Anda di halaman 1dari 58

WEALTH MANAGEMENT

TATA KELOLA PERPAJAKAN

Diah Ayu Ristiningsih 4.43.18.1.04


Nurani Oktaviana 4.43.18.1.16
Agenda 7.1
Konsep dan Kebijakan
Fungsi pajak, system perpajakan, jenis pajak, dan

Style
perencanaan perpajakan.

Hukum dan Peraturan Pajak di Indonesia


7.2 Landasan hukum perpajakan, PPh psl 21, PPh psl 22, PPh
psl 23, PPh psl 24 dan fiscal luar negeri, angsuran pajak psl
25, PPh psl 26, PPh psl 4 ayat 2, PPN, PPnBM

Aspek Hukum Pencucian Uang


7.3

Studi Kasus Terintegrasi


7.4
Konsep dan
Kebijakan
Pajak adalah iuran rakyat kepada negara berdasarkan undang-
undang sehingga bersifat dapat dipaksakan dengan tidak
menerima balasan jasa secara langsung. Menurut UU Nomor 28
Tahun 2007, tata cara perpajakan adalah konstribusi wajib
kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan UU dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Fungsi Pajak :
1. Fungsi budgeter ( Pendanaan)
2. Fungsi Regulasi (mengatur)
Sistem Pajak
Keberhasilan pelaksanaan administrasi perpajakan bergantung
pada keharmonisan antara unsur pokok pemungut pajak yang
saling terkait.
Unsur pokok :
1. Kebijakan Perpajakan
2. Undang-undang pajak
3. Administrasi Perpajakan
Jenis Pajak :
1. Menurut Golongan (P.lngsng, P. tdk lngsng)
2. Menurut Sifat ( P. Subjektif, P.Objektif)
3. Menurut Lembaga Institusi Pemungutan (P.pusat, P.daerah)
Perencanaan Perpajakan
Merupakan salah satu kegiatan perencanaan perusahaan
maupun perseorangan terkait dengan kegiatan usaha yang
dilakukan oleh pengusaha untuk dapa melakukan kewajiban
dan mendapat hak dari perpajakan yang dampaknya tidak
akan merugikan pengusaha.
Pemenuhan kewajiban perpajakan dengan benar dan
tidak menghambat kelangsungan perusahaan merupakan
tujuan utama perencanaan perpajakan.
Hukum dan
Peraturan Pajak di
Indonesia
Hukum dan Peraturan Pajak Indonesia
Sistem pemungutan pajak di indonesia adalah self
assesment, yakni wajib pajak harus menghitung,
memperhatitungkan, menyetor, dan melaporkan
pajaknya sendiri. Agar upaya penerimaan pajak
dengan self assesment dapat berjalan efektif,
ketentuan perpajakaan memiliki ketentuaan mareiil
dan ketentuan formal.
Landasan Hukum Perpajakan
Dasar utama pada pasal 23A UUD 1945, berikut urutan per-UU
perpajakan untuk pajak pemerintah pusat: UUD,UU,Perpu,Peraturan
Pemerintah, Peraturan Presiden, Keputusan Presiden, Intruksi
Presiden, Keputusan Bersama Menteri, Peraturan Menteri Keuangan,
Keputusan Menteri Keuangan, Intruksi Mentri Keuangan, Surat Edaran
Menteri Keuangan, Surat Menteri Keuangan, Peraturan Bersama Dirjen,
Keputusan Bersama Dirjen, Peraturan & keputusan Dirjen Pajak,
Interuksi Dirjen Pajak, Surat Edaran Bersama Dirjen, Surat Edaran
Dirjen Pajak, Surat Dirjen Pajak, Surat Sekretaris Dirjen Pajak.
PPh Pasal 21
Meliputi pajak atas penghasilan berupa gaji, upah,
honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain yang diterima
atau diperoleh wajib pajak, orang pribadi dalam negeri,
sehubung dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan.

