Anda di halaman 1dari 18

KEBERHASILAN BANK MANDIRI DALAM

MENJALANKAN INTERNALISASI ETIKA


BISNIS DALAM BUDAYA PERUSAHAAN
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.       Latar Belakang Masalah
Pada era ini, makin banyak perusahaan yang menyadari bagaimana pentingnya suatu
nilai-nilai yang sekaligus akan membentuk budaya perusahaan ke depan.
Budaya perusahaan (corporate culture) terkait dengan tantangan perubahan zaman dan
bisnis, merupakan dimensi yang tak bisa ditunda dan ditawar lagi urgensi kebutuhannya.
Berbagai penelitian dan temuan membuktikan, pendekatan budaya perusahaan yang memadai
bukan hanya membuat perusahaan menapak tahap “good”, tapi bahkan “great” dalam proses
dan dinamika perkembangannya.
Uraian di atas merupakan pintu masuk bagi kita untuk lebih serius memperhatikan
dinamika implementasi budaya perusahaan di aras mikro
Nilai-nilai perusahaan sama sekali belum bisa disebut sebagai budaya perusahaan.
Mengapa? Secara sederhana dan kontekstual budaya perusahaan didefinisikan sebagai
serangkaian nilai (perusahaan) yang muncul dalam bentuk perilaku kolektif korporasi dan
anggota organisasinya. Jadi, selama nilai-nilai perusahaan belum diejawantahkan dalam
perilaku bersama anggotanya, ia belum menjadi budaya perusahaan. Kesalahkaprahan inilah
yang menimbulkan fenomena menarik: berbagai nilai perusahaan beserta segenap visi-
misinya selalu dikeluhkan hanya teori dan slogan.
Dari tinjauan proses, kesalahkaprahan itu terjadi lantaran perusahaan hanya terfokus
dan berhenti pada tahap sosialisasi budaya perusahaan. Berbagai program dan konsep budaya
perusahaan digelar, tetapi semuanya bersifat sosialisasi. Padahal, ada satu tahap lagi yang
jauh lebih penting: internalisasi. Secara metodologis, tahapan ini dapat dicapai jika budaya
perusahaan bisa diukur (measurable).
Pada tahap internalisasi inilah budaya perusahaan perlu dikelola. Jadi, terminologi
budaya perusahaan itu sendiri harus dilengkapi, menjadi Corporate Culture Management
(CCM). Alhasil, budaya perusahaan memerlukan seni dan teknik manajemen tersendiri. Jika
visi, misi dan nilai-nilai sudah dibuat dan disosialisasi, serta istilah budaya perusahaan telah
digembor-gemborkan, bukan berarti pekerjaan sudah selesai. Bila kesalahkaprahan ingin
diluruskan, budaya perusahaan harus dikelola, dan CCM harus mengambil tempat serta
perannya.
Oleh karena itu penulis membuat makalah tentang “Keberhasilan Dalam
Menjalankan Internalisasi Etika Bisnis Dalam Budaya Perusahaan”.

1.2.       Rumusan  Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dibuat, penulis merumuskan beberapa pokok
permasalahan yaitu:
1.2.1             Bagaimana konsep dasar budaya perusahaan dalam etika bisnis?
1.2.2             Bagaiman konsep dasar proses membangun dan memelihara budaya perusahaan?
1.2.3              Bagaimana analisis keberhasilan Bank Mandiri dalam menjalankan internalisasi etika bisnis
dalam budaya perusahaan?

1.3.       Tujuan dan Ruang Lingkup Pembahasan


Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.3.1             Untuk mengetahui konsep dasar budaya perusahaan dalam etika bisnis.
1.3.2             Untuk mengetahui konsep dasar proses membangun dan memelihara budaya perusahaan.
1.3.3             Untuk mengetahui analisis keberhasilan Bank Mandiri dalam menjalankan internalisasi etika
bisnis dalam budaya perusahaan.
Ruang lingkup dari pembahasan masalah dalam makalah ini adalah penerapan
internalisasi etika bisnis dalam budaya perusahaan sebagai upaya untuk bertujuan untuk
menggugah dan memberikan inspirasi kepada upaya perbaikan secara terus menerus dalam
pengelolaan perusahaan yang sehat dan bermartabat di Indonesia.

1.4         Difinisi Operational
Internalisasi merupakan proses panjang sejak seorang individu dilahirkan, sampai ia
meninggal, di mana ia belajar menanamkan dalam kepribadiannya segala perasaan, hasrat,
nafsu, serta emosi yang diperlukannya sepanjang hidupnya.
Proses internalisasi merupakan prose belajar dari diri sendiri sedangkan proses sosialisai
adalah proses belajar dari orang lain, dan antara keduanya sama sama dipelajari dari awal saat
ia dilahirkan hingga ia hampir meninggal.

BAB II
LANDASAN TEORITIS

2.1              Teori Etika Bisnis


Menurut Pratikto (2009: 23) etika bisnis, merupakan kombinasi dari dua kata, yaitu
‘etika’ dan ‘bisnis’. Istilah etika dapat diartikan sebagai suatu perbuatan standar  yang
mengarahkan individu dalam membuat keputusan. Keputusan etika adalah suatu hal yang
benar mengenai perilaku standar. Etika juga berarti keputusan tentang apa yang seharusnya
dan tidak seharusnya kita lakukan, apa yang kita lakukan itu baik atau buruk, benar atau
salah, bijak atau jahat, terpuji atau tercela, reward atau hukuman, dan sebagainya. Bisnis
dapat diartikan sebagai suatu kegiatan usaha individu yang terorganisasi untuk menghasilkan
dan menjual barang dan jasa guna memperoleh keuntungan dengan cara memenuhi
kebutuhan masyarakat.
Corporate Governance merupakan proses dan struktur yang digunakan untuk
mengarahkan dan mengelola bisnis serta urusan-urusan perusahaan, dalam rangka
meningkatkan kemakmuran bisnis dan akuntabilitas perusahaan, dengan tujuan utama
mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan
kepentingan stakeholders yang lain.(Malaysian Finance Committee on Corporate Governance
February 1999).
Corporate Governance adalah seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan
antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para
pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya sehubungan dengan hak-hak dan
kewajiban mereka, atau dengan kata lain sistem yang mengarahkan dan mengendalikan
perusahaan. (Forum for Corporate Governance in Indonesia / FCGI).

