Anda di halaman 1dari 8

Kerja Sama Pengembangan Koperasi

Oktiani Endarwati

Rabu, 22 Februari 2017 - 21:11 WIB

Kementerian Koperasi dan UKM melakukan kerja sama dengan Kemendikbud untuk
mengembangkan koperasi dan kewirausahaan di lingkungan satuan pendidikan. Foto/Ilustrasi
A+ A-
JAKARTA - Kementerian Koperasi dan UKM melakukan kerja sama dengan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk mengembangkan koperasi dan
kewirausahaan di lingkungan satuan pendidikan.

"Saya mengapresiasi kerja sama strategis ini yang prosesnya berjalan cepat. Kami akan segera
mengirim MoU ini ke daerah (provinsi, kabupaten/kota) untuk membina koperasi-koperasi
sekolahnya di wilayahnya masing-masing," ujar Menteri Koperasi dan UKM AAGN Puspayoga
dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (22/2/2017).

Menurutnya, banyak program bisa disinergikan dengan Kemendikbud seperti dengan Kartu
Indonesia Pintar (KIP), di mana setiap pembelian buku, alat tulis, dan sarana belajar lainnya bisa
melalui koperasi siswa atau koperasi sekolah yang sudah ada. "Dengan kita sinergikan program
dengan kementerian lain, program akan berjalan secara lebih efektif dan efisien. Beban dari sisi
anggaran pun menjadi berkurang," kata Puspayoga.

Lebih lanjut dia juga berharap, melalui kerja sama ini akan terwujud sinergi program antara
kedua instansi dalam menyiapkan kader koperasi dan calon wirausaha yang berpendidikan.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendi menyambut baik adanya kerjasama
dengan Kemenkop dan UKM ini. "Selain pengembangan koperasi-koperasi di sekolah, kami juga
memiliki program yang bertujuan untuk mengubah mindset di kalangan pelajar dan mahasiswa,
dari pencari kerja menjadi wirausaha atau mencetak lapangan kerja sendiri," ujarnya.

Deputi Pengembangan SDM Kementerian Koperasi dan UKM Prakoso BS menambahkan, kerja
sama ini diharapkan mampu mendorong koperasi siswa agar lebih maju lagi dan dapat bekerja
sama dalam pelaksanaan KIP. "Prakteknya di lapangan, kami menganjurkan para pemegang
kartu KIP berbelanja keperluan sekolah seperti buku, alat tulis, dan sebagainya, di koperasi-
koperasi siswa atau koperasi sekolah", kata Prakoso.

Prakoso melanjutkan, rata-rata setiap sekolah di Indonesia sudah memiliki koperasi, baik itu
koperasi karyawan sekolah atau pun koperasi siswa. Namun, untuk koperasi siswa memang
belum berbadan hukum, hanya memiliki izin dari Pemda. "Untuk lebih meningkatkan
pemahaman siswa tentang koperasi, kami juga memiliki program pelatihan perkoperasian dan
kewirausahaan bagi siswa dan mahasiswa," tandasnya.
Gairah berkoperasi di tanah air makin
meningkat
Rohmat

Rabu, 26 Februari 2014 - 19:35 WIB

Ilustrasi/Ist
A+ A-
Sindonews.com - Pertumbuhan koperasi di tanah air cukup menggembirakan yang menandakan
masyarakat kian bergairah untuk menjadi anggota lembaga yang menjadi soko guru
perekonomian Indonesia.

Ketua Umum Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) Nurdin Halid mencontohkan, saat ini
pertumbuhan koperasi simpan pinjam cukup menggembirakan bahkan telah menjadi lembaga
keuangan alternatif di luar lembaga keuangan perbankan.

"Ketika masyarakat kekurangan uang dan tidak bisa mengakses perbankan, koperasi menjadi
solusinya, koperasi mampu mengatasi kebutuhan masyarakat sehari-hari," kata Nurdin di sela
Rakernas Dekopin di Pecatu, Badung, Bali Rabu (26/2/2014).