Tarif PPh 21 berdasarkan pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh :

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

< Rp 50.000.000 5%

Rp 50.000.000 s.d Rp 250.000.000 15%

Rp 250.000.000 s.d Rp 500.000.000 25%

> Rp 500.000.000 30%


PPh Pasal 22
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh
bendahara pemerintah pusat/daerah, intansi atau lembaga-lembaga
pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan
pembayaran atas penyerahan barang. Badan-badan tertentu, baik badan
pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau
kegiatan usaha di bidang lain. Wajib pajak badan yang melakukan penjualan
barang yang tergolong sangat mewah.
Tarif PPh 22:
1. Atas Impor
a. yang menggunakan API sebesar 2,5% dari nilai impor
b. yang tidak menggunakan API sebesar 7,5% dari nilai impor
c. yang tidak dikuasai sebesar 7,5% dari harga jual lelang.
2. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh BJPB, Bendahara Perintah,
BUMN/BUMD (lihat pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir, 2,3 dan 4) sebesar
1,5% dari harga pembelian, tidak termasuk PPN dan tidak final.
3. Atas penjualan hasil produksi (lihat pemungut dan objek PPh Pasal 22 butir 5)
kertas= 0,1% x DPP PPN (tidak final)
Semen= 0,25% x DPP PPN (tidak final)
Baja= 0,3% x DPP PPN (tidak final)
Otomotif= 0,45% x DPP PPN (tidak final)
4. Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau
iportir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas.
PPh Pasal 23
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas
penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa atau hadiah dan
penghargaan, selain yang telah dipotong PPh pasal 21.
Tarif dan Objek PPh Pasal 23
1. Sebesar 15% dari jumlah bruto atas: deviden, kecuali pembaagian
deviden kepada orang pribadi dikenakan final, bunga, dan royalti. Hadiah
dan penghargaan selain yang telah dipotong pph pasal 21. 2% dari jumlah
bruto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta. 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen,
jasa konstruksi dan jasa konsultan. Sebesar 2% dari jumlah bruto atas
imbalan jasa lainnya.
Yang dimaksud dengan jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan
yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo
pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri,
penyelenggaraan kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan
luar negeri lainnya kewajiban wajib pajak dalam negeri atau bentuk usaha
tetap, tidak termasuk:
1. Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain.
2. Pembayaran atas pengadaan/pembelian barang
3. Pembayaran kepada pihak kedua untuk selanjutnya dibayarkan kepada
pihak ketiga.
4. Pembayaran penggantian barang.
5. Atas penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa ceatring.
6. Dalam hal penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa, telah
dikenakan pajak bersifat final.
PPh Pasal 24 dan
Fiskal Luar Negeri
Pada dasarnya, PPh Pasal 24 mngatur tentang besarnya
kredit pajak yang dapat diperhitungkan atau5 pemotongan
pajak/pajak yang dibayarkan/pajak yang terutang di luar
negeri. UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang pajak
penghasilan, Pasal 24 ayat 1 menyebutkan pengertian PPh
pasal 24 adalah pajak yang dibayarkan atau terutang di LN
atas pajak dalam negeri yang boleh dikreditkan dengan
pajak yang sama. Subjek PPh pasal 24 adalah wajib pajak
dalam negeri terutang pajak atas seluruh penghasilan,
termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari LN.
Objek PPh pasal 24 adalah penghasilan yang berasal dari
LN.
Batas Maksimum Kredit Pajak
PPh pasal 24 dikenal sebagai kredit pajak LN yang diatur oleh keputusan
menteri keuangan tentang KPLN sebagai manat pasal 24 ayat 6 yang
menyatkan ketentuan mengenai pelaksanaan pengkreditan pajak atas
penghasilan dari LN diatur dengan peraturan menteri keuangan.
Batas maksimum krdit pajak diambil yang terendah dari 3 unsur perhitungan
berikut ini :
a. Jumlah pajak yang terutang atau dibayar di LN
b. Proposional yang diperoleh dari hasil pembagian jumlah penghasilan LN
dengan seluruh penghasilan kena pajak dikalikan PPh atas seluruh penghasilan
yang dikenakan tarif pasal 17 UU PPh.
c. Jumlah pajak yang terutang untuk seluruh penghasilan kena pajak (dalam hal
penghasilan kena pajak adalah lebih kecil dari pada penghasilan LN)

