Anda di halaman 1dari 95

AKUNTANSI PERPAJAKAN

PPH SECARA UMUM, PPH PASAL 21 DAN PPH PASAL 26

Anggota Kelompok:
 Tika Rismawati 15.0102.0163
 Miftahul Khoeriyah 17.0102.0025
 Ajeng Indra Mustin 15.0102.0024
 Zul-Haj Arasy 15.0102.0217
 Firsa Anggia Hardana 14.0102.0033
PPH (SECARA UMUM)

Subyek Pajak

Obyek Pajak

Cara Menghitung Pajak

Pelunasan Pajak

Fasilitas Pajak
UU PAJAK PENGHASILAN (UU 36/2008)
Perubahan ke-empat dari UU 7/1983

Ketentuan Umum

Subyek Pajak

Obyek Pajak
• Obyek; bukan obyek; pengurang dan bukan pengurang

Cara Menghitung Pajak


• Tarif, struktur modal, harga transaksi, revaluasi

Pelunasan pajak dalam Tahun Berjalan


• PPh 21; 22; 23; 24; 25; 26

Perhitungan pajak akhir tahun


• PPh 28; PPh 29

Ketentuan lain-lain; Peralihan dan Penutup


Landasan Hukum:
Pasal 2 s/ d Pasal 3
UU Pajak Penghasilan
Subjek Pajak
Pasal 2 Ayat (1 dan 1a)

Orang Pribadi (OP)

Warisan yang belum terbagi sebagai satu


kesatuan, bersifat menggantikan yang berhak.

Badan

Bentuk usaha tetap (BUT), merupakan


subyek pajak yang perlakuan pajaknya
dipersamakan dengan subyek pajak badan.
Subjek Pajak
Pasal 2 Ayat (1 dan 1a)

Subjek Pajak
Pasal 2 Ayat (2)

Dalam Negeri Luar Negeri


Subjek Pajak Dalam Negeri
Pasal 2 Ayat (3)

Orang Pribadi :
Bertempat tinggal/ berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam 12 bulan;
atau, dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat
bertempat tinggal di Indonesia.

Badan:
Didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu badan
pemerintah yang memenuhi kriteria:
• Pembentukannya berdasarkan peraturan perundangan.
• Pembiayaan bersumber APBN/ APBD.
• Penerimaannya dimasukkan dalam APBN/ APBD.
• Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.

Warisan yang belum terbagi: 7


Menggantikan yang berhak.
Subjek Pajak Luar Negeri
Pasal 2 Ayat (4)

Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia/


berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam 12 bulan.
Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia.

Menjalankan usaha atau Menerima atau memperoleh


kegiatan melalui BUT penghasilan dari Indonesia
di Indonesia. bukan dari menjalankan usaha
atau kegiatan melalui BUT
di Indonesia.
Kewajiban Pajak Subjektif
Pasal 2A Ayat (6)

Kewajiban pajak subjektif orang pribadi


yang berada atau bertempat tinggal
di Indonesia

Hanya meliputi sebagian dari tahun


pajak

Bagian tahun pajak tersebut menggantikan tahun pajak.


Tidak Termasuk Subjek Pajak
Pasal 3

a. Kantor perwakilan negara asing;


b. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara
asing dan orang yang diperbantukan/ yang bekerja dan bertempat tinggal
bersama mereka dengan syarat :
• Bukan warga negara Indonesia; dan
• Di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan
di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut; serta
• Negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;
c. Organisasi - organisasi internasional, yang ditetapkan Menkeu, dengan
syarat:
• Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; dan
• Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk
memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman
kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota;
d. Pejabat - pejabat perwakilan organisasi internasional (c) dengan syarat
bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan,
atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.
Landasan Hukum:
Pasal 4 s/ d Pasal 15
UU Pajak Penghasilan

11
Definisi Penghasilan
Pasal 4 Ayat (1)

Merupakan setiap tambahan kemampuan ekonomis


yang:
- Diterima atau diperoleh wajib pajak.
- Berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia.
- Dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah
kekayaan wajib pajak.

Dengan nama dan dalam bentuk apapun


Klasifikasi Umum Penghasilan

Penghasilan dari pekerjaan dan hubungan kerja dan


pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, dan sebagainya.

Penghasilan dari usaha dan kegiatan.

Penghasilan dari modal berupa harga gerak ataupun tidak gerak,


seperti bunga, dividen, royalti, sewa dan keuntungan penjualan
harga atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha.

Penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang dan


hadiah.
Objek Pajak (1)
Pasal 4 Ayat (1)

a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan


pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh
termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi,
bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam
bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam UU Pajak
Penghasilan;
b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan
penghargaan;
c. Laba usaha;
Objek Pajak (2)
Pasal 4 Ayat (1)

d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:


i. Keuntungan karena pengalihan harta sebagai pengganti saham atau
penyertaan modal;
ii. Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu,
atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;
iii. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan
dalam bentuk apa pun;
iv. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau
sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah garis
keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, pendidikan, sosial
termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha
mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan PMK,
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan,
atau penguasaan di antara pihak yang bersangkutan; dan
v. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak
penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan
dalam perusahaan pertambangan;
Objek Pajak (3)
Pasal 4 Ayat (1)

e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan


sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;
f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena
jaminan pengembalian utang;
g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk
dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan
pembagian sisa hasil usaha koperasi;
h. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta;
j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan
jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
Objek Pajak (4)
Pasal 4 Ayat (1)

l. Keuntungan selisih kurs mata uang asing;


m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
n. Premi asuransi;
o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari
anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan
usaha atau pekerjaan bebas;
p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang
belum dikenakan pajak;
q. Penghasilan dari usaha berbasis syariah;
r. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang -
Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata
cara perpajakan; dan
s. Surplus Bank Indonesia.
Dikecualikan Sebagai Objek Pajak (1)
Pasal 4 Ayat (3)

a. Bantuan atau sumbangan, zakat yang diterima oleh badan/ lembaga


amil zakat yang disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh
penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang
sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang
diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan
oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang
berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Pemerintah;
b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah garis keturunan
lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, sosial
termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan
usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau
berdasarkan PMK, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak
yang bersangkutan;
Dikecualikan Sebagai Objek Pajak (2)
Pasal 4 Ayat (3)

