ORGANIZATIONAL CULTURE
Studi Kasus: Toyotas Culture and the Sticky Pedal Recall
OLEH :
RAHMAT NUR WIJAKSONO
REPLAISER
RIRI FARADILA SANDI
Toyota telah lama dikenal sebagai perusahaan terbesar ketujuh di dunia, dengan
fasilitas produksi di 28 negara di seluruh dunia. Sebagai perusahaan besar, Toyota
menciptakan hubungan dengan pelanggan dengan sangat baik dan memberikan
pelanggan produk yang mereka butuhkan.
Gambaran Umum Tentang Kasus
Pada bulan Februari 2010 Toyota melakukan penarikan kembali atau recall besarbesaran terhadap 8 juta mobilnya di seluruh dunia, Alasan penarikan itu adalah adanya
keluhan pengguna, yaitu pedal gas sering macet sehingga membuat mobil seperti jalan
sendiri tanpa bisa dikontrol pengemudi, sehingga hal ini sangat berbahaya dan terkait
langsung dengan keselamatan berkendara.
Hal ini merupakan masalah besar, yang tidak saja menampar langsung Toyota,
tetapi juga Jepang, keluhan masalah pertama telah dicatat pada maret 2004, namun kasus
ini telah diabaikan oleh Toyota selama 6 tahun kemudian.
Bagaimana perusahaan yang memiliki budaya kerja yang begitu kuat melakukan
kesalahan tersebut, banyak pelanggan yang mengkritik penanganan krisis tersebut dan
tidak adanya transparansi dari Toyota.
Problem Statement
Budaya organisasi Toyota mungkin bagian dari kesalahan atas penanganan
masalah tersebut. Pertama, budaya Toyota menjaga rapat-rapat informasi yang mungkin
berpotensi negative dalam perusahaan dimana hal tersebut bertentangan dengan yang
dilakukan organisasi lain. Kedua, pimpinan puncak Toyota mungkin akan dibatasi untuk
menerima akses penuh dan update terhadap informasi negative. Masalah ini mungkin
disebabkan oleh fakta Toyota memiliki hirarki struktur organisasi yang mencegah
informasi negatif dari manajemen bawah ke pimpinan puncak.
Permasalahan yang terjadi pada perusahaan Toyota Motor Corp adalah
menyangkut pertanyaan sebagai berikut:
1. Mengapa toyota harus menunggu sekian lama untuk mempublikasikan dan
mengakui kesalahan dan mengatasi masalah akselerasi pedal gas
Para peneliti yang telah menyarankan dan mempelajari dampak budaya pada
karyawan mendorong suatu bentuk stabilitas. Ada perasaan stabilitas, sebagai serta rasa
identitas organisasi, yang disediakan oleh budaya organisasi Selain stabilitas dan
identitas, budaya dapat menghasilkan rasa loyalitas dan komitmen. Individu dengan
bergabung organisasi dan bekerja keras untuk melakukan dan bersaing menciptakan rasa
"kita" dan "saya." Ini melibatkan loyalitas dan tetap berkomitmen untuk mencapai tujuan
organisasi. (Gibson, 2012).
Kepuasan kerja berusaha mengukur respons afektif terhadap lingkungan kerja,
seperti bagaimana karyawan merasakan ekspektasi organisasi, praktik-praktik imbalan,
dan sebagainya. Kebiasaan, tradisi, dan cara umum dalam melakukan segala sesuatu
yang ada di sebuah organisasi saat ini merupakan hasil atau akibat dari yang telah
dilakukan sebelumnya dan seberapa besar kesuksesan yang telah diraihnya pada masa
lalu. Secara tradisional, pendiri organisasi memiliki pengaruh besar terhadap budaya
awal organisasi tersebut. Pendiri organisasi tidak memiliki kendala karena kebiasaan
atau ideologi sebelumnya. Ukuran kecil yang biasanya mencirikan organisasi baru lebih
jauh memudahkan pendiri memaksakan visi mereka pada seluruh anggota organisasi
(Robbin 2008, dikutip dari Wikipedia).
