Anda di halaman 1dari 19

Materi A

Pengertian Pajak Penghasilan

Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan pada suatu penghasilan yang berasal dari wajib pajak.
Penghasilan ini bisa diperoleh dari seseorang baik yang tinggal di dalam negeri ataupun luar neger dalam
suatu tahun pajak

Dasar Hukum PPh

Dasar hukum pajak penghasilan ini termaktub dalam UU Pajak penghasilan no 7 Tahun 1983. Undang-
undang tentang pajak ini telah mengalami perubahan sebanyak empat kali yaitu:

 Perubahan pertama tertuang dalam UU no 7 Tahun 1991.


 Perubahan kedua tertuang dalam UU No 10 Tahun 1994
 Perubahan ketiga tertuang dalam UU Nomor 17 Tahun 2000.
 Perubahan keempat tertuang dalam UU Nomor 36 Tahun 2008

Subjek PPh

Subjek Pajak Penghasilan adalah segala sesuatu yang mempunyai potensi untuk memperoleh
penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan Pajak Penghasilan. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) UU
Nomor 36 Tahun 2008, Subjek Pajak dikelompokkan sebagai berikut :

1. Subjek Pajak orang pribadi.

Orang pribadi sebagai Subjek Pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia atau di luar
Indonesia.

2. Subjek Pajak warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.

Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan Subjek Pajak pengganti menggantikan
mereka yang berhak, yaitu ahli waris. Penunjukan warisan yang belum terbagi sebagai Subjek Pajak
Pengganti dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap
dapat dilaksanakan.

3. Subjek Pajak badan.

Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha
maupun tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan
lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa
pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa,
organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak
investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. Badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah
merupakan Subjek Pajak tanpa memperhatikan nama dan bentuknya sehingga setiap unit tertentu dari
badan pemerintah, misalnya lembaga, badan, dan sebagainya yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan untuk memperoleh penghasilan
merupakan Subjek Pajak. Dalam pengertian perkumpulan termasuk pula asosiasi, persatuan,
perhimpunan, atau ikatan dari pihak-pihak yang mempunyai kepentingan yang sama.

4. Subjek Pajak Bentuk Usaha Tetap (BUT).

Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat
tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih 183 hari dalam jangka waktu dua
belas bulan

Subyek Pajak Dalam Negeri

Yang dimaksud dengan Subyek Pajak Dalam Negeri (Ps 2 ayat 2) adalah :

1. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan
atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat bertempat
tinggal di Indonesia. Biaya-biaya yang tidak dapat dikurangka Objek PPh dan bukan objek PPh

2. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia

Subjek pajak luar negeri

Yang dimaksud dengan subjek pajak luar negeri (pasal 2 ayat 2) adalah:

1. Orang pribadi yang tidak bertempattinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183
hari dalamjangka waktu 12 bulan serta badan yangtidak didirikan dan tidak bertempatkedudukan di
Indonesia yang menjalankanusaha atau melakukan kegiatan melaluibentuk usaha tetap di Indonesia.

2. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183
hari dalam jangka waktu 12 bulan serta badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan
usaha atau melakukan. kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Objek PPh

Objek Pajak merupakan segala sesuatu (barang, jasa, kegiatan, atau keadaan) yang dikenakan pajak.
Objek Pajak penghasilan adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang
dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama
dan dalam bentuk apa pun.

Dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak, penghasilan dapat
dikelompokkan menjadi:

1. penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium,
penghasilan dari praktik dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya;

2. penghasilan dari usaha dan kegiatan;

3. Penghasilan dari modal


4. Penghasilan lain-lain

Penghasilan yang termasuk objek pajak

Berdasarkan Pasal 4 ayat 1 UU no 36 tahun 2008

1. Penggantian atau imbalan atas pekerjaan atau jasa yang diterima


2. Hadiah atas undian atau pekerjaan atau penghargaan
3. Laba usaha
4. Keuntungan atas penjualan atau pengalihan aset
5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya
6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan atas jaminan pengembalian utang
7. Deviden
8. Royaliti atau imbalan atas penggunaan gak
9. Sewa atau penghasilan lain sesuai dg penggunaan aset
10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala
11. Keuntungan atas pembebasan utang
12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing
13. Selisih atas penilaian kembali aset
14. Premi asuransi
15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan atas anggota nya
16. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak
17. Penghasilan dari usaha berbasis syariah
18. Imbalan bunga
19. Surplus Bank Indonesia