BAB III
KAJIAN EMPIRIK

3.1         Latar Belakang Kasus


Perubahan lingkungan yang begitu cepat menuntut organisasi untuk mengambil
langkah strategis agar organisasi dapat terus berkembang dengan baik sesuai dengan
perubahan yang terjadi. Perubahan untuk menjadi lebih baik, tidak akan terlepas dari
sejumlah tantangan yang akan terus menghadang, apalagi di era yang penuh dengan
persaingan dan ketidakpastian. Berdasarkan konsep persaingan berbasis waktu maka siapa
yang cepat dia yang menang, baik lebih cepat dalam menawarkan produk baru dari
pesaingnya (fast to market) maupun kecepatan merespon permintaan pelanggan terhadap
produk yang telah ada (fast to product). Oleh karena itu organisasi yang ingin terus
berkembang harus merespon dengan cepat tantangan-tantangan yang ada.
Tingkat persaingan yang tinggi harus dihadapi perusahaan dengan kemampuan untuk
menciptakan sesuatu yang dapat membedakan dengan pesaingnya. Dengan adanya perbedaan
tersebut berarti perusahaan telah memiliki keunggulan kompetitif. Namun, tujuan dari
organisasi seharusnya tidak hanya sampai pada keunggulan kompetitif saja tetapi keunggulan
kompetitif tersebut sifatnya berkelanjutan atau tidak hanya sementara sehingga dikatakan
perusahaan memiliki keunggulaan kompetitif yang berkelanjutan.
Untuk membentuk Keunggulan yang kompetitif, maka semua komponen dalam
perusahaan harus melakukan kerja keras dan kreativitas ekstra agar mampu menjawab
tantangan usaha ini, yaitu dengan salah satu cara membentuk dan melakukan proses
internalisasi budaya perusahaan yang kuat dan sehat kepada seluruh insan perusahaan.
Satu dekade terakhir merupakan masa keemasan yang signifikan bagi Bank Mandiri.
Pertumbuhan perusahaan yang kian pesat menjadikan Bank plat merah ini sebagai salah satu
bank terbesar di tanah air.
Kesuksesan tersebut terlihat dari laba bersih yang naik dari 38,3 persen YoY menjadi
Rp6,389 triliun, Non Performing Loan (NPL) Gross dan Netto turun menjadi 2,19 persen dan
0,58 persen, pertumbuhan aset sebesar Rp370,8 triliun, atau naik 7,7 persen YoY, serta total
penyaluran kredit meningkat dari Rp106,7 triliun per 31 Desember 2005 menjadi Rp230,1 triliun
per 30 September 2010. Sedangkan dari segi kepuasan nasabah, tahun lalu, bank Mandiri
memperoleh peringkat pertama Service Quality Award kategori Regular Banking Services serta
peringkat dua untuk Priority Banking Services tahun 2010 dari CARRE dan Majalah Marketing.
Kesuksesan Bank Mandiri itu tidak lain karena peran serta seluruh manajemen yang
dikomandani oleh Zulkifli Zaini selaku Direktur Utama. Peraih gelar master of business
administration (MBA) bidang keuangan dari Universitas Washington, AS, ini mengungkapkan
kunci kesuksesannya membawahi Bank Mandiri adalah kepemimpinan yang fokus
kepada improvement di 4P (People, Product, Process, &Place).
Teamwork yang solid dan komunikasi yang efektif sehingga pesan dari manajemen dapat
diterima dengan jelas oleh seluruh insan Bank Mandiri sertaService brand yang baik akan
meningkatkan pertumbuhan bisnis dari bertambahnyashare of wallet dan repetitive
transaction dari nasabah loyal/existing. Sedangkan bagi calon nasabah, service brand yang baik
tentunya akan menjadi daya tarik yang sangat kuat. Dengan demikian, service excellence dapat
menjadi competitive advantage untuk pertumbuhan bisnis di Bank Mandiri.
Bank Mandiri berkomitmen membangun hubungan jangka panjang yang didasari atas
kepercayaan, baik dengan nasabah bisnis maupun perseorangandan melayani seluruh nasabah
dengan standar layanan internasional melalui penyediaan solusi keuangan yang
inovatif serta ingin dikenal sebagai bank yang konsisten memberikan layanan yang sempurna.
Oleh karena itu, komitmen Bank Mandiri jelas, bahwa service merupakan bagian dari budaya
perusahaan khususnya profesionalisme, customer focus, dan excellence.
Dunia  perbankan Indonesia kembali dilanda kredit bermasalah. Berdasarkan audit BPK,
setidaknya 24 kredit yang disalurkan Bank Mandiri senilai Rp2 triliun lebih macet. Pengucuran
kredit tersebut diduga diwarnai kolusi antara pejabat Bank Mandiri dan debitur. Hal ini terindikasi
dari adanya permohonan kredit yang semula dinyatakan tidak layak, namun kredit tetap
dikucurkan. Oleh karena itu, pemeriksaan terhadap direksi Bank Mandiri dimaksudkan untuk
menguak keterlibatan mereka dalam pengucuran kredit tersebut.Sebenarnya skandal Bank
Mandiri hanya sebagian kecil dari segudang kasus kredit macet yang terjadi di lembaga
perbankan Indonesia. Masih banyak konglomerat menikmati fasilitas kredit, baik yang dikucurkan
karena KKN atau kroniisme yang jumlahnya boleh jadi melebihi kredit Bank Mandiri.
Kita patut prihatin melihat tingginya angka kredit macet di Indonesia. Yang lebih
memprihatinkan lagi, dari sejumlah kasus kredit macet tersebut, sebagian besar yakni sekitar 60-
70%, diderita bank pemerintah.
Berbagai upaya telah ditempuh  pemerintah untuk menekan kuantitas kredit macet di
lembaga perbankan. Pemerintah pernah membentuk Tim Supervisi Kredit Bermasalah Bank
Pemerintah guna memantau penyelesaian kredit macet. Kemudian diluncurkan program sistem
informasi kredit (SIK) antarbank untuk mengetahui nasabah (debitur) yang mempunyai catatan
buruk karena pernah memacetkan kredit.
Manakala langkah preventif mengalami kebuntuan dalam menyelesaikan kredit macet,
ditempuhlah upaya represif yaitu diselesaikan melalui pengadilan. Upaya tersebut dilakukan
mengingat pengadilan merupakan benteng terakhir bagi setiap orang untuk menyelesaikan
segala persoalan, termasuk kredit macet.
Sebelum ditempuh jalur pengadilan, biasanya bank mencoba mengupayakan
penyelesaian secara musyawarah dengan melakukan rescheduling, reconditioning, dan
restructuring terhadap perusahaan (debitur) penunggak kredit. Apabila upaya tersebut tidak juga
berhasil, tidak tertutup kemungkinan diselesaikan melalui jalur hukum dengan melibatkan
institusi pengadilan.

3.2              Rumusan Masalah Empiris


3.2.1        Apa saja ukuran tingkat keberhasilan Bank Mandiri?
3.2.2        Bagaimana analisis keberhasilan Bank Mandiri dalam menjalankan internalisasi etika bisnis
dalam budaya perusahaan?

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1              Konsep dasar budaya perusahaan dalam etika bisnis


