Anda di halaman 1dari 18

RANGKUMAN APLIKASI DAN PERENCANAAN PAJAK

Bab 6: Tax Planning PPh Badan

Disusun oleh :

Kelompok 7 (KP B) :

Theodore Kevin Tjoeanda 130320024


Anilian Angga 130320151
Jessica Fransisca Thesman 130320169
Melvina Gome Wijaya 130320191
Adventia Evangelia 130320237

FAKULTAS BISNIS DAN EKONOMIKA

UNIVERSITAS SURABAYA

2023
Pendahuluan
Pajak Penghasilan adalah pajak yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan
dikenakan atas penghasilan kena pajak perusahaan yang dihitung dari (penghasilan bruto - biaya
deductible) lalu selisihnya adalah laba kena pajak (net taxable income/profit) yang menjadi
objek pengenaan pajak penghasilan. Menyusun perencanaan pajak PPh Badan tidak bisa berjalan
sendiri tanpa memperhatikan jenis pajak lainnya, karena perhitungan PPh badan berkaitan
dengan PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23/26, PPh Final dan juga PPN.

Laba Fiskal vs Laba Komersial


Dari laporan keuangan komersial dapat dihitung laba komersial atau penghasilan secara
akuntansi Laba tersebut menjadi ukuran yang digunakan oleh pihak-pihak yang
berkepentingan/stakeholders, para investor para kreditur kepentingan bisnis. Laporan keuangan
komersial bisa diubah menjadi laporan keuangan fiskal dengan melakukan koreksi atau
penyesuaian melalui suatu rekonsiliasi antara standar akuntansi dan ketentuan perpajakan. Pada
dasarnya yang membedakan laporan keuangan fiskal dengan laporan keuangan komersial adalah
bahwa penyusunan laporan keuangan fiskal didasarkan pada penerapan mekanisme (taxability
deductibility). Implementasi dari konsep taxability deductibility adalah biaya-biaya dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto dari pihak pembayar apabila pihak penerima uang atas biaya
perusahaan tersebut melaporkannya sebagai penghasilan dan penghasilan tersebut dikenai pajak.
Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 mengenai Pajak Penghasilan, beserta peraturan
pelaksanaannya, yakni:
1. Penghasilan yang menjadi objek (Taxable Income) adalah setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia atau
luar Indonesia dalam bentuk apa pun, termasuk:
● Imbalan berkenaan dengan pekerjaan yang diperoleh, termasuk gaji, upah,
tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau
imbalan dalam bentuk lainnya.
● Hadiah dari undian atau kegiatan, dan penghargaan.
● Laba usaha.
● karena penjualan atau karena pengalihan harta, termasuk:
- Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan
badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.
- Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham atau
anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya.
- Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan
dalam bentuk apa pun.
- Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau
sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan,
badan sosial sejenisnya.
- Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak
penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan. atau permodalan
dalam perusahaan pertambangan.
● Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai
biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak.
● Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang.
● Dividen dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil
usaha koperasi.
● Royalti atau imbalan atas penggunaan hak. sewa dan penghasilan lain
sehubungan dengan penggunaan harta.
● Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
● Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah
tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
● Keuntungan selisih kurs mata uang asing.
● Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
● Asuransi.
● Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang
terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
● Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak.
● Penghasilan dari usaha berbasis syariah.
● Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang
mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
● Surplus Bank Indonesia.
2. Penghasilan yang pajaknya dikenakan PPh bersifat final
● Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lain, bunga obligasi dan
surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi
kepada anggota koperasi orang pribadi.
● Berupa hadiah undian.
● Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif
yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau
pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima
oleh perusahaan modal ventura.
● Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah atau bangunan,
usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah atau
bangunan; dan penghasilan tertentu
lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan peraturan pemerintah.
3. Penghasilan yang bukan objek pajak
Menurut PPh Pasal 4 ayat 3 UU PPh No 36. Tahun 2008 yang bukan objek pajak
adalah :
● Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil
zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh
pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak, atau
sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang
diakui di Indonesia.
● Harta hibah yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan
lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial
termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha
mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan.
● Warisan.
● Harta termasuk sektor tunai yang diterima oleh badan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 2 ayat 1 huruf b sebagai pengganti saham atau
sebagai pengganti penyertaan modal.
● Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh dalam bentuk natura atau kenikmatan dari wajib
pajak atau pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan wajib pajak,
wajib pajak yang dikenakan pajak secara final atau wajib pajak yang
menggunakan norma penghitungan khusus sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 15;
● Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan
dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna, dan asuransi beasiswa
● Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas
sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara,
atau badan usaha milik negara, dari penyertaan modal pada badan usaha
yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
❖ Dividen berasal dari cadangan yang ditahan.
❖ Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha
milik daerah yang dividen, kepemilikan saham pada badan yang
memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang
disetor.
● Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja
maupun pegawai.
● Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana
dimaksud pada huruf g, dalam bidang - bidang tertentu yang ditetapkan
dengan Keputusan Menteri Keuangan.
● Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham - saham, persekutuan,
perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan
kontrak investasi kolektif.
● Dihapus.
● Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura
berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan
menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia,
dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
❖ Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang
menjalankan kegiatan dalam sektor usaha yang diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
❖ Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.
● Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur
lebih lanjut atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
● Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial kepada wajib pajak tertentu, yang ketentuannya diatur
lebih lanjut atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
4. Biaya-biaya yang boleh dikurangan (deductible expense)
Diatur dalam UU PPh Pasal 6 No.36 Tahun 2008. Ditentukan berdasarkan penghasilan
bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan,
termasuk:
a. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha,
antara lain biaya pembelian makanan; berkenaan dengan pekerjaan atau jasa;
bunga, sewa, dan royalti; biaya perjalanan; biaya pengolahan limbah; premi
asuransi; biaya promosi dan penjualan yang diatur PMK; biaya administrasi;
pajak kecuali pajak penghasilan.
b. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi
atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan mempunyai masa manfaat lebih dari
1 tahun.
c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh MK.
d. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan
dalam perusahaan.
e. Kerugian selisih kurs mata uang asing.
f. Penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia.
g. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan.
h. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:
● Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial.
● WP harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat tertagih kepada
DJP.
● Telah diserahkan perkara penagihannya kepada pengadilan negeri atau
adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang.
● Syarat, terdapat pada angka 3 dan Pasal 4 ayat (1) huruf k yang diatur
berdasarkan PMK.
i. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
j. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di
Indonesia dengan ketentuan dari Peraturan Pemerintah.
k. Pembangunan infrastruktur sosial.
l. Sumabangan fasilitas pendidikan.
m. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga.
5. Biaya yang tidak boleh dikurangkan (non deductible expenses)
Diatur dalam UU PPh Pasal 9 No.36 Tahun 2008:
a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen.
b. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang
saham, sekutu, atau anggota.
c. Pembentukan atau penumpukan dana cadangan, kecuali:
● Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain
● Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang
dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
● Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan
● Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan
● Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan
● Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah
industri untuk usaha pengolahan limbah industri yang diatur PMK.
d. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna,
dan asuransi beasiswa yang dibayar oleh WPOP, kecuali dibayar oleh pemberi
kerja atau pemberi premi.
e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan
dalam bentuk natura dan kenikmatan sesuai PMK.
f. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau
kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan
dengan pekerjaan yang dilakukan.
g. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan menurut Pasal 4
ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali Pasal 6 ayat (1) huruf i-m.
h. Pajak penghasilan.
i. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi wajib pajak
atau orang yang menjadi tanggungannya.
j. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham.
k. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan, serta sanksi pidana
l. Pengeluaran yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun tidak boleh
dibebankan sekaligus melainkan dibebankan melalui penyusutan dan amortisasi.
m. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan
merupakan objek pajak.
n. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang
pengenaan pajaknya bersifat final.
o. Pajak penghasilan yang ditanggung oleh pemberi penghasilan, kecuali PPh Pasal
26 ayat (1) UU PPh
p. Kerugian dari harta atau utang yang tidak dimiliki dan tidak dipergunakan dalam
usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan
yang merupakan objek pajak.
Tax Planning dalam Rangka Mengefisienkan PPh Badan
Setiap perusahaan mempunyai karakter masalah yang berbeda-beda sesuai nature of
business perusahaan, sehingga penerapan tax planning tiap perusahaan juga berbeda-beda.
Berikut merupakan beberapa upaya yang bisa dilakukan oleh WP dalam mengefisiensikan
pembayaran PPh Badan:
1. Memilih sistem pembukuan yang tepat
2. Memilih metode penyusutan aktiva tetap dan amortisasi aktiva tidak berwujud
3. Memilih metode penilaian persediaan yang tepat
4. Pemilihan pemberian kesejahteraan kepada karyawan dalam bentuk natura/cash
5. Memilih metode pemotongan PPh Pasal 21 yang tepat