Proses penyiptaan budaya terjadi dalam tiga cara. Pertama, pendiri hanya merekrut
dan mempertahankan karyawan yang sepikiran dan seperasaan dengan mereka. Kedua,
pendiri melakukan indoktrinasi dan menyosialisasikan cara pikir dan berperilakunya
kepada karyawan. Terakhir, perilaku pendiri sendiri bertindak sebagai model peran yang
mendorong
karyawan
untuk
mengidentifikasi
diri
dan,
dengan
demikian,
Semakin karyawan berbagi dan menerima nilai-nilai inti, semakin kuat budaya dan lebih
berpengaruh pada perilaku. Agama organisasi, kultus, dan beberapa perusahaanperusahaan Jepang seperti Toyota adalah contoh organisasi yang memiliki budaya kuat
dan berpengaruh. Budaya dapat dibuat untuk mempengaruhi perilaku dalam arah
keinginan manajemen.
Budaya Toyota atau dikenal dengan The Toyota Way adalah sebuah filosofi
manajemen yang digunakan oleh korporasi Toyota, yang meliputi Toyota Production
System. Filosofi kerja ini terdiri dari 14 prinsip dasar, dengan ide-ide utamanya adalah
agar mendasarkan keputusan manajemen pada "pemahaman filosofis atas tujuan
(perusahaan)", berpikir jangka panjang, memiliki proses untuk memecahkan masalah,
penambahan nilai bagi organisasi dengan cara mengembangkan orang-orangnya, dan
menyadari bahwa memecahan masalah secara terus-menurus mendorong proses belajar
organisasi. (dikutip dari id.wikipedia.org/wiki/The_Toyota_Way)
Prinsip 1:
Dasarkan keputusan manajemen anda pada filosofi jangka panjang, bahkan bila
harus mengorbankan tujuan keuangan jangka pendek
Prinsip 2:
Buat alur proses yang berkelanjutan untuk mengangkat permasalahan ke permukaan.
Prinsip 3:
Gunakan sistem "tarik" (pull) untuk menghindari produksi yang berlebihan.
Prinsip 4:
Ratakan beban kerja (heijunka). (Bekerjalah seperti kura-kura, bukan seperti
kelinci).
Prinsip 5:
Bangun budaya agar berhenti untuk memperbaiki masalah, sehingga kualitas yang
perusahaan Anda.
Prinsip 11:
Hormati jaringan mitra dan pemasok dengan cara terus menantang mereka dan
genbutsu).
Prinsip 13:
Ambil keputusan secara perlahan-lahan dengan konsensus, seksama dalam
mempertimbangkan semua pilihan; mengimplementasikan keputusan dengan cepat
(nemawashi).
Prinsip 14:
Menjadi organisasi pembelajar melalui refleksi yang terus-menerus (hansei) dan
perbaikan yang berkesinambungan (kaizen).
organisasi sangat tinggi. Hal ini sesuai budaya asli orang Jepang, menjunjung tinggi
harga diri (semangat bushido dan samurai). Dalam hal kedisiplinan, Jepang sangat ketat.
Mereka rajin bekerja dan giat. Dalam hal lini manajemen, hampir bisa dikatakan tidak
ada batas ruang antara atasan dan bawahan. Budaya kerja Jepang sangat menghargai
waktu. Pencatatan waktu kerja sangat diperlukan. Budaya senam pagi sebelum kerja
juga merupakan hal yang sangat umum dilakukan di perusahaan-perusahaan Jepang.
Setelah keruntuhan Jepang dengan adanya bom di nagasaki dan hiroshima,
Jepang berusaha meniru dan mempelajari produk lain dari luar untuk kemudian
dikembangkan sendiri menjadi sebuah karya yang inovatif. Ada juga paradigma Jepang
yang menyatakan bahwa setiap laki-laki Jepang wajib bekerja. Lain halnya dengan
wanita. Jika seorang wanita telah melahirkan, maka kewajiban yang utama adalah
mengurus rumah tangga. Jika seorang laki-laki pulang kerja lebih awal, justru akan
dipertanyakan oleh tetangga sekitar. Bisa dikatakan merupakan sebuah aib. Tidak
menyia-nyiakan waktu adalah sesuatu yang lumrah di sana. Misalnya dengan membaca
buku ketika dalam perjalanan naik kreta. Sampai tahun 2007, Jepang adalah negara
dengan pendapatan per kapita tertinggi di dunia. Hutang adalah sebuah pantangan di
negara tersebut. Hidangan wajib warga Jepang adalah teh hijau.