c. Warisan;
d. Harta, termasuk setoran tunai, sebagai pengganti saham atau
sebagai pengganti penyertaan modal;
e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau
jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/
atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau pemerintah, kecuali
yang diberikan oleh bukan WP, WP yang dikenakan pajak
secara final atau WP dengan Norma Penghitungan Khusus
(deemed profit);
f. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi
sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,
asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
Dikecualikan Sebagai Objek Pajak (3)
Pasal 4 Ayat (3)

g. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh PT


sebagai WP dalam negeri, koperasi, badan usaha milik
negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal
pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di
Indonesia dengan syarat:
Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan
badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan
saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25%
(dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;
h. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang
dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
Dikecualikan Sebagai Objek Pajak (4)
Pasal 4 Ayat (3)

i. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam


bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan;
j. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham,
persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang
unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
k. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal
ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang
didirikan dan menjalankan usaha di Indonesia, dengan syarat badan
pasangan usaha tersebut:
Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang
menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan Sahamnya tidak
diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
Dikecualikan Sebagai Objek Pajak (5)
Pasal 4 Ayat (3)

l. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya


diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan PMK;
m. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba
yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/ atau bidang penelitian
dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang
membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana
dan prasarana kegiatan pendidikan dan/ atau penelitian dan
pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun
sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur
lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
dan
n. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya
diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.
Objek Pajak BUT
Pasal 5 Ayat (1)

- Usaha/ kegiatan BUT.


Penghasilan dari: - Harta yang dimiliki/ dikuasai BUT.

- Usaha atau kegiatan.


Penghasilan kantor pusat dari: - Penjualan barang-barang.
- Pemberian jasa.

Dilakukan di Indonesia dan sejenis


dengan yang dilakukan BUT.

Penghasilan sebagaimana tersebut


dalam Pasal 26, yang diterima atau Sepanjang ada hubungan efektif
diperoleh kantor pusat: antara BUT dengan harta/ kegiatan yang
memberikan penghasilan.
Penentuan Laba BUT
Pasal 5 Ayat (3)

Biaya administrasi kantor pusat yang boleh dibebankan adalah


biaya yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan BUT, berdasar
besaran yang ditentukan oleh Dirjen Pajak.

Pembayaran kepada kantor pusat yang tidak boleh dibebankan


sebagai biaya meliputi:
 Royalti/ imbalan sehubungan dengan penggunaan harta, paten, dan
hak lainnya.
 Imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya.
 Bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan.

Pembayaran dari kantor pusat yang bukan sebagai penghasilan BUT


meliputi:
 Royalti/ imbalan sehubungan dengan penggunaan harta, paten, dan
hak lainnya.
 Imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya.
 Bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan.
PENGURANG PENGHASILAN BRUTO
[ Pasal 6 UU PPh ]

 Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana


nasional ketentuannya diatur dengan PP;
 Sumbangan dalam rangka penelitian dan
pengembangan yang dilakukan di Indonesia
ketentuannya diatur dengan PP;
 Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang
ketentuannya diatur dengan PP;
 Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya
diatur dengan Peraturan Pemerintah; dan
 Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang
ketentuannya diatur dalam Peraturan Pemerintah
Non Deductible Expenses (1)
Pasal 9 Ayat (1)

Biaya yang tidak dapat dikurangkan (non-deductible) atas


penghasilan bruto, meliputi:
a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun;
b. Biaya yang dibebankan untuk kepentingan pribadi pemegang
saham, sekutu, anggota atau anggota;
c. Pembentukan dana cadangan, kecuali:
 Cadangan untuk jenis usaha tertentu yang ditetapkan KMK;
 Cadangan untuk usaha asuransi;
 Cadangan jaminan sosial dibentuk BPJS;
 Cadangan penjaminan yang dibentuk LPS;
 Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;
 Cadangan biaya reforestasi untuk usaha kehutanan;
 Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat
limbah industri untuk usaha pengelolaan limbah;
Non Deductible Expenses (2)
Pasal 9 Ayat (1)

d. Premi asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna, dan


asuransi beasiswa yang dibayar oleh WP orang pribadi;
e. Penggantian/ imbalan atas pekerjaan/jasa yang diberikan dalam
bentuk natura dan kenikmatan, kecuali:
Penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai ;
Diberikan di daerah tertentu atau diberikan berkaitan dengan
pelaksanaan pekerjaan sebagaimana ditetapkan KMK;
f. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada
pemegang saham atau pihak yang mempunyai hubungan
istimewa;
g. Harta yang dihibahkan, bantuan, atau sumbangan, selain
sumbangan yang ditetapkan sebagai deductible expense serta
selain sumbangan keagamaan yang bersifat wajib kepada
lembaga yang dibentuk atau disahkan pemerintah;
h. Pajak penghasilan;
Non Deductible Expenses (3)
Pasal 9 Ayat (1)

i. Biaya yang dibebankan/ dikeluarkan untuk kepentingan pribadi WP atau orang


yang menjadi tanggungan;
j. Gaji anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak
terbagi atas saham;
k. Sanksi administrasi dan pidana di bidang perpajakan.
Landasan Hukum:
Pasal 16 s/ d Pasal 19
UU Pajak Penghasilan

29
Penghitungan Penghasilan Kena Pajak
Pasal 16

Penghasilan, dikurangi biaya


Wajib pajak orang pribadi dalam yang dapat dikurangkan,
negeri. dikurangi PTKP, dikurangi
kompensasi kerugian.

Wajib pajak badan dalam negeri, serta WP BUT. Penghasilan, dikurangi biaya
yang dapat dikurangkan,
dikurangi kompensasi kerugian.

Wajib Pajak yang Penghasilan dikalikan dengan


menggunakan NPPN. NPPN, dikurangi PTKP untuk
WP orang pribadi.
Wajib Pajak yang terutang
pajak dalam bagian tahun Penghasilan netto
pajak. disetahunkan
Tarif Pajak
Pasal 17 Ayat (1)

No. Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak


1 0 s/d Rp 50.000.00,00 5%

2 Di atas Rp 50.000.000,00 s/d Rp 250.000.000,00 15%

3 Di atas Rp 250.000.000,00 s/d Rp 500.000.000,00 25%

4 Di atas Rp 500.000.000,00 30%

Tarif pajak progresif berlaku bagi WP orang pribadi.