Ketika masyarakat harus berhadapan dengan kebutuhan untuk sekolah anak-anak mereka atau
membeli pakaian sedangkan mereka tidak punya akses bank, koperasi simpan pinjam menjadi
alternatif. Demikian juga, untuk pengembangan usaha kecil menengah, masyarakat sangat
terbantu dengan keberadaan koperasi simpan pinjam.

Kata Nurdin, masyarakat benar-benar meraskaan kemanfaatan koperasi yang luar biasa. "KIta
sedang membuat gebrakan untuk penyesuaian anggaran dasar koperasi dengan undang-undang
yang ada untuk menentukan tiga jenis koperasi," imbuh mantan Ketum PSSI itu.

Tiga jenis koperasi yang dimatangkan Dekopin pertama koperasi produsen, jasa dan simpan
pinjam. Nantinya, satu koperasi hanya bisa atau khusus menjalankan kegiatannya pada satu jenis
usaha. Sehingga koperasi simpan pinjam tidak boleh mengelola kegiatan koperasi jasa atau
produsen atau sebaliknya.

Koperasi simpan pinjam akan fokus pada lembaga pinjaman apalagi saat ini telah ada lembaha
penjaminan. "Masyarakat makin bergairah menjadi anggota koperasi simpan pinjam, karena ada
penjaminan dananya di koperasi," tegasnya lagi.

Nurdin menambahkan, majunya dunia koperasi di tanah air itu juga menjadi salah satu alasan
Indonesia terpilih sebagai tuan rumah untuk KOngres Internasional Cooperative Alliance Asia
Pasific (ICA-AP) yang akan dihelat bulan September mendatang di Bali.

"Forum itu akan menjadi ajang kerja sama koperasi antar negara kawasan Asia Pasifik dengan
basis kebutuhan masing-masing negara," tutupnya.
Koperasi : Kapitalisasi koperasi Indonesia
Posted by adminkop | Oct 14, 2008 | koperasi, Uncategorized | 0 |

