1.1. Latar Belakang Masalah
Pada era ini, makin banyak perusahaan yang menyadari bagaimana pentingnya suatu
nilai-nilai yang sekaligus akan membentuk budaya perusahaan ke depan.
Budaya perusahaan (corporate culture) terkait dengan tantangan perubahan zaman dan
bisnis, merupakan dimensi yang tak bisa ditunda dan ditawar lagi urgensi kebutuhannya.
Berbagai penelitian dan temuan membuktikan, pendekatan budaya perusahaan yang memadai
bukan hanya membuat perusahaan menapak tahap “good”, tapi bahkan “great” dalam proses
dan dinamika perkembangannya.
Uraian di atas merupakan pintu masuk bagi kita untuk lebih serius memperhatikan
dinamika implementasi budaya perusahaan di aras mikro
Nilai-nilai perusahaan sama sekali belum bisa disebut sebagai budaya perusahaan.
Mengapa? Secara sederhana dan kontekstual budaya perusahaan didefinisikan sebagai
serangkaian nilai (perusahaan) yang muncul dalam bentuk perilaku kolektif korporasi dan
anggota organisasinya. Jadi, selama nilai-nilai perusahaan belum diejawantahkan dalam
perilaku bersama anggotanya, ia belum menjadi budaya perusahaan. Kesalahkaprahan inilah
yang menimbulkan fenomena menarik: berbagai nilai perusahaan beserta segenap visi-
misinya selalu dikeluhkan hanya teori dan slogan.
Dari tinjauan proses, kesalahkaprahan itu terjadi lantaran perusahaan hanya terfokus
dan berhenti pada tahap sosialisasi budaya perusahaan. Berbagai program dan konsep budaya
perusahaan digelar, tetapi semuanya bersifat sosialisasi. Padahal, ada satu tahap lagi yang
jauh lebih penting: internalisasi. Secara metodologis, tahapan ini dapat dicapai jika budaya
perusahaan bisa diukur (measurable).
Pada tahap internalisasi inilah budaya perusahaan perlu dikelola. Jadi, terminologi
budaya perusahaan itu sendiri harus dilengkapi, menjadi Corporate Culture Management
(CCM). Alhasil, budaya perusahaan memerlukan seni dan teknik manajemen tersendiri. Jika
visi, misi dan nilai-nilai sudah dibuat dan disosialisasi, serta istilah budaya perusahaan telah
digembor-gemborkan, bukan berarti pekerjaan sudah selesai. Bila kesalahkaprahan ingin
diluruskan, budaya perusahaan harus dikelola, dan CCM harus mengambil tempat serta
perannya.
Oleh karena itu penulis membuat makalah tentang “Keberhasilan Dalam
Menjalankan Internalisasi Etika Bisnis Dalam Budaya Perusahaan”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dibuat, penulis merumuskan beberapa pokok
permasalahan yaitu:
1.2.1 Bagaimana konsep dasar budaya perusahaan dalam etika bisnis?
1.2.2 Bagaiman konsep dasar proses membangun dan memelihara budaya perusahaan?
1.2.3 Bagaimana analisis keberhasilan Bank Mandiri dalam menjalankan internalisasi etika bisnis
dalam budaya perusahaan?
1.4 Difinisi Operational
Internalisasi merupakan proses panjang sejak seorang individu dilahirkan, sampai ia
meninggal, di mana ia belajar menanamkan dalam kepribadiannya segala perasaan, hasrat,
nafsu, serta emosi yang diperlukannya sepanjang hidupnya.
Proses internalisasi merupakan prose belajar dari diri sendiri sedangkan proses sosialisai
adalah proses belajar dari orang lain, dan antara keduanya sama sama dipelajari dari awal saat
ia dilahirkan hingga ia hampir meninggal.
