Anda di halaman 1dari 9

PENERAPAN JAPANESE MANAGEMENT DAN TRANSFORMASI

ORGANISASI DENGAN NILAI BUSHIDO DALAM BUDAYA ORGANISASI


MITSUBISHI
Ahmad Nizar Fatur Rohman
Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Padjadjaran, Indonesia
Telp : +62 899 9302 578 (mobile)
Email : ahmad20009@mail.unpad.ac.id

Abstract
The purpose of this study aim to explore the implemented aspect of Japanese
management in scope of organizational culture which integrated with Japanese ancient
value (Bushido) in Mitsubishi corporation. The great success in Mitsubishi business
with certain point of organizational culture that had correlation with history and
Japanese ancient values. The previous research held by Brand Finance in 2020 shows
that Mitsubishi is the fastest growing Asian brand, increasing brand value by 43% to
US$37.7 billion. The transformation from Japan to the World biggest enterprise lead
Mitsubishi to dominated in World’s economic.
Keyword : Organization Culture, Bushido, Transformation, Japanese Management,
Mitsubishi
Abstrak
Tujuan dari pembelajaran ini adalah untuk mendalami aspek implementasi
Japanese Management dalam lingkup budaya organisasi yang terintegrasi dengan
budaya Jepang kuno dan nilai dari perusahaan Mitsubishi. Kesuksesan besar dari bisnis
yang dilakukan Mitsubishi dengan poin khusus dari budaya organisasi serta memiliki
korelasi dengan sejarah dan nilai kebudayaan Jepang. Riset sebelumnya yang dilakukan
oleh perusahaan Brand Finance menunjukan bahwa Mitsubishi menjadi perusahaan
dengan perkembangan tercepat di Asia, serta meningkatkan jumlah harga perusahaan
sebesar 43% atau US$37.7 miliar. Transformasi dari Jepang hingga menjadi perusahaan
terbesar di dunia membawa Mitsubishi mendominasi ekonomi dunia.
Kata Kunci : Budaya organisasi, Bushido, Transformasi, Japanese Management,
Mitsubishi

1. Pendahuluan
Perusahaan Mitsubishi berawal dari organisasi yang bergerak di bidang
transportasi prajurit pada masa pemerintahan Kaisar Meiji di Jepang pada tahun 1868-
1900. Sejarah perusahaan Mitsubishi berkembang menjadi organisasi yang bergerak
dibidang pengiriman, transportasi, pertambangan batubara hingga pembuatan pesawat
dan manufaktur serta otomotif. Perusahaan Mitsubishi juga berkembang ke hampir
seluruh sektor bisnis di dunia dan memiliki kawasan produksi di beberapa negara
sekaligus sebagai langkah ekspansi bisnis mereka.
Perusahaan Jepang salah satunya Mitsubishi memiliki kemampuan dalam
manajemen dan memakai prinsip sebagai budaya organisasi mereka sehingga dapat
mencapai kesuksesan meskipun di luar negara asalnya. Budaya organisasi, gaya
manajemen, dan kemampuan mereka untuk beradaptasi dengan lingkungan perusahaan
di seluruh tempat operasional Mitsubishi menjadi aspek kunci kesuksesan organisasi
dalam berbisnis. Li-Ping Tang, Kim dan O’Donald (2008) menyebutkan opini yaitu
salah satu kunci kesuksesan perusahaan Jepang di dunia adalah manajemen berfilosofi
yang diambil maknanya dari nilai kebudayaan “Bushido”. Dasar dari kepercayaan
tersebut adalah : pegawai yang jujur, membangun loyalitas untuk perusahaan, investasi
kepada rangkaian pelatihan, memperlakukan pekerja dengan baik, menghargai seluruh
pencapaian karyawan, pengambilan keputusan terdesentralisasi, dan semangat
mengabdi. Konsep lain yang dipercaya sebagai kunci kesuksesan perusahaan Mitsubishi
adalah prinsip sederhana 5S, yang berasal dari akronim Jepang yaitu Seiri (organisasi),
Seiton (kerapihan), Seiso (kebersihan), Seiketsu (standarisasi) dan Shitsuke (disiplin)
(Gap, Fisher & Kobayashi, 2008).