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1992 tentang Koperasi,


mengatakan bahwa KOPERASI adalah badan usaha dari orang atau badan hukum koperasi
dengan kegiatan berdasarkan prinsip-prinsip koperasi serta pergerakan ekonomi masyarakat,
berdasarkan asas kekeluargaan. Sementara itu dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
1945 (sebelum diamandemen) kata KOPERASI ini disebut dan disertakan dalam penjelasan dari
Pasal 33. Namun, setelah amandemen, penjelasan dari pasal-pasal UUD 1945 dimasukkan dalam
batang tubuh. Apakah sengaja atau karena khilaf, ia berkata ini tidak berpartisipasi KOPERASI
masuk. Alias atau bahkan tertinggal? Nampaknya organizer Undang-Undang. 22 Tahun 1992
yang (Presiden dan DPR) telah melupakan bahwa ayah pertama kami bercita-cita untuk membuat
KOPERASI sebagai pilar perekonomian Indonesia. KOPERASI dianggap sebagai badan usaha
yang terlalu banyak merepoti pemerintah. Karena banyak kredit program yang diterima
KOPERASI (utama KUD) raib diselewengkan pengelolanya. Namun kenyataan di lapangan,
berbicara lain. Ketika Indonesia mengalami krisis berkepanjangan, sehingga keberadaan
KOPERASI nyata. Sementara hampir semua jenis bank BCA, Bank Lippo (bank swasta), dan
bank pemerintah: Bank Bumi Daya, Bank Bapindo dan Bank Dagang Negara (ketiga dan
terakhir dilebur bank Bank Mandiri) dan banyak bank lain di colaps, KOPERASI masih dapat
menjadi tumpuan anggota dan penduduk di ibukota untuk melayani tujuan. Tidak dapat kanan,
kemudian, selain bank, KOPERASI juga colaps, akan jumlah yang lebih berpengalaman
angkatan kerja yang meletakkan. Namun, sampai sekarang, di mata bank, posisi tawar
KOPERASI masih dipandang sebelah mata. Untuk dapat memperoleh kredit, di banyak bank,
perlu KOPERASI melengkapi banyak persyaratan yang sering disebabkan. Sesungguhnya,
banyak KOPERASI yang nakal. KOPERASI tetapi masih lebih baik. KOPERASI dan koperasi,
dalam prakteknya, ada perbedaan. KOPERASI (yang benar) dibentuk dari, dan untuk memenuhi
kebutuhan anggota. Sementara itu, sebuah koperasi yang dibentuk pemodal yang ingin memutar
uang di koperasi. Hal ini mungkin, karena untuk membentuk koperasi, pasca reformasi, sangat
mudah. Sebelumnya, badan hukum harus disahkan oleh KOPERASI Kantor Dinas Koperasi,
sebagai wakil dari Pemerintah. Sekarang, hanya dilalui oleh Koperasi Kabupaten / Kota sendiri.
Sesungguhnya KOPERASI didirikan untuk kesejahteraan para anggotanya. Sementara itu,
koperasi dibentuk untuk manfaat hanya investor. Ibaratnya PT toko koperasi. Selain itu, tidak
jarang, mereka (investor) yang bersedia untuk membeli KOPERASI badan hukum yang tidak
aktif lagi dengan nilai tidak kurang dari puluhan juta rupiah. Jadi, ketika UUD 1945 adalah tidak
dianggap perlu untuk menyertakan lagi kata KOPERASI, ketika perbankan masih memandang
KOPERASI dengan mata, ketika banyak PT yang beroperasi dengan kedok koperasi, Koperasi
koperasi dengan praktek kapitalis

http://www.koperasi.net/2008/10/koperasi-kapitalisasi-koperasi-indonesia.html
Manajemen Koperasi: sejarah Koperasi
Posted by adminkop | Aug 24, 2008 | makalah koperasi, pengertian koperasi, Sejarah Koperasi,
Uncategorized | 4 |

KOPERASI DI INDONESIA
Menurut Undang-Undang Koperasi No.17 Tahun 2012 pasal 1, Koperasi adalah badan hukum
yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan
kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan
kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip
Koperasi.