BAB II
LANDASAN TEORITIS
BAB III
KAJIAN EMPIRIK
BAB IV
PEMBAHASAN
Budaya perusahaan adalah jiwa perusahaan. Tanpa suatu jiwa, perusahaan tidak
akan dapat tumbuh dengan baik, dan apabila perusahaan tidak tumbuh, maka tidak akan ada
kehidupan, yang pada akhirnya perusahaan itu akan mati. maka Pengertian budaya
perusahaan adalah kepribadian suatu perusahaan yang umumnya dikaitkan dengan sistim
nilai, norma, sikap, dan etika kerja yang dipegang bersama oleh setiap personil perusahaan.
4.3.1 Analisis Kasus
4.3.1.1 Tingkat Keberhasilan Bank Mandiri
PT Bank Mandiri Tbk (Bank Mandiri) membukukan laba bersih sebesar Rp2,1 triliun pada
semester I 2007. Angka ini naik 163% dibandingkan laba bersih periode yang sama tahun lalu
Rp815 miliar.
Peningkatan laba bersih didorong banyak faktor, antara lain kenaikan pendapatan bunga
bersih, naiknya angka fee based income, dan keberhasilan Bank Mandiri dalam mengendalikan
biaya operasional,†ujar Wakil Direktur Utama Bank Mandiri I Wayan A
Mertayasa di Jakarta,kemarin. Dia menuturkan, pertumbuhan pendapatan bunga bersih
perseroan mencapai 38,0% menjadi Rp6,7 triliun dari Rp4,9 triliun periode yang sama tahun lalu.
Sementara fee based income Bank Mandiri naik 35,5% dari Rp1,3 triliun menjadi Rp1,8 triliun.
Mertayasa menjelaskan, keberhasilan Bank Mandiri menekan biaya operasional tecermin
dari penurunan tingkat cost efficiency ratio (CER) menjadi 38,7% dibandingkan 41,1% bila
pendapatan bunga dari pembayaran tunggakan bunga kredit bermasalah tidak diperhitungkan.
Perbaikan CER terjadi karena pertumbuhan pendapatan jauh di atas pertumbuhan biaya
operasional. Pertumbuhan pendapatan mencapai Rp1,7 triliun, sedangkan biaya overhead
hanya Rp318 miliar, ungkap dia.
Mertayasa menambahkan, kenaikan pendapatan bunga bersih Bank Mandiri didorong
oleh pertumbuhan penyaluran kredit senilai 7,9% dari Rp107,8 triliun menjadi Rp116,3 triliun.
Komposisi kredit terbesar terjadi pada sektor korporasi yang mencapai Rp50,5 triliun.Disusul
sektor komersial Rp32,5 triliun, konsumer Rp12,7 triliun, dan mikro Rp2,1 triliun. Sisanya
dikucurkan pada small medium enterprise (SME), ujar dia. Selain itu, lanjut Mertayasa, kenaikan
pendapatan bunga juga didorong keberhasilan Bank Mandiri menurunkan tingkat kredit
bermasalah menjadi 3,9% neto semester I 2007 dari 13,9% periode yang sama tahun lalu.
Direktur Bank Mandiri Riswinandi menjelaskan, keberhasilan Bank Mandiri menurunkan
rasio kredit bermasalah dipicu adanya pembayaran sejumlah debitor. Nilai pembayaran kreditnya
mencapai Rp700 miliar. Debitor-debitor itu antara lain Raja Garuda Mas (RGM), PT Argo Pantes,
dan Lativi Group. Sementara itu, Direktur Utama Bank Mandiri Agus Martowardojo optimistis,
perbaikan kinerja Bank Mandiri selama semester I 2007 bisa berlanjut pada semester berikutnya.
Bahkan, tidak tertutup kemungkinan Bank Mandiri akan melakukan revisi, baik dalam penyaluran
kredit maupun laba bersih. (zaenal muttaqin).
4.3.1.2 Keberhasilan Bank Mandiri dalam menjalankan internalisasi etika bisnis dalam budaya
perusahaan
1) Keputusan Bersama Direksi dan Dewan Komisaris tentang Prinsip-prinsip GCG di Bank
Mandiri.
