghasilan neto adalah 50%
dari jumlah premi yang dibayar (penghasilan bruto)

3.

Tarif 20% dari penghasilan kena pajak setelah


dikurangi Pajak dari suatu BUT di Indonesia yang
penghasilan atau bagian labanya tidak
ditanamkan kembali di Indonesia. Jika
penghasilan tersebut ditanamkan kembali di
Indonesia, atas penghasilan tersebut tidak
dipotong PPh pasal 26.

Contoh:
Suatu bentuk usaha tetap di Indonesia memperoleh
Penghasilan Kena Pajak sebesar
Rp 17.500.000.
PPh pasal 26 dihitung sebagai berikut:
Penghasilan Kena Pajak Rp 17.500.000.000
PPh terhutang:
25% x Rp 17.500.000
Rp 4.375.000.000 (-)
Penghasilan setelah
dikurangi pajak
Rp 13.125.000.000
PPh Pasal 26 yang terhutang:
20% x Rp 13.125.000.000
Rp 2.625.000.000
4. Tarif Berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda
(P3B) antara Indonesia dengan negara pihak pada
persetujuan.

PAJAK PENGHASILAN PASAL


29

PPh Pasal 29 merupakan sisa pembayaran pajak


yang masih harus dibayarkan.

Contoh Perhitungan Pelunasan PPh Pasal 29 Wajib


Orang Pribadi
Si A adalah pengusaha restoran (UMKM) di Jakarta yang
tergolong sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha
Tertentu dan menggunakan pencatatan dalam perhitungan
besarnya PPh.
Jumlah peredaran usaha (omzed) selama setahun adalah Rp
510.500.000
PPh pasal 25 (WP OPPT) yang sudah dilunasi (0,75 x Rp
510.500.000) adalah Rp 3.828.750, Setelah dihitung PPh yang terhutang selama setahun adalah
Rp 10.975.750
PPh Pasal 29 yang harus dilunasi oleh si A adalah sebesar:
Rp 10.975.750 Rp 3.828.750 = Rp 7.147.000,-

Contoh Perhitungan Pelunasan PPh Pasal 29


Wajib Pajak Badan
Koperasi Unit Desa A, setelah menghitung PPh
terhutang tahun pajak 2010 diketahui PPh terutang
setahun sebesar Rp 12.000.000, Angsuran PPh pasal 25 selama tahun 2010 (12
bulan) sebesar: Rp 781.250 x 12 =
Rp
9.375.000
PPh pasal 29 yang harus dilunasi oleh KUD A adalah
sebesar: PPh yang terhutang angsuran PPh Pasal
25 Rp 12.000.000 Rp 9.375.000 = Rp 2.625.000

Anda mungkin juga menyukai