Koperasi sebagai suatu sistem ekonomi, mempunyai kedudukan (politik) yang cukup kuat karena
memiliki cantolan konstitusional, yaitu berpegang pada Pasal 33 UUD 1945, khususnya Ayat 1
yang menyebutkan bahwa ?Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan?. Dalam Penjelasan UUD 1945 itu dikatakan bahwa bangun usaha yang paling
cocok dengan asas kekeluargaan itu adalah Koperasi. Tafsiran itu sering pula dikemukakan oleh
Mohammad Hatta, yang sering disebut sebagai perumus pasal tersebut. Pada Penjelasan
konstitusi tersebut juga dikatakan, bahwa sistem ekonomi Indonesia didasarkan pada asas
Demokrasi Ekonomi, di mana produksi dilakukan oleh semua dan untuk semua yang wujudnya
dapat ditafsirkan sebagai Koperasi.Dalam wacana sistem ekonomi dunia, Koperasi disebut juga
sebagai the third way, atau ?jalan ketiga?, istilah yang akhir-akhir ini dipopulerkan oleh sosiolog
Inggris, Anthony Giddens, yaitu sebagai ?jalan tengah? antara kapitalisme dan
sosialisme.Koperasi diperkenalkan di Indonesia oleh R. Aria Wiriatmadja di Purwokerto, Jawa
Tengah pada tahun 1896. Ia mendirikan Koperasi kredit dengan tujuan membantu rakyatnya
yang terjerat hutang dengan rentenir. R. Aria Wiriatmadja atau Tirto Adisuryo, yang kemudian
dibantu pengembangannya oleh pejabat Belanda dan akhirnya menjadi program resmi
pemerintah. Seorang pejabat pemerintah Belanda, yang kemudian menjadi sarjana ekonomi,
Booke, juga menaruh perhatian terhadap Koperasi. Atas dasar tesisnya, tentang dualisme sosial
budaya masyarakat Indonesia antara sektor modern dan sektor tradisional, ia berkesimpulan
bahwa sistem usaha Koperasi lebih cocok bagi kaum pribumi daripada bentuk badan-badan
usaha kapitalis. Pandangan ini agaknya disetujui oleh pemerintah Hindia Belanda sehingga
pemerintah kolonial itu mengadopsi kebijakan pembinaan Koperasi.Meski Koperasi tersebut
berkembang pesat hingga tahun 1933-an, pemerintah Kolonial Belanda khawatir Koperasi akan
dijadikan tempat pusat perlawanan, namun Koperasi menjamur kembali hingga pada masa
pendudukan Jepang dan kemerdekaan. Pada tanggal 12 Juli 1947, pergerakan Koperasi di
Indonesia mengadakan Kongres Koperasi yang pertama di Tasikmalaya. Hari ini kemudian
ditetapkan sebagai Hari Koperasi Indonesia.Bung Hatta meneruskan tradisi pemikiran ekonomi
sebelumnya. Ketertarikannya kepada sistem Koperasi agaknya adalah karena pengaruh
kunjungannya ke negara-negara Skandinavia, khususnya Denmark, pada akhir tahun 1930-an.
Walaupun ia sering mengaitkan Koperasi dengan nilai dan lembaga tradisional gotong-royong,
namun persepsinya tentang Koperasi adalah sebuah organisasi ekonomi modern yang
berkembang di Eropa Barat. Ia pernah juga membedakan antara ?Koperasi sosial? yang
berdasarkan asas gotong royong, dengan ?Koperasi ekonomi? yang berdasarkan asas-asas
ekonomi pasar yang rasional dan kompetitif.Bagi Bung Hatta, Koperasi bukanlah sebuah
lembaga yang antipasar atau nonpasar dalam masyarakat tradisional. Koperasi, baginya adalah
sebuah lembaga self-help lapisan masyarakat yang lemah atau rakyat kecil untuk bisa
mengendalikan pasar. Karena itu Koperasi harus bisa bekerja dalam sistem pasar, dengan cara
menerapkan prinsip efisiensi. Koperasi juga bukan sebuah komunitas tertutup, tetapi terbuka,
dengan melayani non-anggota, walaupun dengan maksud untuk menarik mereka menjadi
anggota Koperasi, setelah merasakan manfaat berhubungan dengan Koperasi. Dengan cara itulah
sistem Koperasi akan mentransformasikan sistem ekonomi kapitalis yang tidak ramah terhadap