4.1.1        Definisi Budaya Perusahaan
Budaya perusahaan merupakan bagian dari kajian budaya organisasi. Budaya adalah
falsafah, ideology, nilai-nilai, anggapan, keyakinan, harapan, sikap dan norma yang dimiliki
bersama dan mengikat suatu masyarakat. Menurut Kilmann, Saxton, & Serpa,
(1986) culture: the shared philosophies, ideologies, values, assumptions, bekiefs,
expectations, attitudes, and norms that knit a community together.
Budaya organisasi adalah gaya dan cara hidup organisasi yang merupakan
pencerminan dari nilai-nilai atau kepercayaan yang selama ini dianut oleh seluruh anggota
organisasi.
Budaya perusahaan merupakan cara berpikir dan melakukan sesuatu yang mentradisi,
yang dianut oleh semua anggota organisasi dan para anggota baru harus mempelajari artau
menerima sebagian agar diterima di dalm perusahaan.
4.1.1.1  Dimensi Nilai-nilai Budaya Perusahaan
Terdapat 7(tujuh) dari dimensi nilai-nilai yang berlaku dalam budaya
organisasi/perusahaan yang dikemukakan oleh O’Reilly (dalam Robbins, 2003; dalam
Chuang, Chuarch, dan Zikic, 2004; dalam Tepecci, 2001), yaitu:
1)        Inovasi dan pengambilan resiko, yaitu derajat dorongan kepada pekerja untuk menjadi
inovatif dan berani mengambil resiko.
2)        Perhatian pada detail, yaitu derajat harapan kepada pekerja untuk menunjukkan keakuratan,
analisis, dan perhatian secara mendetail.
3)        Orientasi pada luaran (outcome), yaitu derajat focus manajemen terhadap hasil-hasil yang
dapat dicapai dengan teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil-hasil tersebut.
4)        Orientasi pada manusia, yaitu derajat keputusan manajemen untuk pertimbangan akibat dari
pencapaian luaran terhadap warga organisasi.
5)        Orientasi pada tim, yaitu derajat aktivitas kerja ang diorganisasikan berdasarkan kelompok-
kelompok dibandingkan dilakukan secara individual.
6)        Agresivias, yaitu derajat kecekatan dan tingkat kompetitif yang dimiliki dan dilakukan oleh
masing-masing individu.
7)        Stabilitas, yaitu derajat aktivitas organisasi yang menekankan penjagaan dari gejolak.
Dari ketujuh dimensi tersebut, budaya organisasi dapat dibagi menjadi tiga kategori
yang dinmakan profil budaya organisasi (organization culture profile). Ketiga kategori
tersebut (Rosseau, 1992) meliputi: (1) nilai-nilai tugas pekerjaan(work task values), (2) nilai-
nilai hubungan antar personal (interpersonal relationship values), dan (3) nilai-nilai perilaku
individu (individual behavior values).
Sedangkan Goffee dan Jones mengkategorikan budaya organisasi menjadi dua
deimensi, yakni sosiabilitas (sociability) dan solidaritas (solidarity).
Dengan menggunakan pengklasifikasian dari Despanday dan Farley budya organisasi
dapat dikategorikan menjadi empat ragam, yaitu: (1) budaya kompetitif(competitife
culture),  (2) budaya kewirausahaan (enterpreneural culture), (3) budaya
birokratik (bureaucratic culture), dan (4) budaya consensus (consensual culture).
4.1.1.2       Peranan Budaya Perusahaan
Menurut Nimran (2006) perana budaya perusahaan meliputi:
1)        Membantu menciptakan rasa memiliki jati diri bagi anggota(karyawan)
2)        Dapat dipakai untuk mengembangkan komitmen pribadi dengan perusahaan.
3)        Membantu stabilisasi perusahaan sebagai suatu system sosial.
4)        Menayjikan pedoman perilaku sebagai hasil dari norma-norma perilaku yang sudah
terbentuk.
Sedangkan terkait hubungan budaya perusahaan dengan kinerja perusahaan,
dinyatakan bahwa budaya perusahaan:
1)        Membantu memberikan dampak yang bermakna pada kinerja ekonomis jangka panjang.
2)        Menjadi faktor yang semakin penting sebagai penentu keberhasilan dan kegagalan
perusahaan di masa-masa mendatang.
3)        Budaya perusahaan dapat dibuat supaya lebih menunjang kinerja.
Sepuluh kinerja yang menggambarkan esensi budaya organisasi, menurut Dharma,
2004:
1)        Identitas anggota, dimana karyawan lebih mengidenifikasi organisasi secara menyeluruh;
2)        Penekanan kelompok, dimana aktifitas tugas lebih diorganisir untuk seluruh kelompok dari
pada individu;
3)        Focus orang, dimana keputusan manajemen memperhatikan dampak luaran yang dihasilkan
oleh karyawan dalam organisasi;
4)        Penyatuan unit, dimana unit-unit dalam organisasi didorong agar berfungsi dengan cara yang
terkoordinasi atau bebas;
5)        Pengendalian, dimana peraturan, regulasi dan pengendalian langsung digunakan untuk
mengawasi dan mengendalikan karyawan;
6)        Toleransi resiko, dimana pekerja didorong untuk agresif,  kreatif, inovatif dan mau
mengambil resiko;
7)        Kriteria ganjaran, dimana ganjaran seperti peringatan, pembayaran dan promosi lebih
dialokasikan menurut kinerja karyawan dari pada senioritaas, favoritism atau faktor non-
kinerja lainnya;
8)        Toleransi konflik, dimana karyawan didorong dan diarahkan untuk menunjukkan konflik dan
kritik secara terbuka;
9)        Orientasi sarana tujuan, dimana manajemen lebih terfokus pada hasil atau luaran dari pada
teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai luaran tersebut;
10)    Fokus pada system terbuka, dimana organisasi memonitor dan merespons perubahan dalam
lingkungan eksternal.
4.1.1.3       Tingkatan dan Ciri-ciri Budaya Organisasi
Pada tingkatan teratas, budaya organisasi akan terwujud sebagai fenomena yang
dapat dilihat, didengar dan dirasakan ketika seseorang/individu berinteraksi dengan suatu
