Anda di halaman 1dari 34

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teoritik

2.1.1 Kemampuan Berpikir Kritis

2.1.1.1 Pengertian Kemampuan Berpikir Kritis

Proses belajar diperlukan untuk meningkatkan pemahaman terhadap materi

yang dipelajari. Dalam proses belajar terdapat pengaruh perkembangan mental yang

digunakan dalam berpikir atau perkembangan kognitif dan konsep yang digunakan

dalam belajar. Berpikir merupakan suatu proses menemukan hubungan-hubungan

yang menentukan sangkut paut. Berpikir biasanya merupakan jawaban dari suatu

pertanyaan apa dan mengapa tentang hal itu.

Menurut Sanjaya (2011 : 230) mengemukakan bahwa Kemampuan berpikir

memerlukan kemampuan mengingat dan memahami, oleh sebab itu kemampuan

mengingat adalah bagian terpenting dalam mengembangkan kemampuan berpikir.

Berpikir merupakan salah satu aktivitas yang tidak dapat dipisahkan dari

kehidupan manusia. Orang yang memiliki kemampuan mengingat dan memahami

belum dia memiliki kemampuan dalam berpikirnya. Sebaliknya kemampuan berpikir

seseorang itu sudah pasti diikuti oleh kemampuan mengingat dan memahami. Hal

tersebut seperti yang dikemukakan oleh Reason dalam Sanjaya(2011 : 231) bahwa

Berpikir tidak mungkin terjadi tanpa adanya memori.


9

Berpikir biasanya dimulai dengan adanya suatu keraguan dan pertanyaan yang

memerlukan pemecahan masalah yang harus dijawab. Menurut Reason dalam

Sanjaya (2011 : 230) menyatakan bahwa Berpikir (thinking) adalah proses mental

seseorang yang lebih dari sekedar mengingat (remembering) dan memahami

(comprehending).

Dari pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa berpikir merupakan

proses mental yang dilakukan seseorang dengan menghubungkan pengetahuan-

pengetahuan yang dimilikinya. Berpikir dibedakan menjadi dua yaitu berpikir tingkat

rendah dan berpikir tingkat tinggi. Dalam berpikir tingkat rendah dapat menghasilkan

ide, gagasan dan pengetahuan. Sedangkan dalam berpikir tingkat tinggi dapat

menghasilkan suatu pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Berpikir adalah

salah satu proses aktif pribadi manusia yang mengakibatkan ditemukannya suatu

pengetahuan. Sebagai fasilitator dalam proses mengajar, guru memiliki kemampuan

mengajukan pertanyaan untuk dapat merangsang siswa berpikir kritis. Salah satu

tujuannya untuk menjadi pemikir yang baik.

Kemampuan berpikir dapat dibedakan menjadi 2 yaitu berpikir kritis dan

berpikir kreatif. Kedua jenis berpikir ini disebut juga sebagai kemampuan berpikir

tingkat tinggi. Berpikir kritis merupakan proses mental yang terorganisasi dengan

baik dan berperan dalam proses pengambilan keputusan untuk memecahkan masalah

dengan menganalisis.

Dalam kehidupan sehari-hari,berpikir kritis dibutuhkan untuk membuat

sebuah keputusan. Oleh karena itu, kemampuan berpikir kritis sebagai bagian dari
10

kemampuan berpikir perlu dimiliki oleh setiap anggota masyarakat, sebab banyak

sekali persoalan dalam kehidupan yang perlu dikerjakan dan diselesaikan. Dengan

kemampuannya berpikir kritis, manusia dapat memilih alternatif jawaban yang sesuai

dengan permasalahan yang dihadapinya. Karena berpikir kritis merupakan berpikir

logis dalam menjawab pertanyaan secara rasional dengan berlandaskan pada

informasi-informasi terkait.

Menurut Dewey dalam kokom (2010:266) Berpikir dimulai apabila

seseorang dihadapkan pada sesuatu masalah (perplexity).

Menurut Ennis (1996:46) Berpikir kritis adalah suatu proses berpikir yang

bertujuan untuk membuat keputusan yang rasional yang diarahkan untuk

memutuskan apakah meyakini atau melakukan sesuatu. Berpikir kritis difokuskan ke

dalam pengertian sesuatu yang penuh kesadaran dan mengarah kepada sebuah tujuan.

