Anda di halaman 1dari 79

PROJAS JURUSAN AKUNTANSI

POLITEKNIK NEGERI SEMARANG


2021
1
1. Undang-Undang No 36 Tahun 2008 Perubahan
Keempat atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan
2. Peraturan Pemerintah No.23 Tahun 2018 berlaku 1
Juni 2020
3. Perpu No 1 Tahun 2020
4. Undang-Undang No 11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja Pasal 111 Klaster Kemudahan Berusaha:
Bidang Perpajakan yang terdampak Pasal 2,4 dan 26
UU No.36 Tahun 2008
1. Siapa yang dikenakan PPh? Subyek
2. Apa yang dikenakan PPh? Obyek
3. Darimana menghitung PPh? PKP/DPP
4. Berapa besarnya PPh? Tarif
5. Peraturan pajak lainnya yang mengatur PPh
secara khusus.
Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang
berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia, yang dapat dipakai untuk dikonsumsi
atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak
yang bersangkutan, dengan nama dan dalam
bentuk apa pun.

(Pasal 4 ayat 1 UU No.36 tahun 2008 tentang Pajak


Penghasilan).
Penghasilan
1. Setiap tambahan kemampuan ekonomis
2. Yang diterima atau diperoleh WP
3. Baik yang berasal dari indonesia maupun
dari luar indonesia
4. Dipakai untuk konsumsi atau menambah
kekayaan WP dengan nama dan dalam
bentuk apapun
○ Orang pribadi
○ Warisan yang belum terbagi
○ Badan: perseroan terbatas, komanditer,
perseroan lain, BUMN/D, firma, kongsi,
koperasi, yayasan sosial, perkumpulan,
organisasi sosial politik, lembaga dana
pensiun, bentuk usaha tetap, reksadana
○ Bentuk Usaha Tetap : tempat kedudukan
manajemen, cabang, perwakilan, gedung
kantor, pabrik, bengkel, pertambangan,
proyek konstruksi, agen perusahaan yang
tidak berkedudukan di Indonesia.
Subjek Pajak Dalam Negeri

1. WNI dan WNA yang bertempat tinggal atau berada


di Indonesia lebih dari 183 hari dalam dua belas (12)
bulan (UU Cipta Kerja Kluster Perpajakan)
2. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di
Indonesia.
 Perusahaan Reksadana baik yang berbentuk
perseroan terbatas maupun bentuk lainnya.
 Organisasi Sosial Politik dan Organisasi Massa
3. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan,
menggantikan yang berhak
 Subjek Pajak Luar Negeri
1. WNA yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari
dalam dua belas (12) bulan.

2. WNI yang berada di luar Indonesia lebih dari 183 hari dalam
12 bulan dan memenuhi persyaratan:
➢ tempat tinggal

➢pusat kegiatan utama,

➢tempat menjalankan kebiasaan,

➢status subyek pajak,

➢persyaratan lainnya (diatur dlm Peraturan Menkeu)

3. Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di


Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh
penghasilan di Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau
atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.
No Wajib Pajak Dalam Negeri Wajib Pajak Luar Negeri
1 WNI dikenakan terhadap semua Dikenakan hanya terhadap
penghasilan baik dari dalam semua penghasilan dari
maupun dari luar Indonesia, Indonesia.
sedangkan WNA hanya atas
penghasilan yang bersumber dari
Indonesia baik dibayarkan di DN
dan LN dengan syarat: memiliki
keahlian tertentu dan berlaku
selama 4 tahun sejak ditetapkan
sbg Subyek pajak DN (UU No.11
Cipta Kerja)
2 Dikenakan pajak berdasarkan Dikenakan pajak berdasarkan
penghasilan neto dengan tarif penghasilan bruto dengan
umum PPh pasal 17. tarif sepadan.

