Anda di halaman 1dari 41

BAB 5

PAJAK PENGHASILAN

5.1 Subjek dan Objek Pajak Penghasilan (PPh)

Menurut UU PPh No 36 Tahun 2008 .


Pajak Penghasilan dikenakan terhadap orang pribadi dan badan, berkenaan dengan
penghasilan yang diterima atau diperoleh selama satu tahun pajak.

1. Subjek Pajak Penghasilan

Subjek Pajak meliputi :


• orang pribadi;
• warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang
berhak;
• badan; dan
• bentuk usaha tetap (BUT).
Subjek Pajak dibedakan menjadi Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek
Pajak Luar Negeri.
Subjek Pajak Dalam Negeri adalah:
a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau yang berada di
Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka
waktu 12 (dua belas) bulan, atau yang dalam suatu tahun pajak berada di
Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit
tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria pembentukannya
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, pembiayaannya
bersumber dari APBN atau APBD, penerimaannya dimasukan dalam
anggaran pusat atau daerah, pembukuannya diperiksa oleh aparat
pengawasan fungsional negara.

74
c. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang
berhak.
Subjek Pajak Luar Negeri adalah:
a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan melalui BUT di Indonesia.
b. Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan
yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang
dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.

Tidak termasuk Subjek Pajak


1. Badan perwakilan negara asing;
2. Pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari
negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang
bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat:
• bukan warga Negara Indonesia; dan
• di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar
jabatan atau pekerjaannya tersebut; serta
• negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;
3.Organisasi-organisasi Internasional yang ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Keuangan dengan syarat :
• Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut;
• tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah
yang dananya berasal dari iuran para anggota;
4.Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan
75
dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat :
• bukan warga negara Indonesia; dan
• tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk
memperoleh penghasilan dari Indonesia.

2. Objek Pajak Penghasilan


Objek Pajak Penghasilan adalah penghasilan yaitu setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP), baik
yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai
untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib pajak yang
bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk:
a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi,
bonus, gratifikasi, uang pensiun atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali
ditentukan lain dalam Undang-undang Pajak Penghasilan;
b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan;
c. laba usaha;
d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
- keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan
badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
- keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya
karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota ;
- keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan atau pengambilalihan usaha;
- keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan,
kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial
atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
76
kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
e.penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai
biaya;
f. bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang;
g.dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha
koperasi ;
h. royalti;
i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
k. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah
tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
l. keuntungan karena selisih kurs mata uang asing;
m. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
n. premi asuransi;
o. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang
terdiri dari WP yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak.
q. penghasilan dari usaha berbasis syariah.
r. Surplus Bank Indonesia
s. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam UU yang mnegatur mengenai
KUP.
 

77
Objek Pajak yang dikenakan PPh final
Atas penghasilan berupa:
• bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya;
• penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek;
• penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan, serta
• penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan
Pemerintah contoh Jasa Kontruksi dan UKM
Tidak Termasuk Objek Pajak
1. a. Bantuan atau sumbangan termasuk zakat yang diterima oleh badan
amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh
Pemerintah dan para penerima zakat yang berhak.
b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan
pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi
yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan
dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-
pihak ybs;
2. Warisan;
3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai
pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;
4. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa
yang di terima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan
dari Wajib Pajak atau Pemerintah;
5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi
sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi
jiwa, asuransi Dwiguna dan asuransi beasiswa;
6. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan
terbatas sebagai WP Dalam Negeri,koperasi, BUMN atau BUMD dari
78
penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat
kedudukan di Indonesia dengan syarat :
- dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
- bagi perseroan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima dividen,
kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah
25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor dan harus
mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan saham tersebut;
7. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya
telah disahkan oleh Menteri Keuangan , baik yang dibayar oleh pemberi
kerja maupun pegawai;
8. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam
bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan;
9. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan,
perkumpulan, firma dan kongsi;
10. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana
selama 5 (lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau
pemberian izin usaha;
11. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura
berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan
menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia dengan syarat badan
pasangan usaha tersebut:
- merupakan perusahaan kecil, menengah atau yang menjalankan
kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Keuangan; dan
- sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.

79
5.2 Pajak Penghasilan Pasal 21
Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah,
honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa,
dan  kegiatan.

1. Pemotong PPh Pasal 21


a. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan.
b. Bendahara pemerintah baik Pusat maupun Daerah
c. Dana pensiun atau badan lain seperti Jaminan Sosial Tenaga Kerja
(Jamsostek/BPJS Ketenagakerjaan), PT Taspen, PT ASABRI.
d. Perusahaan dan bentuk usaha tetap.
e. Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
f.  Penyelenggara kegiatan (EO)
2. Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21
a. Pegawai tetap.
b. Tenaga lepas (seniman, olahragawan, penceramah, pemberi jasa, pengelola
proyek, peserta perlombaan, petugas dinas luar asuransi), distributor
MLM/direct selling dan kegiatan sejenis.
c. Penerima pensiun, mantan pegawai, termasuk orang pribadi atau ahli
warisnya yang menerima Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua.
d. Penerima honorarium.
e. Penerima upah.
f.  Tenaga ahli (Pengacara, Akuntan, Arsitek, Dokter, Konsultan, Notaris,
Penilai, dan Aktuaris).
g. Peserta Kegiatan.

3. Penerima Penghasilan yang tidak dipotong PPh Pasal 21


80
a. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara
asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada
dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan  syarat:
- bukan warga negara Indonesia dan
- di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan
atau pekerjaannya  tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan
perlakuan timbal balik;
b. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Keputusan
Menteri Keuangan sepanjang bukan warga negara Indonesia dan tidak
menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh
penghasilan di Indonesia.

4. Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21


a. penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai atau penerima pensiun
secara teratur berupa gaji,
uang pensiun bulanan, upah, honorarium (termasuk honorarium anggota dewan
komisaris atau anggota dewan pengawas), premi bulanan, uang lembur, uang 
sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi, tunjangan isteri, tunjangan anak,
tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan, tunjangan khusus, tunjangan transpot,
tunjangan pajak, tunjangan iuran pensiun, tunjangan pendidikan anak, bea
siswa, premi asuransi yang dibayar pemberi kerja, dan penghasilan teratur
lainnya dengan nama apapun;
b. penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai, penerima pensiun atau
mantan pegawai secara tidak teratur berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi,
tunjangan cuti, tunjangan hari raya, tunjangan tahun baru, bonus, premi
tahunan, dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap;
c. upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan yang diterima
81
atau diperoleh pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, serta uang saku
harian atau mingguan yang diterima peserta pendidikan, pelatihan atau
pemagangan yang merupakan calon pegawai;
d. uang tebusan pensiun, uang Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua, uang
pesangon dan pembayaran lain sejenis sehubungan dengan pemutusan
hubungan kerja;
e. honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam
bentuk apapun, komisi, bea siswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib
Pajak orang pribadi dalam negeri, terdiri dari :
1. tenaga ahli (Pengacara, Akuntan, Arsitek, Dokter, Konsultan, Notaris,
Penilai, dan Aktuaris)
2. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang
sinetron, bintang iklan, sutradara, crew film, foto model, peragawan/
peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;
3. olahragawan;
4. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
5. pengarang, peneliti, dan penerjemah;
6. pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem
aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial;
7. agen iklan;
8. pengawas, pengelola proyek, anggota dan pemberi jasa kepada suatu
kepanitiaan, dan peserta sidang atau rapat;
9. pembawa pesanan atau yang menemukan langganan;
10. peserta perlombaan;
11. petugas penjaja barang dagangan;
12. petugas dinas luar asuransi;
13. peserta pendidikan, pelatihan, dan pemagangan bukan pegawai atau bukan
82
sebagai calon pegawai;
14. distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan
sejenis lainnya.
f. Gaji, gaji kehormatan, tunjangan-tunjangan lain yang terkait dengan gaji dan
honorarium atau imbalan lain yang bersifat tidak tetap yang diterima oleh
Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil serta uang pensiun dan tunjangan-
tunjangan lain yang sifatnya terkait dengan uang pensiun yang diterima oleh
pensiunan termasuk janda atau duda dan atau anak-anaknya.