Penghasilan yang dikenakan PPh-nya bersifat final

Berdasar pasal 4 ayat 2 UU PPh

1. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi, bunga
simpanan yang dibayarkan koperasi kepada anggota koperasi
2. Penghasilan berupa hadiah undian
3. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yg
diperdagangkan di bursa
4. Penghasilan dari transaksi pengalihan aset berupa tanah atau bangunan
5. Penghasilan lainnya yg diatur dalam peraturan pemerintah, keputusan menteri
keuangan, dan peraturan perundang-undangan pajak lainnya

Penghasilan bukan objek pajak

Berdasarkan pasal 4 ayat 3 UU no 36 Tahun 2008


1. a. Bantuan atau sumbangan yang termasuk zakat yang diterima oleh badan amil
zakatyang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah
b. Aset hibah yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat,
badan keagamaan, pendidikan, badan sosial, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan
usaha mikro dan kecil yang ketentuannya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan
2. Warisan
3. Aset yang termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan
4. Pengganti atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima dalam
bentuk natura
5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dg asuransi
kesehatan
6. Deviden atau bagian laba yang diterima oleh Perseroan Terbatas
7. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
menteri keuangan
8. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun
9. Bagian laba yang diterima anggota dari Perseroan Komanditer
10. Penghasilan yang diterima perusahaan ventura berupa bagian laba dari badan pasangan
usaha
11. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu(diatur lebih rinci dalam Peraturan
Menteri Keuangan)
12. Sisa lebih yang diterima badan nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan,
penelitian
13. Bantuan yang dibayarkan oleh badan penyelenggara jaminan sosial kepada wajib pajak
tertentu

Objek PPh Bentuk Usaha Tetap

Berdasar pasal 5 UU no 36 Tahun 2008

1. Penghasilan dari usaha atau bentuk kegiatan usaha tetap tersebut dari aset yang dimiliki
oleh bentuk usaha tetap tersebut dan dari aset yang dimiliki atau dikuasai oleh Bentuk
Badan Usaha Tetap
2. Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan penjualan barang atau jasa yang
sejenis dengan yang dijalankan atau dilakukan oleh bentuk usaha tetap di Indonesia
3. Penghasilan sebagaimana tersebut dalam pasal 36 yang diterima atau diperoleh oleh
kantor pusat sepanjang terdapat hubungan efektif antara bentuk usaha tetap dan aset
atau kegiatan yang memberikan penghasilan tersebut

Biaya-biaya yang tidak dapat dikurangkan / non-deductible expense


Sesuai pasal 9 ayat 1 UU no 36 Tahun 2008

1. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti deviden
2. Biaya yang dibebankan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, Sekutu, anggota
3. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali (PMK No. 81/PMK.03/2009 dan
PMK No. 219/PMK.011/2012)
4. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan
5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan
dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman untuk
seluruh pegawai
6. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada
pihak yang memiliki hubungan istimewa sebagai imbalan atas pekerjaan yang dilakukan
7. Aset yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, warisan sebagaimana diatur dalam
Pasal 4 ayat 3
8. Pajak Penghasilan
9. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi wajib pajak atau
orang yang menjadi tanggungannya
10. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer
yang modalnya tidak terbagi atas saham
11. Sanksi administratif berupa bunga, denda, kenaikan, serta sanksi pidana berupa denda
dalam undang-undang perpajakan

Materi B

Biaya biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan

Pasal 6 ayat (1) Undang-undang Nomor 36 tahun 2008 menyatakan bahwa besarnya penghasilan kena
pajak bagi wajib pajak dalam negri dan bentuk usaha tetap ditentukan berdasarkan penghasilan bruto
dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan termasuk;

1. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara
lain:
 Biaya pembelian bahan
 Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus,
gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang
 Bunga, sewa, dan royalty
 Biaya perjalanan
 Biaya pengolahan limbah
 Premi asuransi
 Biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan peraturan Menteri
keuangan
 Biaya administrasi
 Pajak kecuali pajak penghasilan