3 Wajib Pajak menyampaikan SPT Tidak wajib menyampaikan


1. Badan Perwakilan Negara Asing;
2. Pejabat Perwakilan Diplomatik dan Konsulat atau Pejabat
Lain dari Negara Asing, atau orang-orang yang
diperbantukan dengan syarat:
➢ bukan warga negara Indonesia
➢ di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasil
an lain di luar jabatan atau pekerjaan
➢ negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal
balik.
3. Organisasi Internasional, yang ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keu sebagai bukan Subjek Pajak,
dengan syarat :
 Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut
 tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain dari Indonesia
selain pemberian pinjaman dari Pemerintah yang dananya
berasal dari iuran anggota.
1. Penghasilan Obyek Pajak (pasal 4 ayat 1)
a. Bersifat Tidak Final
Pembayaran dimuka / dapat dikreditkan
b. Bersifat Final (pasal 4 ayat 2)
Pelunasan Pajak / Tidak dapat dikreditkan
2. Penghasilan Non Obyek (pasal 4 ayat 3)
1. penggantian atau imbalan berkenaan
dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh termasuk gaji, upah,
tunjangan, honorarium, komisi, bonus,
gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan
dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan
lain dalam Undang-undang ini
2. hadiah dari undian atau pekerjaan atau
kegiatan dan penghargaan
3. laba usaha
4. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan
harta termasuk:
1) keuntungan karena pengalihan harta kepada
perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai
pengganti saham atau penyertaan modal;
2) keuntungan karena pengalihan harta kepada
pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh
perseroan, persekutuan dan badan lainnya;
3) keuntungan karena likuidasi, penggabungan,
peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan
usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam
bentuk apapun;
4) keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah,
bantuan, atau sumbangan, kecuali hibah pasal 4 ayat
3; dan
5) keuntungan karena penjualan atau pengalihan
sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut
serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam
perusahaan pertambangan
5. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan
sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak
6. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena
jaminan pengembalian utang
7. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk
dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan
pembagian sisa hasil usaha koperasi (Dihapus UU Cipta Kerja)
8. royalti atau imbalan atas penggunaan hak
9. sewa & penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta
10. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala
11. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan
jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
12. keuntungan selisih kurs mata uang asing
13. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva
14. premi asuransi
15. iuran yang diterima/diperoleh perkumpulan dari
anggotanya yang terdiri dari WP yang menjalankan usaha /
pekerjaan bebas
16. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan
yang belum dikenakan pajak
17. penghasilan dari usaha berbasis syariah
18. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata
cara perpajakan; dan
19. surplus Bank Indonesia
1) penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya,
bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan
yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi
orang pribadi;
2) penghasilan berupa hadiah undian;
3) penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya,
transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan
transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal
pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh
perusahaan modal ventura; (Dihapus UU Cipta Kerja)
4) penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah
dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate,
dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan
5) penghasilan tertentu lainnya.
1. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima
oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang
dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima
oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan
keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui
di Indonesia

2. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis


keturunan lurus satu derajat, badan kegamaan, badan
pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang
pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak
yang bersangkutan;
3. Warisan;
4. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b
sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan
modal;
5. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan
atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura
dan atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah;
6. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi
sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi
kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi
bea siswa;
7. Dividen yang diterima oleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam
Negeri, sepanjang diinvestasikan di wilayah NKRI dalam jangka
waktu tertentu (UU Cipta Kerja)
8. Dividen yang diterima Wajib Pajak Badan Dalam Negeri (UU Cipta
Kerja)
9. Dividen yang berasal dari LN dan penghasilan setelah pajak dari
BUT di LN tidak dikenakan PPh di Indonesia, daam hal
diinvestasikan atau digunakan untuk mendukung kegiatan usaha
lainnya di wilayah NKRIdalam jangka waktu tertentu dan berasal
dari perusahaan Go Publik dan perusahaan privat di LN, dengan
ketentuan: (UU Cipta Kerja)
a. Dividen yang diinvestasikan di Indonesia tidak dikenai PPh
b. Bila yang diinvestasikan di Indonesia <30% laba setelah pajak
badan di LN , selisih dari 30% dikurangi realisasi investasi di
Indonesia dikenai PPh
c. Sisa laba setelah pajak badan usaha LN setelah dikurangi a dan b
tidak dikenai PPh
10. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, baik
yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
11. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun,
dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan
12. bagian laba atau Sisa Hasil Usaha (SHU) yang diterima atau
diperoleh anggota dari anggota koperasi perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham,
persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi; (UU Cipta
Kerja)
13. Dana setoran biaya penyelenggaraan Haji (BPIH) dan/BPIH
Khusus dan pengembangan keuangan haji dalam bidang
atau instrumen keuangan tertentu, diterima Badan
Pengelola Keuangan Haji (BPKH) yang ketentuannya diatur
dengan atau berdasarkan PMK (UU Cipta Kerja)
14. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal
ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang
didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia,
dgn syarat badan pasangan usaha tersebut :
1. merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang
menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; dan
2. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.
15. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan;
16. sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga
sosial dan keagamaan, yang telah terdaftar pada instansi
yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam
bentuk sarana dan prasarana sosial dan keagamaan, dalam
jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak
diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuan-nya diatur
lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan (UU Cipta kerja)
17. sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga
nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau
bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar
pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali
dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan
dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu
paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih
tersebut, yang ketentuan-nya diatur lebih lanjut dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan
18. bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu,
yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri keuangan.
BESARNYA PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP)
Pasal 7
PENGUMUMAN PMK NO 101/PMK 010/2016
BERLAKU PER 1 JANUARI 2016

Untuk Diri Wajib Pajak Orang Pribadi


Tambahan Untuk Wajib Kawin
Tambahan Untuk Seorang Isteri Yg
Penghasilannya Digabung Dengan
Penghasilan Suami
Tambahan Untuk Setiap Anggota
Keluarga Sedarah Semenda Dalam Garis
Keturunan Lurus Serta Anak Angkat Yg
Menjadi Tanggungan Sepenuhnya
Maksimal 3 Orang
Penerapan PTKP Ditentukan Oleh Keadaan
Pada Awal Tahun Pajak / Awal Bagian Tahun Pajak
PENGHASILAN ATAU KERUGIAN BAGI WANITA KAWIN
Pasal 8 ayat (1)