Studi sebelumnya menunjukan bahwa budaya organisasi mempengaruhi kinerja
karyawan, komitmen organisasi dan performa kinerja. Budaya organisasi memiliki
pengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan (Bellou, 2010; Park dan Kim, 2008;
Silverstone, 2004; Lok dan Crawford, 2004; Lund, 2003; McKinnon, Harrison, Chow,
& Wu, 2003); komitmen organisasi (Kwantes, 2009; Silverstone, 2004; Lok dan
Crawford, 2004; McKinnon et al., 2003).
Budaya organisasi bertujuan untuk mengarahkan pekerja untuk menyelasaikan
sesuatu. Meskipun budaya organisasi dipercaya dapat mempengaruhi tingkah laku
pegawai, hubungan antara aspek tersebut dengan performa individu masih
dipertanyakan. Namun, dalam nilai kebudayaan Jepang yaitu Bushido yang berasal dari
filosofi kuno menjadi salah satu aspek pola kerja dan pembiasaan di seluruh perusahaan
dari Jepang termasuk Mitsubishi (Ryoko, 2006).
2. Tinjauan Pustaka
Budaya organisasi adalah nilai umum dan perilaku dari individu yang
dipertimbangkan sebagai alat untuk mencapai tujuan dari organisasi (Schein, 1990).
Nilai budaya yang menjadi dasar suatu sistem dari asumsi awal organisasi untuk
bergerak dalam peningkatan kinerja, salah satu aspek kuat dari budaya. McKenna dan
Beech menyatakan bahwa budaya yang kuat mempengaruhi implementasi dari aspek
kunci dari fungsi organisasi dalam pandangan efisiensi, inovasi, kualitas serta dukungan
atas reaksi sesuai (McKenna dan Beech, 2000). Budaya organisasi sangat diperlukan
mengingat perlu adanya suatu pola dan pandangan hidup di dalam suatu kelompok kerja
sama yang memiliki norma serta dinamika kerja tertentu.
Budaya organisasi menjadi jalan yang tepat untuk membimbing pegawai dalam
pemenuhan tugas mereka serta interaksi dalam suatu lembaga. Paradigma budaya
organisasi terdiri atas kepercayaan, nilai, ritual dan simbol yang membentuk pola dalam
operasional perusahaan. Budaya yang kuat dalam organisasi sangat membantu untuk
meningkatkan kinerja dan performa dari pekerja sebagai langkah bimbingan.
Peningkatan performa membantu untuk mencapai tujuan organisasi (Deal dan Kennedy,
1982). Pola kerja dan aktivitas organisasi menjadi salah satu hasil dari penerapan
budaya organisasi yang baik. Kerja sama akan terbentuk melalui pola kerja yang baik
dalam pelaksanaan tugas oleh pegawai sehingga dapat mencapai tujuan dari organisasi
itu sendiri sebagai hasil akhir upaya dan sinergi orang-orang di dalam organisasi.
3. Pembahasan
3.1 Budaya Organisasi dan Perusahaan Mitsubishi
Perusahaan Mitsubishi menjadi salah satu perusahaan terbesar dan tertua di Asia.