Sebagai contoh di Toyota. Ada dua kunci utama kesuksesan perusahaam raksasa
itu. Dalam buku Toyota Way, diungkapkan bahwa kunci tersebut adalah (1)continuous
improvement; (2) respect to the other people. Perubahan yang berkelanjutan dan
dilakukan dengan perlahan-lahan (sedikit demi sedikit), begitulah yang diterapkan di
sana. Kunci kedua adalah menghargai pendapat setiap orang di perusahaan, tak peduli
apa posisi dan jabatanya. Karena bisa jadi hal itu yang akan menjadi salah satu kunci
sukses perusahaan, misalnya dalam hal inovasi proses bisnis
Amerika Serikat
Budaya organisasi orang Amerika terkait dengan inovasi. Jadi mereka akan
menciptakan berbagai inovasi dalam meningkatkan kemajuan perusahaan mereka. Orang
Amerika juga menganut budaya organisasi kapitalisme, yaitu memupuk kekayaan
sendiri, serta menganut prinsip kepemimpinan dan budaya feodal yang mengutamakan
perbedaan harkat dan martabat antar petinggi dan bawahan, atasan dan karyawan.
Sikap kapitalisme sangat berkembang. Sebagai misal, ketika seorang pekerja dapat
memperoleh keuntungan yang lebih besar di perusahaan lain, walaupun lebih mapan dan
lebih lama bekerja di perusahaan asal, maka tentu saja yang diutamakan adalah materi,
mencari keuntungan yang sebanyak-banyaknya. Dengan cara apapun. Ibaratnya seekor
tikus. Maka akan mencari bongkahan keju yang lebih besar. Berlomba-lomba untuk
memperkenyang diri sendiri dahulu. Prinsip kepemimpinan ditekankan di paradigma
barat atau Amerika. Budaya feodal (perbedaan harkat dan martabat antara petinggi dan
bawahan) sudah menjadi barang yang wajar.
Salah satu rahasia suksesnya kedai kopi Starbucks. Ada lima hal yang menjadikan
perusahaan Amerika itu meraup sukses, bahkan sampai di Indonesia. Prinsip pertama
yakni Lakukan dengan cara anda. Prinsip kedua yakni Semuanya penting. Prinsip
ketiga Kejutan dan kenikmatan. Prinsip yang keempat adalah terbuka terhadap
kritik. Sedangkan yang terakhir adalah Leave your mark. Terlihat bahwa paradigma
bisnis Amerika sangat menghargai pelanggan dan mencoba memanjakan serta
memenuhi semua keinginan pelanggan. Howard Schultz adalah orang di belangan
suksesnya Starbucks
Tema yang muncul dalam literatur dalam membahas perubahan budaya yaitu:
a) Budaya begitu sulit dipahami dan tersembunyi bahwa mereka tidak dapat
didiagnosis secara memadai, dikelola, atau diubah.
b) Karena dibutuhkan teknik sulit, keterampilan langka, dan waktu yang cukup
untuk memahami budaya dan kemudian waktu tambahan untuk mengubahnya,
upaya yang disengaja pada perubahan budaya yang tidak benar-benar praktis.
c) Budaya kesulitan mempertahankan orang di seluruh periode dan berfungsi untuk
menangkal kecemasan.
Salah satu cara yang mereka lakukan ini adalah dengan memberikan kontinuitas
dan stabilitas. Dengan demikian, orang akan secara alami menolak perubahan ke sebuah
budaya baru.
Salah satu alasan sebenarnya adalah uang. Toyota tidak ingin recall besar-besaran
dan harus membayar semua denda tersebut dan memiliki nama mereka dilemparkan ke
berantakan berlumpur. Yang terjadi pula tapi dengan konsekuensi lebih, tidak hanya
apakah mereka harus membayar denda tetapi juga Toyota mengambil besar "mundur".
Banyak orang tidak percaya Toyota lagi, dari yang datang dari itu mobil yang dapat
diandalkan untuk saya akan tidak pernah drive satu, dan merupakan sesuatu yang
menyakitkan merek Anda. Alasan lain mengapa Toyota menunggu begitu lama untuk
mengatakan apa-apa karena itu dianggap sebagai "lip struktur organisasi hirarkis yang
ketat," informasi negatif. kepemimpinan Toyota terlalu terisolasi untuk memungkinkan
akses yang tepat terhadap informasi negatif
PEMECAHAN MASALAH
View point kelompok kami disini memecahkan masalah dari sisi manajemen.