2) Keputusan Bersama Direksi dan Dewan Komisaris tentang Code Of Conduct PT Bank
Mandiri (Persero) yang menjadi pedoman perilaku di dalam berinteraksi dengan nasabah,
rekanan dan sesama karyawan.
3) Keputusan Direksi tentang Kebijakan Kepatuhan (Compliance Policy) yang mewajibkan
seluruh jajaran Bank Mandiri untuk bertanggung jawab penuh secara individu didalam
melakukan kegiatan operasional Bank di bidangnya masing-masing.
4) Keputusan Direksi tentang Tata Tertib Executive Management PT Bank Mandiri (Persero)
Tbk yang menjadi dasar pelaksanaan kerja, administrasi, tanggung jawab dan wewenang
Executive Management dalam melaksanakan fungsi, tugas dan kewajiban sebagaimana diatur
dalam Anggaran Dasar PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.
1) Penyusunan Piagam GCG yang dituangkan melalui Keputusan Dewan Komisaris No.
005/KEP/KOM/2005
2) Pelaksanaan Good Corporate Governance Self Assessment.
3) Pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 8/4/PBI2006 tanggal 30 Januari 2006
tentang Pelaksanaan GCG Bagi Bank Umum sebagaimana diubah dengan PBI No.
8/14/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006 serta SE No.9/12/DPNP/tanggal 30 Mei 2007 tentang
Penerapan Good Corporate Governance di Bank Umum, dan Penerapan Good Corporate
Governance di Bank Umum; dan
4) Sosialisasi GCG kepada seluruh jajaran Bank Mandiri. Menyadari bahwa implementasi GCG
memegang peranan penting dalam meningkatkan kinerja Bank, efisiensi dan pelayanan
kepada stakeholders, Bank Mandiri melakukan penyempurnaan praktek GCG secara
konsisten dan berkesinambung, antar lain melalui:
(1) Publikasi laporan keuangan yang transparan dan tepat waktu, penyempurnaan kualitas
website Bank Mandiri, pelaksanaan investor meeting dan pelaksanaan corporate social
responsibility
(2) Pengambilan keputusan bisnis maupun keputusan manajemen lainnya dengan
mempertimbangkan prinsip-prinsip GCG serta senantiasa mempertimbangkan semua
ketentuan yang berlaku (taat azas). Hal ini berdampak positif dan sangat membantu Bank
Mandiri keluar dari berbagai kesulitan secara bertahap namun pasti, di samping telah
meningkatkan shareholder’s value yang tercermin dari kinerja Bank Mandiri pada tahun
berikutnya.
(3) Bekerja keras untuk meningkatkan kinerja Bank, antara lain melalui pembenahan dalam
penanganan kredit yang hasilnya terlihat dari penurunan NPL menjadi kurang dari 5%. Hal
ini merupakan upaya segenap jajaran Bank dalam rangka menumbuhkan kepercayaan
masyarakat atas kemampuan manajemen dalam mengelola perusahaan dan membangun nilai
jangka panjang bagi stakeholder.
(4) Pelaksanaan program internalisasi budaya Bank Mandiri antara lain melalui
penyelenggaraan Culture Fair, Culture Seminar, Change Agent Championship & Recognition
Program berupa pemberian penghargaan kepada unit kerja dan change agent terbaik dalam
implementasi program budaya guna meningkatkan motivasi seluruh unit kerja dan para
change agent yang ada.
Resep keberhasilan Bank Mandiri, antara lain:
1) Transformasi Budaya Kerja
Budaya Kerja merupakan elemen integral dari episentrum strategi perusahaan. Budaya
Kerja diaktualisasikan dan dinaturalisasikan dalam visi dan misi perusahaan. Bukan hanya
sekedar basa-basi ataupun menjadi ‘buku pintar’ namun perlu implementasi mendalam pada
operasisinal sebuah perusahaan. Then, kita dapat mengatakan bahwa sukses tidaknya suatu
perusahaan dalam menjalankan bisnisnya memang tidak terlepas dari budaya perusahaan
yang dimilikinya.