5. Tidak termasuk penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21


a. pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan,asuransi
kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
b. penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan dalam bentuk apapun yang
diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali diberikan oleh bukan
Wajib Pajak selain Pemerintah, atau Wajib Pajak yang dikenakan Pajak
Penghasilan yang bersifat final dan yang dikenakan Pajak Penghasilan
berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit).
c. iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan dan iuran Jaminan Hari Tua kepada badan
penyelenggara Jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja;
d. zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga
amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.
e. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu (Psl 3(1) UU PPh).
Ketentuannya di atur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan No.
246/PMK.03/2008

6. Lain-Lain
83
1. Pemotong Pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 baik
diminta maupun tidak pada saat dilakukannya pemotongan pajak kepada orang
pribadi bukan sebagai pegawai tetap, penerima uang tebusan pensiun, penerima
Jaminan Hari Tua, penerima uang pesangon, dan penerima dana pensiun.
2. Pemotong Pajak PPh Pasal 21 wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh
Pasal 21 tahunan (form 1721-A1 atau 1721-A2) kepada pegawai tetap,
termasuk penerima pensiun bulanan dalam waktu 2 (dua) bulan setelah tahun
takwim berakhir.
3. Apabila pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun pada bagian tahun
takwim, maka Bukti Pemotongan (form 1721-A1 atau 1721-A2 ) diberikan
oleh pemberi kerja selambat-lambatnya satu bulan setelah pegawai yang
bersangkutan berhenti bekerja atau pensiun.
4. Penerima penghasilan wajib menyerahkan surat pernyataan kepada
Pemotong Pajak PPh Pasal 21 yang menyatakan jumlah tanggungan keluarga
pada permulaan tahun takwim atau pada permulaan menjadi Subyek Pajak
dalam negeri.
5.2.1 Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21
Tarif dan Penerapannya
1. Pegawai tetap, penerima pensiun bulanan, pegawai tidak tetap, pemagang
dan calon pegawai serta distributor MLM/direct selling dan kegiatan
sejenis, dikenakan tarif Pasal 17 Undang-undang PPh dikalikan dengan
Penghasilan Kena Pajak (PKP). PKP dihitung berdasarkan sebagai berikut:
- Pegawai Tetap; Penghasilan bruto dikurangi biaya jabatan (5% dari
penghasilan bruto, maksimum Rp 6.000.000,- setahun atau Rp 500.000,-
(sebulan); dikurangi iuran pensiun. Iuran jaminan hari tua, dikurangi
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
- Penerima Pensiun Bulanan; Penghasilan bruto dikurangi biaya
jabatan (5% dari penghasilan bruto, maksimum Rp 2.400.000,- setahun
84
atau Rp 200.000,- sebulan); dikurangi PTKP.
- Pegawai tidak tetap, pemagang, calon pegawai : Penghasilan bruto
dikurangi PTKP yang diterima atau diperoleh untuk jumlah yang
disetahunkan.
- Distributor Multi Level Marketing/direct selling dan kegiatan sejenis;
penghasilan bruto tiap bulan dikurangi PTKP perbulan.
2. Penerima honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan, komisi, bea
siswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan atas jasa dan kegiatan yang
jumlahnya dihitung tidak atas dasar banyaknya hari yang diperlukan untuk
menyelesaikan jasa atau kegiatan; mantan pegawai yang menerima jasa
produksi, tantiem, gratifikasi, bonus; peserta program pensiun yang menarik
dananya pada dana pensiun; dikenakan tarif berdasarkan Pasal 17 Undang-
undang PPh dikalikan dengan penghasilan bruto.

3. Tenaga Ahli yang melakukan pekerjaan bebas (pengacara, akuntan,


arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris) dikenakan
tarif PPh Psl 17 x 50% dari perkiraan penghasilan bruto - PTKP
perbulan
4. Pegawai harian, pegawai mingguan, pemagang, dan calon pegawai, serta
pegawai tidak tetap lainnya yang menerima upah harian, upah mingguan,
upah satuan, upah borongan dan uang saku harian yang besarnya melebihi
Rp.200.000 sehari tetapi dalam satu bulan takwim jumlahnya tidak melebihi
Rp. 1.320.000,- dan atau tidak di bayarkan secara bulanan, maka PPh Pasal
21 yang terutang dalam sehari adalah dengan menerapkan tarif 5% dari
penghasilan bruto setelah dikurangi Rp. 200.000. Bila dalam satu bulan
takwim jumlahnya melebihi Rp.1.320.000,- sebulan, maka besarnya PTKP
yang dapat dikurangkan untuk satu hari adalah sesuai dengan jumlah PTKP
sebenarnya dari penerima penghasilan yang bersangkutan dibagi 360.
85
5. Penerima pesangon, tebusan pensiun, Tunjangan Hari Tua atau Jaminan
Hari Tua yang dibayarkan sekaligus dikenakan tarif PPh final sebagai
berikut:
- 5% dari penghasilan bruto diatas Rp 25.000.000 s.d. Rp. 50.000.000.
- 10% dari penghasilan bruto diatas Rp. 50.000.000 s.d. Rp. 100.000.000.
- 15% dari penghasilan bruto diatas Rp. 100.000.000 s.d.Rp. 200.000.000.
- 25% dari penghasilan bruto diatas Rp. 200.000.000.
Penghasilan bruto sampai dengan Rp. 25.000.000,- dikecualikan dari
pemotongan pajak.
6. Pejabat Negara, PNS, anggota TNI/POLRI yang menerima  honorarium
dan imbalan lain yang sumber dananya berasal dari Keuangan Negara atau
Keuangan Daerah dipotong PPh Ps. 21 dengan tarif 15% dari penghasilan
bruto dan bersifat final, kecuali yang dibayarkan kepada PNS Gol. lId
kebawah, anggota TNI/POLRI Peltu kebawah/ Ajun Insp./Tingkat I
Kebawah.