Tarif pajak bagi WP badan adalah 28% untuk penghasilan sebelum tahun 2010
dan 25% untuk penghasilan setelah tahun 2010.
Ketentuan Khusus Atas Tarif Pajak

 Tarif pajak tertinggi dapat diturunkan menjadi 25%,


diatur dengan PP.
 Tarif bagi WP badan dapat berlaku 5% lebih rendah,
jika memenuhi persyaratan minimal 40% sahamnya
diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan
persyaratan lain sesuai ketentuan PP.
 Nilai Penghasilan Kena Pajak dibulatkan ke bawah
menuju ribuan terdekat.
 Bagian pajak terutang bagi WP yang terutang dalam
bagian tahun pajak adalah:
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ ℎ𝑎𝑟𝑖
𝑥 𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑗𝑎𝑘 𝑠𝑎𝑡𝑢 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
360
Atas kurun waktu satu bulan penuh diasumsikan setara
dengan 30 hari.
Landasan Hukum:
Pasal 20 s/ d Pasal 29
UU Pajak Penghasilan
Cara Pelunasan Pajak
Pasal 20

Pajak tahun berjalan dapat dilunasi melalui

Pembayaran oleh wajib pajak sendiri. Pemotongan atau pemungutan oleh


(PPh Pasal 25) pihak lain.
(PPh Pasal 21, 22, 23, 24, 26)

Merupakan pelunasan pajak yang


boleh dikreditkan terhadap PPh yang
terutang untuk tahun pajak berjalan,
kecuali untuk pembayaran PPh yang
bersifat final.
Kredit Pajak WP dalam Negeri dan BUT
Pasal 28 Ayat (1), dan (2)

Kredit PPh 21
Pemotongan PPh dari pekerjaan, jasa atau kegiatan.
Kredit PPh 22
Pemungutan PPh dari kegiatan di bidang impor atau kegiatan
usaha di bidang lain.
Kredit PPh 23
Pemotongan PPh dari dividen, bunga, royalti, sewa, hadiah dan
penghargaan.
Kredit PPh 24
Pajak yang atas penghasilan dari luar negeri yang boleh dikreditkan.

Kredit PPh 25
Pembayaran yang dilakukan oleh wajib pajak sendiri.
Kredit PPh 26 Ayat (5)
Pemotongan pajak atas penghasilan WP LN yang beralih menjadi
WP DN.

Sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan, serta


sanksi pidana berupa denda tidak boleh dikreditkan.
Ilustrasi 2.14
(Simulasi Penghitungan Kredit Pajak)

WP Orang Pribadi
Beban pajak terutang 115,450,000
Kredit pajak
Pemotongan oleh pemberi kerja (PPh 21) (15,850,000)
Pemungutan oleh pihak lain (PPh 22) (3,250,000)
Pemotongan atas penerimaan penggunaan aset (PPh 23) (5,650,000)
Kredit pajak luar negeri (PPh 24) (16,525,000)
Pembayaran sendiri angsuran pajak (PPh 25) (23,825,000)
Total kredit pajak (65,100,000)
Pajak kurang (lebih) bayar Rp 50,350,000.00
Pajak Kurang (Lebih) Bayar
Pasal 28A, dan 29

Status pajak terutang di akhir tahun dapat berupa:

Pajak kurang bayar. Pajak lebih bayar.


Ketika beban pajak terutang melebihi Ketika beban pajak terutang kurang
total kredit pajak. dari total kredit pajak.

Wajib dilunasi selambat – lambatnya Akan dikembalikan/ direstitusikan,


tanggal 25 bulan ketiga setelah tahun setelah dilakukan pemeriksaan serta
pajak berakhir, sebelum SPT tahunan diperhitungkan dengan sanksi dan
disampaikan. kewajiban pajak lain.
Landasan Hukum:
Pasal 31A s/ d Pasal 31E
UU Pajak Penghasilan

38
Fasilitas Perpajakan
Pasal 31A

Berdasar penetapan PP dapat


memperoleh fasilitas berupa:
Wajib pajak yang melakukan
a. Pengurangan penghasilan
penanaman modal di bidang
paling tinggi 30% dari
– bidang usaha tertentu.
jumlah penanaman modal
yang dilakukan.
b. Penyusutan dan amortisasi
yang dipercepat (tarif dua
kali lebih tinggi).
c. Kompensasi kerugian yang
lebih lama, tetapi tidak
lebih dari 10 tahun.
d. Pengenaaan PPh dengan
Wajib pajak yang melakukan
tarif 10% atas dividen yang
penanaman modal di daerah
diterima subjek pajak luar
– daerah tertentu.
negeri, kecuali ditetapkan
lebih rendah oleh P3B.
Ketentuan Khusus Atas Fasilitas Perpajakan
PP No. 52 Tahun 2011

 Fasilitas dalam bentuk pengurangan penghasilan sebesar 30% dari penanaman


modal diberikan secara bertahap dalam jangka 6 tahun, dengan besaran
pengurangan 5% dari penaman modal di setiap tahunnya.
 Fasilitas dalam bentuk perpanjangan masa kompensasi kerugian diberikan jika
kegiatan memenuhi persyaratan berikut:
 Penanaman modal dilakukan di kawasan industri dan kawasan berikat.
 Mempekerjakan minimal 500 tenaga kerja Indonesia selama 5 tahun berturut
- turut.
 Penanaman modal memerlukan investasi untuk infrastruktur ekonomi dan
sosial minimal Rp 10.000.000.000,00.
 Mengeluarkan biaya litbang di dalam negeri minimal 5% dari investasi dalam
jangka 5 tahun.
 Menggunakan minimal 70% bahan baku atau komponen produksi dalam
negeri sejak tahun ke – 4.
Untuk setiap satu persyaratan yang dipenuhi, perusahaan berhak atas satu tahun
perpanjangan masa kompensasi.
Perimbangan Penerimaan Pajak
Pasal 31C

Penerimaan atas PPh orang pribadi dan


PPh 21 yang dipotong oleh pemberi kerja.