Contoh:

Dana pension A yang pendirinya telah mendapatkan pengesahan dari Menteri keuangan memperoleh
penghasilan bruto yang terdiri atas:

Penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak Rp100.000.000

Penghasilan bruto lainnya Rp300.000.000

_______________ (+)

Jumlah penghasilan bruto Rp400.000.000

Apabila seluruh biayanya sebesar RP200.000.000, biaya yang boleh dikurangkan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan adalah

¾ x Rp200.000.000 = Rp150.000.000

Demikian pula bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk membeli saham tidak dapat
dibebankan sebagai biaya sepanjang deviden yang diterimanya tidak merupakan Objek Pajak. Bunga
pinjaman yang tidak boleh dibiayakan tersebut dapat dikapitalisasi sebagai penambah harga perolehan
saham.

2. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh asset berwujud dan amortisasi atas
pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaaat
lebih dari satu tahun.
Pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh asset berwujud dan asset tak berwujud serta
pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun, pembebanannya
dilakukan melalui penyusutan atay amortisasi. Pengeluaran yang menurut sifatnya merupakan
pembayaran dimuka, misalnya sewa untuk beberapa tahun yang dibayar sekaligus,
pembebanannya dapat dilakukan melalui alokasi.
3. Iuran kepada dana pension yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri keuangan
4. Kerugain karena penjualan atau pengalihan asset yang dimiliki, teta[I tidak digunakan
dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan.
Kerugian karena penjualan atau pengalihan asset yang dimiliki, tetapi tidak digunakan dalam
perusahaan, atau yang dimiliki tetapi tidak digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan, tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto
5. Kerugian selisih kurs mata uang asing
6. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia
7. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan
8. Piutang yang nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat:
 Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial
 Wajib pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada direktorat
jendral pajak dan
 Telah diserahkan perkara penagihannya kepada pengadilan negeri atau instansi
pemerintah yang menangani piutang negara: atau adanya perjanjian tertulis mengenai
penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan
 Syarat pada sebelumnya tidak berlaku untuk menghapuskan piutang tak tertagih debitur
kecil yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan Menteri
keuangan
9. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ditetapkan dengan
peraturan pemerintahan
10. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia
yang ketentuannya diatur dengan peraturan pemerintah
11. Biaya pembangunan inftrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan peraturan
pemerintah
12. Sumbangan fasilitas Pendidikan yang ketentuannya diatur dengan peraturan pemerintah
13. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dalam peraturan
pemerintah

Penghasilan tidak kena pajak (PTKP)

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) merupakan besaran dari penghasilan yang tidak dikenakan, artinya
seseorang tidak perlu membayar pajak apabila gaji bulanan tidak mencapai ketentuan PTKP. Meski sudah
diringankan bebannya, orang tersebut tetap wajib melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT).

Pada ketentuan tarif PTKP 2019 yang disusun dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 101/
PMK.010/2016. Sedangkan untuk peTKrhitungan lebih detail ada di dalam Peraturan Direktur Jenderal
Pajak No. PER-16/PJ/2016. Untuk ketentuan PTKP bagi pegawai diatur dalam PMK No.
102/PMK.010/2016 yang belum berubah hingga sekarang.

Ketentuan PTKP yang sampai saat ini dijalankan yaitu sebagai berikut:

 Wajib pajak pribadi berstatus tanpa tanggungan sebesar Rp. 54.000.000


 Penghasilan istri ditambah dengan penghasilan suami sebesar Rp. 112.500.000
 Wajib pajak pribadi dengan status kawin mendapat tambahan sebesar Rp. 4.500.00
 Setiap anggota keluarga sedarah yang menjadi tanggungan (maksimal 3 tanggungan)
mendapat tambahan sebesar Rp. 4.500.000

Tarif pph

Tarif pajak merupakan presentase tertentu yang digunakan untuk menghitung besarnya PPh. Tarif PPh
yang berlaku diindonesia dikelompokkan menjadi dua, yaitu tarif umum dan tarif khusus.