7. PTKP ( Penghasilan Tidak Kena Pajak) adalah :

Keterangan Setahun
No
1. Diri Wajib Pajak Pajak Orang Pribadi Rp. 54.000.000
2. Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin Rp.   4.500.000
3. Tambahan untuk seorang istri yang Rp. 58.500.000
penghasilannya digabung dengan penghasilan
suami.
4. Tambahan untuk setiap anggota keturunan Rp.   4.500.000
sedarah semenda dalam garis keturunan lurus
serta anak angkat yang diatnggung
sepenuhnya , maksimal 3 orang untuk setiap
keluarga

TK = TIDAK KAWIN, K0 = KAWIN 0 ANAK, K1 = KAWIN 1 ANAK

86
K2 = KAWIN 2 ANAK, K3 = KAWIN 3 ANAK .

STATUS K2 = PTKP ? = 54+ 4,5 + 2 x 4,5 = 67.500.000 /12 =


5.625.000 /BULAN

8. Tarif Pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan adalah:

Tarif Pajak
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Sampai dengan Rp. 50.000.000,- 5%
Diatas Rp. 50.000.000,- sampai dengan Rp. 15%
250.000.000,-
Diatas Rp. 250.000.000,- sampai dengan Rp. 25%
500.000.000,-
Diatas Rp. 500.000.000,- 30%

CONTOH : JIKA Penghasilan Kena Pajak ( PKP) = 60 Juta maka PPh Pasal 21 =

5% x 50 Juta = 2.500.000

15% x 10 Juta = 1.500.000 , maka Total Pajak = 4.000.000.

Tarif Pajak PPh Pasal 25/29 Untuk Wajib Pajak Badan

Tarif Pajak PPh Badan Pasal 25/29 Untuk Tahun Pajak 2013 
Tarif Pajak PPh Badan digunakan untuk menghitung PPh Badan terutang bagi
Wajib Pajak Badan yang memperoleh penghasilan dari objek pajak non final. 

Tarif Pajak Badan untuk Tahun Pajak 2013 dibagi menjadi dua bagian,
yaitu sebagai berikut :

 Tarif Pajak PPh Badan untuk Tahun Pajak 2013 berdasarkan Pasal 17
dan Pasal 31 E Undang-Undang No.36 Tahun 2008 Tentang Pajak
Penghasilan, yaitu sebagai berikut :

1. Tarif Pajak untuk tahun pajak 2013 adalah sebesar 25 % dari


Penghasilan Kena Pajak.
87
2. Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan
terbuka yang paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah
keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di
Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat
memperoleh tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah daripada
tarif tersebut yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah.
3. Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai
dengan Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah)
mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima
puluh persen) dari tarif tersebut (25 %) yang dikenakan atas
Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai
dengan Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta
rupiah).
4. Untuk keperluan penerapan tarif pajak, jumlah Penghasilan Kena
Pajak dibulatkan ke bawah dalam ribuan rupiah penuh.
5. Tarif Pajak Pasal 17 dan 31 E dikenakan atas penghasilan kena
pajak Wajib Pajak Badan yang tidak termasuk dalam kriteria
Wajib Pajak Badan yang telah dikenakan PPh Pasal 4 ayat 2
berdasarkan PP 46 Tahun 2013.

 Tarif Pajak PPh Badan untuk Tahun Pajak 2013 berdasarkan PP Nomor
46 Tahun 2013 adalah sebagai berikut :
1. Atas peredaran usaha bruto bulan Juli sampai dengan Desember
2013 dari Wajib Pajak Badan yang mempunyai kriteria tertentu
berdasarkan PP Nomor 46 Tahun 2013  dikenakan PPh Final Pasal
4 ayat 2 sebesar 1 % dari peredaran usaha bruto dan bersifat final.

5.2.2 Penghitungan Pemotongan PPh PasaL 21

1. Penghasilan Pegawai Tetap yang diterima Bulanan


Contoh:
Saefudin adalah pegawai tetap di PT Insan Selalu Lestari sejak 1 Januari
88
2015. la memperoleh gaji sebulan sebesar Rp. 6.000.000,- dan membayar
iuran pensiun sebesar Rp. 100.000,- sebulan. Saefudin menikah tetapi
belum mempunyai anak (status K/0).

 Penghitungan PPh Ps. 21


I. Penghasilan Bruto
Penghitungan PPh Ps. 21 terutang
Gaji Sebulan = 6.000.000
Pengh. bruto = 6.000.000

II. Pengurang
Biaya Jabatan: = 5%x 6.000.000 = 300.000 ( Maksimum 500.000/bulan)
Iuran pensiun = 100.000
Total Pengurangan = 400.000

III. Penghasilan Netto


Pengh netto sebulan =(6.000.000)- (400.000)= 5.600.000
Pengh. Netto setahun 12 x 5.600.000 = 67.200.000

IV. PTKP
PTKP setahun: Status K0
WP sendiri = 54.000.000
Tambahan WP kawin = 4.500.000
Total PTKP = 58.500.000

V. Penghasilan Kena Pajak (PKP)


PKP setahun = (67.200.000) – (58.500.000= 8.700.000

VI. Tarif dan PPh Pasal 21


PPh Ps. 21 = 5 % x 8.700.00 = 435.000/thn
PPh Ps. 21 sebulan = 435.000/12 = 36.250 / Bulan

Gaji yang dibawa pulang oleh Pak Saefuddin = 6.000.000 – 36.250 =


5.963.750.

Contoh 2.

Budiman pegawai di PT XYZ, menerima Gaji Rp. 6.500.000


setiap bulan, dan menerima tunjangan transport Rp 1.000.000 /
bulan . PT XYZ ikut program BPJS Kesehatan dan

89
Ketenagakerjaan dan membayar iuran masing-masing Rp. 100.000
dan Rp. 150.000.

Budiman ikut program pensiun dengan membayar Rp. 200.000 /


bulan. Status Budiman adalah K(1).

Dit. PPh Pasal 21 atas Budiman.

Jawaban :

Penghasilan Bruto = 7.750.000 ( 6.500.000 +


1.000.000+150.000+100.000)

Pengurang = 5% x 7750000 = 387500

Iuran Pensiun = 200000 , Total = 587500

Pengh Netto = 7162500 ( 7750000 – 587500) x 12 = 85.950.000

PTKP = 63.000.000 ( K1) 54.000.000+9.000.000)

PKP = 22.950.000 ( 85.950.000 -63.000.000) x 5% = 1.147.500


thn / 12 = 95.625/bln

Contoh 3.

Budi pegawai di PT XYZ, menerima Gaji Rp. 9.500.000 setiap


bulan, dan menerima tunjangan transport Rp 1.000.000 dan
Tunjangan perumahan Rp. 1.500.000 / bulan . PT XYZ ikut
program BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan dan membayar
iuran masing-masing Rp. 100.000 dan Rp. 150.000.

Budi ikut program pension dengan membayar Rp. 200.000 / bulan.


Status Budi adalah K(1).

Pada bulan Juli 2015 Budi menerima THR Rp. .9000.000

Dit. PPh Pasal 21 atas Budi/ bulan .