80% 20%
Untuk Pemerintah Pusat Untuk Pemerintah Daerah
Fasilitas Perpajakan
Pasal 31E

Memperoleh
pengurangan tarif sebesar
50% dari tarif Pasal 17
Wajib pajak badan yang (tarif flat 25%).
memiliki nilai peredaran
bruto kurang dari
Rp 50.000.000.000,00
Berlaku untuk bagian
Penghasilan Kena Pajak
dari bagian penghasilan
bruto sampai dengan
Rp 4.800.000.000,00.
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER- 31/PJ/2012

PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN,


PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN
PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26
SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN, JASA, DAN KEGIATAN
ORANG PRIBADI
Gaji, Upah, Honorarium, Tunjangan, dan
Pembayaran lain dengan nama/bentuk
apapun

1. Pekerjaan;
2. Jasa;
3. Kegiatan
yang dilakukan orang pribadi

SPDN SPLN

PPh Pasal 21 PPh Pasal 26


Pemotong PPh Pasal 21/26

• pemberi kerja yang terdiri dari:


a. orang pribadi dan badan;
b. cabang, perwakilan atau unit, dalam hal yang
melakukan sebagian atau seluruh administrasi yang
terkait dengan pembayaran gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan pembayaran lain adalah cabang,
perwakilan atau unit tersebut.
• bendahara atau pemegang kas pemerintah
• dana pensiun, badan penyelenggara Jaminan Sosial
Tenaga Kerja dan badan-badan lain
• orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas serta badan yang melakukan
pembayaran sehubungan dengan penyerahan jasa
• Penyelenggara kegiatan
Pemberi Kerja Bukan Pemotong
PPh Pasal 21/26

• Kantor perwakilan negara asing


• Organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan
Menteri Keuangan
• Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang semata-
mata memperkerjakan orang pribadi untuk melakukan
pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam
rangka melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas
Penerima Penghasilan yang Dikenakan
PPh Pasal 21/26

• pegawai;
• penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat
pensiun, THT, JHT, termasuk ahli warisnya;
• bukan pegawai;
• anggota dewan komisaris/pengawas yang tidak
merangkap sebagai pegawai;
• mantan pegawai;
• peserta kegiatan:
– Peserta perlombaan
– Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan,
kunjungan kerja
– Peserta/anggota kepanitiaan
– Peserta pendidikan, pelatihan dan magang
– Peserta kegiatan lainnya
Penghasilan yang Dikenakan PPh Pasal 21/26

• penghasilan pegawai tetap baik teratur maupun tidak teratur


• penghasilan penerima pensiun secara teratur
• uang pesangon, pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan
hari tua yang dibayarkan sekaligus, yang pembayarannya
melewati jangka waktu 2 tahun;
• penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas
• imbalan kepada bukan pegawai;
• imbalan kepada peserta kegiatan;
• imbalan kepada dewan komisaris/pengawas yang bukan
merupakan pegawai tetap pada perusahaan yang sama;
• imbalan kepada mantan pegawai;
• penarikan dana pensiun oleh pegawai.
Termasuk:
Natura/Kenikmatan dari:

• Wajib Pajak PPh Final


• Wajib Pajak Norma Penghitungan Khusus
Penghitungan Besarnya
Penghasilan

Uang rupiah Uang asing Natura/kenikmatan

sesuai dengan yang Kurs Menteri


Harga Pasar
diterima/diperoleh Keuangan
Penghasilan yang Tidak Dikenakan
PPh Pasal 21/26

• Pembayaran manfaat atau santunan asuransi


kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna dan bea siswa
• Natura/kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah
• Iuran pensiun kepada dana pensiun yang telah
disahkan Menkeu, iuran THT/JHT yang dibayar pemberi
kerja
• Zakat/sumbangan wajib keagamaan dari
badan/lembaga yang dibentuk/disahkan pemerintah
• Bea siswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(3) huruf l UU PPh
PPh Pasal 21:
Pegawai tetap dan Penerima Pensiun Berkala

Setiap Masa Pajak, Masa Pajak terakhir


kecuali Masa Pajak terakhir

Perkiraan Penghasilan Neto Selisih antara PPh yang


yang akan diterima selama terutang atas seluruh
setahun, penghasilan kena pajak
 Penghasilan teratur selama setahun dengan PPh
sebulan dikali 12 yang telah dipotong masa-
masa sebelumnya
Masa Perolehan Penghasilan Kurang dari 12 Bulan

Disetahunkan Tidak Disetahunkan

1. WP OP DN meninggal
dunia atau meninggalkan 1. WP OP DN mulai bekerja
Indonesia selamanya; pada tahun berjalan;
2. Orang asing mulai
bekerja di Indonesia 2. WP OP DN pindah kerja
pada tahun berjalan ke pemberi kerja yang
untuk jangka waktu lebih lain
dari 6 bulan;
3. Karyawan pindah cabang
Penghitungan PPh Pasal 21

Pegawai tetap Penerima pensiun


Gaji, Tunjangan, Premi Asuransi
Uang Pensiun Berkala
Dibayar Pemberi Kerja
Dikurangi dengan Dikurangi dengan
1. Biaya jabatan, 5% dari pengh.
Bruto maks. Rp6.000.000 per Biaya Pensiun, 5% dari pengh.
tahun atau Rp500.000 per bulan Bruto maks. Rp2.400.000 per
2. Iuran pensiun, THT/JHT yang tahun atau Rp200.000 perbulan
dibayar sendiri

Penghasilan Neto (setahun/disetahunkan)

Dikurangi PTKP

Penghasilan Kena Pajak

Dikenakan Tarif Pasal 17


PTKP:
PMK 162/PMK.011/2012

Rp24.300.000,- Untuk diri Wajib Pajak

Rp2.025.000,- Tambahan utk WP Kawin

Tambahan untuk setiap


anggota keluarga sedarah
semenda dalam garis
Rp2.025.000,-
keturunan lurus serta anak
angkat yg menjadi tanggungan
sepenuhnya maksimal 3 orang

Penerapan PTKP ditentukan oleh keadaan pada awal


tahun kalender atau awal bulan dari bagian tahun
kalender
PTKP Karyawati

Kawin
Tidak
Kawin Suami tidak
Kawin
berpenghasilan

1. Diri sendiri; 1. Diri sendiri;


Hanya untuk 2. Status kawin; 2. Tanggungan
diri sendiri 3. Tanggungan maks 3.
maks 3.