Peranan perusahaan Mitsubishi dalam perekonomian dunia telah memiliki sejarah
panjang mengenai hasil kerja organisasi tersebut. Warisan budaya turun temurun
menjadikan Mitsubishi sebagai salah satu perusahaan terkuat di dunia yang telah
berkembang bersamaan dengan dinamika dunia. Mitsubishi menjadi salah satu
pengagas metode kerja untuk meningkatkan perekonomian Jepang pada tahun 1930-an
sebagai pencetus utama penyerapan budaya kuno Bushido kedalam pola aktivitas
perusahaan sehingga menjadikan organisasi tersebut sangat berkembang (Nakamura,
2002). Transformasi perusahaan Mitsubishi dari masa ke masa menjadi salah satu faktor
kesuksesan dalam proses bekerja. Dinamika lingkungan usaha seperti kompetisi,
globalisasi, perubahan pasar, serta teknologi yang terus menerus merupakan alasan
prinsipal terhadap transformasi organisasi untuk meningkatkan kemampuan sumber
daya manusia (Poerwanto, 2013). Semua hal tersebut telah dilalui oleh perusahaan
Mitsubishi dalam perkembangan mereka dari awalnya hanya sebatas perusahaan
pengiriman dan transportasi, pangsa pasar hanya di Jepang dan segala perubahan
lingkungan usaha menjadikan pembangunan dalam organisasi ini sangat masif serta
mendukung kemajuannya.
Pembahasan kali ini akan diarahkan kepada budaya organisasi yang umum
ditemukan pada perusahaan Jepang baik di dalam atau luar negeri. Terdapat beberapa
budaya organisasi atau perilaku perusahaan yang umum terjadi disana diantaranya
(Ministry of Health, Labour and Welfare, 2019) :
1. Tidak berbicara selama bekerja atau jika diperlukan saja
Perusahaan di Jepang atau mayoritas ekspatriat yang berada di negara penerima
hanya fokus selama bekerja. Tanpa banyak berbicara dan mengobrol dengan rekan kerja,
obrolan hanya diperbolehkan jika menyangkut pekerjaan dan tupoksi yang sudah
ditetapkan.
2. Bekerja terlalu keras menjadi budaya yang buruk namun membantu perkembangan
perusahaan
Dalam jam kerja di perusahaan Jepang hampir jarang sekali ditemukan waktu
untuk beristirahat. Bahkan, beberapa pegawai di Jepang bekerja lebih dari jam mereka,
kasus seperti ini meningkatkan faktor stres dan bunuh diri di negara tersebut. Namun,
perkembangan perusahaan menjadi lebih cepat dikarenakan tugas yang dilaksanakan
terselesaikan dengan efisien serta mendukung proses kemajuan organisasi.
3. Istirahat makan siang merupakan hal yang tabu untuk dilakukan
Perusahaan di Jepang atau ekspatriatnya tidak terbiasa untuk melakukan istirahat
makan siang. Waktu siang dianggap sebagai jam produktif dalam bekerja sehingga
sangat dimanfaatkan dengan baik. Makan siang dianggap menganggu produktifitas
dikarenakan menimbulkan rasa kantuk setelah menyantap hidangan di waktu bekerja
sehingga pekerjaan dapat terbengkalai.
4. Biaya transportasi ditanggung oleh perusahaan
Jepang menjadi satu-satunya negara yang memberikan mandat kepada
perusahaan privat untuk menanggung biaya transportasi pegawai mereka. Seluruh
perusahaan mengakomodir biaya perjalanan dari kantor dan saat kembali sehingga para
pegawai dapat berfokus untuk bekerja tanpa memikirkan hal lain.
5. Perusahaan Jepang lebih menghargai proses dibandingkan hasil
Perusahaan di Jepang cenderung keras dalam disiplin bekerja dan waktu
produktivitas mereka. Hal ini lah yang menjadi dasar bahwa proses kerja lebih dihargai
dibandingkan hasil. Proses bekerja dianggap sebagai metode analisis paling tepat untuk
dilakukan dalam perbaikan kinerja. Sedangkan, hasil kerja adalah variabel yang
cenderung buram dan tidak dapat diprediksi sehingga sulit untuk dijadikan sebagai
cerminan kinerja perusahaan.