organisasi. Dalam hal ini budaya organisasi relative lebih mudah diidentifikasi. Nimran
(2006), membagi budaya organisasi menjadi tiga tingkatan, yaitu:
1)        Budaya yang dapat diamati (observasi culture);
2)        Nilai-nilai yang dipegang bersama (shared values), dan
3)        Asumsi-asumsi umum yang berlaku (common assumptions).
Lewis (1992) seperti dikutip Jalal, (2000) mengelempokkan budaya organisasi pada
empat tingkatan:
1)        Simbol-simbol, terdiri dari logo, slogan, upacara-upacara, cerita-cerita yang sering
disampaikan orang-orang dalam organisasi tersebut, cara kerja sehari-hari, pemegang
kekuasaan dan criteria ysng dipapkai untuk menyingkirkan, mengangkat, dan menghargai
anggotanya.
2)        Proses merupakan metode organisasi untuk melakukan tugasnya, seperti jalur
pertanggungjawaban, desain pekerjaan, strategi manajemen dalam mengambil keputusan,
jalur komunikasi resmi, dan peraturan-peraturan dalam pertemuan.
3)        Format merupakan  benda-benda yang bisa langsung diobservasi seperti desain bangunan,
tata letak ruang, furniture, dokumen resmi, dan pidota-pidato.
4)        Perilaku merupakan manifes symbol-simbol, proses dan format yang ada di organisasi.
Nilai-nilai dalam budaya organisasi terdiri dari kepercayaan(beliefts) dan nila-
nilai(values). Kepercayaan merupakan asumsi yang dipercayai sebagai anggota organisasi,
tentang peran organisasi itu sendiri dalam lingkungannya, dan peran anggota organisasi
dalam organisasi. Sedangkan nilai-nilai merupaka kepercayaan anggota organisasi tentang
hal-hal yang sangat bernilai untuk dimiliki atau dilakukan, atau perilaku yang harus
dilakukan atu tidak dilakukan, atu hal-hal yang perlu dicapai atau tidak dicapai.
Ciri-ciri budaya organisasi adalah dimiliki bersama (shared), dipelajari (learned),
dan diwariskan dari generasi ke generasi (transmitted from generation to generation).
4.1.1.4       Budaya Perusahaan Sebagai Alat Kontrol
Bisa dikatakan bahwa organisasi tidak akan bisa berjalan dengan baik jika organisasi
tersebut tidak mempunyai system pengendalian yang memadai. Tampa sistem pengendalian
yang memadai, aktivitas-aktivitas organisasi berjalan sendiri-sendiri tanpa ada yang
mengarahkan dan mengkoordinasikannya. Dengan demikian juga efisiensi dan efektifitas
organisasi sangat bergantung pada berfungsi tidaknya sistem pengendalian tersebut.
Pengertian system pengendalian (Legare, 1998 dalam Sobirin, 2007) adalah
pengetahuan yang menyatakan bahwa seseorang yang mengetahui dan peduli, mau member
perhatian terhadap apa yang kita kerjakan dan mau memberitahukannnya manakala terjadi
penyimpangan. System mpengendalian formal biasanya didesain untuk mengukur kinerja
berupa outcome atau perilaku orang-orang yang terlibat dalam proses aktivitas.
Didalam budaya perusahaan organisasi yang baik hendaknya diterapkan system
pengendalian yang biasa disebut social control system, dan disinilah budaya organisasi
memainkan perannya dalam menciptkan social control system.
4.1.1.5           Peran Pemimpin Dalam Budaya Organisasi
Ada kelompok yang beranggapan bahwa budaya organisasi merupakan variable
yang perlu di-manage.
Peran pimpinan dalam organisasi memantau sejauh mana budaya organisasi masih
dapat berfungsi atau perlu dilakukan perubahan. Upaya ini penting untuk dilakukan karena
tujuan membangun budaya organisasi organisasi bukan sekedar membedakan budayanya
dengan budaya organisasi lain, juga bukan sekedar budaya yang dimiliki lemah atau kuat,
tetapi lebih bertujuan agar dengan budaya yang dimiliki mampu membawa organisasi pada
kinerja yang lebih baik. Oleh sebab itu manakalan budaya organisasi tidak berfungsi dengan
baik maka pihak manajemen haru segeera turun tangan ntuk mengatasi persoalan tersebut.
4.1.2                 Pengaruh Etika Bisnis dalam Budaya Organisasi
4.1.2.1           Terciptanya Budaya Organisasi
Penegakkan etika bisnis perlu diterapkan dalam perusahaan, mulai dengan
penerapan kebijakan dari mulai proses sampai proes pemasaran yang bersifat etis. Etika
dalam implementasnya selalu dipengaruhi oleh factor budaya dan agama. Factor budaya dan
agama mampu mempengaruhi proses perumusan Etika bisnis dalam dua hal, yaitu:
a)        Agama dan budaya dianggap sebagai sumber utama hokum, peraturan dank ode etik
b)        Agama dan budaya lenih independen dalam tika bisnis disbanding jenis Etika bisnis lainnya
Terdapat tiga faktor utma yang memungkinkan terciptanya iklim Etika dalam
perusahaan:
a)        Terciptanya budaya perusahaan yang baik
b)        Terbangun suatu fungsi organisasi berdasarkan saling percaya
c)        Terbentuknya manajemen hubungan antar pegawai
4.1.2.2       Pengaruh Etika Bisnis Terhadap Budaya Organisasi
Etika personal dan etika bisnis merupakan kesatuan yang dapat terpisahkan dan
keberadaannya saling melengkapi dalam mempengaruhi perilaku manajer yang
terinternalisasi menjadi perilaku organisasi yang selanjutnya mempengaruhi budaya
perusahaan.
Terdapat pengaruh yang kuat antara etika personal dari manajer terhadap tingkah
laku etis dalam pengambilan keputusan. Kemampuan seorang professional untuk dapat
mengerti dan peka akan adanya masalah etika dalam profesinya sangat dipengaruhi oleh
lingkungan, budaya, atau masyarakat dimana profesi itu berada. Budaya perusahaan
memberikan menjadi lebih baik jika mereka membudidayakan etika dalam lingkungan
perusahaannya.