Menunjukkan keterangan tertulis dari pemerintah daerah setempat


serendah-rendahnya kecamatan bahwa suami tidak menerima/
memperoleh penghasilan
Tarif

Sampai dengan Rp 50 juta


5% Sesuai
Pasal 17 ayat
(1) huruf a
UU PPh
Diatas Rp 50 juta s.d. Rp 250 juta
15%

Diatas Rp 250 juta s.d. Rp 500 juta


25%

Di atas Rp 500 juta 30%


PPh Pasal 21
Pegawai Tidak Tetap/Tenaga Kerja Lepas

Upah/Uang Saku Harian, Mingguan, Dibayarkan Bulanan Atau Jumlah


Satuan, Borongan
Upah Kumulatif satu bulan
melebihi Rp 7.000.000
Upah/Uang Saku Harian
Dikali 12
≤ 200.000 > 200.000 Dikurangi PTKP Setahun

Tidak Dipotong Dikurangi 200.000 Penghasilan Kena Pajak

Dipotong 5% Dikenakan Tarif Ps 17

PPh Ps 21 Setahun
Upah kumulatif > Rp2,025 jt s.d. Rp7 jt sebulan
Dibagi 12
Upah sehari dikurangi PTKP sehari
PPh Pasal 21 Sebulan
Tarif PPh 21 = 5%
PPh Pasal 21:
Bukan Pegawai

Berkesinambungan Tidak
Berkesinambungan Exc. Pasal 13 ayat (1) Berkesinambungan

(50 % x Ph Bruto)
(50 % x Ph Bruto)
- (50 % x Ph Bruto)
PTKP sebulan,
Dihitung secara
Dihitung secara
kumulatif
kumulatif

Untuk Dokter yang praktik di RS/Klinik, Jumlah penghasilan brutonya adalah


Sebesar Jasa Dokter yang dibayarkan pasien melalui RS/Klinik, sebelum
sipotong Biaya-biaya atau bagi hasil dari RS/Klinik
PPh Pasal 21:
Lainnya

Dewan Komisaris/ Peserta program


Pengawas non Mantan Pegawai Pensiun yang masih
Pegawai tetap Berstatus pegawai

Jasa produksi,
Honorarium atau tantiem, gratifikasi,
imbalan yang Penarikan dana
bonus atau imbalan pensiun
bersifat tidak teratur lain yang bersifat
tidak teratur

Tarif Pasal 17 atas Penghasilan Bruto


PPh Pasal 21:
Peserta Kegiatan

Tarif Pasal 17
UU PPh

Penghasilan Bruto

Penghasilan Bruto merupakan pembayaran yang bersifat utuh


dan tidak dipecah
TETAP Ph NETO - PTKP
PEGAWAI BULANAN Ph BRUTO - PTKP
TIDAK TETAP
Ph BRUTO – 200 RIBU
HARIAN
Ph BRUTO(>2,025jt s.d.7jt) –
PTKP Harian

Ph BRUTO(>7jt) – PTKP

PENSIUNAN BERKALA Ph NETO - PTKP

((50% X Ph Bruto) - PTKP bulanan)


BERKESINAMBUNGAN Kumulatif

BUKAN PEGAWAI BERKESINAMBUNGAN exc Psl 13 (1) (50% X Ph Bruto) Kumulatif

TIDAK BERKESINAMBUNGAN 50 % x Ph Bruto

KOMISARIS, MANTAN PEGAWAI, Ph Bruto Kumulatif


PENARIKAN DAPEN O/ PEGAWAI

PESERTA KEGIATAN Ph Bruto


Penerima Penghasilan Tidak ber-NPWP

PPh Pasal 21 sebesar 120%


lebih tinggi daripada PPh
Pasal 21 yang seharusnya
(20% lebih tinggi)

Setelah pemotongan sebelum pemotongan


PPh Pasal 21 bulan Ber-NPWP PPh Pasal 21 bulan
Desember Desember

Diperhitungkan oleh
merupakan kredit
pemotong dengan
pajak dalam SPT
PPh Pasal 21 bulan-
Tahunan PPh
bulan selanjutnya

Tidak berlaku untuk PPh Pasal 21 yang bersifat final


Ketentuan Khusus

Penghasilan bersumber dari


1. Uang Pesangon
APBN/D yang diterima oleh
2. Uang Manfaat Pensiun
Pejabat Negara, PNS,
3. THT/JHT
Anggota, TNI/Polri, dan
yang dibayarkan sekaligus
Pensiunannya

PP 68 Tahun 2010 PP 80 Tahun 2010


PPh Pasal 26

Tarif Pasal 26:


20 %

Penghasilan Bruto

Memperhatikan
Ketentuan P3B
Saat terutang
PPh Pasal 21/26

Penerima penghasilan Pemotong

akhir bulan dilaku-


Saat dilakukannya kannya pembayaran
pembayaran atau
atau akhir bulan
saat terutangnya terutangnya
penghasilan penghasilan
Kewajiban Pemotong

• Wajib Mendaftarkan Diri ke KPP


• Wajib menghitung, memotong, menyetorkan dan melaporkan
PPh Pasal 21 dan Pasal 26 yang terutang untuk setiap bulan
kalender.
• PPh Pasal 21/26 yang dipotong wajib disetor ke Kantor Pos
atau Bank paling lama 10 hari setelah Masa Pajak berakhir.
• Pemotong Pajak wajib lapor sekalipun nihil, paling lama 20
hari setelah Masa Pajak berakhir.
• Wajib Membuat Catatan atau Kertas Kerja Perhitungan PPh
Ps. 21/26 Untuk Setiap Masa Pajak
• Wajib Menyimpan Catatan atau Kertas Kerja Sesuai
Ketentuan
• Wajib Membuat Bukti Potong dan Memberikannya Kepada
Penerima Penghasilan
Bukti Pemotongan PPh Pasal 21

• Untuk pegawai tetap/penerima pensiun berkala:


– Dibuat sekali setahun (Form 1721 A1/A2)
– Diberikan paling lama 1 bulan setelah akhir tahun atau
pegawai berhenti
• Untuk selain pegawai tetap/penerima pensiun berkala:
– Dibuat setiap kali ada pemotongan
– Jika dalam satu bulan > 1 kali pembayaran maka bukti
potong dapat dibuat sekali dalam satu bulan
• Bukti Potong PPh Pasal 21 Tidak wajib dilampirkan dalam
SPT Masa PPh Pasal 21
Kewajiban Penerima Penghasilan