PENGHASILAN ATAU KERUGIAN BAGI WANITA


YANG TELAH KAWIN

DIANGGAP SEBAGAI PENGHASILAN ATAU


KERUGIAN SUAMINYA

KECUALI
1. PENGHASILAN TSB SEMATA-MATA DITERIMA ATAU DIPEROLEH
DARI SATU PEMBERI KERJA YG TELAH DIPOTONG PPh PASAL
21,
DAN
2. PEKERJAAN TSB TIDAK ADA HUBUNGANNYA DENGAN USAHA
ATAU PEKERJAAN BEBAS SUAMI ATAU ANGGOTA KELUARGA
LAINNYA
SUAMI-ISTRI DIKENAKAN PAJAK
SECARA TERPISAH
Pasal 8 ayat (2) dan (3)

Istri Memilih Mengadakan Perjanjian


Menjalankan Hak & Pemisahan Harta Dan
HIDUP BERPISAH
Kewajiban Pajak Penghasilan Secara
Sendiri Tertulis

Penghitungan PKP & PENGHITUNGAN PAJAKNYA


Pengenaan Pajaknya BERDASAR
Dilakukan Sendiri - - Penghasilan Neto suami isteri digabung
- Besarnya pajak yg harus dilunasi oleh
Sendiri
masing-masing suami-isteri, sebanding dgn
Penghasilan Neto
PENGHASILAN ANAK YANG
BELUM DEWASA
Pasal 8 ayat (4)

DIGABUNG DENGAN
PENGHASILAN ORANG TUANYA

KECUALI

PENGHASILAN
DARI PEKERJAAN YANG TIDAK ADA HUBUNGANNYA
DENGAN USAHA
ORANG YANG MEMPUNYAI
HUBUNGAN ISTIMEWA
(Dalam UU PPh Baru, pengecualian ini dihapus)
PENENTUAN PENGHASILAN NETTO
USAHA ATAU PEKERJAAN BEBAS

PEMBUKUAN PENCATATAN

Peredaran Bruto Peredaran Bruto : xxx


Norma Pengh Netto : xx% X
:xxx Pengh Netto : xxx
Biaya Fiskal :
WP OP dengan omzet ≤Rp.4,8 M
(xxx) (sejak 2009) dengan jenis usaha
Pengh. Netto : yang bukan obyek menurut PP No.23
xxx Tahun 2018
Norma penghitungan adalah pedoman untuk menentukan
penghasilan netto Wajib Pajak, karena Wajib Pajak tersebut
tidak wajib melakukan pembukuan.

Wajib Pajak yang boleh menggunakan Norma Penghitungan:


1. WP Orang Pribadi yang peredaran brutonya MAKSIMAL
Rp. 4.800.000.000,00;
2. memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam
jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun buku;
3. menyelenggarakan pencatatan.
4. Wajib Pajak yang tidak menyampaikan pemberitahuan
akan menggunakan Norma Penghitungan sebagai dasar
penghitungan pajaknya kepada Direktur Jenderal Pajak
dianggap memilih untuk menggunakan pembukuan.
a. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan
dengan kegiatan usaha, antara lain :
1. biaya pembelian bahan;
2. biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk
upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan
tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang;
3. bunga, sewa, dan royalti;
4. biaya perjalanan;
5. biaya pengolahan limbah;
6. premi asuransi;
7. biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
8. biaya administrasi; dan
9. pajak kecuali Pajak Penghasilan;
b. penyusutan atas pengeluaran untuk
memperoleh harta berwujud dan amortisasi
atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan
atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat
lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 dan Pasal 11A;
c. iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya
telah disahkan oleh Menteri Keuangan;
d. kerugian karena penjualan atau pengalihan
harta yang dimiliki dan digunakan dalam
perusahaan atau yang dimiliki untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan;
e. kerugian dari selisih kurs mata uang asing;
f. biaya penelitian dan pengembangan perusahaan
yang dilakukan di Indonesia;
g. biaya bea siswa, magang, dan pelatihan;
h. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan
syarat:
1. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi
komersial;
2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang
tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan
3. telah diserahkan perkara penagihannya kepada
Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang
menangani piutang negara; atau adanya perjanjian
tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan
utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan;
atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau
khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa
utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu;
4. syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku
untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k;
yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
i. sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana
nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah;
j. sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan
yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur
dengan Peraturan Pemerintah;
k. biaya pembangunan infrastuktur sosial yang
ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
l. sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur
dengan Peraturan Pemerintah; dan
m. sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang
ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didapat
kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan
dengan penghasilan mulai tahun pajak
berikutnya berturut-turut sampai dengan 5
(lima) tahun
a. pembagian laba dengan nama dan dalam
bentuk apapun seperti dividen, termasuk
dividen yang dibayarkan oleh perusahaan
asuransi kepada pemegang polis, dan
pembagian sisa hasil usaha koperasi;

b. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan


untuk kepentingan pribadi pemegang saham,
sekutu, atau anggota;
c. pembentukan atau pemupukan dana cadangan
kecuali:
1. cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank
dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit,
sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan
pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak
piutang;
2. cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan
bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan
penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS);
3. cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin
Simpanan;
4. cadangan biaya reklamasi untuk usaha
pertambangan;
5. cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha
kehutanan; dan
6. cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan
tempat pembuangan limbah industri untuk usaha
pengolahan yang ketentuan dan syarat-syaratnya
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.
d. premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi
jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang
dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika
dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung
sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan;

e. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan


atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan
kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman
bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan
dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu
dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
f. jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan
kepada pemegang saham atau kepada pihak yang
mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan;
g. harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan dan
warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3)
huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf I sampai dengan
huruf m serta zakat yang diterima oleh badan amil
zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan
yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di
Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan
yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Pemerintah
h. Pajak Penghasilan;
i. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan
untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau
orang yang menjadi tanggungannya;
j. gaji yang dibayarkan kepada anggota
persekutuan, firma, atau perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas
saham;
k. sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan
kenaikan serta sanksi pidana berupa denda
yang berkenaan dengan pelaksanaan
perundang-undangan di bidang perpajakan.
a. Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (8) huruf f dan huruf g Undang-
undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa
dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah,
sepanjang tidak dapat dibuktikan bahwa Pajak
Masukan tersebut benar-benar telah dibayar;

b. Pajak Masukan berkenaan dengan pengeluaran


yang tidak dapat dikurangkan dalam menentukan
besarnya Penghasilan Kena Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) Undang-undang
Pajak Penghasilan;
PENYUSUTAN FISKAL (Pasal 11)

Kelompok Masa Tarif penyusutan


Harta Berwujud Manfaat

Garis Lurus Saldo Menurun


I. Bukan bangunan
Kelompok 1 4 tahun 25 % 50%
Kelompok 2 8 tahun 12,5% 25%
Kelompok 3 16 tahun 6,25% 12,5%
Kelompok 4 20 tahun 5% 10%

II. Bangunan 20 tahun 5% -


Permanen -
Tidak Permanen 10 tahun 10%

Dasar Penyusutan Harga Nilai Sisa Buku


Perolehan Fiskal Awal Tahun
PENYUSUTAN FISKAL (Pasal 11)

a. Nilai residu tidak diakui.


b. Tanah tidak disusutkan.
c. Aktiva Tetap yang diperoleh sebelum tahun
2001, pada tahun perolehannya
disusutkan setahun penuh.
d. Aktiva tetap yang diperoleh sejak 1 Januari
2001, pada tahun perolehannya,
disusutkan mulai bulan perolehan.
e. Pengelompokkan aktiva tetap sesuai masa
manfaatnya diatur di KMK
138/KMK.02/2002.
AMORTISASI FISKAL (Pasal 11A)

Kelompok Masa Tarif penyusutan


Harta Tidak Berwujud Manfaat

Garis Lurus Saldo Menurun


I. Bukan bangunan
Kelompok 1 4 tahun 25 % 50%
Kelompok 2 8 tahun 12,5% 25%
Kelompok 3 16 tahun 6,25% 12,5%
Kelompok 4 20 tahun 5% 10%

Dasar Penyusutan Harga Nilai Sisa Buku


Perolehan Fiskal Awal Tahun
AMORTISASI FISKAL (Pasal 11A)

a. Amortisasi dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran.

b. Untuk harta tidak berwujud yang masa manfaatnya tidak


tercantum pada kelompok masa manfaat yang ada, maka
menggunakan masa manfaat yang terdekat.

c. Diatur pula amortisasi untuk biaya-biaya tertentu :


- Biaya pendirian dan biaya perluasan modal
- Biaya Pra Operasi
- Biaya memperoleh hak dibidang penambangan minyak dan
gas bumi
- Biaya memperoleh hak dibidang penambangan selain minyak
dan gas bumi
TARIF PASAL 17
WP BADAN (Umum)

5% LEBIH RENDAH DARIPADA


TARIF UMUM

SYARAT :
1. 40% SAHAM DIPERDAGANGKAN DI BURSA
EFEK DI INDONESIA, PEMEGANG SAHAM MIN
300 ORANG
2. SYARAT LAIN YG DIATUR PP
TARIF PASAL 17
WP BADAN (Khusus)

WP BADAN DENGAN PEREDARAN BRUTO


S.D. Rp.50 MILYAR

MENDAPAT FASILITAS PENGURANGAN


TARIF 50% DARI TARIF UMUM
YANG DIKENAKAN ATAS
PENGHASILAN KENA PAJAK DARI BAGIAN
PEREDARAN BRUTO S.D. Rp.4,8 MILYAR
Tarif Lapisan PKP
5% s/d Rp 50.000.000

15% > Rp 50.000.0000 – Rp 250.000.000

25% > Rp 250.000.000 – Rp 500.000.000

30% > Rp 500.000.000


No PASAL TARIF

1 Pasal 17 Ayat (1b) 28% (tahun 2008-2009)

2 Pasal 17 Ayat (2a) 25% mulai tahun 2010

3 Pasal 17 Ayat (2b) 20% Bagi PT yang listing di BEI dengan min
40% saham diperdagangkan dari total
saham yang disetor, jumlah pemegang
saham minimal 300 orang