90
PPh Pasal 21 atas THR.
I. Peng Bruto
Gaji 9.500.000
Transport 1.000.000
Perumahan 1.500.000
BPJS 250.000
Total = 12.250.000 x 12 = 147.000.000
THR 9.000.000
Total Pengh + THR = 156.000.000
II. Pengurang
Biaya Jabatan = 6.000.000 ; ( 5% x 156 jt )= 7,8 jt

Iuran Pensiun = 2.400.000 ( 200000 x 12)

Total Pengurang = 8.400.000


III. Pengh Netto = 147.600.000
IV. PTKP = 63.000.000
V. PKP = 84.600.000
PAJAK TERHUTANG =
5% X 50.000.000 = 2.500.000
15% X 34.600.000 = 5.190.000
TOTAL = 7.690.000
PAJAK TERHUTANG SEBELUM THR = 6.340.000

PAJAK ATAS THR = 1.350.000

PPh Pasal 21 sebelum THR / Bulan


I. Peng Bruto
Gaji 9.500.000
Transport 1.000.000
Perumahan 1.500.000
BPJS 250.000
Total = 12.250.000 x 12 = 147.000.000
II. Pengurang
Biaya Jabatan = 6.000.000 ; ( 5% x 147 jt )= 7,35 jt

Iuran Pensiun = 2.400.000 ( 200000 x 12)

Total Pengurang = 8.400.000


III. Pengh Netto = 138.600.000
IV. PTKP (K1) = 63.000.000
V. PKP = 75.600.000
91
PAJAK TERHUTANG =
5% X 50.000.000 = 2.500.000
15% X 25.600.000 = 3.840.000
================
6.340.000 / thn /12 = 528.333 /bln

Latihan :

Agus status K(3) direktur di PT Langgeng Buana setiap bulan menerima


Gaji 25 jt, tunjangan transport 5 Jt dan tunjangan asuransi kesehatan 1 jt .
Agus ikut program pension dengan membayar iuran 500 ribu setiap bulan.
Pada Juli 2016 menerima THR = 20 Jt dan pada Desember 2016 menerima
bonus 40 jt. Hitunglah PPh pasal 21 atas Gaji per bulan, THR dan Bonus.

Metode Gross up digunakan untuk mendapat hitungan Tunjangan


Pajak dimana PPh Pasal 21 dibayar oleh perusahaan.

Contoh 3 . Metode Gross Up


Lapis Penghasilan Kena Pajak Rumus Gross Up

1. PKP <= 50 JUTA (PKP x 5%) / 0,95

2. PKP > 50 JUTA – 250 JUTA ((PKP x 15%) – 5 JUTA) / 0,85

3. PKP > 250 JUTA – 500 JUTA ((PKP x 25%) – 30 JUTA) / 0,75

4. PKP >500 JUTA ((PKP x30%) – 55 JUTA) / 0,70

Latihan 1

92
Agus setuju bekerja di PT. Agung Sedayu, dengan gaji Rp. 6 Jt
sebulan net. Agus status K(1) dan membayar iuran pensiun
sebulan Rp. 200.000.

Dit : Hitunglah Tunjangan Pajak Pasal 21 yang dibayar oleh


perusahaan.

Peng Bruto = 6 jt

Pengurang = 5% x 6 jt = 300000

Iuran pension = 200000, Total = 500000

Peng netto = 5,5,jt x 12 = 66 jt

PTKP = 63 jt , PKP = 3 jt

Tunj-Pajak = ( 3 jt x 5%)/ 0,95 = 157.895 /thn

Buktikan

Peng Bruto = 72 JT ( 6 JT X 12) + 157895 = 72.157.895

Pengurang = 5% x 72.157.895 = 3.607.895

Iuran pension = 200000 X12 , = 2,4 JT

Total Pengurang = 6.007.895

Peng netto = 72.157.895 – 6.007.895 = 66.150.000

PTKP = 63 jt , PKP = 3.150.000

Tarif = 5% X 3.150.000 = 157500 / THN (PPh Pasal 21 )

Gaji = 6.000.000

Tunja Pajak = 157.895


93
Latihan 2.

Budiman setuju bekerja di PT. Pada Suka dengan menerima gaji


sebesar Rp. 12.500.000 per bulan net. Budiman membayar iuran
pensiun sebesar Rp. 400.000 / bulan, status Budiman adalah K (2).

Dit : Hitunglah Tunjangan Pajak Pasal 21 yang dibayar oleh


perusahaan.

Latihan 3.

Peter bekerja baru bekerja di Pers PQR dengan gaji 15 jt,


diberikan tunj asuransi = 250000, transport = 1 jt, status = K(2),
PPh Pasal 21 semua ditanggung persh dalam bentuk memberi
tunj.Pajak. Iuran Pensiun = 500000/ bln.

Ditanya : hitung Tunj.Pajak

- Berikan bukti perhitungannya.

2. Penerima pensiun yang dibayarkan secara bulanan


Contoh:
Teja status kawin dengan 1 anak pegawai PT. Mulia, pensiun tahun 2009.
Tahun 2009 Teja menerima pensiun sebulan Rp. 6.000.000,-

Penghitungan PPh Ps. 21 :


Pensiun sebulan = Rp. 6.000.000

Pengurangan
Biaya Jabatan 5% x 6.000.000 = Rp. 200.000 ( maksimum sebulan)
Penghasilan Netto sebulan = Rp. 5.800.000
Penghasilan Netto setahun = Rp. 69.600.000
94
PTKP(K/1) = Rp. 63.000.000
PKP = Rp. 6.600.000
PPh Ps. 21 setahun = 5% x 6.600.000 = Rp. 330.000
PPh Ps. 21 sebulan (Rp. 330.000 )/12 = Rp. 27.500.

Ph 21 Atas Pesangon, Uang Manfaat


Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan
Jaminan Hari Tua
Sigit , setahun yang lalu

Orang pribadi dalam negeri yang menerima penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat

pensiun, tunjangan hari tua, dan jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus dikenai pemotongan

PPh pasal 21 bersifat final.

Uang Pesangon adalah penghasilan yang dibayarkan oleh pemberi kerja termasuk Pengelola Dana

Pesangon Tenaga Kerja kepada pegawai, dengan nama dan dalam bentuk apapun, sehubungan

dengan berakhirnya masa kerja atau terjadi pemutusan hubungan kerja, termasuk uang penghargaan

masa kerja dan uang penggantian hak.

Uang Manfaat Pensiun adalah penghasilan dari manfaat pensiun yang dibayarkan kepada orang

pribadi peserta dana pensiun secara sekaligus sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di

bidang dana pensiun oleh Dana Pensiun Pemberi Kerja atau Dana Pensiun Lembaga Keuangan

yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

Tunjangan Hari Tua adalah penghasilan yang dibayarkan sekaligus oleh badan penyelenggara

tunjangan hari tua kepada orang pribadi yang telah mencapai usia pensiun.

Jaminan Hari Tua adalah penghasilan yang dibayarkan sekaligus oleh badan penyelenggara

jaminan sosial tenaga kerja kepada orang pribadi yang berhak dalam jangka waktu yang telah

ditentukan atau keadaan lain yang ditentukan.

