Pajak
Penghasilan
(PPh)
Presented by group 4
LATI FATUNNISA NUR J. - 042111233013
Anggota SRI MAFRIHATUN ANNISA - 042111233047
TARISASKIA - 042111233111
Subjek PPh
Sebagaimana disebutkan pula dalam UU 36/2008, subjek yang termasuk dalam PPh Pasal 24 adalah
Wajib Pajak dalam negeri yang terutang pajak atas seluruh penghasilan—termasuk penghasilan yang
diterima atau diperoleh dari luar negeri.
1. Subjek PPh Orang Pribadi (Subjek PPh OP Dalam Negeri dan Subjek PPh OP Luar Negeri)
2. Subjek PPh Warisan yang belum terbagi
3. Subjek PPh Badan
4. Subjek PPh Badan Usaha Tetap (BUT)
Subyek, Obyek dan tarif PPh
serta pengecualian
UU NO. 36 TAHUN 2008
Secara garis besar, objek pajak penghasilan dikelompokkan menjadi dua kategori, yang akan mengarah pada jenis-jenis
PPh yang menjadi kewajiban wajib pajak, yakni :
a. Penghasilan sebagai Objek Pajak
Objek PPh dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan dirincikan sebagai berikut :
Penggantian atau imbalan, Hadiah, Laba usaha, Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta, Penerimaan
kembali, Bunga, Dividen, Royalti, Sewa, Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala, Keuntungan karena pembebasan
utang, Keuntungan selisih kurs mata uang asing, Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva, Premi asuransi, Iuran, Selisih
lebih karena penilaian kembali aktiva, Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva, Imbalan bunga, Surplus Bank
Indonesia.
serta pengecualian
UU NO. 36 TAHUN 2008
Tarif dalam PPh digolongkan menjadi tarif 15% dan tarif 2% dilakukan pengenaan terhadap nilai DPP (Dasar Pengenaan
Pajak) atau jumlah bruto (total penghasilan yang dialokasikan sebagai pembayaran/sudah jatuh tempo dengan pemotong
pajak diantaranya badan pemerintahan, penyelenggara kegiatan, subjek pajak dalam negeri, BUT, perwakilan usaha luar
Pajak PPh 23 dengan tarif 15% dilakukan pengenaan terhadap penghasilan bunga, dividen, royalti dan hadiah.
Pajak PPH 23 dengan tarif 2% dilakukan pengenaan terhadap penghasilan jasa dan sewa.
Bagi wajib pajak yang tidak terdapat kepemilikan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) dilakukan pemotongan 100% lebih
Pada PPh 23 ada beberapa Pajak Penghasilan yang dikenakan terhadap penghasilan seperti bunga, royalti, jasa, dan hadiah
diluar yang sudah dipotong pada PPh 21, ada beberapa objek yang dikecualikan pada PPh 23 seperti:
1. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank.
2. Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi.
3. Dividen yang didapatkan perseroan terbatas menjadi wajib pajak dalam negeri, koperasi, BUMN/BUMD dari penyertaan
(1) Besarnya penghasilan kena pajak, ditentukan oleh penghasilan bruto dikurangi:
a. biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan, meliputi biaya pembelian bahan, upah, dan gaji karyawan
termasuk bonus atau gratifikasi, honorarium, bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan, piutang yang tidak dapat ditagih, premi
dan/atau biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11;
c. iuran kepada dana pensiun yang mendapat persetujuan Menteri Keuangan;
d. kerugian yang diderita karena penjualan atau pengalihan barang dan/atau hak yang dimiliki dan dipergunakan dalam
perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan itu;
e. Sisa Hasil Usaha Koperasi sehubungan dengan kegiatan usahanya yang semata-mata dari dan untuk anggota
(2) Kepada orang pribadi atau perseorangan sebagai Wajib Pajak dalam negeri diberikan pengurangan berupa penghasilan tidak
(3) Jika penghasilan bruto sesudah dikurangi biaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didapat kerugian, maka kerugian
Keputusan Menteri Keuangan, terhitung mulai tahun pertama sesudah kerugian tersebut diderita.