4.2                   Konsep Dasar Proses Membangun Dan Memelihara Budaya Perusahaan


4.2.1             Proses Budaya Perusahaan
Budaya adalah falsafah, ideologi, nilai-nilai, anggapan, keyakinan, harapan, sikap, dan
norma yang dimiliki bersama dan mengikat suatu masyarakat.Proses budaya adalah proses
terbentuknya (pembentukan) budaya, dari BSI menjadi BSO, di dalam suatu organisasi atau
perusahaan. Proses itu terdiri dari sejumlah subproses yang jalin-menjalin, antara lain kontak
budaya, penggalian budaya, seleksi budaya, pemantapan budaya, sosialisasi budaya,
internalisasi budaya, kontrol budaya, evaluasi budaya, pertahanan budaya, perubahan budaya,
dan pewarisan budaya, yang terjadi dalam hubungan antara suatu organisasi dengan
lingkungannya secara berkesinambungan.
Proses seleksi meliputi:
4.2.1.1       Kontak Budaya
Gelombang informasi yang semakin global mendorong kontak antarbudaya semakin
pesat. Kontak budaya adalah pertemuan antara nilai baru dengan nilai lama, yang terjadi di
luar maupun di dalam organisasi.
Kontak budaya dapat dibedakan atas kontak lunak (soft contact) dan kontak keras
(crash contact). Lunak dan keras ditandai dengan:
1.        Pelan atau cepat,
2.        Bertahap atau sekaligus,
3.        Tiba-tiba atau terduga sebelumnya,
4.        Sedikit demi sedikit atau besar-besaran,
5.        Dikenal atau tidak,
6.        Sudah disiapkan atau belum/tidak,
7.        Diharapkan atau tidak,
8.        Kesannya baik atau tidak.
4.2.1.2       Penggalian Budaya
Penggalian budaya dalam sejarah dikenal luas dan berdampak generatif kuat.
Berbagai disiplin ilmu pengetahuan dapat digunakan sebagai alat untuk menggali budaya
Indonesia, seperti sejarah, antropologi, etnologi, folklore, bahasa, geografi, adat dan tradisi,
religi dan kepercayaan, sosiografi, etnografi, hukum dan lain sebagainya.
4.2.1.3       Seleksi Budaya
Budaya dari luar yang dibawa oleh kontak personal dan atau kontak teknologi
impersonal, maupun budaya dari dalam hasil penggalian budaya, mengalami seleksi atau
evaluasi, yaitu:
1.        seleksi alam (yang unggul yang hidup)
2.        seleksi sosial berdasarkan mekanisme kontrol sosial (yang sesuai yang diterima)
3.        seleksi manajemen budaya yang terprogram
4.2.1.4       Terbentuknya Budaya, Pembentukan Budaya, Pemantapan Budaya
Begitu organisasi didirikan, pembentukan budayanya pun dimulai. Pembentukan BO
terjadi tatkala anggota organisasi belajar menghadapi masalah, baik masalah yang
menyangkut perubahan-perubahan eksternal, maupun masalah internal yang menyangkut
persatuan dan keutuhan organisasi.
Terbentuknya budaya tidak dalam sekejap, tidak bisa dikarbid. Pembentukan budaya
memerlukan waktu bertahun bahkan puluhan dan ratusan tahun. Pembentukan budaya
diawali oleh pendiri (founder) melalui tahapan sebagai berikut:
1.        Seseorang mempunyai gagasan untuk mendirikan sebuah organisasi atau perusahaan
berdasarkan VM tertentu.
2.        Ia menggali dan mengerahkan sumber-sumber, baik orang ini yang sepaham dan setujuan
dengan dia (SDM), biaya, teknologi dan sebagainya.
3.        Mereka meletakkan dasar organisasi, berupa susunan organisasi dan tata kerja.
Pembentukan budaya juga harus diartikan sebagai pemberian kesempatan kepada setiap
orang untuk di satu pihak memberi sumbangan sebesar-besarnya kepada organisasi dan di
pihak lain mencapai self-actualization setinggi-tingginya pula.
4.2.1.5       Sosialisasi Budaya
Melalui kegiatan sosialisasi budaya, ekspediensi budaya mencapai sebanyak
mungkin (aspek kuantitatif) dan mencapai sedalam mungkin lubuk hati (aspek kualitatif)
warga organisasi atau perusahaan. Sosialisasi keterampilan dan pengetahuan bias memalui
program manajemen pelatihan dan pengajaran, yang dilakonkan oleh para pela;tih dan
pengajar. Karena itu, sosialisasi keterampilan, pengetahuan dan ajaran-ajaran dapat
diprogramkan dan diprojekkan. Tetapi sosialisasi budaya menuntut kesesuaian itu di samping
cara yang efektif guna mencapai sasaran.
4.2.1.6       Internalisasi budaya
Internalisasi berarti proses menanamkan dan menumbuhkembangkan suatu nilai atau
budaya menjadi bagian diri orang yang bersangkutan. Jika sosialisasi lebih ke samping
(horizontal) dan lebih kuantitatif, maka internalisasi lebih bersifat vertikal dan kualitatif.
Penanaman dan penumbuhkembangan nilai tersebut dilakukan melalui berbagai didaktik-
metodik pendidikan dan pengajaran, seperti pendidikan, pengarahan, indoktrinasi, brain-
washing, dan lain sebagainya.
4.2.1.7       Kontrol Budaya dan Pertahanan budaya
Masyarakat memiliki mekanisme atau lembaga pengendalian perilaku manusia,
misalnya tradisi, asat, sopan santun, dan moralitas. Budaya berfungsi sebagai kontrol social
pada saat ia mampu dan mau mengendalikan perilakau anggota masyarakat, misalnya budaya
tertib. Pertahanan budaya adalah proses mempertahankan eksistensi dan kepribadian
organisasi.
4.2.1.8       Konflik budaya
Benturan budaya dan konflik budaya merupakan dua gejala budaya yang perilaku
dan raganya bisa sama tetapi motifnya berbeda. Benturan terjadi terutama antara nilai lama
dengan nilai baru, tetapi konflik terjadi antarkekuatan. Dalam proses kontak budaya,
perbedaan budaya secara objektif dapat menimbulkan benturan budaya, tetapi konflik budaya
tidak harus terjadi dalam proses kontak budaya jika kontak itu soft.
Konflik budaya adalah konflik nilai dan konflik nilai adalah gejala konflik
kepentingan. Konflik budaya timbul jika seseorang berinteraksi dengan orang lain yang
budayanya berbeda dengan menggunakan budayanya sendiri, tanpa menyesuaikan sikap dan
perilakunya dengan budaya orang lain itu.
4.2.1.9       Perubahan Budaya
Perubahan budaya adalah perubahan pada basics dan hadirannya. Perubahan budaya
harus mengindahkan kode etik tertentu, baik dalam melancarkan perubahan maupun dalam
menghadapi pihak yang menentang perubahan.
4.2.1.10   Pewarisan Budaya
Pewarisan budaya didasarkan pada beberapa anggapan dasar, yaitu:
1.    VM pendiri organisasi merupakan potret zamannya dan dipandang luhur.
2.    Organisasi yang semula merupakan milik pendiri (OSI) telah menjadi milik masyarakat
umumnya dan konsumen khususnya (OSO).
3.    Pada suatu saat pendiri meninggal dunia, kekuasaan atas organisasi dilanjutkan oleh
penggantinya.
4.    Sementara itu lingkungan menunjukkan perubahan sosial yang pesat di segala bidang.
5.    VM harus dapat diwariskan kepada generasi penerus organisasi.
Budaya diwariskan melalui beberapa strategi, antara lain:
1.    Strategi pelestarian sistem nilai organisasi,
2.    Strategi kaderisasi,
3.    Strategi belajar berbudaya,
4.    Strategi suksesi dan pembatasan beberapa kali masa jabatan seseorang menjabat suatu
jabatan,
5.    Strategi pemanfaatan dan pelestarian alam, dan
6.    Strategi hidup hemat dan sederhana.
4.2.2             Proses Membangun dan Memelihara Budaya Perusahaan
Proses membangun budaya perusahaan, meliputi:
1)        Seseorang (biasanya pendiri) dating dengan idea tau gagasan tentang sebuah usaha baru
2)        Pendiri membawa orang-orang kunci yang merupakan pemikir dan pencipta yang memiliki
vii yang sama dengan pendiri
3)        Kelompok inti memulai serangkaian tindakan  untuk menciptakan organisasi,
mengumpulkan dana, menentukan jenis dan tempat usaha, dan hal-hal lain yang relevan
4)        Orang-orang lain dibawa ke dalam organisasi untuk berkarya bersama dengan pendiri dan
kelompok inti, dan memulai sejarah bersama
Sedangkan cara memelihara budaya perusahaan, antara lain adalah:
1)        Seleksi karyawansecara obyektif
2)        Penempatan kerja sesuai dengan kemampuan dan bidangnya
3)        Perolehan dan peningkatan kemahiran melalui pengalaman
4)        Penilaian prestasi dan pemberian imbalan yang sesuai
5)        Penghayatan akan nilai-nilai kerja atau lainnya yang penting
6)        Cerita-cerita dan faktor organisasi yang menumbuhkan semangat dan kebanggaan
7)        Pengakuan dan promosi bagi karyawan yang berprestasi
Tentang bagaimana karyawan mempelajari budaya perusahaan, antara lain adalah:
1)        Cerita-cerita: tentang bagaimana kerasnya perjuangan pendiri
2)        Ritual/ upacara-upacara: tiap masyarakat memiliki corak ritual sendiri-sendiri
3)        Symbol-simbol material: alat identifikasi fisik
4)        Bahasa: media yang terpenting untuk transformasi nilai-nilai

4.2.3             Diperlukannya Budaya Perusaahaan


Perusahaan identik dengan jiwa atau Soul dari suatu perusahaan yang dibentuk oleh
sekelompok orang didalamnya untuk memacu pertumbuhan perusahaan dan dapat pula
diartikan sebagai cermin pertumbuhan jiwa dalam perusahaan.
4.2.4             Memastikan jiwa itu tumbuh dengan baik dan menjadi suatu kekuatan untuk
mempersatukan semua unsur dalam perusahaan dan menjadi pembeda dari
lingkungan bisnisnya?

Budaya perusahaan adalah jiwa perusahaan. Tanpa suatu jiwa, perusahaan tidak
akan dapat tumbuh dengan baik, dan apabila perusahaan tidak tumbuh, maka tidak akan ada
kehidupan, yang pada akhirnya perusahaan itu akan mati. maka Pengertian budaya
perusahaan adalah kepribadian suatu perusahaan yang umumnya dikaitkan dengan sistim
nilai, norma, sikap, dan etika kerja yang dipegang bersama oleh setiap personil perusahaan.

4.3              Analisis keberhasilan Bank Mandiri dalam menjalankan internalisasi etika bisnis


dalam budaya perusahaan.