4 Pasal 31E Bagi WP Badan dengan Peredaran Bruto >


Rp 4,8Miliar – Rp 50 Miliar, ada bagian PKP
dapat diskon dan non diskon
5 PP No.23 Tahun 2018 0,5% Bagi WP Badan dengan Peredaran
Bruto ≤ Rp 4,8Miliar
❑ Penghasilan dari usaha yang diterima
atau diperoleh wajib pajak dengan
peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8
miliar dalam 1 tahun.
❑ Tidak termasuk Penghasilan dari usaha
adalah penghasilan dari jasa
sehubungan dengan pekerjaan bebas.
❑ Peredaran bruto merupakan peredaran
bruto dari usaha, termasuk dari usaha
cabang.
a. tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang
terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter,
konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
b. pemain musik, pembawa acara, penyanyi,
pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang
iklan, sutradara, kru film, foto model,
peragawan/peragawati, pemain drama, dan
penari;
c. olahragawan;
d. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah,
penyuluh, dan moderator;
e. pengarang, peneliti, dan penerjemah;
f. agen iklan;
g. pengawas atau pengelola proyek;
h. perantara;
i. petugas penjaja barang dagangan;
j. agen asuransi; dan
k. distributor perusahaan pemasaran
berjenjang (multilevel marketing) atau
penjualan langsung (direct selling) dan
kegiatan sejenis lainnya.
Tidak termasuk penghasilan dari Usaha yang
dikenai PPh bersifat final, sebagai berikut:
a) penghasilan yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak orang pribadi dari jasa
sehubungan dengan pekerjaan bebas;
b) penghasilan yang diterima atau diperoleh di
luar negeri yang pajaknya terutang atau telah
dibayar di luar negeri;
c) penghasilan yang telah dikenai Pajak
Penghasilan yang bersifat final dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan tersendiri; dan
d) penghasilan yang dikecualikan sebagai objek
pajak.
❑ Orang pribadi
❑ Badan, berbentuk koperasi, persekutuan
komanditer, Firma, atau perseroan
terbatas tidak termasuk BUT,
❑ yang menerima penghasilan dari usaha
dengan peredaran bruto tidak melebihi
Rp4,8 miliar dalam 1 (satu) Tahun Pajak.
 Wajib Pajak memilih untuk dikenai Pajak
Penghasilan berdasarkan tarif Pasal 17 ayat (1)
huruf a, Pasal 17 ayat (2a1, atau Pasal 31E
Undang-Undang Pajak Penghasilan
 Wajib Pajak badan berbentuk persekutuan
komanditer atau firma yang dibentuk oleh
beberapaWajib Pajak orang pribadi yang
memiliki keahlian khusus menyerahkan jasa
sejenis dengan jasa sehubungan dengan
pekerjaan bebas
 Wajib Pajak badan memperoleh fasilitas Pajak
Penghasilan berdasarkan :
1. Pasal 31A Undang-Undang Pajak Penghasilan;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010
tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak
dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam
Tahun Berjalan beserta perubahan atau
penggantinya;
3. Bentuk Usaha Tetap (BUT)
❑ WP OP yang melakukan kegiatan usaha perdagangan
dan/atau jasa yang dalam usahanya menggunakan
sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang,
baik yang menetap maupun tidak menetap dan
menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk
kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi
tempat usaha atau berjualan, misalnya pedagang
makanan keliling, pedagang asongan, warung tenda
di trotoar, dan sejenisnya.
❑ WP badan yang belum beroperasi secara komersial atau
yang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah
beroperasi secara komersial memperoleh peredaran
bruto melebihi Rp4,8 miliar.
 Dalam hal peredaran bruto Wajib Pajak telah
melebihi jumlah Rp4,8 M pada suatu Tahun Pajak,
atas penghasilan yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak pada Tahun Pajak berikutnya dikenai
tarif Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan
Undang-Undang Pajak Penghasilan.

57
❑ Penyetoran paling lama tanggal 15 (lima belas)
bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
❑ SSP berfungsi sekaligus sebagai SPT Masa
PPh Pasal 4 ayat (2). Jika SSP telah divalidasi
dengan NTPN dianggap telah lapor SPT Masa
PPh Pasal 4 ayat (2).
❑ Wajib Pajak yang melakukan pembayaran
Pajak Penghasilan dimaksud dalam Pasal 10
ayat 1 wajib menyampaian Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan paling
lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak
berakhir.
1. Jika Peredaran Bruto ≤Rp 4,8M
Menurut PP No.23 Tahun 2018 Berlaku per 1 Juli 2018,
dikenakan PPh bersifat final untuk jangka waktu tertentu

PPh Terutang = 0,5% x Peredaran Bruto (omzet)

Jangka Waktu tertentu:


1) (empat) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk
koperasi, persekutuan komanditer, atau firma; dan
2) 3 (tiga) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk
perseroan terbatas.
2. Jika Peredaran Bruto > Rp 4,8M – Rp 50M (Psl 31E)

PPh Terutang = (50% X 25%) X PKP dr Peredaran Bruto yg


memperoleh fasilitas + 25% X PKP dr Peredaran
Bruto yg tdk memperoleh fasilitas

PKP dr Peredaran Bruto yg memperoleh fasilitas:


Rp 4.800.000.000 X PKP
Peredaran Bruto

3.Jika Peredaran Bruto > 50M (Psl 17 (2a))


PPh Terutang = 25% X PKP

Termasuk Badan dengan Peredaran Bruto ≤ 4,8 Miliar tapi


memilih menghitung menggunakan tarif PPh Pasal 17 (2a)
atau Pasal 31E
1. Jika Peredaran Bruto ≤Rp 4,8M
Menurut PP No.23 Tahun 2018 Berlaku per 1
Juli 2018, dikenakan PPh bersifat final untuk
jangka waktu tertentu