Tujuan dari berpikir kritis adalah untuk mempertimbangkan dan mengevaluasi

informasi yang pada akhirnya memungkinkan seseorang untuk mengambil keputusan.

Menurut Ennis dalam Fisher (2008:4) mengatakan bahwa:

Berpikir kritis adalah pemikiran yang masuk akal dan reflektif yang terfokus

untuk memutuskan apa yang mesti dipercaya atau dilakukan. Artinya, suatu

proses berpikir yang bertujuan untuk membuat keputusan yang rasional yang

diarahkan untuk memutuskan apakah meyakini atau melakukan sesuatu.

Dari definisi Ennis tersebut dapat diungkapkan beberapa hal penting. Berpikir

kritis difokuskan kedalam pengertian sesuatu yang penuh dengan kesadaran dan
11

mengarah pada suatu tujuan. Tujuan dari berpikir kritis akhirnya memungkinkan kita

untuk membuat keputusan dari cara berpikir kritis kita.

Berpikir kritis berfokus pada apakah kita bisa melakukan sesuatu yang

mengundang pengertian bahwa siswa yang berpikir kritis tidak hanya percaya begitu

saja apa yang dijelaskan oleh seorang guru. Siswa akan berusaha mempertimbangkan

penalarannya dan mencari informasi dengan sendirinya untuk memperoleh

kebenaran.

Berdasarkan uraian diatas, penulis menyimpulkan bahwa berpikir kritis adalah

proses berpikir dengan menggunakan logika, selalu diiringi dengan teori yang ada,

dan pemecahan masalah yang terdiri dari kegiatan menganalisis ide dan gagasan

kearah yang lebih spesifik, membedakannya secara berpikir dan memilih,

mengidentifikasi, mengkaji dan mengembangkannya kearah yang lebih sempurna

sehingga akan dapat menghasilkan kesimpulan dan gagasan yang dapat memecahkan

masalah yang dihadapi dalam proes pemecahan masalah.

2.1.1.2 Indikator Kemampuan Berpikir Kritis

Menurut Ennis (1996:47) mengemukakan bahwa terdapat 12 indikator

kemampuan berpikir kritis yang dikelompokkan dalam lima besar aktivitas yaitu :

1) Memberikan penjelasan sederhana (elementary clarification), yang


meliputi :
a. Memfokuskan pertanyaan.
b. Menganalisis argument.
c. Bertanya dan menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan atau
tantangan.
2) Membangun keterampilan dasar (basic support), yang meliputi :
a. Mempertimbangkan (criteria) suatu sumber.
b. Mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi.
12

3) Menyimpulkan (inference), yang meliputi :


a. Membuat deduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi.
b. Membuat induksi dan mempertimbangkan nilai keputusan.
c. Membuat dan mengkaji nilai-nilai hasil pertimbangan.
4) Memberikan penjelasan lanjut ( advanced clarification), yang meliputi :
a. Mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan definisi.
b. Mengidentifikasi asumsi.
5) Mengatur strategi dan teknik (strategics and tactics), yang meliputi:
a. Memutuskan suatu tindakan.
b. Berinteraksi dengan orang lain.

Secara rinci akan dijelaskan pada Tabel 2.1 berikut.

Tabel 2.1
Indikator Berpikir Kritis Menurut Ennis (1996 : 47)

No Aspek Kelompok Indikator Aspek


1. Elementary 1. Memfokuskan a. Mengidentifikasi / merumuskan
Clarification Pertanyaan pertanyaan.
(Memberikan b. Mengidentifikasi kriteria-kriteria
Penjelasan untuk mempertimbangkan
Sederhana) jawaban yang mungkin.
c. Memelihara kondisi dalam
keadaan berfikir.
2. Menganalisis Argumen a. Mengidentifikasi kesimpualan.
b. Mengidentifikasi kalimat-kalimat
pertanyaan.
c. Mengidentifikasi kalimat bukan
pertanyaan.
d. Mengidentifikasi ketidakrelevanan
dan kerelevanan.
e. Mencari persamaan dan
perbedaan.
f. Mencari struktur dari suatu
argument.
g. Merangkum.
h.
3. Bertanya dan a. Memberikan penjelasan
menjawab pertanyaan sederhana.
tentang suatu 1) Mengapa ?
penjelasan atau 2) Apa ide utamamu?
tantangan 3) Apa yang anda maksud
dengan?
4) Apa yang membuat
perbedaan?
5) Apakah faktanya?
6) Inikah yang anda katakana?
7) Dapatkah anda mengatakan
13

