Disusun Oleh :
Kelompok 6 - Teori Organisasi Kelas J
A. Analisis Kasus
PT Insera Sena atau lebih dikenal dengan merek Polygon Bikes adalah sebuah
perusahaan sepeda Indonesia yang berbasis di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
Mulai tahun 2000, Polygon mulai melakukan ekspansi perluasan pabrik dan investasi
ke alat berteknologi tinggi standar internasional. Polygon memiliki pabrik, perakitan,
dan jaringan pendistribusian mandiri yang telah memenuhi standar dunia sehingga
dapat terus mengontrol setiap aspek mulai dari ide awal hingga ke pengiriman akhir
sepeda dengan kualitas tinggi. Memiliki visi untuk menjadi brand global yang terus
mengedepankan otentisitas, originalitas dan kualitas, hingga kini Polygon Bikes telah
terdistribusi di 500 outlet yang tersebar di berbagai belahan dunia, dan terdistribusi
sampai dengan 33 negara.
Inovasi teknologi yang dihasilkan Polygon dan diakui dunia adalah Floating
Suspension System. Teknologi ini termasuk diakui media Jerman (World of MTB)
sebagai teknologi yang autentik dan menyumbang inovasi teknologi MTB dunia.
Kolaborasi ini berhasil mendapatkan penghargaan Inovasi of The Year oleh Pinkbike
di tahun 2017. XQUARONE diciptakan sebagai penyimpangan dari cara lama
mengklasifikasikan sepeda dan menciptakan paradigma baru di mana perjalanan tidak
lagi menentukan kedisiplinan. Kolaborasi ini berhasil mendapatkan penghargaan
Inovasi of The Year oleh Pinkbike di tahun 2017. Model Collosus DH merupakan
sepeda yang dikendarai oleh Tim UR dalam ajang UCI World Cup Downhill
Championships. Sepeda ini juga dikendarai oleh free rider terkenal, Kurt Sorge yang
menjadi juara Red Bull Rampage 2015 & 2017. Polygon juga mengembangkan pasar
ke dunia balap Enduro dengan Collosus N9.
B. Identifikasi Masalah
Dari kasus yang terjadi di atas, ada 2 permasalahan yang dihadapi, yaitu :
1. Polygon melakukan ekspansi global di pasar internasional yang dapat membuat
dilema dalam memilih standarisasi global atau standardisasi nasional.
Selama lebih dari 25 tahun, Polygon Bikes telah dipercaya pengendara profesional
yang berbasis di Amerika Utara, Eropa, dan Asia. Dalam lima tahun terakhir, tim
Polygon Bikes melakukan ekspansi global di pasar kelas atas yang digarisbawahi oleh
sponsor mereka yaitu beberapa pembalap paling terkenal di dunia. Australia sudah
menjadi pasar terbesar Polygon di luar Indonesia. Asia Tenggara mungkin tidak
tampak seperti pusat dunia bersepeda gunung, tetapi itu tidak menahan Polygon.
Ekspansi yang dilakukan Polygon harus diikuti dengan strategi standarisasi global
atau standardisasi nasional yang tegas untuk menyesuaikan pasar mereka.
2. Hanya sedikit orang yang tahu bahwa Polygon salah satu dari segelintir merek
yang benar-benar memiliki pabrik dan fasilitas perakitan mereka sendiri, dan
salah satu produsen terbesar di dunia.
Polygon adalah salah satu dari sedikit merek sepeda global yang memiliki fasilitas
manufaktur yang memungkinkan untuk mengontrol semua aspek proses manufaktur.
Dengan memproduksi hampir satu juta sepeda per tahun, ini juga memungkinkan
Polygon untuk meningkatkan efisiensi biaya yang signifikan yang tidak dapat dicapai
oleh sebagian besar merek. Pemasaran bukan masalah utama. Polygon perlu
melakukan ekspansi ke negara lain serta meningkatkan kualitas dan harga produk
mereka yang menjadi keunggulan dari Polygon agar semakin banyak orang tahu.
C. Pertanyaan dan Jawaban
1. Berdasarkan dimensi kontekstual, kembangkan strategi/visi untuk
menyelaraskan kembali peran karyawan dan kepemimpinan dari proses
penggabungan!