Maksimum Kredit Pajak = Pnghsln LN/PKP x Pjk terutng thn brjln


Angsuran Pajak
Pasal 25
PPh dikenakan terhadap wajib pajak dalam suatu periode tertentu yang
dinamakan tahun pajak. Berdasarkan hal ini, perhitungan dan penghitungan
PPh dilakukan setahun sekali yang dituangkan dalam SPT Tahunan. Karena
penghitungan PPh dilakukan setahun sekali, penghitungan ini harus dilakukan
setelah satu tahun tersebut berakhir agar semua data penghasilan dalam satu
tahun sudah diketahui. Untuk perusahaan, tentu saja data penghasilan ini
harus menunggu laporan keuangan selesai dibuat. Dengan cara seperti itu,
tentu saja jumlah PPh terutang yang wajib dibayar baru dapat diketahui ketika
satu tahun pajak telah berakhir. Agar pembayaran pajak tidak dilakuan
sekaligus yang tentunya akan memberatkan, dibuatlah mekanisme
pembayaran pajak dimuka atau pembayaran cicilan setiap bulan.
Pelunasan Penghasilan oleh wajib pajak dapat
dilakukan melalui 2 cara:
1. Pelunasan pajak penghasilan dalam tahun
berjalan
2. Pelunasan pajak penghasilan pada akhir
tahun pajak
PPh Pasal 26
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah PPh yang
dikenakan/dipotong atas penghasilan yang bersumber
dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
(WP) luar negeri, selain Bentuk Usaha Tetap (BUT) di
Indonesia. BUT merupakan subjek pajak yang perlakuan
perpajakannya disamakan dengan subjek pajak badan.
Negara domisili dari wajib pajak luar negeri, selain yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha
melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, adalah Negara
tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak luar
negeri yang sebenarnya menerima manfaat dari
penghasilan tersebut (beneficial owner)
Pemotong PPh Pasal 26

1 2 3 4 2019
5

Badan Subjek Penyeleng BUT Perwakilan


Pemerintah Pajak gara perusahaan luar
dalam Kegiatan negeri lainnya selain
negeri BUT di Indonesia
Tarif dan Objek PPh Pasal 26
1. Presentase 20%(final) dari jumlah 2. Persentase 20% (final) dari perkiraan
penghasilan bruto yang diterima arau penghasilan neto berupa :
diperoleh wajib pajak luar negeri berupa : a. Penghasilan dari penjualan harta di
a. Dividen; Indonesia;
b. Bunga termasuk premium, diskonto, dan b. Premi asuransi, premi reasuransi yang
imbalan sehubungan dengan jaminan dibayarkan langsung maupun melalui
pengembalian utang; pialang kepada perusahaan asuransi luar
c. Royalti, sewa, dan penghasilan negeri.
sehubungan dengan jaminan
pengembalian utang;
d. Imbalan sehubungan dengan jasa,
pekerjaan, dan kegiatan;
e. Hadiah dan penghargaan;
f. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya;
g. Premi swap dan transaksi lindung lainnya;
h. Keuntungan karena pembebasan utang.
Tarif dan Objek PPh Pasal 26

3. Persentase 20% (final) dan perkiraan 4. Persentase 20% (final) dari


penghasilan neto atas penjualan atau Penghasilan Kena Pajak sesudah
pengalihan saham perusahaan antara dikurangi pajak dari suatu BUT di
conduit company atau special purpose Indonnesia, kecuali penghasilan tersebut
company yang didirikan atau berada di ditanamkan kembali ke Indonesia.
Negara yang memberikan perlindungan
pajak yang mempunyai hubungan 5. Tarif berdasarkan Perjanjian
istimewa dengan badan yang didirikan Penghindaran Pajak Berganda (P3B)
atau berada di Indonesia atau BUT di antara Indonesia dengan Negara pihak
Indonesia; pada persetujuan.
Saat terutang, tata cara pemotongan, penyetoran dan
pelaporan PPh Psl 26