Tarif umum. Tarif umum diatur dalam pasal 17 UU PPh yang tertuang dalam UU No. 7 tahun 1983
sebagaimana telah diubah beberapa kali dan terakhir adalah dalam UU No. 36 tahun 2008.

Sistem penerapan tarif pajak penghasilan sesuai dengan pasal 17 UU PPh dibagi menjadi dua, yaitu Wajib
pajak orang pribadi dalam negeri, dan wajib pajak dalam negeri badan dan bentuk usaha tetap.

1. Tarif PPh untuk Wajib pajak orang pribadi dalam negeri (pasal 17 ayat(1) huruf a UU
PPh), yaitu
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp50.000.000 5%
Di atas Rp50.000.000 sampai dengan 15%
Rp250.000.000
Di atas Rp250.000.000 sampai dengan 25%
Rp500.000.000
Di atas Rp500.000.000 30%

Contoh :
a. Jumlah Penghasilan kena Pajak Tuan Akbar pada 2016 adalah Rp 45.000.000. pajak
penghasilan yang tertuang :
5% x Rp45.000.000 = Rp2.250.000
b. Jumlah Penghasilan Kena Pajak Tuan Chika pada 2016 adalah Rp200.000.000. Pajak
penghasilan yang tertuang :
5% x Rp50.000.000 = Rp2.500.000
15% x Rp 150.000.000 = Rp22.500.000
_______________ (+)
= Rp 25.000.000
c. Jumlah Penghasilan Kena Pajak Tuan Dedy pada 2016 adalah Rp500.000.000. pajak
penghasilan yang terutang :
5% x Rp50.000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp 200.000.000 = Rp 30.000.000
25% x Rp 250.000.000 = Rp 62.500.000
________________ (+)
= Rp 95.000.000
d. Jumlah Penghasilan Kena Pajak Tuan Hakim pada 2016 adalah Rp600.000.000. pajak
penghasilan yang terutang :
5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp 200.000.000 = Rp 30.000.000
25% x Rp 250.000.000 = Rp 62.500.000
30% x Rp 100.000.000 = Rp 30.000.000
________________ (+)
= Rp 125.000.000
2. Tarif PPh untuk Wajib Pajak Badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap (pasal 17 ayat
(1) huruf b UU PPh) adalah 28%. Tarif tersebut menjadi 25% berlaku mulai tahun pajak
2010 (pasal 17 ayat (2a) UU PPh).
Tarif pajak untuk wajib pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling
sedikit 40% dari jumlah keseluruhan sahama yang disetor diperdagangkan di bursa efek di
Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tarif sebesar 5% lebih
rendah daripada tarif untuk wajib pajak badan pada umumnya (pasal 17 ayat (2b) UU PPh).

Perhitungan penghasilan kena pajak (PKP)

Penentuan penghasilan kena pajak dikelompokkan menjadi :

1. Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan yang memiliki peredaran usaha tertentu
 Tarif yang dikenakan adalah 0,5%
 Penghasilan kena pajak yang dimaksud adalah peredaran bruto sebulan
 PPh terutang dihitung dari tarif dikalikan penghasilan kena pajak