Sebelum perusahaan menerapkan GCG sebaiknya perusahaan menerapkan terlebih
dahulu nilai-nilai yang terkandung dalam Corporate Culture yang dianutnya. (Djoko Santoso
Moeljono, Good Corporate Culture sebagai inti dari GCG, 2005)
Menjadi suatu keniscayaan bula budaya perusahaan diaktualisasikan melalui
penyusunan Standar Operasional & Prosedur (SOP) dan menjadi semacam pijakan (policy
guidelines), sehingga perusahaan dapat mengoptimalkan seluruh elemen yang ada dalam
berkontribusi guna mencapai tujuan utama perusahaan
Agus Martowardojo sangat paham mengenai hal ini, beliau menerapkan budaya kerja
baru yang lebih ‘frsh gradute’ dan lebih berkarakter dengan motto Bank Mandiri Melayani
Dengan Hati, Menuju Yang Terbaik. Menerapkan Budaya kerja perusahaan yang terangkum
dalam TIPCE (Trust, Integrity, Profesionalism, Customer Focus, dan Excellence)
salah counter di Bank Mandiri (matanews.com)
“Keberhasilan Bank Mandiri dalam service quality didukung oleh semua pihak, mulai
dari Top Management hingga pegawai lini bawah. Hal ini membutuhkan komitmen dan
perjuangan keras karena yang diubah adalah perilaku manusia, yang kemudian akan
membentuk budaya kerja perusahaan. Bank Mandiri memiliki konsep pelayanan yang
diberikan kepada nasabah sesuai dengan 10 perilaku Utama Budaya kerja perusahaan yang
terangkum dalam TIPCE (Trust, Integrity, Profesionalism, Customer Focus, dan
Excellence),” demikian paparan Agus pada saat penganugerahan Bank Mandir sebagai Bank
dengan Pelayanan terbaik tahun 2008.
Selain itu, dalam bidang SDM diberlakukan sistem kinerja dengan berbasis KPI (Key
Performance Indicator). Semua karyawan dari direksi sampai level terendah diterapkan
reward dan punishment yang didasarkan penilaian. Prestasi dan Kinerja menjadi standar
ukuran, dengan konsideran berupa kenaikan gaji dan apesiasi/penghargaan yang berbeda
setiap pergawainya. Di sisi lain, jika diketahui melakukan tindakan pelanggaran, maka
tindakan tegas tidak segan dilakukan.
2) Berani bertindak tegas terhadap para penunggak kredit
Ketika Agus Martowardojo masuk ke Bank Mandiri pada tahun 2005, NPL (Noan
Performing Loan) mencapai angka 26 % dengan jumlah potensi kredit macet sekitar 27
Triliun, 70 % dari NPL tadi disumbangkan oleh 30 nasabah besar. Para penunggak kredit ini
diminta memperbaiki kinerja hutangnya. Meskipun awalnya sulit dinegoisasi akhirnya Agus
Marto mampu menekan mereka untuk bekerja sama, salah satu caranya adalah dengan
mengumumkan para debitur bermasalah tsb secara terbuka di media massa
Keberaniannya mem-pressure para debitor besar yang ‘nakal’ inilah yang menjadi
point penting seorang Agus Martowardojo. Beliau kemudian dikenal sebagai figur yang
memiliki sikap tegas, berani dan tidak mudah diintervensi.
Agus Martowardojo menyerahkan Kredit Usaha Rakyat (antarafoto.com)
Agus juga dinilai pandai membangun tata nilai seperti kejujuran dengan tidak
berkompromi soal masalah penyimpangan terkait dengan uang. Sosok Agus juga komitmen
dalam memberikan contoh kepada anak buahnya.