Pelaporan

SPT masa PPh pasal 26


dilampiri SSP lembar kedua,
bukti pemotongan lembar
Penyetoran kedua, dan daftar bukti
pemotongan, disampaikan ke
PPh pasal 26 wajib disetorkan KKP setempat paling lambat
ke bank persepsi atau kantor 20 hari setelah masa pajak
Cara pos dengan menggunakan berakhir.
Pemotongan Surat Setoran Pajak (SSP)
paling lambat tanggal 10
Pemotong PPh pasal 26 wajib bulan takwim berikutnya
membuat bukti pemotongan setelah bulan saat
PPh pasal 26 rangkap tiga, terutangnya pajak.
Saat Terutang yaitu :
a. Lembar pertama untuk
PPh pasal 26 terutang pada wajib pajak luar negeri,
akhir bulan dilakukannya b. Lembar kedua ntuk Kantor
pembayaran atau akhir bulan Pelayanan Pajak;
terutangnya penghasilan, c. Lembar ketiga untuk arsip
tergantung yang mana terjadi pemotong.
lebih dahulu.
Pengecualian
1. BUT mendapat pengecualian dari pemotong PPh pasal 26 apabila
penghasilan kena pajak sesudah dikurangi pajak penghasilan BUT yang
ditanamkan kembali di Indonesia dengan syarat;
a. Penanaman kembali dilakukan atas seluruh penghasilan kena pajak
setelah dikurangi PPh dalam bentuk penyertaan modal pada
perusahaan yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai
pendiri atau peserta pendiri.
b. Dilakukan dalam tahun berjalan atau selambat-lambatnya tahun pajak
diterima atau diperoleh penghasilan tersebut.
c. Tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut
sekurang-kurangnya dalam waktu dua tahun sesudah perusahaan
tempat penanaman dilakukan mulai berproduksi secara komersial.
2. Badan-badan Internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
PPh Pasal 4 ayat 2
Merupakan PPh yang:
Penghasilan berupa bunga
deposito dan bunga tabungan
lainnya, bunga obligasi dan Penghasilan dari transaksi
surat utang Negara, dan bunga pengalihan harta berupa tanah
simpanan yang dibayarkan oleh dan/atau bangunan, usaha jasa
koperasi kepada anggota konstruksi, usaha real estate,
koperasi orang pribadi. dan persewaan tanah, dan atau
bangunan.
Penghasilan berupa hadiah
undian.
Penghasilan tertentu lainnya
Penghasilan dari transaksi
yang diatur dengan atau
saham dan sekuritas lainnya,
berdasatkan peraturan
transaksi derivative yang
pemerintah.
diperdagangkan di bursa, dan
transaksi penjualan saham atau
pengalihan penyertaan modal
pada perusahaan pasangannya
yang diterima oleh perusahaan
modal ventura.
Pemotong PPh Pasal 4 Ayat 2

Koperasi Penyeleng Otoritas Bendaharawan


gara bursa
kegiatan
Penerima Penghasilan yang dipotong PPh
Penerima bunga
Pasal 4 Ayat 2
deposito dan tabungan
lainnya, bunga obligasi Penjual saham dan
dan surat utang Negara, sekuritas lainnya.
dan bunga simpanan
yang dibayarkan oleh 3
koperasi kepada
1 Pemilik property berupa
anggota koperasi
tanah dan atau pangunan.
perorangan.
4
Penerima hadiah undian.
2
Lain-lain

Pemotongan PPh Karena bersifat final, Omset terkait


Pasal 4 ayat 2 adalah pemotongan PPh transaksi yang
bersifat final Pasal 4 Ayat 2 tidak dikenakan PPh
dapat dikreditkan pasal 4 Ayat 2
tidak dimasukkan
dalam omset
penghasilan yang
telah dipotong
PPh final
Pajak Pertambahan
Nilai (PPN)
PPN adalah pajak yang dikenakan atas :
Penyerahan barang kena
pajak (BKP) di dalam Ekspor Jasa Kena Pajak
Daerah Pabean yang oleh Pengusaha Kena Pajak
dilakukan oleh pengusaha.

Ekpor Barang kena Pajak


Impor Barang Kena Pajak tidak berwujud oleh
Pengusaha Kena Pajak

Penyerahan Jasa Kena


Ekspor Barang Kena Pajak
Pajak (JKP) di dalam
Text Here berwujud oleh Pengusaha
Daerah Pabean yang
Kena Pajak (PKP)
dilakukan oleh pengusaha.

Pemanfaatan Barang Kena Pemanfaatan Jasa Kena


Pajak tidak berwujud dari Pajak dari Luar Daerah
luar Daerah Pabean di Pabean di dalam Daerah
dalam Daerah Pabean Pabean
Pengusaha Kena Pajak
(PKP) Pengusaha Kecil
PKP adalah pengusaha yang Pengusaha kecil dibebaskan dari
melakukan penyerahan Barang kewajiban mengenakan/
Kena Pajak dan/atau peyerahan memungut PPN atas penyerahan
Jasa Kena Pajak yang dikenai BKP dan atau JKP sehingga tidak
pajak berdasarkan UU PPN barang perlu melaporkan usahanya
dan jasa serta Pajak Penjualan kecuali pengusaha kecil memilih
atas Barang Mewah dikukuhkan sebagai PKP . Jumlah
peredaran/penerimaan bruto tidak
lebih dari Rp4.800.000.000
Tarif PPN adalah 10%, namun tariff PPN sebesar 10% diterapkan atas :
a. Ekspor BKP berwujud;
b. Ekspor BKP tidak berwujud dan/atau
c. Ekspor JKP