95
Tarif PPh pasal 21 untuk penghasilan berupa uang pesangon
diberlakukan kumulatif bersifat final;

 Penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000 sebesar 0%

 Penghasilan bruto diatas Rp 50.000.000 s/d Rp 100.000.000 sebesar 5%

 Penghasilan bruto diatas Rp 100.000.000 s/d Rp500.000.000 sebesar 15%

 Penghasilan bruto diatas Rp 500.000.000 sebesar 25%

Tarif PPh pasal 21 untuk penghasilan berupa uang manfaat


pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua
diberlakukan kumulatif bersifat final:

 Penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000 sebesar 0%

 Penghasilan bruto diatas Rp 50.000.000 sebesar 5%

Pembayaran dianggap sekaligus jika sebagian atau seluruh pembayarannya dilakukan dalam jangka

waktu paling lama 2 tahun kalender. Pembayaran sekaligus meliputi;

1. Pembayaran sebanyak-banyaknya 20% dari manfaat pensiun yang dibayarkan secara sekaligus

pada saat Pegawai sebagai peserta pensiun atau meninggal dunia.

2. Pembayaran manfaat pensiun bulanan yang lebih kecil dari suatu jumlah tertentu yang ditetapkan

dari waktu ke waktu oleh Menteri Keuangan yang dibayarkan secara sekaligus

3. Pengalihan Uang Manfaat Pensiun kepada perusahaan asuransi jiwa dengan cara Dana Pensiun

membeli anuitas seumur hidup.

Bila PPh yang terutang dibayar pada tahun ketiga dan tahun-tahun berikutnya, pemotongannya

dilakukan dengan menerapkan tarif pasal 17 UU PPh yang bersifat tidak final dan bagi pegawai

dapat diperhitungkan sebagai kredit pajak.

96
Bagi pegawai yang tidak mempunyai NPWP dikenakan tarif lebih tinggi 20% dari tarif pasal pasal 17

UU PPh. Contoh:

3. Pegawai tetap menerima bonus, gratifikasi, tantiem,Tunjangan Hari Raya atau


tahun baru, premi dan penghasilan yang sifatnya tidak tetap, diberikan sekali saja
atau sekali setahun.
Contoh :
Ikhsan Alisyahbani adalah pegawai tetap di PT Tiurmas Lampung Indah. la memperoleh
gaji bulan Desember sebesar Rp. 5.000.000,00 menerima THR sebesar Rp. 5.000.000,00
dan membayar iuran pensiun sebesar Rp. 25.000,00 sebulan. Ikhsan Alisyahbani
menikah tetapi belum mempunyai anak (status K/0)

PPh Pasal 21 atas gaji dan THR


Penghasilan Bruto setahun = 12x 5.000.000 = Rp. 60.000.000
THR = Rp. 5.000.000
Jumlah Penghasilan Bruto Rp. 65.000.000

Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5%x 65.000.000 = 3.250.000
Iuran pensiun 12x25.000 = 300.000
Total Pengurangan = Rp. 3.550.000

Penghasilan netto setahun Rp. 61.450.000


PTKP (K/0) setahun = Rp. 39.000.000
PKP setahun = Rp. 22.450.000
PPh Ps. 21 terutang:
5% x 22.450.000= Rp. 1.122.500

PPh Pasal 21 atas gaji


Penghasilan Bruto setahun = 12x 5.000.000= Rp. 60.000.000

Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5%x 60.000.000 = 3.000.000
Iuran pensiun 12x25.000 = 300.000
Total Pengurangan = Rp. 3.300.000

Penghasilan netto setahun Rp. 56.700.000


PTKP (K/0) setahun = Rp. 39.000.000
PKP setahun = Rp. 17.700.000
PPh Ps. 21 terutang: 5% x 17.700.000= Rp. 885.000

97
PPh Pasal 21 atas THR = 1.122.500 – 885.000 = Rp. 237.500

PPh Pasal 21 atas gaji dan THR - PPh Pasal 21 atas gaji:
= Rp. 409.500,00 - Rp. 379.500,00
= Rp. 30.000,00

Terima bulan Desember = 2200000+600000-31625-30000=2.738.375

4. Penerima Honorarium atau Pembayaran lain.


Contoh :
Ali seorang penceramah memberikan ceramah pada lokakarya dan menerima
honorarium Rp. 1.000.000,00. Penghitungan PPh Pasal 21 yang dipotong (tarif Pasal 17)
: 5%xRp.1.000.000,00 = Rp. 50.000,00

5. Komisi yang dibayarkan kepada penjaja barang dagangan atau petugas dinas
luar asuransi.
Contoh:
Tri seorang penjaja barang dagangan hasil produksi PT Jaya, dalam bulan April 2015
menerima komisi sebesar Rp. 750.000,00
PPh Pasal 21 = 5% x Rp. 750.000,00 = Rp. 37.500,00

6. Penerima Hadiah atau Penghargaan sehubungan dengan Perlombaan.


Contoh:
Ali pemain tenis yang tinggal di Jakarta, menjadi juara dalam suatu turnamen dan
mendapat hadiah Rp. 30.000.000,00  PPh Pasal 21 yang terutang atas hadiah turnamen
adalah :
5% x Rp. 30.000.000,- = Rp. 1.500.000,-

7. Honorarium yang diterima tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas.


Contoh :
Gatot seorang arsitek, bulan Maret 2009 menerima honorarium Rp.20.000.000,00 dari
PT.Abang sebagai imbalan atas jasa teknik.

Penghitungan PPh Pasal 21 :