3.2 Bushido dan Transformasi Perusahaan Mitsubishi
Pembahasan akan dilanjutkan kepada budaya perusahaan Mitsubishi dalam pola
kinerja mereka bersamaan dengan prinsip Bushido yang menjadi nilai turun temurun
hingga saat ini.
Mitsubishi menjadi organisasi yang telah melewati masa panjang dengan beribu
peristiwa politik dan perang disetiap zaman. Kepemimpinan mereka diawali oleh
seorang pendiri yang berasal dari kelas prajurit menegah yaitu seorang Iwasaki Yataro
(Yamamura, 1967). Prinsip Bushido menjadi norma dan nilai yang dipegang oleh
prajurit saat itu termasuk oleh Iwasaki Yataro, beliau mengimplementasikan hal tersebut
dalam mengelola perusahaannya. Prinsip kerja Iwasaki Yataro dalam perusahaan
Mitsubishi miliknya dapat terlihat dari pola kerja yang dimiliki pegawai Mitsubishi
pada masa awal sejarahnya. Pegawai Mitsubishi tidak diberikan libur pada hari minggu
bahkan disaat perusahaan sedang sibuk aspek istirahat dikesampingkan. Namun,
Iwasaki Yataro memberikan kepuasaan di akhir kerja para pegawai di jam 18:00 dengan
memberikan mereka Sake (Minuman tradisional Jepang) sebagai apresiasi dan
peningkatan moral dalam bekerja. Yataro menerapkan prinsip kerja yang unik sebagai
budaya organisasi perusahaan Mitsubishi (Yamamura, 1967). Seiring berjalannya waktu
konsekuensi dari perubahan lingkungan, maka organisasi harus menemukan dirinya
dalam manajemen sumber daya manusia secara terus menerus (Beer, 1997). Hal
tersebut dirasakan oleh perusahaan Mitsubishi dengan mengeluarkan langkah merekrut
pegawai secara masif pada pertengahan tahun 1918 sebagai jawaban atas ekspansi
bisnis mereka kepada bidang manufaktur. Seiring berjalannya waktu, organisasi-
organisasi harus menyiapkan diri untuk inovasi dan berubah, tidak hanya untuk menjadi
berhasil tetapi sebagai langkah bertahan hidup dalam zaman kompetisi yang meningkat
(Kotter, 1996). Jauh dari pernyataan Kotter tersebut pada tahun 1920-an dan 1930-an
perusahaan Mitsubishi menyesuaikan diri dengan inovasi, dikarenakan saat itu terjadi
krisis ekonomi dunia sehingga para pegawai memiliki inovasi untuk membuat senjata
perang seperti mobil, pesawat dan kapal perang. Pemerintahan Jepang yang agresif
dalam peperangan saat itu, dimanfaatkan oleh perusahan Mitsubishi untuk menjadi
rekan strategis militer di bidang manufaktur peralatan perang. Semua inovasi dan
prinsip kerja Mitsubishi didasari pada nilai Bushido yang menekankan kejujuran,
pegabdian sepanjang masa, bekerja sepenuh hati, pegabdian kepada organisasi dan
semangat sepanjang zaman (Morikawa, 1970). Transformasi perusahaan Mitsubishi
pada masa perang ternyata memberikan dampak yang sangat besar hingga saat ini.
Perkembangan perusahaan dalam ekspansi bisnis di bidang manufaktur senjata
berkembang menjadi pembuatan mesin produksi industri hingga pertambangan batu
bara di Laut Jepang dengan pulau buatan sebagai tempat bermukim pegawai.
3.3 Japanese Management dan Perusahaan Mitsubishi
Teori manajemen Jepang berdasarkan praktek atas nilai dan norma pada masa
lalu. Banyak penjelasan atas sejarah dan dan inti dari kebudayaan manajemen Jepang.