Memilih sistem pembukuan yang tepat


1. Metode penghitungan penghasilan dan biaya (stelsel akrual vs stelsel kas)
WP badan dan WPOP yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas di
Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan dengan prinsip taat asas dan dengan
accrual basis atau cash basis. Apabila stelsel akrual, penghasilan diakui pada waktu
diperoleh dan biaya diakui pada waktu terutang. Stelsel akrual adalah pengakuan
penghasilan berdasarkan metode persentase tingkat penyelesaian pekerjaan. Pemungutan
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah menganut prinsip
akrual.
Menurut stelsel kas, penghasilan baru dianggap sebagai penghasilan ketika telah
diterima secara tunai dalam suatu periode tertentu. Biasanya digunakan perusahaan kecil
orang pribadi atau perusahaan jasa. Penggunaan stelsel kas untuk perpajakan dapat juga
dinamakan sebagai stelsel campuran. Pemakaian stelsel kas harus dilakukan secara
konsisten dan dalam memperoleh harta yang dapat disusutkan dan diamortisasi, biaya
yang dikurangkan dari penghasilan hanya dapat dilakukan melalui penyusutan dan
amortisasi. Selain itu dalam menghitung harga pokok penjualan harus diperhitungkan
seluruh pembelian dan persediaan.
Dalam hal biaya administrasi dan umum pada basis akrual dibebankan saat
timbulnya kewajiban, sedangkan pada basis kas biaya baru dilaporkan saat terjadinya
pembayaran. Dari segi strategi perpajakan, lebih menguntungkan memilih basis akrual.
2. Analisis perbandingan pembukuan dengan pencatatan
WPOP yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan WP badan di
Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan, kecuali yang melakukan kegiatan usaha
atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan diperbolehkan
menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan
Neto; dan WPOP yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
DJP telah menerbitkan norma penghitungan, dimana pencatatan terdiri atas data
yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau
penghasilan bruto yang digunakan sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang
terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang
bersifat final, dengan kriteria:
a. Bagi WPOP yang melakukan kegiatan usaha dan pekerjaan bebas, pencatatan
meliputi peredaran atau penerimaan bruto dan penerimaan penghasilan lainnya
b. WPOP yang semata-mata menerima penghasilan dari luar usaha dan pekerjaan
bebas, pencatatannya hanya mengenai penghasilan bruto, pengurang, dan
penghasilan neto yang merupakan objek pajak penghasilan
c. Pencatatan meliputi pula penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang
dikenai pajak yang bersifat final

Besarnya peredaran bruto dalam satu tahun yagi WP Pribadi yang boleh menghitung penghasilan neto
dengan menggunakan Norma Perhitungan Penghasilan Neto dalam Pasal 14 ayat 2 UU No 36 Tahun 2008
menjadi kurang dari Rp 4.800.000.000 dengan syarat WP Pribadi harus memberitahu Direktur Jenderal
Pajak dalam jangka waktu 3 bulan dari tahun pajak yang bersangkutan.