Penghasilan Kena Pajak = 50% x Rp. 20.000.000,00 = Rp. 10.00.000,00

Pajak = 5% X 10.000.000 = 500.000

98
Contoh perhitungan PPh Pasal 21 atas jasa dokter yang praktik di rumah sakit
dan/atau klinik
dr. Abdul Gopar, Sp.JP merupakan dokter spesialis jantung yang melakukan
praktik di Rumah Sakit Harapan Jantung Sehat dengan perjanjian bahwa atas
setiap jasa dokter yang dibayarkan oleh pasien akan dipotong 20% oleh pihak
rumah sakit sebagai bagian penghasilan rumah sakit dan sisanya sebesar
80% dari jasa dokter tersebut akan dibayarkan kepada dr. Abdul Gopar, Sp.JP
pada setiap akhir bulan. Selain praktik di Rumah Sakit Harapan Jantung Sehat
dr. Abdul Gopar, Sp.JP juga melakukan praktik sendiri di klinik pribadinya. dr.
Abdul Gopar, Sp.JP telah memiliki NPWP dan pada tahun 2009, jasa dokter
yang dibayarkan pasien dari praktik dr. Abdul Gopar, Sp.JP di Rumah Sakit
Harapan Jantung Sehat adalah sebagai berikut:
Bulan Jasa Dokter yang dibayar Pasien
(Rupiah)
Januari 45,000,000.00
Februari 49,000,000.00
Maret 47,000,000.00
April 40,000,000.00
Mei 44,000,000.00
Juni 52,000,000.00
Juli 40,000,000.00
Agustus 35,000,000.00
September 45,000,000.00
Oktober 44,000,000.00
November 43,000,000.00
Desember 40,000,000.00
Jumlah 524,000,000.00
Penghitungan PPh Pasal 21 untuk bulan Januari sampai dengan Desember 2009:
Bulan Jasa Dasar Dasar Tarif PPh
Doketr Pemotonga Pemotongan Pasal 17 Pasal 21
yang n PPh Pasal 21 ayat (1) terutang
dibayar PPh Pasal Kumulatif huruf a (Rupiah)
Pasien 21 (Rupiah) UU PPh
(Rupiah) (Rupiah)
(1) (2) (3)=50% x (4) (5) (6)=(3) x (5)
(2)
Januari 45,000,000 22,500,000 22,500,000 5% 1,125,000
Februari 49,000,000 24,500,000 47,000,000 5% 1,225,000
Maret 47,000,000 3,000,000 50,000,000 5% 150,000
———— —————– ——— ————-
—– 70,500,000 15% 3,075,000
20,500,000
99
April 40,000,000 20,000,000 90,500,000 15% 3,000,000
Mei 44,000,000 22,000,000 112,000,000 15% 3,300,000
Juni 52,000,000 26,000,000 138,500,000 15% 3,900,000
Juli 40,000,000 20,000,000 158,500,000 15% 3,000,000
Agustus 35,000,000 17,500,000 176,000,000 15% 2,625,000
Septemb 45,000,000 22,500,000 198,500,000 15% 3,375,000
er
Oktober 44,000,000 22,000,000 220,500,000 15% 3,300,000
Novemb 43,000,000 21,500,000 242,000,000 15% 3,225,000
er
Desemb 40,000,000 8,000,000 250,000,000 15% 1,200,000
er ———— —————– ——— —————
—– 262,000,000 25% 3,000,000
12,000,000
Jumlah 524,000,00 35,500,000
0

Apabila dr. Abdul Gopar Sp.JP tidak memiliki NPWP, maka PPh Pasal 21 terutang
adalah sebesar 120% dari PPh Pasal 21 terutang sebagaimana contoh di atas.

Pkp = 524 jt x 50% = 262 jt

5% x 50 jt = 2,5

15%x 200 jt = 30 jt

25% x 12 jt = 3 jt, total = 35,5 jt

8. Penghasilan atas Upah Harian.


Contoh 1:
Eko pada bulan Agustus 2017 bekerja sebagai buruh harian pada PT Dayat
Harini Perkasa. la bekerja satu hari sebesar Rp. 120.000,00./
Penghitungan PPh Pasal 21 terutang :
Upah sehari = Rp. 120.000,00
Batas Upah harian yang Tidak di potong PPh = Rp. 450.000,00
PKP Sehari = Rp. 0,00
PPh Pasal 21 Sehari = (5% x Rp. 0,00) = Rp. 0,00

100
Contoh 2
Arifin dengan status belum menikah. pada bulan Januari 2016 bekerja
sebagai buruh harian pada PT Jaya Makmur. Ia bekerja selama 20 hari dan
menerima upah harian sebesar Rp 200.000,00.
Penghitungan PPh Pasal 21 terutang :
Upah sehari Rp 200.000,00 x 20 hari = 4.000.000 artinya dibawah
PTKP ( TK = 4.500.000)/ bulan. Maka tidak ada PPh Pasal 21.

Contoh 3
Bagus dengan status belum menikah. pada bulan Januari 2016 bekerja
sebagai buruh harian pada PT Jaya Makmur. Ia bekerja selama 25 hari dan
menerima upah harian sebesar Rp 200.000,00 x 25 hari = 5.000.000 , sudah
melebihi PTKP (4.500.000).
Penghitungan PPh Pasal 21 terutang :
PPh Pasal 21 dipotong atas Upah Sehari : Rp.
Sampai dengan hari ke-22, karena jumlah kumulatif upah yang
diterima belum melebihi Rp 4.500,000, maka tidak ada PPh Pasal 21 yang
dipotong.
Bagus bekerja selama 25 hari, maka pada hari ke 23, setelah jumlah
kumulatif upah yang diterima melebihi Rp 4.500.000 , maka PPh Pasal 21
terutang dihitung berdasarkan upah setelah dikurangi PTKP yang
sebenarnya.
Upah s.d. hari ke-23 (Rp 200.000,00 x 23) Rp 4.600.000
PTKP sebenarnya (Rp 54000000 x 23/360) Rp 3.450.000
Penghasilan Kena Pajak s.d. hari ke-23 Rp 1.150.000
PPh Pasal 21 terutang s.d hari ke-23
Rp 1.150.000 x 5% Rp 57.500
PPh Pasal 21 yang telah dipotong 24 hari Rp. 4.800.000
PTKP = 54 jt x 24/360 Rp. 3.600.000
PKP Rp. 1.200.000
PPh Pasal 21 = 1,2 jt x 5% = Rp. 60.000
Jadi pada hari ke 24 dia bayar pajak =
Rp. 60.000 - Rp. 57.500 = Rp. 2.500

Pada hari ke 25 Rp. 5.000.000


PTKP 54 x 25/360 Rp. 3.750.000
PKP = Rp. 1.250.000

PPh Pasal 21 = Rp. 1.250.000 x 5% jadi dibayar Rp. 62.500


PPh pasal 21 pada hari 25 = 62.500 – 60.000 = 2500
Total PPh Pasal 21 Bagus selama 25 hari kerja = Rp. 62.500

101
Contoh 4
Ali bekerja di PT Bayu selama 2 hari dengan upah Rp. 1.000.000 dibayar
setiap hari. Hitung PPh Pasal 21.
Jawaban : 10000000/ 2 = 500000 ; Tarif : 5% x ( 500000- 450000) = 2500.

Latihan :
Agus status K1 bekerja di PT. Agung sebagai pegawai harian dengan upah
Rp. 280.000 . Bekerja selama 25 hari dalam sebulan.
Hitung : PPh Pasal 21 atas Agus.

DENGAN UPAH SATUAN


Contoh 1 :
Toni adalah seorang karyawan yang bekerja sebagai perakit TV pada suatu
perusahaan elektronika, dia belum menikah. Upah yang dibayar
berdasarkan atas jumlah unit/satuan yang diselesaikan yaitu Rp 150.000,00
per buah TV dan dibayarkan tiap minggu. Dalam waktu 1 minggu (6 hari
kerja) dihasilkan sebanyak 24 buah TV dengan upah Rp 3.600.000,00.
Penghitungan PPh Pasal 21 :
Upah sehari adalah
Rp 3.600.000,00 : 6 Rp 600.000
Upah Rp 450.000,00 sehari tidak kena pajak.
Upah kena pajak adalah :
Rp 600.000,00 – Rp 450.000,00Rp 150.000
Upah seminggu terutang pajak (PKP)
6 x Rp 150.000,00 Rp 900.000
PPh Pasal 21 , Tarif pasal 17
5% : Rp 900.000,00 = Rp 45.000,00 (Mingguan).