pelaku ekonomi kecil melalui persaingan bebas (kompetisi), menjadi sistem yang lebih bersandar
kepada kerja sama atau Koperasi, tanpa menghancurkan pasar yang kompetitif itu
sendiri.Dewasa ini, di dunia ada dua macam model Koperasi. Pertama, adalah Koperasi yang
dibina oleh pemerintah dalam kerangka sistem sosialis. Kedua, adalah Koperasi yang dibiarkan
berkembang di pasar oleh masyarakat sendiri, tanpa bantuan pemerintah. Jika badan usaha milik
negara merupakan usaha skala besar, maka Koperasi mewadahi usaha-usaha kecil, walaupun jika
telah bergabung dalam Koperasi menjadi badan usaha skala besar juga. Di negara-negara
kapitalis, baik di Eropa Barat, Amerika Utara dan Australia, Koperasi juga menjadi wadah usaha
kecil dan konsumen berpendapatan rendah. Di Jepang, Koperasi telah menjadi wadah
perekonomian pedesaan yang berbasis pertanian.Di Indonesia, Bung Hatta sendiri menganjurkan
didirikannya tiga macam Koperasi. Pertama, adalah Koperasi konsumsi yang terutama melayani
kebutuhan kaum buruh dan pegawai. Kedua, adalah Koperasi produksi yang merupakan wadah
kaum petani (termasuk peternak atau nelayan). Ketiga, adalah Koperasi kredit yang melayani
pedagang kecil dan pengusaha kecil guna memenuhi kebutuhan modal. Bung Hatta juga
menganjurkan pengorganisasian industri kecil dan Koperasi produksi, guna memenuhi
kebutuhan bahan baku dan pemasaran hasil.Menurut Bung Hatta, tujuan Koperasi bukanlah
mencari laba yang sebesar-besarnya, melainkan melayani kebutuhan bersama dan wadah
partisipasi pelaku ekonomi skala kecil. Tapi, ini tidak berarti, bahwa Koperasi itu identik dengan
usaha skala kecil. Koperasi bisa pula membangun usaha skala besar berdasarkan modal yang bisa
dikumpulkan dari anggotanya, baik anggota Koperasi primer maupun anggota Koperasi
sekunder. Contohnya adalah industri tekstil yang dibangun oleh GKBI (Gabungan Koperasi
Batik Indonesia) dan berbagai Koperasi batik primer.Karena kedudukannya yang cukup kuat
dalam konstitusi, maka tidak sebuah pemerintahpun berani meninggalkan kebijakan dan program
pembinaan Koperasi. Semua partai politik, dari dulu hingga kini, dari Masyumi hingga PKI,
mencantumkan Koperasi sebagai program utama. Hanya saja kantor menteri negara dan
departemen Koperasi baru lahir di masa Orde Baru pada akhir dasarwarsa 1970-an. Karena itu,
gagasan sekarang untuk menghapuskan departemen Koperasi dan pembinaan usaha kecil dan
menengah, bukan hal yang mengejutkan, karena sebelum Orde Baru tidak dikenal kantor menteri
negara atau departemen Koperasi. Bahkan, kabinet-kabinet yang dipimpin oleh Bung Hatta
sendiri pun tidak ada departemen atau menteri negara yang khusus membina Koperasi.
Pasang-surut Koperasi di IndonesiaKoperasi di Indonesia dalam perkembangannya mengalami
pasang dan surut. Sebuah pertanyaan sederhana namun membutuhkan jawaban njelimet, terlontar
dari seorang peserta. ?Mengapa jarang dijumpai ada Koperasi yang bertumbuh menjadi usaha
besar yang menggurita, layaknya pelaku ekonomi lain, yakni swasta (konglomerat) dan BUMN?
Mengapa gerakan ini hanya berkutat dari persoalan yang satu ke persoalan lain, dan cenderung
stagnan alias berjalan di tempat? Mengapa Koperasi sulit berkembang di tengah ?habitat?
alamnya di Indonesia?? Inilah sederet pertanyaan yang perlu dijadikan bahan
perenungan.Padahal, upaya pemerintah untuk ?memberdayakan? Koperasi seolah tidak pernah
habis. Bahkan, bila dinilai, mungkin amat memanjakan. Berbagai paket program bantuan dari
pemerintah seperti kredit program: KKop, Kredit Usaha Tani (KUT), pengalihan saham (satu
persen) dari perusahaan besar ke Koperasi, skim program KUK dari bank dan Kredit Ketahanan