Menurut Rhenald Kasali “Agus itu dia ngomong A dia jalankan A, dia juga pekerja
keras. Dijaman dia para pemimpin cabang harus standby menunggu presentasinya hasil kerja
dari pagi ke pagi. Yang menarik lagi, dia orangnya juga jeli melihat peluang,”
(dikutip dari detik.finance).
Integritas dan ketegasan seperti ini yang kemudian mampu menahkodai Bamk
Mandiri hingga mencapai Pulau ‘Kemenangan’
3) Dekat dengan Nasabah
Berbeda dengan sikapnya yang tanpa kompromi terhadap debitur nakal. Kepada
nasabah, terutama nasabah potensial beliau sangat ramah, mudah ingat peristiwa dan
menghargai sebagai seorang mitra.
Menurut seorang pegawai yang menangani masalah ekspor - impor, dia memiliki
pengalaman menarik dengan sosok Agus Marto. Saat menjalani cuti ke Jogjakarta dia melihat
Agus Marto sedang berbicang dengan seseorang di Lobby kaca Bandara. Sontak Pak Agus
Marto bangkit dari tempat duduknya dan bergegas menuju si pergawai dan menyalaminya.
Demikian juga pengalaman seorang pegawai dari Learning Center Group yang tidak
mau disebutkan namanya. Dia pernah bersama Agus Marto dalam peringatan Hari
Pendidikan Nasional tahun 2009. Menurutnya Agus Marto figur yang cukup egaliter, penuh
canda dan dekat dengan pegawai.
Bagaimana pendangan nasabah Bank Mandiri mengenai sosok Agus Martowardojo.
Salah satu dari mereka berujar, “Saya kaget Pak waktu Pak Agus nyamperin saya dan
nyalamin……” ujarnya seperti ditirukan salah seorang pegawai.
bersama pegawai dan nasabah di papua (mediarilis.wordpress.com)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.1.1 Budaya adalah falsafah, ideologi, nilai-nilai, anggapan, keyakinan, harapan, sikap dan norma
yang dimiliki bersama dan mengikat suatu masyarakat.Budaya organisasi adalah gaya dan
cara hidup organisasi yang merupakan pencerminan dari nilai-nilai atau kepercayaan yang
selama ini dianut oleh seluruh anggota organisasi. Terdapat 7 dimensi nilai-nilai yang berlaku
dalam budaya organisasi/perusahaan yaitu inovasi dan pengambilan resiko, perhatian pada
detail, orientasi pada luaran (outcome), orientasi pada manusia, orientasi pada tim, agresivias,
stabilitas. Kinerja yang menggambarkan esensi budaya organisasi identitas anggota,
penekanan kelompok, fokus orang, penyatuan unit, pengendalian, toleransi resiko, kriteria
ganjaran, toleransi konflik, orientasi sarana tujuan , dan fokus pada sistem terbuka.
Penegakkan etika bisnis perlu diterapkan dalam perusahaan, mulai dengan penerapan
kebijakan dari mulai proses sampai proes pemasaran yang bersifat etis. Etika dalam
implementasnya selalu dipengaruhi oleh factor budaya dan agama. Terdapat pengaruh yang
kuat antara etika personal dari manajer terhadap tingkah laku etis dalam pengambilan
keputusan. Kemampuan seorang professional untuk dapat mengerti dan peka akan adanya
masalah etika dalam profesinya sangat dipengaruhi oleh lingkungan, budaya, atau masyarakat
dimana profesi itu berada. Budaya perusahaan memberikan menjadi lebih baik jika mereka
membudidayakan etika dalam lingkungan perusahaannya.