Parto adalah seorang karyawan yang bekerja sebagai perakit TV pada suatu
perusahaan elektronika, dia belum menikah. Upah yang dibayar
berdasarkan atas jumlah unit/satuan yang diselesaikan yaitu Rp 150.000,00
per buah TV dan dibayarkan tiap minggu. Dalam waktu 1 minggu (6 hari
kerja) dihasilkan sebanyak 20 buah TV dengan upah Rp 3.000.000,00.
Penghitungan PPh Pasal 21 :
Upah sehari adalah
Rp 3.000.000,00 : 6 Rp 500.000
Upah Rp 450.000,00 sehari tidak kena pajak.
Upah kena pajak adalah :
102
Rp 500.000,00 – Rp 450.000,00Rp 50.000
Upah seminggu terutang pajak (PKP)
6 x Rp 50.000,00 Rp 300.000
PPh Pasal 21 , Tarif pasal 17
5% : Rp 300.000,00 = Rp 15.000,00 (Mingguan).

DENGAN UPAH BORONGAN


Contoh Penghitungan :
Bayu mengerjakan dekorasi sebuah rumah dengan upah borongan
sebesar Rp 500.000,00, pekerjaan diselesaikan dalam 2 hari.
Upah borongan sehari : Rp 500.000,00 : 2 = Rp 250.000
Upah harian dibawah Rp 450.000,00
Maka tidak ada Potongan PPh Pasal 21.

Suwandi mengerjakan dekorasi sebuah rumah dengan upah


borongan sebesar Rp 5000.000,00, pekerjaan diselesaikan dalam 8
hari.
Upah borongan sehari : Rp 5000.000,00 : 8 = Rp 625.000
Upah harian diatas Rp 450.000,00.
Maka Potongan PPh Pasal 21 = 625.000 – 450.000 = 175.000.
Upah 8 hari = 175000 x 8 = 1400000
5% x 1.400.000 = 70000 / 8 hari
8.750 / hari

103
9. Penghasilan berupa uang tebusan pensiun, Tunjangan Hari
Tua (THT), dan uang pesangon yang dibayarkan sekaligus
oleh Dana Pensiun yang telah disahkan Menteri Keuangan.
Contoh :
Eko bulan Maret 2015 menerima tebusan pensiun dari Dana 
Pensiun “ X” Rp. 70.000,000.
Penghasilan Bruto Rp.70.000.000,
Dikecualikan dari Pemotongan Rp.50.000.000
Penghasilan dikenakan pajak Rp.20.000.000,
PPh Pasal 21 terutang:
5% x Rp. 20.000.000,00                = Rp. 1.000.000,-
Jumlah PPh Pasal 21 terutang          = Rp. 1.000.000,-

104
10. Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, dan
Anggota POLRI.
Penghitungan PPh Pasal 21 Masa atau Bulanan Selain Masa Pajak Desember atau Masa
Pajak Terakhir
1. Untuk menghitungg PPh Pasal 21 atas penghasilan tetap dan teratur setiap bulan,
terlebih dahulu dihitung seluruh penghasilan bruto yang diterima selama sebulan, yang
meliputi seluruh gaji dan tunjangan;
2. Selanjutnyaya dihitung jumlah penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan cara
mengurangi penghasilan bruto sebulan dengan biaya jabatan dan iuran pensiun;
3. Selanjutnya dihitung penghasilan neto setahun, yaitu jumlah penghasilan neto sebulan
dikalikan 12 (dua belas);
4. Dalam hal Pejabat Negara, PNS, Anggota TNl, atau Anggota POLRl mulai bekerja
setelah bulan Januari, maka penghasilan neto setahun dihitung dengan mengalikan
penghasilan neto sebulan dengan banyaknya bulan sejak Pejabat Negara, PNS, Anggota
TNl, atau Anggota POLRI mulai bekerja sampai dengan bulan Descember;
5. Selanjutnya dihitung Penghasilan Kena Pajak yaitu sebesar Penghasilan neto setahun
sebagaimana dimaksud pada angka 3 atau angka 4, dikurangi dengan Penghasilan Tidak
Kena Pajak (PTKP);
6. PPh Pasal 21 terulang atas perkiraan penghasilan setahun dihitung dengan
mencrapkan tarif Pasal 17 UU PPh terhadap Penghasilan Kena Pajak;
7. Selanjutnya dihitung PPh Pasal 21 yang ditanggung oleh Pemerintah sebulan, yaitu:
1. Jumlah PPh Pasal 21 terutang atas penghasilan sebagaimana dimaksud pada
angka 3 dibagi dengan 12 (dua belas);
2. Jumlah PPh Pasal 21 terutang atas penghasilan sebagaimana dimaksud pada
angka 4 dibagi banyaknya bulan yang menjadi faktor pengali sebagaimana
dimaksud pada angka 4.

Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, dan
Anggota POLRI, Selain Masa Pajak Desember dan Masa Pajak Terakhir atas
penghasilan teratur.

105
106
107
108
109
11. Pemotongan PPh Pasal 21 bagi orang pribadi dalam negeri bukan pegawai.

Definisi Bukan Pegawai


Bukan pegawai merupakan penerima penghasilan yang menerima atau memperoleh
penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, antara lain meliputi :
1. tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan,
arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
2. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron,
bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama,
penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;
3. olahragawan
4. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
5. pengarang, peneliti, dan penerjemah;
6. pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan sistem aplikasinya,
telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta pemberi jasa kepada
suatu kepanitiaan;
7. agen iklan;
8. pengawas atau pengelola proyek;
9. pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara;
10. petugas penjaja barang dagangan;
11. petugas dinas luar asuransi;
12. distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis
lainnya;

a. Pemotongan PPh Pasal 21 bagi orang pribadi dalam negeri bukan pegawai, atas
imbalan yang bersifat  berkesinambung.
Imbalan kepada bukan pegawai yang bersifat berkesinambungan adalah imbalan kepada
bukan  pegawai yang dibayar atau terutang lebih dari satu kali dalam satu tahun kalender
sehubungan dengan  pekerjaan, jasa, atau kegiatan.
 Bagi yang telah memiliki NPWP dan hanya memperoleh penghasilan dari hubungan
kerja dengan Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 serta tidak memperoleh
penghasilan lainnya.
o PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1)  huruf a UU
PPh atas jumlah kumulatif penghasilan kena pajak dalam tahun kalender yang
110
bersangkutan. Besarnya penghasilan kena pajak adalah sebesar 50% ( lima
puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP per bulan.
 Bagi yang tidak memiliki NPWP atau memperoleh penghasilan lainnya selain dari
hubungan kerja dengan Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 serta
memperoleh penghasilan lainnya.
o PPh Pasal2 1 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1)  huruf a UU
PPh atas jumlah kumulatif 50% ( lima puluh persen) dari jumlah penghasilan
bruto ruto dalam tahun kalender yang bersangkutan.
Pemotongan PPh Pasal 21 Bagi Orang Pribadi Dalam Negeri Bukan Pegawai, atas
lmbalan yang Tidak Bersifat Berkesinambungan.
PPh Pasal2 1 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat( 1) huruf a UU PPh atas
50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto.
PPh Pasal 21 Dokter yang melakukan praktik di rumah sakit dan/atau klinik
Dalam hal bukan pegawai adalah dokter yang melakukan praktik di rumah sakit dan/atau
klinik maka besarnya jumlah penghasilan bruto adalah  sebesar jasa dokter yang
dibayarkan pasien melalui rumah sakit dan/atau klinik sebelum dipotong biaya-biaya
atau bagi hasil oleh rumah sakit dan/atau klinik.
Jumlah Bruto Bagi Bukan Pegawai yang mempekerjakan karyawan dan terdapat
material.
Bagi Bukan Pegawai yang:
mempekerjakan orang lain sebagai pegawainya maka besarnya jumlah penghasilan bruto
adalah sebesar jumlah pembayaran setelah dikurangi dengan bagian gaji atau upah dari
pegawai yang dipekerjakan tersebut, kecuali apabila dalam kontrak/perjanjian tidak
dapat dipisahkan bagian gaji atau upah dari pegawai yang dipekerjakan tersebut maka
besarnya .