Dalam upaya mencapai posisi sebagai bank publik terkemuka (Blue Chip


Company)  di kawasan Asia Tenggara (Regional Champion Bank), Dewan Komisaris dan
Direksi Bank Mandiri memiliki untuk menegakkan sistem perbankan yang sehat dan kuat.
Manajemen berkeyakinan bahwa pencapaian tujuan di atas merupakan proses transformasi
yang secara mutlak memerlukan penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance
(GCG) sebagai salah satu prasyaratnya.
Bank Mandiri percaya bahwa penerapan prinsip dan praktek-praktek GCG yang
konsisten akan memberikan manfaat baik bagi Bank maupun para pemangku kepentingan
lainnya. Sejak awal berdirinya, Bank Mandiri menyadari bahwa kunci utama keberhasilan
pengelolaan perusahaan terletak pada kemampuan mengembangkan serta menumbuhkan
budaya perusahaan maupun etos kerja yang baru, antara lain melalui prudential banking
practices, manajemen risiko serta penerapan GCG.

4.3.1        Analisis Kasus
4.3.1.1  Tingkat Keberhasilan Bank Mandiri
PT Bank Mandiri Tbk (Bank Mandiri) membukukan laba bersih sebesar Rp2,1 triliun pada
semester I 2007. Angka ini naik 163% dibandingkan laba bersih periode yang sama tahun lalu
Rp815 miliar.
Peningkatan laba bersih didorong banyak faktor, antara lain kenaikan pendapatan bunga
bersih, naiknya angka fee based income, dan keberhasilan Bank Mandiri dalam mengendalikan
biaya operasional,” ujar Wakil Direktur Utama Bank Mandiri I Wayan A
Mertayasa di Jakarta,kemarin. Dia menuturkan, pertumbuhan pendapatan bunga bersih
perseroan mencapai 38,0% menjadi Rp6,7 triliun dari Rp4,9 triliun periode yang sama tahun lalu.
Sementara fee based income Bank Mandiri naik 35,5% dari Rp1,3 triliun menjadi Rp1,8 triliun.
Mertayasa menjelaskan, keberhasilan Bank Mandiri menekan biaya operasional tecermin
dari penurunan tingkat cost efficiency ratio (CER) menjadi 38,7% dibandingkan 41,1% bila
pendapatan bunga dari pembayaran tunggakan bunga kredit bermasalah tidak diperhitungkan.
Perbaikan CER terjadi karena pertumbuhan pendapatan jauh di atas pertumbuhan biaya
operasional.  Pertumbuhan pendapatan mencapai Rp1,7 triliun, sedangkan biaya overhead
hanya Rp318 miliar, ungkap dia.
Mertayasa menambahkan, kenaikan pendapatan bunga bersih Bank Mandiri didorong
oleh pertumbuhan penyaluran kredit senilai 7,9% dari Rp107,8 triliun menjadi Rp116,3 triliun.
Komposisi kredit terbesar terjadi pada sektor korporasi yang mencapai Rp50,5 triliun.Disusul
sektor komersial Rp32,5 triliun, konsumer Rp12,7 triliun, dan mikro Rp2,1 triliun.  Sisanya
dikucurkan pada small medium enterprise (SME), ujar dia. Selain itu, lanjut Mertayasa, kenaikan
pendapatan bunga juga didorong keberhasilan Bank Mandiri menurunkan tingkat kredit
bermasalah menjadi 3,9% neto semester I 2007 dari 13,9% periode yang sama tahun lalu.
Direktur Bank Mandiri Riswinandi menjelaskan, keberhasilan Bank Mandiri menurunkan
rasio kredit bermasalah dipicu adanya pembayaran sejumlah debitor. Nilai pembayaran kreditnya
mencapai Rp700 miliar. Debitor-debitor itu antara lain Raja Garuda Mas (RGM), PT Argo Pantes,
dan Lativi Group. Sementara itu, Direktur Utama Bank Mandiri Agus Martowardojo optimistis,
perbaikan kinerja Bank Mandiri selama semester I 2007 bisa berlanjut pada semester berikutnya.
Bahkan, tidak tertutup kemungkinan Bank Mandiri akan melakukan revisi, baik dalam penyaluran
kredit maupun laba bersih. (zaenal muttaqin).

4.3.1.2  Keberhasilan Bank Mandiri dalam menjalankan internalisasi etika bisnis dalam budaya
perusahaan

Sebelum dilaksanakannya Initial Public Offering (IPO) pada tanggal 14 Juli


2003, Bank Mandiri melakukan internalisasi GCG melalui:

1)      Keputusan Bersama Direksi dan Dewan Komisaris tentang Prinsip-prinsip GCG di Bank
Mandiri.
2)      Keputusan Bersama Direksi dan Dewan Komisaris tentang Code Of Conduct PT Bank
Mandiri (Persero) yang menjadi pedoman perilaku di dalam berinteraksi dengan nasabah,
rekanan dan sesama karyawan.
3)      Keputusan Direksi tentang Kebijakan Kepatuhan (Compliance Policy) yang mewajibkan
seluruh jajaran Bank Mandiri untuk bertanggung jawab penuh secara individu didalam
melakukan kegiatan operasional Bank di bidangnya masing-masing.
4)      Keputusan Direksi tentang Tata Tertib Executive Management PT Bank Mandiri (Persero)
Tbk yang menjadi dasar pelaksanaan kerja, administrasi, tanggung jawab dan wewenang
Executive Management dalam melaksanakan fungsi, tugas dan kewajiban sebagaimana diatur
dalam Anggaran Dasar PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.

Setelah go public, Bank Mandiri kemudian melaksanakan implementasi GCG


melalui:

1)        Pembentukan Komite-komite di level Dewan Komisaris, yaitu Komite Pemantau Risiko,


Komite Remunerasi dan Nominasi, dan Komite GCG untuk melengkapi Komite Audit yang
telah dibentuk sebelumnya.
2)        Pembentukan Sekretaris Perusahaan(Corporate Secretary).
3)        Pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku bagi perusahaan publik dan terbuka.
4)        Keterbukaan Informasi, antara lain dalam publikasi laporan keuangan, informasi mengenai
peristiwa atau fakta material.
5)        Laporan tahunan yang tepat waktu,memadai, jelas dan akurat.
6)        Menghormati dan memperhatikan kepentingan pemegang saham minoritas.
7)        Menetapkan Enam Strategi Utama dalam rangka membenahi serta membangun dasar-dasar
pertumbuhan di masa datang.
8)        Revitalisasi terhadap nilai-nilai kebersamaan (shared values) Bank Mandiri serta perumusan
perilaku utama Bank Mandiri.
9)        enilaian implementasi GCG oleh lembaga independen.