5.1.2 Proses budaya adalah proses terbentuknya (pembentukan) budaya, dari BSI menjadi
BSO, di dalam suatu organisasi atau perusahaan. Proses itu terdiri dari sejumlah subproses
yang jalin-menjalin, antara lain kontak budaya, penggalian budaya, seleksi budaya,
pemantapan budaya, sosialisasi budaya, internalisasi budaya, kontrol budaya, evaluasi
budaya, pertahanan budaya, perubahan budaya, dan pewarisan budaya, yang terjadi dalam
hubungan antara suatu organisasi dengan lingkungannya secara berkesinambungan.Proses
seleksi meliputi kontak budaya, penggalian budaya, seleksi budaya, terbentuknya
budaya, pembentukan budaya, pemantapan
budaya, sosialisasi budaya, internalisasi budaya, kontrol budaya dan pertahanan
budaya, konflik budaya, perubahan budaya, danpewarisan budaya. Proses
membangun budaya perusahaan, meliputi seseorang datang dengan ide atau gagasan tentang
sebuah usaha baru, pendiri membawa orang-orang kunci yang merupakan pemikir dan
pencipta yang memiliki vii yang sama dengan pendiri, kelompok inti memulai serangkaian
tindakan untuk menciptakan organisasi, mengumpulkan dana, menentukan jenis dan tempat
usaha, dan hal-hal lain yang relevan, orang-orang lain dibawa ke dalam organisasi untuk
berkarya bersama dengan pendiri dan kelompok inti, dan memulai sejarah bersama.
Sedangkan cara memelihara budaya perusahaan, antara lain seleksi karyawan secara obyektif,
penempatan kerja sesuai dengan kemampuan dan bidangnya, perolehan dan peningkatan
kemahiran melalui pengalaman, penilaian prestasi dan pemberian imbalan yang sesuai,
penghayatan akan nilai-nilai kerja atau lainnya yang penting, cerita-cerita dan faktor
organisasi yang menumbuhkan semangat dan kebanggaan, pengakuan dan promosi bagi
karyawan yang berprestasi.
5.1.3 Dalam upaya mencapai posisi sebagai bank publik terkemuka (Blue Chip
Company) di kawasan Asia Tenggara (Regional Champion Bank), Dewan Komisaris dan
Direksi Bank Mandiri memiliki untuk menegakkan sistem perbankan yang sehat dan kuat.
Manajemen berkeyakinan bahwa pencapaian tujuan di atas merupakan proses transformasi
yang secara mutlak memerlukan penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance
(GCG) sebagai salah satu prasyaratnya.
Bank Mandiri percaya bahwa penerapan prinsip internalisasi etika bisnis dalam budaya
perusahaan melalui praktek-praktek GCG yang konsisten akan memberikan manfaat baik
bagi Bank maupun para pemangku kepentingan lainnya. Sejak awal berdirinya, Bank Mandiri
menyadari bahwa kunci utama keberhasilan pengelolaan perusahaan terletak pada
kemampuan mengembangkan serta menumbuhkan budaya perusahaan maupun etos kerja
yang baru, antara lain melalui prudential banking practices, manajemen risiko serta
penerapan GCG.
5.2 Saran
Berdasarkan uraian mengenai internalisasi etika bisnis dalam budaya perusahaan
dapat penulis kemukakan beberapa saran antara lain:
5.2.1 Seorang professional sebaiknya harus mengerti dan peka akan adanya masalah etika dalam
profesinya sangat dipengaruhi oleh lingkungan, budaya, atau masyarakat dimana profesi itu
berada. Budaya perusahaan memberikan menjadi lebih baik jika mereka membudidayakan
etika dalam lingkungan perusahaannya.
5.2.2 Bank Mandiri diharapkan mampu meningkatkan dan mempertahankan kualitas budaya
perusahaan yang dimiliki.
5.2.3 Bank Mandiri dalam menjalankan internalisasi etika bisnis dalam budaya perusahaan sangat
berpengaruh untuk mencapai keberhasilan perusahaan, sehingga harus dipertahankan serta
diingkatkan.
DAFTAR RUJUKAN
http://coretan-sii-
lolaa.blogspot.com/2012/05/keberhasilan-bank-mandiri-
dalam.html