Berdasarkan teori yang kami ambil dalam buku Daft (2018). Dimensi
kontekstual mendeskripsikan organisasi tersebut secara keseluruhan yang
terdiri atas tujuan, strategi, lingkungan, budaya, ukuran, dan teknologi suatu
organisasi. Dimensi kontekstual menggambarkan keadaan organisasi yang
mempengaruhi dan membentuk dimensi struktural. Dimensi kontekstual
dapat dibayangkan sebagai seperangkat elemen yang saling tumpang tindih
yang mendasari struktur dan proses kerja suatu organisasi. Dimana
selanjutnya, ukuran yang dihitung didasarkan dari besarnya suatu organisasi
yang terlihat dari jumlah orang dalam organisasi tersebut
Berdasarkan permasalahan pada case di atas, dapat dilakukan
beberapa cara terkait peran individu dalam proses merger, yaitu :
1. Membentuk budaya baru pada suatu organisasi
Budaya baru yang dimaksud adalah budaya dan aturan baru yang
dapat diterapkan sesuai dengan nilai-nilai baru yang ada.
Pembentukan budaya baru juga dilakukan untuk menciptakan
kesatuan antar tiap individu tersebut sehingga adanya hal ini akan
membuat institusi tersebut menjadi sejalan. Selain itu, pembentukan
budaya baru ini juga dapat ditujukan untuk meminimalisasi adanya
konflik antar golongan yang terjadi dalam perusahaan.
A. Analisis Kasus
Nike telah menjadi perusahaan yang paling banyak dikritik dalam hal masalah etika.
Nike tidak memiliki pabrik untuk produksi massal; sebaliknya barang-barang mereka
diproduksi oleh perusahaan kontraktor di negara berkembang. Nike meningkatkan
keuntungannya dengan membayar upah yang lebih rendah di negara-negara kurang
berkembang. Nike sebagai perusahaan global sebaiknya mengelola citra publiknya.
2. Adanya tuduhan Nike mempekerjakan anak di bawah umur pada setiap negara
yang masih tahap berkembang dengan upah murah.
Pada awal 1990-an Nike dituduh mengeksploitasi pekerja pabriknya di pabrik mereka
di negara-negara yang digunakan sebagai sumber tenaga kerja murah. Nike telah
dituduh menggunakan pekerja anak di Pakistan antara usia 8 dan 16 tahun. Nike
dicirikan membuat peralatannya di negara-negara yang sedang dalam tahap
berkembang, memiliki tenaga kerja yang sangat murah, pemerintahan yang otoriter
dan kurangnya seruan hak asasi manusia dan gerakan serikat pekerja. Hal ini
dilakukan Nike agar mendapat lebih banyak keuntungan dan kekayaan semata.
C. Pertanyaan dan Jawaban
1. Berdasarkan kasus dan teori Bab 6 Daft (2018), ada tiga faktor utama
yang memotivasi perusahaan untuk berekspansi secara internasional.
Jenis motivasi apa yang menjelaskan alasan Nike Inc. membuka
pabriknya di negara-negara Asia termasuk Indonesia? Apa
keuntungannya bagi Indonesia dan Nike Inc. Headquarters?
Berdasarkan teori yang kami dapat dalam buku Daft (2018), ada tiga
faktor utama yang dapat memotivasi perusahaan untuk melakukan ekspansi
internasional, yaitu:
1. Economic Scale
Menjelaskan tentang membangun kehadiran global memperluas
skala operasi organisasi, memungkinkannya untuk merealisasikannya.
Tren ke arah organisasi besar pada awalnya dipicu oleh Revolusi
Industri, yang menciptakan tekanan di banyak industri untuk
pabrik-pabrik besar yang dapat memanfaatkan skala ekonomi yang
ditawarkan oleh teknologi dan metode produksi baru.
2. Economies of scope
Peningkatan potensi eksploitasi ruang lingkup ekonomi.
cakupan mengacu pada jumlah dan variasi produk dan layanan yang
ditawarkan perusahaan, serta jumlah dan variasi kawasan, negara, dan
pasar yang dilayaninya. Hadir di banyak negara memberikan kekuatan
pemasaran dan sinergi dibandingkan dengan perusahaan berukuran
sama yang hadir di negara dengan jumlah yang lebih sedikit.