PPh Terutang = 0,5% x Peredaran Bruto (omzet)

Jangka Waktu tertentu:


7 (tujuh) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak orang
pribadi, setelah nya menggunakan tarif PPH Pasal
17
2. Jika Peredaran Bruto > Rp 4,8M

PPh Terutang = PKP X Tarif PPh Pasal 17

Termasuk PKP dengan Peredaran Bruto ≤ 4,8


Miliar tapi memilih menghitung menggunakan
tarif PPh Pasal 17 (1a)
 Dasar Hukum: Sesuai Perppu 1 Tahun 2020
 Tarif Pajak WPOP tetap

 Tarif Pajak Badan:


 Tahun 2020 : 22%
 Tahun 2021 – 2022 : 20%
 PPH Pasal 25 masa Januari – Maret
 1/12 x Tarif 2019 x Laba Fiskal 2019
 PPh Pasal 25 Masa April - Desember
1/12 x Tarif 2020 x Laba Fiskal 2019
1. Brian status kawin memiliki 2 orang anak, memiliki
usaha percetakan pada tahun 2018 memiliki peredaran
bruto 1 miliar dengan HPP 500 juta dan biaya fiskal Rp
100 juta, hitunglah berapa PPh terutang Brian tahun
2018

2. Tuan Barly dengan status PTKP (K/2) bertempat


tinggal di Semarang seorang arsitek dan memiliki
usaha toko bahan bangunan. Pada Tahun Pajak 2018
Tuan Barly memperoleh peredaran bruto dari
memberikan jasa arsitek atas nama diri sendiri sebesar
Rp1.200.000.000 jika KLU Arsitek 71100 dengan norma
perkiraan penghasilan netto 62,5% dan dari toko bahan
bangunan memperoleh peredaran bruto sebesar
Rp100.000.000 per bulan dalam satu Tahun Pajak.
Berapa PPh Terutang Tuan Barly ?
3. Allan adalah pemilik UD.Merah Cerah
dengan jumlah tanggungan 2 orang,
pada tahun 2018 memiliki peredaran
bruto Rp 5 miliar dan berpenghasilan
netto Rp 420 juta sementara istrinya,
Alina adalah seorang wiraswasta yang
menghasilkan batik tulis, pada tahun
tersebut Alina berpenghasilan bruto
Rp 125 juta dan biaya yang dikeluarkan
dari usaha tersebut Rp 45 juta.
Hitunglah berapa PPh yang harus
dibayar Allan.
4.dr. Imsak memiliki dua anak membuka praktik
sendiri dengan peredaran bruto pada tahun 2018
Rp 20 juta/bln, penghitungan pajak
menggunakan norma dimana untuk profesi
dokter kode 93213, perkiraan penghasilan netto
45% dan Ibu Ratna memiliki usaha jasa
konsultan Akuntansi dengan penghasilan bruto
800 juta dengan kode 82920 sebesar 36% hitung:

a. PPH tahun 2018 yang masih harus dibayar


dr.Imsak jika penghasilan digabung
b. PPH tahun 2018 yang harus dibayar dr Imsak
dan Ibu Ratna jika keduanya bersepakat untuk
memenuhi kewajiban perpajakannya sendiri.
5. Dr.Almo memiliki usaha penjualan alat-alat
kesehatan. Selama tahun 2019 melakukan
penjualan sebesar Rp 5 Miliar, potongan
penjualan Rp 1 miliar, retur penjualan Rp 200
Juta, HPP Rp 800 Juta dan biaya yang
dikeluarkan menurut Fiskal Rp 2,3 miliar ,
selain itu pada tahun 2018 dokter Almo juga
menjual mobilnya dan mendapat keuntungan
sebesar Rp 15 juta, dan ibu salma memiliki
usaha toko pakaian dengan penjualan bruto Rp
250 juta dan biaya menurut fiskal Rp 150 juta.
Keduanya membayar zakat maal 2,5% dari
penghasilan nettonya kepada Bazis Semarang
Daftar keluarga yang menjadi tanggungan
adalah sebagai berikut:
No Nama Tgl Lahir Hub. Keluarga Pekerjaan
1 Salma 11 Agust 1970 Istri Wirausaha
2 Salwa 22 Mei 1992 Anak Kandung Mahasiswa
3 Syafar 5 Juli 1995 Anak Kandung Pelajar
4 Sania 10 Mei 1993 Anak Tiri Mahasiswa
5 Sony 15 Feb 1985 Adik Ipar Karyawan
6 Bapak Rahmad 30 Des 1947 Bpk Mertua -
7 Puspita 29 Maret 1989 Keponakan Mahasiswa

Selama tahun 2018 dr Almo telah mengangsur PPh Psl 25


sebesar 5.500.000/bulan istrinya membayar angsuran PPh Pasal
25 Rp 500.000 per bulan, PPh psal 23 Rp 1,5 Juta.. Hitunglah:

1) PPH yang masih harus dibayar dr.Almo jika penghasilan


digabung
2) PPH yang harus dibayar dr Almo dan Ibu Salma jika keduanya
bersepakat untuk memenuhi kewajiban perpajakannya sendiri.
6. PT. Angkasa Jingga adalah perusahaan yang
bergerak dalam bidang perdagangan alat-alat
tulis dan perkantoran. Pada Tahun 2019
memiliki peredaran bruto sebesar Rp 49 Miliar,
HPP 35 Miliar dan biaya yang dikeluarkan
menurut laporan laba rugi perusahaan Rp 11
Miliar, dan laporan keuangan PT. Angkasa
Jingga sudah sesuai ketentuan fiskal. Pajak yang
sudah dibayarkan perusahaan pada tahun pajak
berjalan sebagai berikut: Angsuran PPh Pasal 25
Rp 5 juta/bulan, PPh Pasal 22 Rp 10 juta dan PPh
Pasal 23 Rp 3 juta. Hitunglah PPh pasal 29 dan
kapan Paling lambat dibayarkan dan
dilaporkan?
7. PT. Angkasa Jingga adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang
perdagangan alat-alat tulis dan perkantoran. Pada Tahun 2020
memiliki peredaran bruto sebesar Rp 49 Miliar, HPP 35 Miliar dan
biaya yang dikeluarkan menurut laporan laba rugi perusahaan Rp
11 Miliar. Pajak yang sudah dibayarkan, Angsuran PPh Pasal 25 Rp
25 juta/bulan, PPh Pasal 22 Rp 50 juta dan PPh Pasal 23 Rp 20 juta.
Berdasarkan data yang ada diperoleh fakta sebagai berikut:
1) Pada penjualan terdapat penjualan dari cabang perusahaan di
Tegal yang belum dibukukan senilai Rp 100 juta
2) Pembebanan BBM untuk kepentingan pribadi Direktur Rp 5 juta
3) Pembayaran zakat kepada Bazis yang belum dibebankan Rp 50
juta
4) Pembebanan biaya perbaikan rumah dinas Direktur Rp 10 juta
5) Sumbangan alat tulis ke Sekolah di Kota Semarang senilai Rp 25
juta, belum dibukukan
Hitunglah:
1) Hitunglah penghasilan netto fiskal tahun 2020!
2) Hitunglah PPh pasal 29 dan kapan Paling lambat dibayarkan dan
dilaporkan?
1. Brian Status PTKP K/2
Penjualan = 1.000.000.000
Hpp = 500.000.000
Biaya Fiskal = 100.000.000
Penjualan Netto 400.000.000

Jenis usaha merupakan subyek pajak menurut PP


No.46 2013 dan PP No.23 tahun 2018 dengan
peredaran bruto < Rp4,8 M
1% x 6/12 Bln x Rp 1 Miliar = Rp 5.000.0000
0,5%x 6/12 Bln x Rp 1 Miliar = Rp 2.500.000
2. PPH Tuan Barly
1) PPh dari Jasa Arsitek:
Penghasilan Netto :
62,5% x 1.200.000.000 = 750.000.000
PTKP (K/2) 67.500.000 –
PKP 682.500.000
PPH Terhutang:
5% x 50.000.000 = 2.500.000
15% x 200.000.000 = 30.000.000
25% x 250.000.000 = 62.500.000
30% x 182.500.000 = 54.750.000
149.750.000
2) PPh dari Toko Bangunan
Peredaran Bruto Tahun 2018< 4,8 Miliar
Januari – Juni 2018
1 % x 6 bln x Rp 100.000.000 = 6.000.000
0,5% x 6 bln x Rp 100.000.000 = 3.000.000
PPh Terutang Rp 9.000.000

3) PPh Terutang Tahun 2018


PPh Jasa Arsitek Rp 149.750.000
PPh Toko Bangunan Rp 9.000.000
Total Rp 158.750.000
3. Penghasilan Netto Allan : Rp 420.000.000
Penghasilan Netto Alina : Rp 80.000.000
Total Penghasilan Netto Rp 500.000.000
PTKP (K/I/2) Rp 121.500.000
PKP Rp 378.500.000
PPH Terutang:
5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp 200.000.000 = Rp 30.000.000
25% x Rp 128.500.000 = Rp 32.125.000
Rp 64.625.000
Jawaban No.4-7
Jawaban Soal No.4
Perhitungan PPh Terutang WP dr.Imsak jika tidak mengadakan 54,000,000
Perjanjian Pisah Harta 54,000,000
Penghasilan Bruto 4,500,000
1 dr.Imsak 9,000,000
- Praktik dokter Rp 240,000,000
2 Ibu Ratna Rp 800,000,000
TOTAL PENGHASILAN NETTO Rp 1,040,000,000
Praktik Dokter Kode 93213 45% Rp 108,000,000
Konsultan Kode 82920 36% Rp 288,000,000
Rp 396,000,000

PTKP (K/I/2) Rp 121,500,000 -


PKP Rp 274,500,000
PPH TERUTANG:
5% x Rp 50,000,000 = Rp 2,500,000
15% x Rp 200,000,000 = Rp 30,000,000
25% x Rp 24,500,000 = Rp 6,125,000
30% x = Rp - +
Rp 38,625,000

Perhitungan PPh Terutang WP dr.Imsak dan Ratna mengadakan


Perjanjian Pisah Harta

1. dr Imsak
= Penghasilan Netto dr. Imsak
x PPh Terutang
Total Penghasilan Netto
= Rp 108,000,000 x Rp 38,625,000
Rp 396,000,000
= Rp 10,534,091