Pangan (KKP) yang merupakan kredit komersial dari perbankan, juga ?paket program? dari
Permodalan Nasional Madani (PNM), terus mengalir untuk memberdayakan gerakan ekonomi
kerakyatan ini. Tak hanya bantuan program, ada institusi khusus yang menangani di luar
Dekopin, yaitu Menteri Negara Urusan Koperasi dan PKM (Pengusaha Kecil Menengah), yang
seharusnya memacu gerakan ini untuk terus maju. Namun, kenyataannya, Koperasi masih saja
melekat dengan stigma ekonomi marjinal, pelaku bisnis yang perlu dikasihani, pelaku bisnis
?pupuk bawang?, pelaku bisnis tak profesional.Masalah tersebut tidak bisa dilepaskan dari
substansi Koperasi yang berhubungan dengan semangat. Dalam konteks ini adalah semangat
kekeluargaan dan kegotongroyongan. Jadi, bila Koperasi dianggap kecil, tidak berperan, dan
merupakan kumpulan serba lemah, itu terjadi karena adanya pola pikir yang menciptakan
demikian.Singkatnya, Koperasi adalah untuk yang kecil-kecil, sementara yang menengah
bahkan besar, untuk kalangan swasta dan BUMN. Di sinilah terjadinya penciptaan paradigma
yang salah. Hal ini mungkin terjadi akibat gerakan Koperasi terlalu sarat berbagai embel-embel,
sehingga ia seperti orang kerdil yang menggendong sekarung beras di pundaknya. Koperasi
adalah ?badan usaha?, juga ?perkumpulan orang? termasuk yang ?berwatak sosial?. Definisi
yang melekat jadi memberatkan, yakni ?organisasi sosial yang berbisnis? atau ?lembaga
ekonomi yang mengemban fungsi sosial.?Berbagai istilah apa pun yang melekat, sama saja,
semua memberatkan gerakan Koperasi dalam menjalankan visi dan misi bisnisnya. Mengapa
tidak disebut badan usaha misalnya, sama dengan pelaku ekonomi-bisnis lainnya, yakni kalangan
swasta dan BUMN, sehingga ketiganya memiliki kedudukan dan potensi sejajar. Padahal,
persaingan yang terjadi di lapangan demikian ketat, tak hanya sekadar pembelian embel-embel.
Hanya kompetisi ketat semacam itulah yang membuat mereka bisa menjadi pengusaha besar
yang tangguh dan profesional. Para pemain ini akan disaring secara alami, mana yang efisien
dalam menjalankan bisnis dan mereka yang akan tetap eksis.Koperasi yang selama ini
diidentikkan dengan hal-hal yang kecil, pinggiran dan akhirnya menyebabkan fungsinya tidak
berjalan optimal. Memang pertumbuhan Koperasi cukup fantastis, di mana di akhir tahun 1999
hanya berjumlah 52.000-an, maka di akhir tahun 2000 sudah mencapai hampir 90.000-an dan di
tahun 2007 ini terdapat Koperasi di Indonesia. Namun, dari jumlah yang demikian besar
itu, kontribusinya bagi pertumbuhan mesin ekonomi belum terlalu signifikan. Koperasi masih
cenderung menempati ekonomi pinggiran (pemasok dan produksi), lebih dari itu, sudah dikuasai
swasta dan BUMN. Karena itu, tidak aneh bila kontribusi Koperasi terhadap GDP (gross
domestic product) baru sekitar satu sampai dua persen, itu adalah akibat frame of mind yang
salah.Di Indonesia, beberapa Koperasi sebenarnya sudah bisa dikatakan memiliki unit usaha
besar dan beragam serta tumbuh menjadi raksasa bisnis berskala besar. Beberapa Koperasi telah
tumbuh menjadi konglomerat ekonomi Indonesia, yang tentunya tidak kalah jika dibandingkan
dengan perusahaan swasta atau BUMN yang sudah menggurita, namun kini banyak yang sakit.
Omzet mereka mencapai milyaran rupiah setiap bulan. Konglomerat yang dimaksud di sini
memiliki pengertian: Koperasi yang bersangkutan sudah merambah dan menangani berbagai
bidang usaha yang menguasai hajat hidup orang banyak dan merangsek ke berbagai bidang
usaha-bisnis komersial.

Anda mungkin juga menyukai