PPh terutang = tarif x PKP

= 1% x peredaran bruto sebulan

2. Wajib Pajak Orang Pribadi Menggunakan Norma Perhitungan


 Tarif yang dikenakan adalah tarif pasal 17 UU PPh ayat (1) huruf a UU PPh
 Penghasilan kena pajak dihitung sebagai berikut
PKP = penghasilan neto – PTKP
= (peredaran bruto x % NPPN) – PTKP
 PPh terutang dihitung dari tarif dikalikan penghasilan kena pajak:
PPh terutang = tarif x PKP
= tarif x (peredaran bruto x % NPPN) – PTKP
Keterangan:
PTKP : Penghasilan Tidak Kena Pajak
NPPN : Norma Perhitungan Penghasilan Neto
3. Wajib Pajak Orang Pribadi Menyelenggarakan Pembukuan
 Tarif yang dikenakan adalah tarif pasal 17 UU PPh ayat (1) huruf a UU PPh
 Penghasilan kena pajak dihitung seperti berikut:
PKP = Penghasilan neto - PTKP
= (peredaran bruto – pengeluaran/biaya yang boleh dikurangkan) – PTKP
 PPh terutang dihitung dari tarif dikalikan penghasilan kena pajak
PPh terutang = tarif x PKP
= tarif x (peredaran bruto – pengeluaran/biaya yang boleh dikurangkan) – PTKP
4. Wajib Pajak Badan Dalam Negeri Menyelenggarakan Pembukuan
 Tarif yang dikenakan adalah paal 31E UU PPh
 Penghasilan kena pajak dihitung sebagai berikut
PKP = penghasilan neto
= (peredaran bruto – pengeluaran/biaya yang boleh dikurangkan)
 PPh terutang dihitung dari tarif dikalian penghasilan kena pajak:
PPh terutang = tarif x PKP
= tarif x (peredaran bruto – pengeluaran/biaya yang boleh dikurangkan)
5. Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap
 Tarif yang dikenakan adalah tarif pasal 17 (1) huruf b UU PPh
 Penghasilan kena dihitung sebagai berikut
PKP = penghasilan neto
= (peredaran bruto – pengeluaran/biaya yang boleh dikurangkan)
 PPh terutang dihitung dari tarif dikalikan penghasilan kena pajak:
PPh terutang = tarif x PKP

= tarif x (peredaran bruto – pengeluaran/biaya yang boleh dikurangkan)


Materi C
A. Pelunasan PPh dalam Tahun Berjalan
Pelunasan PPh dalam tahun berjalan diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 138 tahun 2000.
1. Pelunasan PPh dalam Tahun Berjalan Melalui Pihak Lain
a) Pemotongan PPh oleh pihak lain atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan
dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang
pribadi dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang
Pajak Penghasilan terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau pada akhir
bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan tergantung peristiwa yang terjadi
terlebih dahulu.
b) Pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak badan pemerintah berkenaan dengan
pembayaran atas penyerahan barang; dan badan-badan tertentu baik badan pemerintah
maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang
lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan,
terutang pada saat pembayaran, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
c) Pemotongan Pajak Penghasilan oleh pihak lain atas penghasilan berupa dividen, bunga
royalti, penghargaan, hadiah, bonus, dan lain-lain yang diterima oleh Wajib Pajak dalam
negeri atau bentuk usaha tetap, sebagaimana dimaksud Pasal 23 Undang-Undang Pajak
Penghasilan, terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan
terutangnya penghasilan yang bersangkutan, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih
dahulu.
d) Pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak luar negeri selain
bentuk usaha tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2) Undang-
Undang Pajak Penghasilan, terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau
akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan, tergantung peristiwa yang terjadi
terlebih dahulu.
e) Pelunasan pajak atas penghasilan-penghasilan tertentu (bunga deposito dan simpanan lain
di bank, hadiah, undian, transaksi saham dan sekuritas lain, dan sebagainya) yang diatur
tersendiri dengan Peraturan Pemerintah, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2)
Undang-Undang Pajak.
2. Pelunasan PPh dalam Tahun Berjalan oleh Wajib Pajak Sendiri
a) Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang menerima penghasilan sehubungan dengan
pekerjaan dari badan-badan yang tidak wajib melakukan pemotongan, penyetoran, dan
pelaporan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) Undang-Undang Pajak
Penghasilan, wajib memiliki NPWP dan melaksanakan sendiri penghitungan dan
pembayaran Pajak Penghasilan yang terutang dalam tahun berjalan serta melaporkannya
dalam Surat Pemberitahuan Tahunan.
b) Wajib Pajak membayar sendiri pajak atas penghasilan yang diperoleh atau diterima
melalui angsuran Pajak Penghasilan dalam Tahun Pajak berjalan (PPh Pasal 25).
B. Konsep PPh OP dan Usahawan
Secara mendasar, PPh Op terbagi menjadi dua yaitu OP yang bekerja sebagai karyawan dan OP
yang bekerja sebagai pengusaha. PPh OP adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak
Orang Pribadi (OP) atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam Tahun Pajak maupun
bagian Tahun Pajak.
Subjek PPh OP terbagi menjadi dua jenis, yaitu:
a. Subjek PPh OP Dalam Negeri
Berdasarkan Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020, subjek PPh OP Dalam Negeri
adalah Wajib Pajak OP yang merupakan WNI atau WNA yang:
- Bertempat tinggal di Indonesia
- Berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan
- Atau dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat
tinggal di Indonesia.