3. Biaya rendah dari faktor produksi
Kekuatan utama ketiga yang memotivasi ekspansi global
berkaitan dengan faktor-faktor produksi. Salah satu motivasi paling
awal, dan masih salah satu yang paling kuat adalah kesempatan untuk
memperoleh bahan mentah, tenaga kerja, dan sumber daya lainnya
dengan biaya serendah mungkin.
Dari kasus di atas, dapat kita amati bahwa perusahaan Nike Inc.
memotivasi perusahaan untuk melakukan ekspansi internasional menggunakan
faktor economies of scope. Dilihat dari perilaku Nike yang secara terus
menerus memperbesar peningkatan potensi eksploitasi perusahaan merek di
beberapa negara besar yang ada di dunia. Seperti yang dijelaskan sebelumnya
bahwa Nike dikenal membuat produknya di negara-negara yang sedang
berkembang, dimana negara tersebut memiliki tenaga kerja dengan gaji atau
upah yang sangat rendah, pemerintahan yang otoriter serta kurangnya daya
tarik hak asasi manusia dan gerakan serikat pekerja.
2. Tidak ada perusahaan yang bisa menjadi raksasa global dalam semalam.
Namun, pergeseran dari domestik ke global biasanya terjadi melalui
Four Stages of International Evolution. Melihat perkembangan Nike Inc
saat ini, di mana tahapan perkembangan internasionalisasinya? Anda
harus menambahkan data dukungan tentang lingkungan internasional
Nike Inc.
Berdasarkan teori dalam buku Daft (2018), ada empat tahapan
pembangunan internasional, yaitu domestik, internasional, mulitinasional, dan
global. Pada tahap pertama, tahap domestik, perusahaan berorientasi ke dalam
negeri. Potensi pasar terbatas dan terutama di negara asal. Pada tahap dua,
tahap internasional, perusahaan serius melakukan ekspor dan mulai berpikir
multidomestik. Multidomestik artinya isu persaingan di setiap negara tidak
tergantung pada negara lain; perusahaan berurusan dengan masing-masing
negara secara individual. Pada tahap ketiga, tahap multinasional, perusahaan
memiliki pengalaman yang luas di sejumlah pasar internasional dan telah
mendirikan fasilitas pemasaran, manufaktur, atau penelitian dan
pengembangan di beberapa negara asing. Organisasi memperoleh persentase
besar pendapatan dari penjualan di luar negara asal. Tahap keempat dan
terakhir adalah tahap global, yang berarti perusahaan melampaui negara mana
pun. Perusahaan yang benar-benar global tidak lagi menganggap diri mereka
memiliki satu negara asal dan, memang, telah disebut perusahaan tanpa
negara.
Menurut kami, berdasarkan tahapan tersebut, Nike ada dalam tahapan
multinasional. Seperti yang disampaikan dalam kasus, Nike adalah perusahaan
ritel olahraga terbesar di dunia. Produknya dijual ke sekitar 19.000 akun ritel
di AS, dan kemudian di sekitar 140 negara di seluruh dunia. Bagian
manufaktur Nike dialihdayakan ke kontraktor independen di negara
berkembang seperti China, Taiwan, Korea, Meksiko, Vietnam, Indonesia,
India, dan Italia. Meskipun begitu, Nike belum termasuk perusahaan global
karena beberapa alasan. Pertama, perusahaan global tidak perlu melakukan
penyesuaian produk yang signifikan karena produknya memang universal.
Sementara itu, Nike fokus pada target konsumen mereka. Menurut Nike,
berada di dalam dunia konsumen memberi mereka kemampuan untuk
menciptakan produk yang menarik. Mereka melakukan ini dengan bekerja
sama dengan mitra grosir untuk menciptakan tujuan ritel yang berbeda dan
ragam produk yang disesuaikan dengan konsumen mereka.
Selain itu, perusahaan multinasional biasanya membayar pekerja lokal
dengan tingkat gaji yang lebih rendah daripada perusahaan global. Dalam
kasus, Nike disebutkan tidak memiliki pabrik untuk produksi massal,
sebaliknya barang-barang mereka diproduksi oleh perusahaan kontraktor di
negara berkembang. Mereka mengeksploitasi pekerja pabriknya di
negara-negara yang digunakan sebagai sumber tenaga kerja murah.