Keuntungan pembukuan dibandingkan pencatatan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Uraian Pencatatan Pembukuan

Harga Pokok dan biaya usaha Tidak boleh diperhitungkan Bisa diperhitungkan ( Biaya
yang deductible)

Kompensasi kerugian Tidak boleh diperhitungkan Bisa dikompensasikan ke tahun


berikutnya

Penetapan penghasilan kena sesuai norma perhitungan sesuai kondisi riil penghasilan
pajak penghasilan neto pengeluaran deductible
Bila perusahaan mengalami PPh tetap harus dibayar sesuai PPh nihil
kerugian norma

2. Pemilihan metode penyusutan aktiva tetap dan amortisasi atas aktiva tidak berwujud
● Untuk tujuan perpajakan, perusahaan hanya boleh memilih metode garis lurus atau metode saldo
menurun (dalam UU No 36 Tahun 2008 mengenai pajak penghasilan):.
○ Metode garis lurus/straight line method: menghasilkan pembebanan yang tetap selama
masa manfaat aset jika nilai residu tidak berubah
○ metode saldo menurun/ declining balance method: pembebanan yang menurun selama
masa manfaat dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku.
● Future value dari penyusutan fiskal dengan metode garis lurus lebih kecil dibandingkan dengan
metode saldo menurun sehingga menghasilkan laba fiskal yang lebih tinggi. Dampak metode
penyusutan terhadap PPh, adalah metode garis lurus lebih tinggi dibandingkan dengan metode
saldo menurun
3. Memilih metode penilaian persediaan
● Metode penilaian persediaan diatur dalam PSAK No. 14 menggunakan FIFO Method, ataupun
Weighted Average. UU No 36 tahun 2008 mengatur metode penilaian persediaan diantaranya:
○ Penilaian persediaan barang hanya boleh menggunakan harga perolehan
○ Penilaian pemakaian persediaan untuk perhitungan harga pokok hanya boleh dilakukan
dengan cara rata-rata atau dengan cara mendahulukan persediaan yang didapat pertama
kali (FIFO)
● Penggunaan metode FIFO akan menghasilkan harga pokok penjualan yang lebih kecil
dibandingkan metode rata-rata karena profit after tax nya lebih besar yang akan memperbesar
beban PPh dan berbanding terbalik dengan metode rata-rata.
● Dalam situasi dimana terdapat kecenderungan harga semakin naik, maka metode rata-rata adalah
lebih tepat digunakan.