Setelah dibentuknya Komite GCG, internalisasi GCG di Bank Mandiri


dilakukan melalui :

1)        Penyusunan Piagam GCG yang dituangkan melalui Keputusan Dewan Komisaris No.
005/KEP/KOM/2005
2)        Pelaksanaan Good Corporate Governance Self Assessment.
3)        Pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 8/4/PBI2006 tanggal 30 Januari 2006
tentang Pelaksanaan GCG Bagi Bank Umum sebagaimana diubah dengan PBI No.
8/14/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006 serta SE No.9/12/DPNP/tanggal 30 Mei 2007 tentang
Penerapan Good Corporate Governance di Bank Umum, dan Penerapan Good Corporate
Governance di Bank Umum; dan
4)        Sosialisasi GCG kepada seluruh jajaran Bank Mandiri. Menyadari bahwa implementasi GCG
memegang peranan penting dalam meningkatkan kinerja Bank, efisiensi dan pelayanan
kepada stakeholders, Bank Mandiri melakukan penyempurnaan praktek GCG secara
konsisten dan berkesinambung, antar lain melalui:
(1)               Publikasi laporan keuangan yang transparan dan tepat waktu, penyempurnaan kualitas
website Bank Mandiri, pelaksanaan investor meeting dan pelaksanaan corporate social
responsibility
(2)               Pengambilan keputusan bisnis maupun keputusan manajemen lainnya dengan
mempertimbangkan prinsip-prinsip GCG serta senantiasa mempertimbangkan semua
ketentuan yang berlaku (taat azas). Hal ini berdampak positif dan sangat membantu Bank
Mandiri keluar dari berbagai kesulitan secara bertahap namun pasti, di samping telah
meningkatkan shareholder’s value yang tercermin dari kinerja Bank Mandiri pada tahun
berikutnya.
(3)               Bekerja keras untuk meningkatkan kinerja Bank, antara lain melalui pembenahan dalam
penanganan kredit yang hasilnya terlihat dari penurunan NPL menjadi kurang dari 5%. Hal
ini merupakan upaya segenap jajaran Bank dalam rangka menumbuhkan kepercayaan
masyarakat atas kemampuan manajemen dalam mengelola perusahaan dan membangun nilai
jangka panjang bagi stakeholder.
(4)               Pelaksanaan program internalisasi budaya Bank Mandiri antara lain melalui
penyelenggaraan Culture Fair, Culture Seminar, Change Agent Championship & Recognition
Program berupa pemberian penghargaan kepada unit kerja dan change agent terbaik dalam
implementasi program budaya guna meningkatkan motivasi seluruh unit kerja dan para
change agent yang ada.
Resep keberhasilan Bank Mandiri, antara lain:
1)                  Transformasi Budaya Kerja
Budaya Kerja merupakan elemen integral dari episentrum strategi perusahaan. Budaya
Kerja diaktualisasikan dan dinaturalisasikan dalam visi dan misi perusahaan. Bukan hanya
sekedar basa-basi ataupun menjadi ‘buku pintar’ namun perlu implementasi mendalam pada
operasisinal sebuah perusahaan. Then, kita dapat mengatakan bahwa sukses tidaknya suatu
perusahaan dalam menjalankan bisnisnya memang tidak terlepas dari budaya perusahaan
yang dimilikinya.
Sebelum perusahaan menerapkan GCG sebaiknya perusahaan menerapkan terlebih
dahulu nilai-nilai yang terkandung dalam Corporate Culture yang dianutnya. (Djoko Santoso
Moeljono, Good Corporate Culture sebagai inti dari GCG, 2005)
Menjadi suatu keniscayaan bula budaya perusahaan diaktualisasikan melalui
penyusunan Standar Operasional & Prosedur (SOP) dan menjadi semacam pijakan (policy
guidelines), sehingga perusahaan dapat mengoptimalkan seluruh elemen yang ada dalam
berkontribusi guna mencapai tujuan utama perusahaan
Agus Martowardojo sangat paham mengenai hal ini, beliau menerapkan budaya kerja
baru yang lebih ‘frsh gradute’ dan lebih berkarakter dengan motto Bank Mandiri Melayani
Dengan Hati, Menuju Yang Terbaik. Menerapkan Budaya kerja perusahaan yang terangkum
dalam TIPCE (Trust, Integrity, Profesionalism, Customer Focus, dan Excellence)
salah counter di Bank Mandiri (matanews.com)

“Keberhasilan Bank Mandiri dalam service quality didukung oleh semua pihak, mulai
dari Top Management hingga pegawai lini bawah. Hal ini membutuhkan komitmen dan
perjuangan keras karena yang diubah adalah perilaku manusia, yang kemudian akan
membentuk budaya kerja perusahaan. Bank Mandiri memiliki konsep pelayanan yang
diberikan kepada nasabah sesuai dengan 10 perilaku Utama Budaya kerja perusahaan yang
terangkum dalam TIPCE (Trust, Integrity, Profesionalism, Customer Focus, dan
Excellence),” demikian paparan Agus pada saat penganugerahan Bank Mandir sebagai Bank
dengan Pelayanan terbaik tahun 2008.
Selain itu, dalam bidang SDM diberlakukan sistem kinerja dengan berbasis KPI (Key
Performance Indicator). Semua karyawan dari direksi sampai level terendah diterapkan
reward dan punishment yang didasarkan penilaian. Prestasi dan Kinerja menjadi standar
ukuran, dengan konsideran berupa kenaikan gaji dan apesiasi/penghargaan yang berbeda
setiap pergawainya. Di sisi lain, jika diketahui melakukan tindakan pelanggaran, maka
tindakan tegas tidak segan dilakukan.
2)                  Berani bertindak tegas terhadap para penunggak kredit
Ketika Agus Martowardojo masuk ke Bank Mandiri pada tahun 2005, NPL (Noan
Performing Loan) mencapai angka 26 % dengan jumlah potensi kredit macet sekitar 27
Triliun, 70 % dari NPL tadi disumbangkan oleh 30 nasabah besar. Para penunggak kredit ini
diminta memperbaiki kinerja hutangnya. Meskipun awalnya sulit dinegoisasi akhirnya Agus
Marto mampu menekan mereka untuk bekerja sama, salah satu caranya adalah dengan
mengumumkan para debitur bermasalah tsb secara terbuka di media massa
Keberaniannya mem-pressure para debitor besar yang ‘nakal’ inilah yang menjadi
point penting seorang Agus Martowardojo. Beliau kemudian dikenal sebagai figur yang
memiliki sikap tegas, berani dan tidak mudah diintervensi.
Agus Martowardojo menyerahkan Kredit Usaha Rakyat (antarafoto.com)

Agus juga dinilai pandai membangun tata nilai seperti kejujuran dengan tidak
berkompromi soal masalah penyimpangan terkait dengan uang. Sosok Agus juga komitmen
dalam memberikan contoh kepada anak buahnya.
Menurut Rhenald Kasali “Agus itu dia ngomong A dia jalankan A, dia juga pekerja
keras. Dijaman dia para pemimpin cabang harus standby menunggu presentasinya hasil kerja
dari pagi ke pagi. Yang menarik lagi, dia orangnya juga jeli melihat peluang,”
(dikutip dari detik.finance).
Integritas dan ketegasan seperti ini yang kemudian mampu menahkodai Bamk
Mandiri hingga mencapai Pulau ‘Kemenangan’
3)                 Dekat dengan Nasabah
Berbeda dengan sikapnya yang tanpa kompromi terhadap debitur nakal. Kepada
nasabah, terutama nasabah potensial beliau sangat ramah, mudah ingat peristiwa dan
menghargai sebagai seorang mitra.
Menurut seorang pegawai yang menangani masalah ekspor - impor, dia memiliki
pengalaman menarik dengan sosok Agus Marto. Saat menjalani cuti ke Jogjakarta dia melihat
Agus Marto sedang berbicang dengan seseorang di Lobby kaca Bandara. Sontak Pak Agus
Marto bangkit dari tempat duduknya dan bergegas menuju si pergawai dan menyalaminya.
Demikian juga pengalaman seorang pegawai dari Learning Center Group yang tidak
mau disebutkan namanya. Dia pernah bersama Agus Marto dalam peringatan Hari
Pendidikan Nasional tahun 2009. Menurutnya Agus Marto figur yang cukup egaliter, penuh
canda dan dekat dengan pegawai.
Bagaimana pendangan nasabah Bank Mandiri mengenai sosok Agus Martowardojo.
Salah satu dari mereka berujar, “Saya kaget Pak waktu Pak Agus nyamperin saya dan
nyalamin……” ujarnya seperti ditirukan salah seorang pegawai.
bersama pegawai dan nasabah di papua (mediarilis.wordpress.com)