1. Mengapa toyota harus menunggu sekian lama untuk mempublikasikan dan
mengakui kesalahan dan mengatasi masalah akselerasi pedal gas.
Masalah utama kemungkinan adalah kerugian yang akan muncul. Pertama
kerugian uang kemudian kerugian atas nama besar, Toyota tidak ingin terjadi
recall besar-besaran dan harus membayar semua denda tersebut dan efeknya
Brand Toyota juga akan hancur, Akan banyak orang tidak percaya lagi dengan
kualitas Toyota.
Alasan lain mengapa Toyota menunggu begitu lama untuk adalah
struktur
tersebut.
Jepang terutama Toyota memiliki budaya kerja yang sudah diakui dunia dengan
Toyota Ways-nya, selama ini mereka selalu memegang teguh prinsip tersebut.
3. Jika kamu menjadi president dari perusahaan toyota motor apa yang akan kamu
lakukan untuk mengatasi masalah akselerasi yang tak terduga tersebut?
terjadi
maka
manajemen
haruslah mengakui dan meminta maaf atas kesalahan, namun dinyatakan bahwa
masih banyak produk Toyota lainnya di produksi didunia tidak memiliki
masalah tersebut.
Promosikan system perbaikan yang telah dilakukan oleh Toyota terutama dalam
penanganan
quality
control
saat
ini
dan
dimasa
mendatang
untuk
REKOMENDASI KEBIJAKAN
a) Rekomendasi awal tentu harus dilihat dimana kesalahan tersebut berasal untuk
dapat segera dilakukan perbaikan, apakah sumber masalah bermula dari supplier
atau dari dalam proses aktivitas produksi Toyota sendiri.
b) Kemudian dilihat kaitannya kepada Human Error, Machine Error, ataukah
Organization Error.
c) Toyota membawa budayanya sendiri ke dalam industry global dimana ada
banyak pabrik Toyota di seluruh dunia dengan beranekaragam budaya kerja dari
masing-masing Negara. Seharusnya Toyota mampu melakukan sedikit
penyesuaian agar selaras dengan budaya local, contoh di pabrik jepang
mengharuskan setiap orang untuk senam pagi, hal ini mungkin dinilai kurang
cocok diterapkan pada pabrik di amerika dimana masyarakat disana lebih suka
bangun siang.
d) Koordinasi yang baik, kesalahan terbesar Toyota adalah tidak menyampaikan
informasi negative tersebut secara tepat dan akurat ke pimpinan puncak Toyota.
Hal ini seharusnya tidak terjadi pada perusahaan sebesar Toyota yang tidak
e)
PEMBELAJARAN KASUS
1) Bahwa tidak ada sesuatu yang sempurna, pembelajaran selalu didapat dari
kesalahan masa lalu. Perusahaan Toyota yang sudah menerapkan system Just in
time (JIT) dan Total Quality manajemen (TQM) yang sangat canggih sekalipun
tidak luput dari kesalahan fatal.
2) Perlu adanya analisa yang kuat tentang pengaruh budaya pada masing-masing
lokasi perusahaan untuk mengoptimalkan potensi sumber daya manusia yang ada
dan menghindari terjadi penurunan kualitas kerja akibat penerapan strategi
organisasi yang keliru.
3) Continues Improvement wajib dilakukan oleh seluruh organisasi jika ingin
bertahan dalam persaingan industry yang semakin ketat.
REFERENSI
Gibson, Ivancevich, Donelly, Konopaske (2012). Organization: behavior, structure,
process.14th Ed. McGraw-Hill.
http://internasional.kompas.com/read/2010/02/10/08380640/Pedal.Gas.Toyota.dan.Repu
tasi.Teknologi.Jepang (diambil tanggal 21 Februari 2016)
https://id.wikipedia.org/wiki/Budaya_organisasi (diambil tanggal 21 Februari 2016)
https://id.wikipedia.org/wiki/The_Toyota_Way (diambil tanggal 21 Februari 2016)
https://keluarzonanyaman.wordpress.com/2009/06/15/sistem-produksi-toyota/
(diambil tanggal 21 Februari 2016)