PPh OP Dalam Negeri ini dikenakan pada Wajib Pajak OP yang telah menerima atau memperoleh
penghasilan yang besarnya melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

b. Subjek PPh OP Luar Negeri


Berdasarkan Undang-Undang Cipta Kerja, sedangkan subjek PPh OP Luar Negeri Wajib Pajak
Orang Pribadi yang:
- Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia
- WNA yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan
- WNI yang berada di luar Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan serta
memenuhi persyaratan
Merujuk Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008, berikut
jenis-jenis objek PPh OP.
a. Penghasilan dari Pekerjaan
1) Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang
pension, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam undang-
undang.
2) Hadiah dari pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan
3) Penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas

Objek PPh OP yang merupakan penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas adalah:

1) Laba usaha
2) Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib
Pajak yang menjalankan atau pekerjaan bebas.
b. Penghasilan dari Modal (Investasi)
1) Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
 Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan
lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal
 Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya karena
pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota
 Keuntungan pengalihan harta dalam likuidasi, penggabungan, peleburan,
pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha; atau reorganisasi dengan nama
dan dalam bentuk apa pun
 Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan,
kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu
derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial, termasuk yayasan,
koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro kecil, koperasi, atau
orang pribadi yang menjalankan usaha mikro kecil, yang ketentuannya diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan
usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang
bersangkutan
 Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak
penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam
perusahaan pertambangan
2) Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang
3) Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan
asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian laba dari sisa hasil usaha koperasi
4) Royalti imbalan atas penggunaan hak
5) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
c. Penghasilan Lain-Lain
1) Hadiah dari undian
2) Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibeban kan sebagai biaya dan
pembayaran tambahan pengembalian pajak
3) Penerimaan atau perolehan pembayaran denda
4) Keuntungan karena pembebasan utang kecuali sampai jumlah tertentu yang ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah
5) Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing
6) Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak
7) Penghasilan dari usaha berbasis syariah
8) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai
KUP
9) Surplus Bank Indonesia
Dalam pasal 4 ayat (2) ditentukan bahwa jenis-jenis penghasilan tertentu pajaknya ditetapkan
secara final, di antaranya:
1) Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan Surat
Utang Negara (SUN), dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggota koperasi orang pribadi
2) Penghasilan berupa hadiah undian
3) Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang
diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan
modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura
4) Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, PPh Pasal 4 ayat 2
jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan
5) Penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP)