Tarif PPN dapat diubah paling rendah 5% dan paling tinggi 15% yang perubahan tarifnya
diatur dalam PP
Pajak Penjualan
Barang Mewah
(PPnBM)
PPnBM dikenakan terhadap :

Impor Barang Kena Pajak Yang


Tergolong Mewah
PPnBM hanya dikenakan pada
Penyertaan Barang Kena Pajak saat penyerahan BKP Mewah oleh
Yng Tergolong Mewah yang pabrikan (pengusaha yang
dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan) dan pada saat
menghasilkan Barang Kena Pajak impor BKP Mewah. Pihak yang
Yang Tergolong Mewah di dalam memungut PPnBM adalah
Daerah Pabean dalam kegiatan pabrikan BKP Mewah pada saat
usaha atau pekerjaannya. melakukan penjualan BKP Mewah.
PPn BM atas impor NKP Mewah
dilunasi oleh importer bebarengan
dengan pembayaran PPN impor
dan PPh Pasal 22 Impor.
Pengertian BKP Mewah

Barang tersebut bukan Umumnya, barang


merupakan barang tersebut dikonsumsi
kebutuhan pokok oleh masyarakat
berpenghasilan tinggi

Barang tersebut Barang tersebut


dikonsumsi oleh dikonsumsi untuk
masyarakat tertentu menunjukkan status.
Pengertian Tarif BKP Mewah :
Dengan PP ditetapkan
Tarif pajak penjualan kelompok Barang Kena
Atas Barang Mewah Pajak Yang Tergolong
adalah paling rendah Mewah yang dikenakan
10% dan paling tinggi Pajak Penjualan Atas
3 Barang Mewah
200%
1 Jenis barang yang
dikenakan Pajak Penjualan
Atas Barang Mewah atas
4 Barang Kena Pajak Yang
Atas ekspor Barang Kena
2 Tergolong Mewah
Pajak Yang Tergolong
ditetapkan dengan
Mewah, dikarenakan Keputusan Menteri
pajak dengan tariff 0% Keuangan.
Aspek Hukum
Pencucian Uang
Perkembangan teknologi di sektor keuangan dapat
digunakan untuk menyembunyikan/menyamarkan asal-
usul suatu dana. Melalui system perbankan, dana hasil
kejahatan mengalir melampaui batas yurisdiksi Negara
dengan memanfaatkan factor rahasia bank atau
Negara yang belum ditopang oleh system hokum yang
kuat untuk menanggulangi kegiatan pencucian uang.
Pencucian Uang adalah segala perbuatan yang
memenuhi unsur-unsur tindak pidana dengan
ketentuan dalam UU No. 8 th 2010 tentang PP TPPU.
Dasar Hukum Pencucian Uang Sebagai Tindak Pidana

Undang-Undang Undang-Undang PBI No.


No. 8 th 2010 No. 9 th 2013 14/27/PBI/2012
Tentang Pencegahan Tentang Pencegahan Tentang Penerapan
dan Pemberantasan dan Pemberantasan Program Anti Pencucian
Tindak Pidana Tindak Pidana Uang dan Pencegahan
Pencucian Uang. Pencucian Uang. Pendanaan Terorisme
bagi Bank Umum.

Keputusan Kepala Pusat POJK No.


Pelaporan dan aAnalisis Peraturan Bapepam- 39/POJK.05/2015
Transaksi Keuangan No. LK No.V.D.10 Tentang Penerapan Program Anti
21/1/KEP.PPATK/2003 Tentang Prinsip Pencucian Unag dan Pencegahan
Mengenal Nasabah Pendanaan Terorisme oleh
Tentang Pedoman Umum oleh Penyedia Jasa
Pencegahan dan Penyedia Jasa Keuangan di Sektor
Keuangan di Bidang Industri Keuangan Non-Bank.
Pemberantasan Tindak Pidana Pasar Modal
Pencucian Unag bagi penyedia
Jasa keuangan.
Tahapan Pencucian Uang

Palacement Layering Integration


Penempatan Upaya untuk Penggunaan
hasil tindak menutupi uang yang
pidana ke sumber uang telah dicuci
dalam system untuk bisnis
keuangan

1 2 3
Studi Kasus
Terintegrasi
Thank you
Insert your subtitle here

Anda mungkin juga menyukai