Pemilihan pemberian kesejahteraan kepada karyawan dalam bentuk natura atau cash
Pemberian natura atau kenikmatan untuk kesejahteraan karyawan tidak cocok dalam
kondisi:
1. Perusahaan yang sedang menderita kerugian
2. Perusahaan yang dikenakan PPh badan final
Ada beberapa cara untuk mengoptimalkan kesejahteraan karyawan dengan
memanfaatkan peluang efisiensi pajak, yaitu:
1. Pilihan metode PPh 21 karyawan dapat berupa:
- Jika beban PPh 21 sepenuhnya ditanggung karyawan, laporan laba rugi tidak akan
terlihat biaya PPh 21.
- Bila karyawan diberi tunjangan PPh 21 dan tercantum dalam slip gaji serta SPT
PPh 21 karyawan, maka boleh dijadikan biaya dalam laporan keuangan.
- Bila PPh 21 ditanggung oleh perusahaan (bukan sebagai tunjangan), tidak boleh
dibebankan sebagai biaya. PPh 21 terpisah dari gaji dan tunjangan lainnya.
2. Pengobatan/ kesehatan karyawan
- Reimbursement kwitansi biaya medikal: boleh dibebankan tetapi harus
ditambahkan sebagai penghasilan karyawan dalam SPT PPh 21.
- Karyawan diberi tunjangan pengobatan atau kesehatan setiap bulan: boleh
dibiayakan tetapi harus ditambahkan dalam SPT PPh 21.
- Karyawan berobat di rumah sakit/klinik dokter langganan dan pengambilan obat
dari apotek langganan: tidak boleh dibebankan (natura)
- Perusahaan mendirikan rumah sakit/klinik: tidak boleh dibebankan (natura)
3. Pembiayaan premi asuransi untuk karyawan: boleh dibebankan oleh pemberi kerja,
namun untuk pegawai dianggap sebagai penghasilan (taxable).
4. Iuran pensiun dan iuran JHT/THT yang dibayar oleh perusahaan: iuran kepada dana
pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan boleh dibebankan
sebagai biaya, selain yang telah disahkan tidak boleh dibebankan.
5. Perumahan untuk karyawan:
- Tidak dapat dibebankan dan tidak taxable untuk sisi karyawan. Termasuk
biaya-biaya terkait seperti biaya penyusutan, sewa, tidak boleh dibebankan.
- Untuk karyawan, besaran tunjangan tidak boleh lebih kecil dari biaya eksploitasi
dan penyusutan rumah agar dapat dibebankan sebagai biaya.
- Tunjangan rental yang dibayarkan kepada karyawan baru boleh dikurangkan
sebagai biaya perusahaan apabila jumlahnya minimal sama besarnya dengan
depresiasi + biaya eksploitasi rumah
- Biaya sewa rumah yang dibayarkan kepada karyawan merupakan penghasilan
karyawan, sedangkan bagi perusahaan merupakan biaya yang dapat
diperhitungkan dalam PKP
- Biaya pemeliharaaan dan perawatan tidak dapat diperhitungkan dalam PKP.
6. Transportasi untuk karyawan
- Biaya eksploitasi kendaraan antar jemput karyawan merupakan biaya perusahaan
dan bukan penghasilan bagi karyawan.
- Seluruh biaya eksploitasi dan depresiasi untuk kendaraan yang dipengang oleh
karyawan tertentu atau dibawap ulang merupakan biaya perusahaan dan bukan
merupakan penghasilan bagi karyawan.
- Tunjangan transport yang diberikan kepada karyawan merupakan penghasilan dan
biaya bagi perusahaan
- Biaya dalam rangka menjalankan tugas perusahaan (transport, hotel, dan lainnya)
merupakan biaya perusahaan dan buka penghasilan karyawan, sepanjang
jumlahnya tidak mengandung unsur pengeluaran pribadi
Transportasi karyawan dapat diberikan dalam bentuk:
- Antar jemput dengan mobil perusahaan: biaya atas peroleh atau perbaikan dapat
dibebankan seluruhnya.
- Diberikan kendaraan sedan atau yang sejenis yang dipergunakaan untuk pegawai
tertentu: biaya pembelian dan biaya pemeliharaan dapat dibebankan ke
perusahaan 50%
- Diberi tunjangan transport: boleh dibebankan sebagai biaya tetapi merupakan
penghasilan karyawan yang dikenakan PPh 21.
Untuk tujuan perencanaan pajak, apabila posisi jabatan tertentu diberikan kendaraan, agar
biaya kendaraan tersebut dapat dibebankan sebagai biaya, kepada karyawn tersebut diberikan
pinjaman seharga mobil, setiap bulan karyawan tersebut diberi tunjanagan transport setelah
dikurangi PPh 21, diperlakukan sebagai unsur pengurang piutang karyawan yang bersangkutan.
Pakaian Seragam untuk Karyawan
Dalam pemberian natura bisa juga berupa pakaian seragam untuk karyawan yang bisa
dibiayakan dengan kriterianya disyaratkan oleh fiskus mengenai pemberian seragam sebagai
berikut :
1. Natura/kenikmatan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja dan bukan
penghasilan bagi pegawai yang menerimanya yaitu:
● Pemberian makanan/minuman bagi seluruh karyawan
● Penggantian/imbalan bentuk natura berkenaan pelaksanaan kerja di daerah
tertentu
● Pemberian natura/kenikmatan sebagai keharusan pelaksanaan kerja
sebagai sarana keselamatan kerja dan mewajibkannya
2. Pemberian natura/kenikmatan sebagai keharusan pelaksanaan kerja sebagai sarana
keselamatan kerja dan mewajibkannya seperti pakaian dan peralatan untuk keselamatan
kerja, pakaian seragam petugas keamanan diwajibkan oleh Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi atau pemerintah daerah setempat.