Biaya yang Boleh dan yang Tidak
Boleh dalam PPH Pasal 9
(1) Untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak tidak diperbolehkan dikurangkan:
a. pembayaran dividen atau pembagian laba lainnya dari perseroan atau badan lainnya kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota
dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk Pembagian Sisa Hasil Usaha dari Koperasi yang bukan pengembalian Sisa Hasil Usaha
sehubungan dengan jasa anggota, dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan biaya yang
dikeluarkan untuk kepentingan pemegang saham, sekutu atau anggota;
b. pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali dalam hal-hal yang ditentukan dalam Peraturan Pemerintah;
c. premi asuransi jiwa, asuransi kesehatan, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa kecuali jika dibayarkan pihak pemberi kerja dan
premi yang demikian itu dianggap sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak;
d. pemberian kenikmatan perjalanan cuti, kenikmatan rekreasi, dan kenikmatan lainnya yang diperuntukkan bagi keperluan pegawai dari
Wajib Pajak, termasuk kenikmatan pemakaian kendaraan bermotor perusahaan dan kenikmatan perumahan, kecuali perumahan di
daerah terpencil berdasarkan keputusan Menteri Keuangan;
e. pembayaran yang melebihi kewajaran sebagai imbalan atas pekerjaan yang dilakukan, yang dibayarkan kepada pemegang saham, atau
pihak yang mempunyai hubungan istimewa;
f. harta yang dihibahkan, bantuan dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b;
g. Pajak Penghasilan;
h. biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pribadi Wajib Pajak atau yang menjadi tanggungannya;
i. sumbangan.
(2) Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari setahun tidak
diperbolehkan dikurangkan sekaligus, melainkan dibebankan melalui amortisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (10).
PTKP K/I/0: penghasilan suami dan istri digabung dan tidak ada
tanggungan.
Harga perolehan/ harga penjualan dalam hal terjadi
jual beli, tukar menukar, pengalihan, peleburan,
penggabungan dan pemekaran
Undang-undang No. 10 Tahun 1994 menjelaskan bahwa pada umumnya dalam jual
beli Asset, harga perolehan Asset bagi pihak pembeli adalah harga yang
sesungguhnya dibayar dan harga penjualan bagi pihak penjual adalah harga yang
sesungguhnya diterima. Termasuk dalam harga perolehan adalah harga beli dan
biaya yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh Asset tersebut, seperti bea
masuk, biaya pengangkutan, biaya pemasangan, biaya asuransi waktu pemasangan,
biaya komisi, biaya balik nama dan lain-lain.
Harga perolehan/ harga penjualan dalam hal terjadi
jual beli, tukar menukar, pengalihan, peleburan,
penggabungan dan pemekaran
Dalam jual beli yang dipengaruhi hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 18 ayat (4) UU PPh, maka bagi pihak pembeli nilai perolehannya adalah jumlah
yang seharusnya dibayar dan bagi pihak penjual nilai penjualannya adalah jumlah
yang seharusnya diterima. Adanya hubungan istimewa antara pembeli dan penjual
dapat menyebabkan harga, perolehan menjadi lebih besar atau lebih kecil
dibandingkan dengan jika jual beli tersebut tidak dipengaruhi oleh hubungan
istimewa.
Harga perolehan/ harga penjualan dalam hal terjadi
jual beli, tukar menukar, pengalihan, peleburan,
penggabungan dan pemekaran
Adapun hubungan istimewa yang dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) UU No. 36 Tahun
2008 adalah sebagai berikut.
1. Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling
rendah 25% (dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain.
2. Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak
berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung.
3. Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis
keturunan lurus dan atau ke samping satu derajat.
Harga perolehan/ harga penjualan dalam hal terjadi
jual beli, tukar menukar, pengalihan, peleburan,
penggabungan dan pemekaran
Praktik pengalihan Aktiva berupa harta berwujud. Hal ini bertujuan agar perusahaan
mencari keuntungan. Untuk keperluan pajak, DJP telah memberikan aturan terkait
pengalihan Aktiva berupa harta berwujud ini.