Sesuai Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008, objek pajak
penghasilan OP yang dikecualikan dari PPh OP di antaranya:
1) Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau
lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh
penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi
pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang
dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan
yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan PP
2) Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu
derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi,
atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK), sepanjang tidak ada
hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak
yang bersangkutan
3) Warisan
4) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah,
kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak
secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed
profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
5) Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi
kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa
6) Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
Sesuai dengan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan yang ditentukan bahwa jenis-
jenis penghasilan tertentu pajaknya ditetapkan secara final, maka semua jenis penghasilan di
Indonesia dapat digolongkan menjadi 3 macam yaitu:
1) Penghasilan yang merupakan Objek Pajak yang dipotong PPh Final (Pasal 4 ayat (2))
2) Penghasilan yang merupakan Objek Pajak PPh tidak bersifat Final (Pasal 4 ayat (1))
3) Penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak (Pasal 4 ayat (3))
C. Perhitungan PPh OP dan Usahawan, serta Cara Pelunasannya
Pada dasarnya terdapat tiga mekanisme perhitungan PPh OP yang dibedakan berdasarkan jumlah
penghasilan dan penggunaan metode pencatatan atau pembukuan yang dilakukan, yaitu:
a. Mekanisme PPh OP secara Umum
Mekanisme umum ini berlaku bagi WP OP yang menjalankan usaha dan/atau pekerjaan bebas
dengan melakukan pembukuan. Pembukuan di sini adalah proses pencatatan keuangan yang
meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan
penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca,
dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut. Perhitungan pajak bagi orang pribadi
yang menyelenggarakan pembukuan ini dilakukan dengan menggunakan mekanisme perhitungan
biasa sesuai ketentuan tarif pada UU PPh Pasal 17.
b. Mekanisme PPh Final (Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2018)
Mekanisme perhitungan PPh OP ini berlaku bagi wajib pajak pribadi yang memiliki peredaran
bruto tidak lebih dari Rp4,8 miliar dalam setahun. WP OP ini hanya menyelenggarakan
pencatatan saja dalam satu tahun pajak. Perhitungan PPh OP ini tidak menyelenggarakan
pembukuan, sehingga akan dikenakan PPh yang bersifat final sesuai tarif dan ketentuan pada PP
23 Tahun 2018, yakni tarif PPh Final sebesar 0,5% dari omzet bruto.
c. Mekanisme PPh OP secara Norma Penghitungan Penghasilan Neto
Penghitungan PPh OP dengan mekanisme NPPN ini bagi yang tidak menyelenggarakan
pembukuan. Norma penghitungan penghasilan neto ini bisa digunakan oleh wajib pajak dengan
peredaran bruto kurang dari Rp4,8 miliar dalam satu tahun. Untuk menggunakan mekanisme
NPPN ini, WP OP / objek pajak penghasilan orang pribadi harus mengajukan pemberitahuan
kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Dengan demikian, penghitungan pajak penghasilan
dilakukan dengan terlebih dahulu menetapkan jumlah penghasilan neto berdasarkan ketentuan
norma yang ditetapkan pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2015.
Kemudian PPh-nya dihitung berdasarkan tarif pada UU PPh Pasal 17.

D. Skema pembagian mekanisme perhitungan Pajak Penghasilan bagi wajib Pajak Orang
Pribadi yang berbeda, yang melakukan usaha atau pekerjaan, yakni:
1) Jika Peredaran Bruto > Rp4,8 Miliar
Apabila WP Orang Pribadi yang melakukan usaha atau pekerjaan dengan peredaran bruto lebih
dari Rp4,8 miliar setahun, wajib melakukan pembukuan dan PPh dihitung berdasarkan
Mekanisme Umum.
2) Jika Peredaran Bruto < Rp4,8 Miliar
Ketika WP Orang Pribadi / objek pajak penghasilan orang pribadi yang melakukan usaha atau
pekerjaan memiliki peredaran bruto kurang dari Rp4,8 miliar setahun, dapat memilih metode
perhitungan pajak penghasilan, yaitu:
 Melakukan pencatatan
PPh dihitung berdasarkan Norma Perhitungan Penghasilan Neto (Pasal 17 UU PPh No. 38 Tahun
2008), atau PPh dihitung berdasarkan PP No. 23 Tahun 2018.
 Memilih pembukuan
Jika memilih pembukuan, maka PPh dihitung berdasarkan Mekanisme Umum.

Pembayaran PPh Orang Pribadi ini berbeda waktunya antara yang menggunakan Mekanisme
Umum dan NPPN dengan menggunakan mekanisme PP 23 Tahun 2018.

Batas waktu pembayaran PPh OP:

1. Mekanisme Umum dan NPPN

Pembayaran pajak terutang bagi Wajib Pajak OP yang menggunakan Mekanisme Umum atau
NPPN, dilakukan setelah mengetahui nominal pajak kurang bayar di akhir periode. Batas waktu
pembayaran/penyetoran PPh OP adalah sebelum SPT Tahunan PPh OP disampaikan, yaitu
sebelum tanggal 31 Maret periode berikutnya.

2. PP 23 Tahun 2018
Pembayaran pajak terutang bagi Wajib Pajak OP yang menggunakan PP 23 tahun 2018,
dilakukan per bulan dengan mengacu pada nilai omset usaha (peredaran bruto) setiap bulan.
Pembayaran nominal pajak final ini dilakukan maksimal tanggal 10 bulan berikutnya.

E. Penilaian Pajak pada Aset Berwujud dan Tak Berwujud

Anda mungkin juga menyukai