Perjalanan Dinas Karyawan


Biaya dalam rangka menjalankan tugas perusahaan misalnya biaya tiket pesawat, hotel,
transportasi adalah biaya perusahaan dan bukan penghasilan karyawan sepanjang tidak
mengandung unsur keperluan pribadi. Tetapi kenyataannya ada pemberian uang saku terdapat
komponen biaya perjalanan dinas dan dibayarkan secara tunai maka dikategorikan penghasilan
bagi karyawan. Dan bila perusahaan ingin agar dapat dibiayakan dalam laporan keuangan fiskal
maka uang saku tersebut harus dimasukan ke dalam SPT PPh 21 atas nama karyawan yang
bersangkuatansengai unsur tambahan penghasilan yang dikenakan PPh pasal 21.

Bonus dan Jasa Produksi


Ada beberapa trik yang harus diperhatikan dalam pemberian bonus dan gratifikasi,
tantieme dan jasa produksi kepada komisaris, direksi, atau pegawai sebagai berikut:
1. Dalam pemberian bonus dan gratifikasi, tantiem dan jasa produksi tersebut, bisa
diperlakukan sebagai biaya perusahaan (deductible). bilamana dibebankan dalam biaya
tahun berjalan. Namun bila dibebankan ke pos laba ditahan (retained earning), tidak bisa
merupakan biaya perusahaan.
2. Tantiem merupakan bagian keuntungan yang diberikan kepada direksi dan komisaris dari
pemegang saham yang didasarkan pada persentase tertentu dari laba perusahaan setelah
kena pajak, tidak dapat dibebankan sebagai biaya dalam menghitung Penghasilan Kena
Pajak dan bagi penerimanya merupakan penghasilan dan dikenakan PPh Pasal 21.
3. Untuk keperluan perencanaan pajak, harus dihindari pembayaran gaji, bonus, gratifikasi
jasa produksi yang melebihi kewajaran kepada pemegang saham yang juga menjadi
komisaris, direksi, atau pegawai, karena pembayaran tersebut merupakan dividen dan
tidak boleh dibebankan sebagai biaya perusahaan, sehingga dipotong PPh Pasal 25/26

Pemberian Natura di Daerah Tertentu dan atau Terpencil


Dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 83/PMK.03/2009 dan Peraturan Dirjen Pajak
No. 51/PJ./2009 diatur pemberian natura di daerah tertentu dan terpencil sebagai berikut :
1. Pengertian daerah terpencil :
● Daerah yang secara ekonomis mempunyai potensi yang layak dikembangkan
tetapi keadaan prasarana ekonomi pada umumnya kurang memadai dan sulit
dijangkau oleh transportasi umum baik darat, laut maupun udara. Sehingga untuk
mengubah potensi ekonomi yang tersedia
menjadi kekuatan ekonomi yang nyata, penanam modal menanggung risiko yang
cukup tinggi dan masa pengembalian yang relatif panjang.
● Termasuk Daerah perairan laut dengan kedalaman lebih dari 50 m yang di dasar
lautnya memiliki cadangan mineral.
2. Pemberian natura atau kenikmatan yang boleh dibebankan sebagai biaya adalah:
● Pemberian atau penyediaan makanan dan atau minuman bagi seluruh pegawai
yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan, meliputi:
❖ Pemberian makanan dan atau minuman yang disediakan oleh pemberi
kerja di tempat kerja.
❖ Pemberian kupon makanan dan atau minuman bagi pegawai yang karena
sifat pekerjaannya tidak dapat memanfaatkan pemberian, meliputi pegawai
bagian pemasaran, bagian transportasi, dan dinas luar lainnya.
● Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan yang diberikan
berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan di daerah tertentu dalam rangka
menunjang kebijakan pemerintah untuk mendorong pembangunan di daerah
tersebut. Penggantian atau imbalan adalah sarana dan fasilitas di lokasi kerja
untuk:
❖ Tempat tinggal, termasuk perumahan bagi pegawai dan keluarganya.
❖ Pelayanan kesehatan.
❖ Pendidikan bagi pegawai dan keluarganya.
❖ Peribadatan.
❖ Pengangkutan bagi pegawai dan keluarganya.
❖ Olahraga bagi pegawai dan keluarganya ini tidak termasuk golf. power
boating, pacuan kuda, dan terbang layang, sepanjang sarana dan fasilitas
tersebut tidak tersedia, sehingga pemberi kerja
harus menyediakannya sendiri.
● Pemberian natura atau kenikmatan yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan
pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut
mengharuskannya, meliputi; pakaian dan peralatan untuk keselamatan kerja,
pakaian seragam petugas keamanan
(satpam), sarana antar jemput pegawai, serta penginapan untuk awak kapal, dan
yang sejenisnya.
3. Pengeluaran perusahaan dalam bentuk natura di atas bukan merupakan penghasilan
karyawan.
4. Penetapan daerah tertentu diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun, yang berlaku
sejak tahun pajak diterbitkannya keputusan dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali. Jangka
waktu perpanjangan adalah 5 (lima) tahun.
5. Permohonan keputusan tentang penerapan daerah tertentu/terpencil diajukan kepada
Kantor Wilayah DJP yang membawahi KPP tempat Wajib Pajak yang bersangkutan
terdaftar.
6. Pembahasan tentang daerah tertentu/terpencil ini lebih lanjut dapat dilihat dalam BAB
XIII tentang "Insentif Fiskal - Fasilitas Perpajakan Untuk Penanaman Modal Di
Bidang-Bidang Usaha Tertentu di Daerah Tertentu dan Tax Planningnya".