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1       Kesimpulan
5.1.1    Budaya adalah falsafah, ideologi, nilai-nilai, anggapan, keyakinan, harapan, sikap dan norma
yang dimiliki bersama dan mengikat suatu masyarakat.Budaya organisasi adalah gaya dan
cara hidup organisasi yang merupakan pencerminan dari nilai-nilai atau kepercayaan yang
selama ini dianut oleh seluruh anggota organisasi. Terdapat 7 dimensi nilai-nilai yang berlaku
dalam budaya organisasi/perusahaan yaitu inovasi dan pengambilan resiko, perhatian pada
detail, orientasi pada luaran (outcome), orientasi pada manusia, orientasi pada tim, agresivias,
stabilitas. Kinerja  yang menggambarkan esensi budaya organisasi identitas anggota,
penekanan kelompok, fokus orang, penyatuan unit, pengendalian, toleransi resiko, kriteria
ganjaran, toleransi konflik, orientasi sarana tujuan , dan fokus pada sistem terbuka.
Penegakkan etika bisnis perlu diterapkan dalam perusahaan, mulai dengan penerapan
kebijakan dari mulai proses sampai proes pemasaran yang bersifat etis. Etika dalam
implementasnya selalu dipengaruhi oleh factor budaya dan agama. Terdapat pengaruh yang
kuat antara etika personal dari manajer terhadap tingkah laku etis dalam pengambilan
keputusan. Kemampuan seorang professional untuk dapat mengerti dan peka akan adanya
masalah etika dalam profesinya sangat dipengaruhi oleh lingkungan, budaya, atau masyarakat
dimana profesi itu berada. Budaya perusahaan memberikan menjadi lebih baik jika mereka
membudidayakan etika dalam lingkungan perusahaannya.
5.1.2                    Proses budaya adalah proses terbentuknya (pembentukan) budaya, dari BSI menjadi
BSO, di dalam suatu organisasi atau perusahaan. Proses itu terdiri dari sejumlah subproses
yang jalin-menjalin, antara lain kontak budaya, penggalian budaya, seleksi budaya,
pemantapan budaya, sosialisasi budaya, internalisasi budaya, kontrol budaya, evaluasi
budaya, pertahanan budaya, perubahan budaya, dan pewarisan budaya, yang terjadi dalam
hubungan antara suatu organisasi dengan lingkungannya secara berkesinambungan.Proses
seleksi meliputi kontak budaya, penggalian budaya, seleksi budaya, terbentuknya
budaya, pembentukan budaya, pemantapan
budaya, sosialisasi budaya, internalisasi budaya, kontrol budaya dan pertahanan
budaya, konflik budaya, perubahan budaya, danpewarisan budaya. Proses
membangun budaya perusahaan, meliputi seseorang datang dengan  ide atau gagasan tentang
sebuah usaha baru, pendiri membawa orang-orang kunci yang merupakan pemikir dan
pencipta yang memiliki vii yang sama dengan pendiri, kelompok inti memulai serangkaian
tindakan  untuk menciptakan organisasi, mengumpulkan dana, menentukan jenis dan tempat
usaha, dan hal-hal lain yang relevan, orang-orang lain dibawa ke dalam organisasi untuk
berkarya bersama dengan pendiri dan kelompok inti, dan memulai sejarah bersama.
Sedangkan cara memelihara budaya perusahaan, antara lain seleksi karyawan secara obyektif,
penempatan kerja sesuai dengan kemampuan dan bidangnya, perolehan dan peningkatan
kemahiran melalui pengalaman, penilaian prestasi dan pemberian imbalan yang sesuai,
penghayatan akan nilai-nilai kerja atau lainnya yang penting, cerita-cerita dan faktor
organisasi yang menumbuhkan semangat dan kebanggaan, pengakuan dan promosi bagi
karyawan yang berprestasi.
5.1.3                Dalam upaya mencapai posisi sebagai bank publik terkemuka (Blue Chip
Company)  di kawasan Asia Tenggara (Regional Champion Bank), Dewan Komisaris dan
Direksi Bank Mandiri memiliki untuk menegakkan sistem perbankan yang sehat dan kuat.
Manajemen berkeyakinan bahwa pencapaian tujuan di atas merupakan proses transformasi
yang secara mutlak memerlukan penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance
(GCG) sebagai salah satu prasyaratnya.
Bank Mandiri percaya bahwa penerapan prinsip internalisasi etika bisnis dalam budaya
perusahaan melalui  praktek-praktek GCG yang konsisten akan memberikan manfaat baik
bagi Bank maupun para pemangku kepentingan lainnya. Sejak awal berdirinya, Bank Mandiri
menyadari bahwa kunci utama keberhasilan pengelolaan perusahaan terletak pada
kemampuan mengembangkan serta menumbuhkan budaya perusahaan  maupun etos kerja
yang baru, antara lain melalui prudential banking practices, manajemen risiko serta
penerapan GCG.
5.2              Saran
Berdasarkan uraian mengenai internalisasi etika bisnis dalam budaya perusahaan
dapat penulis kemukakan beberapa saran antara lain:
5.2.1        Seorang  professional sebaiknya harus  mengerti dan peka akan adanya masalah etika dalam
profesinya sangat dipengaruhi oleh lingkungan, budaya, atau masyarakat dimana profesi itu
berada. Budaya perusahaan memberikan menjadi lebih baik jika mereka membudidayakan
etika dalam lingkungan perusahaannya.
5.2.2        Bank Mandiri diharapkan mampu meningkatkan dan mempertahankan kualitas budaya
perusahaan yang dimiliki.
5.2.3        Bank Mandiri dalam menjalankan internalisasi etika bisnis dalam budaya perusahaan sangat
berpengaruh untuk mencapai keberhasilan perusahaan, sehingga harus dipertahankan serta
diingkatkan.

DAFTAR RUJUKAN

Bank Mandiri. (Online), (http://www.bankmandiri.co.id/corporate01/pdf/073885546845.pdf), diakses


27 Oktober 2011.

Elha. 2011.  Resep Keberhasilan Agus Martowardojo Memimpin Bank Mandiri.. (Online),


(http://ekonomi.kompasiana.com/manajemen/2011/01/14/resep-keberhasilan-agus-martowardojo
memimpin-bank-mandiri/), diakses 22 Oktober 2011.

Pelaksanaan Good Corporate Governance.  (Online),


http://wilmana.wordpress.com/2008/06/15/corporate-governance-seri-
1/)
 
Praktikno, H. 2009. Etika Bisnis dan Profesi. Bahan Ajar Tidak Diterbitkan. Malang: Fakultas Ekonomi
Universitas Negeri Malang.

Proses Internalisasi Budaya Perusahaan. (Online), (http://wahyudindlu.blogspot.com/2011/03/proses-


internalisasi-budayaperusahaan.html), diakses 27 Oktober 2011.

 Coretan Sii Lolaa.... di 09.46 Sabtu, 05 Mei 2012

http://coretan-sii-
lolaa.blogspot.com/2012/05/keberhasilan-bank-mandiri-
dalam.html

Anda mungkin juga menyukai