• Wajib Mendaftarkan Diri ke KPP


• Pegawai, Penerima Pensiun Berkala, dan Bukan Pegawai
tertentu Wajib Membuat Surat Pernyataan Yang Berisi Jumlah
Tanggungan Keluarga Pada Awal Tahun Kalender Atau Pada
Saat Menjadi Subjek Pajak Dalam Negeri
• Wajib Menyerahkan Surat Pernyataan Tanggungan Keluarga
kpd Pemotong Pajak Pada Saat Mulai Bekerja Atau Mulai
Pensiun
• Wajib Membuat Surat Pernyataan Baru Dalam Hal Terjadi
Perubahan Tanggungan Keluarga Paling Lambat Sebelum
Mulai Tahun Kalender Berikutnya
Contoh Penghitungan PPh Pasal 21

Budiyanta pada tahun 2013 bekerja di PT Aman Bahagia


dengan gaji sebulan Rp 8.000.000,00 dan membayar iuran
pensiun sebesar Rp. 200.000,00. Budiyanta menikah tetapi
belum mempunyai anak. Pada bulan Juli 2013 menerima
kenaikan gaji, menjadi Rp 10.000.000,00 sebulan dan berlaku
surut sejak 1 Januari 2013. Dengan adanya kenaikan gaji yang
berlaku surut tersebut, Budiyanta menerima rapel sejumlah
Rp 12.000.000,00 (kekurangan gaji untuk masa Januari s.d.
Mei 2013). Pada bulan Oktober 2013 menerima bonus
tahunan sebesar Rp 20.000.000,00.
A. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Pegawai Tetap - Gaji Bulanan
Gaji sebulan Rp 8.000.000
Pengurangan :
Biaya Jabatan (5% xRp 8.000.000) Rp 400.000
Iuran Pensiun Rp 200.000 Rp 600.000
Penghasilan Neto sebulan Rp 7.400.000
Penghasilan Neto setahun (12 x Rp 7.400.000,00 ) Rp 88.800.000
PTKP setahun :
- untuk diri sendiri Rp 24.300.000
- tambahan WP kawin Rp 2.025.000 Rp 26.325.000
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 62.475.000
PPh Pasal 21 terutang :
5% x Rp 50.000.000,00 = Rp 2.500.000
15% x Rp 12.475.000,00 = Rp 1.871.000
Rp 4.371.000
PPh Pasal 21 sebulan
Rp 4.371.000,00 : 12 = Rp 364.250
B. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Pembayaran Uang Rapel
Gaji sebulan Rp 10.000.000
Pengurangan :
Biaya Jabatan (5% xRp 10.000.000) = Rp 500.000
Iuran Pensiun = Rp 200.000 Rp 700.000
Penghasilan Neto sebulan Rp 9.300.000
Penghasilan Neto setahun ( 12 x Rp 9.300.000,00 ) Rp 111.600.000
PTKP setahun :
- untuk diri sendiri Rp 24.300.000
- tambahan WP kawin Rp 2.025.000 Rp 26.325.000
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 85.275.000
PPh Pasal 21 setahun :
5% x Rp 50.000.000,00 = Rp 2.500.000
15% x Rp 35.275.000,00 = Rp 5.291.000
Rp 7.791.000
PPh Pasal 21 sebulan
Rp 7.791.000,00 : 12 Rp 649.250
PPh Pasal 21 Januari s.d Juni 2013 seharusnya adalah :
6 x Rp 649.250,00 Rp 3.895.500
PPh Pasal 21 yang sudah dipotong Januari s.d Juni 2013
6 x Rp 364.250,00 (dari perhitungan contoh A) Rp 2.185.500
PPh Pasal 21 untuk uang rapel Rp 1.710.000
C. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Pembayaran Bonus
Gaji setahun (12 x Rp 10.000.000,00) Rp 120.000.000
Bonus Rp 20.000.000
Penghasilan bruto setahun Rp 140.000.000
Pengurangan :
Biaya Jabatan (5% xRp 140.000.000,00) = Rp 7.000.000,00
*Biaya Jabatan dlm setahun maksimal Rp 6.000.000,00 Rp 6.000.000
Iuran Pensiun (12 x Rp 200.000,00) Rp 2.400.000 Rp 8.400.000
Penghasilan Neto setahun Gaji + Bonus Rp 131.600.000
PTKP setahun :
- untuk diri sendiri Rp 24.300.000
- tambahan WP kawin Rp 2.025.000 Rp 26.325.000
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 105.275.000
PPh Pasal 21 setahun atas Gaji + Bonus :
5% x Rp 50.000.000,00 = Rp 2.500.000
15% x Rp 55.275.000,00 = Rp 8.291.250
10.791.250
*PPh Pasal 21 setahun dibulatkan Rp 10.791.000
PPh Pasal 21 atas Gaji (dari contoh B) Rp 7.791.000
PPh Pasal 21 atas Bonus Rp 3.000.000
Contoh Penghitungan PPh Pasal 21

Rifki Zain seorang PNS golongan IVa di Kantor Imigrasi Medan


berdasarkan data pada bulan Maret 2013 Rifki Zain memperolah gaji
perbulan Rp.2.822.200,00, tunjangan jabatan Rp.540.000,00 perbulan
dan mempunyai 3 orang anak.
Pada tanggal 25 Maret 2013 Kantor Imigrasi Medan membayar
honor tim kepada Rifki Zain sebesar Rp.1.200.000,00.
Mendapatkan rapel kenaikan gaji pada bulan Juli 2013 karena
kenaikan gaji berkala sehingga gaji Rifki Zain menjadi
Rp.2.906.200,00.
Pada Bulan Agustus 2013 ditugaskan di Kantor Wilayah
Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara dengan
memperoleh tunjangan jabatan Rp.3.000.000,00 per bulan dan
dari Kantor Imigrasi Medan hanya mendapatkan gaji dan
tunjangan selain tunjangan jabatan.
A. PPh Pasal 21 Masa Maret 2013
Gaji Pokok Rp. 2.822.200
Tunjangan Istri Rp. 282.220
Tunjangan anak Rp. 112.888
Jumlah gaji dan tunjangan keluarga Rp. 3.217.308
Tunjangan Jabatan Rp. 540.000
Tunjangan Beras Rp. 270.000
Pembulatan Rp. -
Jumlah penghasilan bruto Rp. 4.027.308
Rp.
Pengurangan :
Biaya Jabatan
5% x 4.027.308 = Rp. 201.365
Iuran pensiun
4,75% x 3.217.308 = Rp. 152.822 354.188
Rp.
Penghasilan neto: 3.673.120
Penghasilan neto disetahunkan :
12 x 3.673.120 44.077.446
PTKP (K/3)
- Untuk Wajib Pajak 24.300.000
- Status WP Kawin 2.025.000
- Tanggungan (3 anak) 6.075.000
Rp. 32.400.000

Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp. 11.677.446

PKP dibulatkan Rp. 11.677.000


PPh Pasal 21 atas gaji dan tunjangan setahun 583.850
PPh Pasal 21 atas gaji dan tunjangan sebulan 48.654
Tambahan 20% lebih tinggi karena belum ber-NPWP -
B. PPh Pasal 21 atas Honorarium di Bulan Maret 2013

= 1.200.000 x 15%

= 180.000

(PPh Pasal 21 atas Honorarium bersifat final)


C. PPh Pasal 21 atas Pembayaran Rapel Kenaikan Gaji Berkala 2013
Gaji Pokok Rp. 2.822.200
Tunjangan Istri Rp. 282.220
Tunjangan anak Rp. 112.888
Jumlah gaji dan tunjangan keluarga Rp. 3.217.308
Tunjangan Jabatan Rp. 540.000
Tunjangan Beras Rp. 270.000
Pembulatan Rp. -
Jumlah penghasilan bruto Rp. 4.027.308

Penghasilan disetahunkan
12 x 4.027.308 = 48.327.696
Jumlah rapel Kenaikan gaji
6 x 95.760 = 574.560
Jumlah Penghasilan Bruto Setahun Rp. 48.902.256
Pengurangan :
Biaya Jabatan
5% x 48.902.256 = Rp. 2.445.113
Iuran pensiun
4,75% x 38.607.696 = Rp. 1.833.866 Rp. 4.278.978
Penghasilan neto setahun: 44.623.278
PTKP (K/3)
- Untuk Wajib Pajak 24.300.000
- Status WP Kawin 2.025.000
- Tanggungan (3 anak) 6.075.000
Rp. 32.400.000
Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp. 12.223.278
PKP dibulatkan Rp. 12.223.000
PPh Pasal 21 setahun atas seluruh penghasilan 611.150
PPh Pasal 21 setahun tanpa rapel kenaikan gaji berkala 583.850
PPh Pasal 21 atas rapel kenaikan gaji berkala 27.800
D. PPh Pasal 21 Masa Agustus s.d. November 2013 di Kantor Imigrasi Medan (1)

Gaji Pokok Rp. 2.906.200


Tunjangan Istri Rp. 290.620
Tunjangan anak Rp. 116.248
Jumlah gaji dan tunjangan keluarga Rp. 3.313.068
Tunjangan Jabatan * Rp.
Tunjangan Beras Rp. 270.000
Pembulatan Rp. -
Jumlah penghasilan bruto Rp. 3.583.068
Rp.
Pengurangan :
Biaya Jabatan
5% x 3.583.068 = Rp. 179.153
Iuran pensiun
4,75% x 3.313.068 = Rp. 157.371 336.524
Rp.
Penghasilan neto: 3.246.544
Penghasilan neto disetahunkan :
38.958.526
12 x 3.246.544

PTKP (K/3)

- Untuk Wajib Pajak 24.300.000


- Status WP Kawin 2.025.000
- Tanggungan (3 anak) 6.075.000
Rp.
32.400.000

Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp. 6.558.526


PKP dibulatkan Rp. 6.558.000
PPh Pasal 21 atas gaji dan tunjangan setahun 327.900
PPh Pasal 21 atas gaji dan tunjangan sebulan 27.325
D. PPh Pasal 21 Masa Desember 2013 di Kantor Imigrasi Medan (2)

Penghasilan Bruto Januari s.d. Juli 2013 28.861.476


Penghasilan Bruto Agustus s.d. Desember 2013 17.915.340
Pembulatan -
Total Penghasilan Bruto Setahun 46.776.816
Pengurangan :
Biaya Jabatan
5% x 46.776.816 = Rp. 2.338.841
Iuran pensiun
4,75% x 39.756.816 = Rp. 1.888.449 4.227.290
Rp.
Penghasilan neto setahun: 42.549.526
PTKP (K/3)

- Untuk Wajib Pajak 24.300.000


- Status WP Kawin 2.025.000
- Tanggungan (3 anak) 6.075.000
Rp.
32.400.000

Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp. 10.149.526


PKP dibulatkan Rp. 10.149.000
PPh Pasal 21 setahun 507.450
PPh Pasal 21 Terutang (Jan s.d. Nov)
a. PPh Pasal 21 Januari s.d. Juli
7 x 52.975 = 370.825

b. PPh Pasal 21 Agustus s.d. November


4 x 27.325 = 109.300

480.125
PPh Pasal 21 Masa Desember 27.325
Pelaporan SPT PPh Orang Pribadi Tahun Pajak 2012

 Batas waktu penyampaian 31 Maret 2013


Besaran PTKP yang digunakan masih
menggunakan besaran PTKP sesuai UU
Nomor 36 Tahun 2008 (PTKP lama)
PENGANTAR

PPh Pasal 26 mengatur tentang pemotongan atas


penghasilan yang bersumber di Indonesia yang
diterima atau diperoleh wajib pajak LN (baik orang
pribadi maupun badan) selain bentuk usaha tetap.

Wajib Pajak: wajib pajak LN (baik orang pribadi


maupun badan) selain bentuk usaha tetap yang
menerima atau memperoleh penghasilan.
OBYEK DAN TARIF PPH PASAL 26

• Dividen;
• Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan
dengan jaminan pengembalian utang (Premium terjadi apabila
surat, obligasi dijual di atas nilai nominalnya, diskonto terjadi
apabila surat obligasi dibeli di bawah nilai nominalnya).
• Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta;
• Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
• Hadiah dan penghargaan;
• Pensiun dan pembayaran berkala lainnya;
• Premi swap (selisih harga satu mata uang yang menjadi lebih
mahal untuk dibeli) dan transaksi lindung nilai lainnya;
• Keuntungan karena pembebasan utang.