Formula Perhitungan Pajak Penghasilan


Dalam rangka mendesain suatu perencanaan pajak maka ada beberapa hal yang menjadi
alternatif pendekatan sistematis yang dapat dilakukan tetapi semua itu bertitik tolak pada formula
umum perhitungan pajaknya seperti formula perhitungan pajak penghasilan pada tabel berikut
ini:

1 Jumlah seluruh penghasilan (worldwide income) Pasal 4 ayat 1


2 -/-; Penghasilan yang bukan objek PPh (non taxable) Pasal 4 ayat 3

3 Penghasilan bruto (1-2)


4 -/-; Biaya fiskal yang boleh dikurangkan (deductible) Pasal 6 ayat 1, Ps.11&11A
(koreksi biaya fiskal yang tidak boleh dikurangkan dari Pasal 9 ayat 1 & 2
total biaya)

5 Penghasilan neto (3-4)


6 -/-; Kompensasi kerugian Pasal 6 ayat 2
7 Penghasilan Tidak Kena Pajak (WPOP) Pasal 7 ayat 1

8 Penghasilan Kena Pajak (taxable income) (5-6-7)


9 Tarif PPh Ps 17 dan 31 E Pasal 17 dan 31 E

10 Pajak Penghasilan terutang (tarif x PKP)

11 -/-; Kredit pajak Pasal 21 (WPOP) Ps. 22, 23,


24, 25

12 PPh kurang bayar / lebih bayar / nihil bayar (10-11) Pasal 28, 28A, 29

Dulu, sebelum terbitnya UU PPh No. 36 tahun 2008, sasaran untuk mengefisienkan
beban pajak terutang dilakukan dengan membidik lapisan tarif pajak yang lebih rendah dari tarif
PPh badan, sehingga untuk memperoleh lapisan bawah yang minimal tersebut, pengaturan harus
dilakukan dengan melibatkan semua komponen di atasnya secara maksimal. Tetapi dengan
adanya UU PPh No. 36 tahun 2008 tersebut tarif PPh Badan yang berlaku adalah tarif tunggal
sebesar 25% semenjak tahun 2010, 2011, 2012. Tetapi pada tahun 2022 setelah disahkannya UU
HPP maka tarif tunggal berubah menjadi sebesar 22%. sehingga untuk meminimalisasi PPh
Badan yang terutang, strategi perencanaan pajak dioptimalkan dengan upaya meminimalkan
beban pajak dan memaksimalkan biaya fiskal yang dapat dikurangkan serta memaksimalkan
penghasilan yang ditangguhkan atau dikecualikan dari pengenaan pajak. Perencanaan pajak
bersifat dinamis, membutuhkan keahlian dalam bidang perencanaan pajak dengan cara
mendalami dan mempelajari masalahnya secara berkesinambungan, serta melakukan penelitian
yang kontinyu yang dipadu dengan terapan ide-ide dan teknik-teknik perencanaan pajak.

Anda mungkin juga menyukai