111
Contoh perhitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima oleh bukan
pegawai yang menerima penghasilan yang bersifat berkesinambungan.
Contoh perhitungan PPh Pasal 21 atas jasa dokter yang praktik di rumah
sakit
dan/atau klinik
dr. Abdul Gopar, Sp.JP merupakan dokter spesialis jantung yang
melakukan praktik di Rumah Sakit Harapan Jantung Sehat dengan
perjanjian bahwa atas setiap jasa dokter yang dibayarkan oleh pasien
akan dipotong 20% oleh pihak rumah sakit sebagai bagian
penghasilan rumah sakit dan sisanya sebesar 80% dari jasa dokter
tersebut akan dibayarkan kepada dr. Abdul Gopar, Sp.JP pada setiap
akhir bulan. Selain praktik di Rumah Sakit Harapan Jantung Sehat dr.
Abdul Gopar, Sp.JP juga melakukan praktik sendiri di klinik
pribadinya. dr. Abdul Gopar, Sp.JP telah memiliki NPWP dan pada
tahun 2009, jasa dokter yang dibayarkan pasien dari praktik dr. Abdul
Gopar, Sp.JP di Rumah Sakit Harapan Jantung Sehat adalah sebagai
berikut:
Bulan Jasa Dokter yang dibayar
Pasien (Rupiah)
Januari 45,000,000.00
Februari 49,000,000.00
Maret 47,000,000.00
April 40,000,000.00
Mei 44,000,000.00
Juni 52,000,000.00
Juli 40,000,000.00
Agustus 35,000,000.00
September 45,000,000.00
Oktober 44,000,000.00
November 43,000,000.00
Desember 40,000,000.00
Jumlah 524,000,000.00
Penghitungan PPh Pasal 21 untuk bulan Januari sampai dengan Desember 2009:
Bulan Jasa Dasar Dasar Tarif PPh
Doketr Pemotonga Pemotongan Pasal 17 Pasal 21
yang n PPh Pasal 21 ayat (1) terutang
dibayar PPh Pasal Kumulatif huruf a (Rupiah)
Pasien 21 (Rupiah) UU PPh
(Rupiah) (Rupiah)
(1) (2) (3)=50% x (4) (5) (6)=(3) x (5)
(2)
Januari 45,000,000 22,500,000 22,500,000 5% 1,125,000
Februari 49,000,000 24,500,000 47,000,000 5% 1,225,000
Maret 47,000,000 3,000,000 50,000,000 5% 150,000
———— —————– ——— ————-
112
—– 70,500,000 15% 3,075,000
20,500,000
April 40,000,000 20,000,000 90,500,000 15% 3,000,000
Mei 44,000,000 22,000,000 112,000,000 15% 3,300,000
Melakukan penyerahan material atau barang maka besarnya jumlah penghasilan bruto hanya atas
pemberian jasanya saja,k ecuali apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan antara
pemberian jasa dengan material atau barang maka besarnya penghasilan bruto tersebut termasuk
pemberian jasa dan material atau barang.

13. SPT Masa PPh Pasal 21 Masa Pajak Desember dan Contoh Pengisiannya

SPT Tahunan PPh Pasal 21 sudah tidak ada lagi. Fungsi utama SPT Tahunan PPh Pasal 21
adalah untuk melaporkan PPh Pasal 21 terutang dan PPh Pasal 21 yang sudah dibayar dalam
satu tahun. Untuk pegawai tetap dan penerima pensiun bulanan, SPT Tahunan PPh Pasal 21
berfungsi untuk melakukan koreksi atas perhitungan yang telah dilakukan secara bulanan.
Koreksi ini dilakukan karena perhitungan bulanan didasarkan pada perkiraan, sedangkan
perhitungan tahunan sudah didasarkan pada jumlah riel imbalan yang dibayarkan.

Perhitungan PPh Pasal 21 setahun untuk pegawai tetap dan penerima pensiun bulanan ini
dituangkan dalam formulir 1721 A1 atau 1721 A2, yang berfungsi juga sebagai bukti
pemotongan PPh Pasal 21 bagi keduanya.

Dengan dihilangkannya SPT Tahunan PPh Pasal 21 ini, maka peranannya digantikan oleh SPT
Masa PPh Pasal 21 bulan Desember. Dengan demikian, pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21
bulan Desember adalah pelaporan PPh Pasal 21  yang terutang dalam satu tahun kalender dari
Januari sampai Desember, dan pembayaran yang telah dilakukan selama Januari sampai
Nopember.

Formulir bukti pemotongan pegawai tetap dan penerima pensiun 1721 A1 dan A2 tetap ada,
tetapi sekarang menjadi bagian dari lampiran SPT Masa PPh Pasal 21 bulan Desember, bukan
SPT Tahunan lagi. Kalau dulu rekapan formulir 1721 A1 atau A2 ini dituangkan dalam formulir
1721 A, maka sekarang dituangkan dalam formulir 1721-I. Nah, dengan demikian maka
perbedaan utama antara SPT Masa PPh Pasal 21 Desember dengan SPT Masa PPh Pasal 21
bulan lainnya adalah bahwa untuk bulan Desember harus dilampiri dengan 1721-I dan 1721 A1
masing-masing pegawai tetap yang penghasilannya di atas PTKP, sedangkan bulan lainnya tidak
ada lampiran lain.

Apabila di bulan Desember, terdapat pemotongan PPh Pasal 21 terhadap non pegawai tetap atau
pensiunan, maka pelaporannya tetap dilakukan seperti biasa dengan melampirkan bukti potong
dan daftar bukti potong. Bedanya, kalau objek PPh Pasal 21 non pegawai tetap yang tidak final

113
akan dilaporkan digabung dengan objek PPh Pasal 21 bulan-bulan sebelumnya. Sementara objek
PPh Pasal 21 final dilaporkan cukup hanya untuk bulan Desember saja.

Untuk lampiran 1721 II, tidak ada perbedaan antara bulan Desember dan bulan-bulan
sebelumnya karena formulir ini hanya dilampirkan kalau ada pegawai tetap baru masuk, keluar
atau baru memiliki NPWP saja..

114

Anda mungkin juga menyukai