PPh pasal 26 = 20% X Penghasilan Bruto


CONTOH:

• Suatu badan subjek pajak dalam negeri membayarkan royalti


sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) kepada Wajib
Pajak luar negeri, subjek pajak dalam negeri tersebut
berkewajiban untuk memotong Pajak Penghasilan sebesar
20% (dua puluh persen) dari Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).

• Seorang atlet dari luar negeri yang ikut mengambil bagian


dalam perlombaan lari maraton di Indonesia kemudian
merebut hadiah uang maka atas hadiah tersebut dikenai
pemotongan Pajak Penghasilan sebesar 20% (dua puluh
persen)
OBYEK DAN TARIF PPH PASAL 26

Tarif 20% dari perkiraan penghasilan neto:


• Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di
Indonesia, kecuali yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2), yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak LN selain BUT di
Indonesia.
• Premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi
luar negeri.
• Penghasilan dari penjualan atau pengalihan saham
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3c).

PPh pasal 26 = 20% dari Perkiraan Penghasilan Netto

Catatan: Perkiraan Penghasilan Netto ditetapkan oleh Menkeu


OBYEK DAN TARIF PAJAK

Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari


suatu bentuk usaha tetap di Indonesia dikenai pajak
sebesar 20% (dua puluh persen), kecuali penghasilan
tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.

PPh pasal 26 = PKP BUT – PPh Terutang X 20%


CONTOH:

PKP BUT di Indonesia 2009 Rp17.500.000.000,00


Pajak Penghasilan 25% x Rp17.500.000.000,00

Rp 4.375.000.000,00 (-)
PKP setelah pajak Rp13.125.000.000,00
PPh Pasal 26 terutang:
20% x Rp13.125.000.000 = Rp2.626.000.000,00

Apabila penghasilan setelah pajak sebesar Rp13.125.000.000,00


tersebut ditanamkan kembali di Indonesia sesuai dengan atau
berdasarkan Peraturan Menkeu, atas penghasilan tersebut
tidak dipotong pajak.
SYARAT PENANAMAN KEMBALI

• Dilakukan dalam bentuk penyertaan modal pada


perusahaan yang didirikan dan berkedudukan di
Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri.

• Penanaman kembali dalam tahun pajak berjalan atau


selambat-lambatnya tahun pajak berikutnya.

• Tidak mengalihkan penanaman kembali tersebut


sekurang-kurangnya dalam jangka waktu 2 tahun
sesudah perusahaan tempat penanaman dilakukan
berproduksi komersil.
SIFAT PEMOTONGAN

Pemotongan PPh Pasal 26 bersifat final, kecuali:


 Pemotongan atas penghasilan kantor pusat dari usaha atau
kegiatan, penjualan barang atau pemberian jasa di Indonesia
yang sejenis dengan yang dijalankan atau dilakukan BUT di
Indonesia.
 Pemotongan atas penghasilan sebagaimana tersebut dalam
PPh pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat,
sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT dengan
harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud.
 Pemotongan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh
orang pribadi atau badan luar negeri yang berubah status
menjadi Wajib Pajak dalm Negeri atau BUT
PEMOTONG PAJAK
Pemotongan PPh Pasal 26 wajib dilakukan oleh:
1. Badan Pemerintah
2. Subjek Pajak dalam negeri
3. Penyelenggara Kegiatan
4. Bentuk Usaha Tetap
5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya
6. Pembeli yang ditunjuk sebagai pemotong PPh Pasal 26
CONTOH PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 26

Mike adalah karyawan asing pada perusahaan PT. Dira Consult. Mike
bertempat tinggal kurang dari 183 hari. Mike sudah beristri, mempunyai
seorang anak. Dalam bulan April 2009, Mike meperoleh gaji US$ 5.000
sebulan. Kurs yang berlaku adalah Rp. 10.500,- per US% 1,-.

Penghitungan PPh Pasal 26:


Penghasilan bruto berupa gaji sebulan:
5.000 x Rp. 10.500,- Rp. 52.500.000,-
Penerapan tarif:
20% x Rp. 52.500.000,- Rp. 10.500.000,-

PPh Pasal 26 atas gaji Mike bulan April 2009 adalah Rp. 10.500.000,-
CONTOH PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 26

PT Polan (badan) membayar royalty ke perusahaan yang berada di luar


negeri dengan jumlah Rp100.000.000,-. Besarnya PPh Pasal 26 yang harus
dipotong PT Polan : Rp100.000.000,- x 20% = Rp20.000.000,-

Kementrian Kesehatan membayar tenaga ahli dari Mexico sebesar Rp.


US$ 10.000,- (kurs pada saat pembayaran Rp. 10.000,- / US$ 1,-)
PPh Pasal 26 adalah = (10.000 x 10.000) x 20% = Rp. 20.000.000,-
LATIHAN PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 26

Zaid al Karim adalah karyawan asing di PT. AGIL.


Zaid al Karim berasal dari Qatar, dan bertempat
tinggal kurang dari 183 hari. Zaid al Karim belum
beristri, dan mempunyai anak 2 laki-laki. Pada
bulan April 2011, zaid memperoleh gaji US$
6.000 sebulan. Kurs yang berlaku Rp. 9.850,- per
US$ 1
LATIHAN PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 26

Jacksen F. Tiago menjual barang berupa jam


tangan mewah kepada PT. Persipura seharga Rp.
500.000.000,-. PT. Persipura merupakan pembeli
yang ditunjuk sebagai pemotong pph pasal 26
oleh Menkeu. Perkiraan penghasilan neto
adalah 25% dari harga jual. Berapakah PPh Pasal
26 yang harus dipotong oleh PT. Persipura?
LATIHAN PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 26

Sebuah BUT pada tahun 2009 memiliki data


penjualan sebesar Rp. 180.000.000.000, dan
biaya sebesar Rp. 95.000.000.000,-. Penghasilan
yang diperoleh BUT tersebut tidak
ditanamkan/diinvenstasikan kembali di
Indonesia. Berapakah PPh Pasal 26 yang wajib
dibayar oleh BUT tersebut?

Anda mungkin juga menyukai