Apabila terjadi pengalihan Asset, penilaian Asset yang dialihkan dilakukan berdasarkan harga pasar. Pengalihan Asset
tersebut dapat dilakukan dalam rangka pengembangankan usaha berupa :
1. Penggabungan Usaha adalah penggabungan dari dua badan atau lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya
salah satu badan usaha dan melikuidasi badan usaha lainnya yang menggabung atau bergabung.
2. Peleburan adalah penggabungan dari dua atau lebih badan usaha dengan cara mendirikan badan usaha yang baru dan
melikuidasi badan-badan usaha yang bergabung tersebut atau badan usaha yang lama.
3. Pemekaran usaha adalah pemisahan dari satu badan usaha menjadi dua badan usaha atau lebih dengan cara mendirikan
badan usaha baru yang mengalihkan sebagian Assetnya dan kewajibannya kepada badan usaha baru tersebut, yang dilakukan
tanpa melakukan likuidasi badan usaha yang lama.
Harga perolehan/ harga penjualan dalam hal terjadi
jual beli, tukar menukar, pengalihan, peleburan,
penggabungan dan pemekaran
Nilai perolehan atau pengalihan Asset yang dialihkan dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, atau pengambilalihan usaha ditentukan dari :
1. Jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar : Selisih antara harga pasar dengan nilai sisa
buku harta yang dialihkan merupakan penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan
2. Penggunaan Nilai Buku : Secara umum, penggabungan, peleburan, dan pemekaran usaha akan melibatkan pihak yang
mengalihkan harta dan pihak yang memperoleh harta. Sesuai Akuntansi Komersial, metode yang digunakan dalam konsolidasi
adalah :
1. Penyatuan kepentingan (pooling of interest)
2. Pembelian (purchase)
Harga perolehan/ harga penjualan dalam hal terjadi
jual beli, tukar menukar, pengalihan, peleburan,
penggabungan dan pemekaran
8. Surat Ketetapan Pajak untuk pemeriksaan pengalihan harta dari perusahaan lama ke perusahaan baru.
9. Penjualan Saham di Bursa Efek Jakarta yang mengikuti ketentuan wajib pajak dan pemegang saham yang melakukan pengalihan
10. Pengecualian terhadap Wajib Pajak atas pengenaan PPh apabila pengalihan hartanya berupa tanah dan atau bangunan
Metode Penilaian persediaan
Mengacu pada Undang Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, dalam
pasal 6 metode persediaan yang diperkenalkan dalam perpajakan, hanya terdapat 2
metode yang dapat digunakan yaitu metode rata-rata (average) maupun FIFO (First In
First Out)
Wajib pajak tentu akan memutuskan untuk memakai metode yang menghasilkan PPh
terutang yang lebih rendah.
1. FIFO : Mengasumsikan bahwa barang pertama yang dibeli adalah barang pertama yang
keluar dari gudang.
2. Average : Menggunakan biaya rata-rata item sepanjang tahun. Biaya rata-rata per unit
dihitung dengan membagi total biaya dengan jumlah total unit yang dibeli selama tahun
tersebut. Metode ini menggunakan persediaan barang yang ada di gudang tanpa
memperhatikan barang mana yang masuk pertama atau terakhir.
Perhitungan PPh dengan NPPN
CONTOH SOAL
• PPh 21 Terutang = 5% x Rp12.000.000
= Rp6.000.000
Pengusaha tertentu
Bayu memiliki tempat tinggal di wilayah KPP A dan tempat usaha sebagai
pedagang pengecer di KPP B dan tidak memilih untuk dikenai PPh final
berdasarkan PP 23/2018 sehingga wajib mendaftar NPWP di KPP A sebagai
NPWP domisili dan mendaftarkan NPWP di KPP B sebagai NPWP Cabang/NPWP
Lokasi..
Di KPP A Bayu tidak memiliki kewajiban PPh Pasal 25. Bayu memiliki kewajiban
PPh pasal 25 di KPP B. Omzet usaha bayu sebesar Rp. 100 juta. Makan
pembayarannya adalah :