Dengan inti yang paling mungkin dan karakteristik terkait manajemen Jepang serta
bisnisnya dipengaruhi oleh filosofi konfusianisme (hormat kepada orang tua, loyalitas,
dan harmoni), Buddha (etika kerja, bekerja secara kolektif), Bushido (obligasi, tugas,
kehormatan) dan nilai desa agraris (paternalis, bekerja secara kolektif) menjadi dasar
atas teori (Firkola, 2006). Dalam perusahaan Mitsubishi prinsip kerja sesuai dengan
teori manajemen Jepang yang berlandaskan nilai-nilai pada penjabaran sebelumnya.
Konsentrasi perusahaan yang berada di seluruh dunia tetap berpandangan sesuai dengan
nilai dan norma induk organisasi. Pengabdian oleh pegawai Mitsubishi dilakukan
sepanjang waktu untuk mengabdikan pikiran, inovasi dan seluruh upaya kepada
organisasi. Manajemen yang biasa dianggap sebagai pengaturan dalam perusahaan
memiliki makna berbeda dalam kajian manajemen Jepang. Manajemen Jepang berfokus
pada pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai berdasarkan pengabdian seumur hidup,
senioritas dan bekerja sebagai kesatuan keluarga (Firloka, 2006). Hal tersebut yang
menjadikan pertumbuhan perusahaan Mitsubishi berkembang pesat baik sebelum
Perang Dunia 2 atau setelah masa itu. Pada masa modern saat ini perusahaan Mitsubishi
menjadi salah satu organisasi yang berinovasi dalam produk, teknologi produksi, kinerja
dan ekspansi bisnis. Pola kinerja dalam perusahan Mitsubishi berkembang pada tingkat
High-Level management pada posisi kunci dalam menjaga keberlangsungan organisasi.
Sementara itu, pegawai di bidang produksi merupakan non Jepang namun kedisiplinan
mereka tetap berdasarkan prinsip Japanese Management dan prinsip Bushido yang
menjadi norma dasar dan budaya organisasi perusahaan.
4. Kesimpulan
Perusahaan Mitsubishi menjadi salah satu organisasi bisnis besar di dunia
dengan pengalaman selama ratusan tahun. Pengalaman tersebut membuat mereka
berhasil dalam menjalankan bisnis dan melakukan ekspansi ke berbagai macam bidang
pekerjaan. Budaya organisasi dan pola kinerja luar biasa menjadi salah satu kunci
sukses dalam mengelola perusahaan serta mengembangkan posisi mereka di dunia
bisnis.
Dengan demikian, diharapkan semua hal baik yang dimiliki oleh perusahaan
Mitsubishi dapat ditiru oleh organisasi di Indonesia sebagai langkah peningkatan pola
kerja dan kinerja. Semua hal itu diperlukan untuk memajukan organisasi dan
memudahkan pencapaian tujuan sehingga organisasi dapat berkembang pesat.
DAFTAR PUSTAKA
Morikawa, H. (1970). The organizational structure of Mitsubishi and Mitsui zaibatsu,
1868-1922: a comparative study. The Business History Review, 62-83.
Yamamura, K. (1967). The founding of Mitsubishi: a case study in Japanese business
history. The Business History Review, 141-160.
Firkola, P. (2006). Japanese management practices past and present. Economic Journal
of Hokkaido University, 35, 115-130.
Sisibintari, I. (2015). Transformasi Organisasi: Basis Peningkatan Sumber Daya
Manusia dalam Memperkuat Daya Saing. Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri Pranata
Sosial, 2(2), 119-132.
Putriana, L., Umar, H., & Riady, H. (2015). The impact of organizational culture on job
satisfaction, organizational Commitment and job Performance: Study on Japanese
Motorcycle Companies in Indonesia. Int J Edu Res, 3, 103-14.
Nakamura, N. (2002). The present state of research on Zaibatsu: The case of
Mitsubishi. Social Science Japan Journal, 5(2), 233-242.

Anda mungkin juga menyukai