2. Ratna = Penghasilan Netto Ratnax PPh Terutang


Total Penghasilan Netto
= Rp 288,000,000 x Rp 38,625,000
Rp 396,000,000
= Rp 28,090,909
Jawaban Soal No.5
Perhitungan PPh Terutang WP dr.Almo jika tidak mengadakan
Perjanjian Pisah Harta
PENGHASILAN NETTO
1 dr.Almo
- Penghasilan Usaha Rp 700,000,000
- Penghasilan Lain-lain Rp 15,000,000
2 Salma Rp 100,000,000
TOTAL PENGHASILAN NETTO Rp 815,000,000
Zakat Maal dr.Almo Rp 17,875,000
Zakat Maal Salma Rp 2,500,000
Rp 20,375,000
TOTAL PENGHASILAN NETTO SESUDAH ZAKAT Rp 794,625,000
PTKP (K/I/3) Rp 126,000,000
PKP Rp 668,625,000
PPH TERUTANG:
5% x Rp 50,000,000 = Rp 2,500,000
15% x Rp 200,000,000 = Rp 30,000,000
25% x Rp 250,000,000 = Rp 62,500,000
30% x Rp 168,625,000 = Rp 50,587,500 +
Rp 145,587,500

KREDIT PAJAK
1 PPH PASAL 23 Rp 1,500,000
2 PPH PASAL 25 Rp 72,000,000
Rp -
Rp - +
Rp 73,500,000
PPH PASAL 29 Rp 72,087,500
Perhitungan PPh Terutang WP dr.Almo dan Salma mengadakan
Perjanjian Pisah Harta

1. dr Almo
= Penghasilan Netto dr. Almo setelah Zakat x PPh Terutang
Total Penghasilan Netto setelah Zakat
= Rp 697,125,000 X Rp 145,587,500
Rp 794,625,000
= Rp 127,724,003

PPh yang Masih harus Dibayar dr.Almo (PPh Pasal 29)


PPh Terutang Rp 127,724,003
Kedit Pajak
PPh Pasal 25 Rp 66,000,000 -
PPh Pasal 29 Rp 61,724,003

2. Salma = Penghasilan Netto Salma setelah Zakat x PPh Terutang


Total Penghasilan Netto setelah Zakat
= Rp 97,500,000 X Rp 145,587,500
Rp 794,625,000
= Rp 17,863,497

PPh yang Masih harus Dibayar Salma (PPh Pasal 29)


PPh Terutang Rp 17,863,497
Kedit Pajak:
PPh Pasal 23 Rp1,500,000
PPh Pasal 25 Rp6,000,000 +
Kredit Pajak Rp7,500,000 -
PPh Pasal 29 Rp 10,363,497
JAWABAN NO 6
PEREDARAN BRUTO 49,000,000,000
HPP 35,000,000,000
LABA BRUTO USAHA 14,000,000,000
BIAYA 11,000,000,000
PENGHASILAN NETTO USAHA 3,000,000,000

PENGHASILAN NETTO FISKAL PKP 3,000,000,000

PPH TERUTANG

PKP DAPAT FASILITAS DISKON


4,800,000,000 x 3,000,000,000 = 293,877,551
49,000,000,000

PPH 50% X 25% X 293.877.551 = 36,734,694

PKP TIDAK DAPAT FASILITAS DISKON


PPH 25% X ( 3.000.000.000 - 293.877.551) = 676,530,612 +
PPH TERHUTANG 713,265,306

KREDIT PAJAK
PPH PASAL 25 60,000,000
PPH PASAL 22 10,000,000
PPH PASAL 23 3,000,000 +
73,000,000 -
640,265,306

DIBAYAR DAN DILAPORKAN PALING LAMBAT TANGGAL 30 APRIL 2020


JAWABAN NO.7
PEREDARAN BRUTO 49,000,000,000
HPP 35,000,000,000
LABA BRUTO USAHA 14,000,000,000
BIAYA 11,000,000,000
PENGHASILAN NETTO USAHA 3,000,000,000
KOREKSI FISKAL POSITIF
PENJUALAN BLM DIBUKUKAN 100,000,000
BBM KEPT PRIBADI 5,000,000
PERBAIKAN RUMDIN DIREKTUR 10,000,000
115,000,000 +
KOREKSI FISKAL NEGATIF
PEMBAYARAN ZAKAT 50,000,000
SUMBANGAN ALAT TULIS 25,000,000
75,000,000 -

PENGHASILAN NETTO FISKAL PKP 3,040,000,000

PPH TERUTANG

PKP DAPAT FASILITAS DISKON


4,800,000,000 x 3,040,000,000 = 297,795,918
49,000,000,000

PPH 50% X 22% X 297.795.918 = 32,757,551

PKP DAPAT FASILITAS DISKON


PPH 22% X ( 3.040.000.000 - 297.795.918) = 603,284,898 +
PPH TERHUTANG 636,042,449

KREDIT PAJAK
PPH PASAL 25 300,000,000
PPH PASAL 22 50,000,000
PPH PASAL 23 20,000,000 +
370,000,000 -
PPH YANG MASIH HARUS DIBAYAR (PPH PASAL 29) 266,042,449

DIBAYAR DAN DILAPORKAN PALING LAMBAT TANGGAL 30 APRIL 2021

Anda mungkin juga menyukai