No Aspek Kelompok Indikator Aspek


beberapa hal itu?
b. Menyebutkan contoh.
1) Sebutkan contoh dari ?
2) Sebutkan yang bukan contoh?
2. Basic Support 4. Mempertimbangkan a. Mempertimbangkan keahlian.
(membangun (kriteria) suatu sumber b. Mempertimbangkan kemenarikan
Keterampilan) konflik.
Mempertimbangkan kesesuaian
sumber.
c. Mempertimbangkan reputasi.
d. Mempertimbangkan penggunaan
prosedur yang tepat.
e. Mempertimbangkan resiko untuk
reputasi.
f. Kemampuan untuk memberikan
alas an.
g. Kebiasaan berhati-hati.
5. Mengobservasi dan a. Ikut terlibat dalam menyimpulkan.
mempertimbangkan b. Dilaporkan oleh pengamat sendiri.
hasil observasi c. Mencatat hal-hal yang diinginkan.
d. Penguatan (corroboration) dan
kemungkinkan penguatan.
e. Kondisi akses yang baik.
f. Penggunaan teknologi yang
kompoten.
g. Kepuasaan observer atas
kredibilitas kriteria.
3. Inference 6. Membuat deduksi dan a. Kelompok logis.
(Menyimpulkan) mempertimbangkan b. Kondisi yang logis.
hasil deduksi c. Interprestasi pertanyaan.
7. Membuat induksi dan a. Membuat generalisasi.
mempertimbangkan b. Mengemukakan kesimpulan dan
hasil induksi hipotesis.
Mengemukakan hipotesis
Merancang eksperimen
Menarik kesimpulan
sesuai fakta
Menarik kesimpulan dari
hasil penyelidikan
8. Membuat dan a. Membuat dan menentukan hasil
mengkaji nilai-nilai pertimbangan berdasarkan latar
hasil pertimbangan belakang fakta.
b. Membuat dan menentukan hasil
pertimbangan berdasarkan akibat.
c. Membuat dan menentukan hasil
pertimbangan penerapan prinsip-
prinsip.
d. Membuat dan menentukan hasil
pertimbangan keseimbangan,
masalah.
14

No Aspek Kelompok Indikator Aspek


4. Advanced 9. Mengidentifikasikan Ada tiga dimensi, yaitu :
Clarification istilah, a. Bentuk : sinonim, klarifikasi,
( membuat mempertimbangkan rentang ekspresi yang sama,
penjelasan lebih definisi oprasional contoh dengan contoh
lanjut) b. Strategi membuat definisi
1) Bertindak dengan
memberikan penjelasan lanjut.
2) Mengidentifikasi dan
menangani ketidakbenaran
yang disengaja.
c. Membuat isi definisi.
10. Mengidentifikasi a. Penjelasan bukan pernyataan.
asumsi b. Asumsi yang diperlukan
rekontruksi argument.
5. Strategy and tactic 11. Memutuskan suatu a. Mendefinisikan masalah.
(Strategi dan Takti) tindakan b. Memilih kriteria untuk
mempertimbangkan solusi yang
mungkin.
c. Merumuskan alternative yang
memungkinkan.
d. Menentukan tindakan sementara.
e. Mengulang kembali.
f. Mengamati penerapannya.
12. Berinteraksi dengan a. Menggunakan argument.
orang lain b. Menggunakan strategi logika.
c. Menggunakan strategi retorika.
Ennis (1996)

Setiap siswa memiliki kemampuan berpikir kritis yang berbeda-beda ataupun

sama. Maka dalam penelitian ini untuk dapat mengukur kemampuan berpikir kritis

tiap siswa maka indikator yang digunakan untuk mengukur berpikir kritis dalam lima

kelompok, yaitu : (1) memberikan penjelasan sederhana (elementary clarification),

(2) membangun kemampuan dasar (basic support), (3) membuat inferensi (inferring),

(4) membuat penjelasan lebih lanjut (advanced clarification), (5) mengatur strategi

dan taktik (strategies and tactics).


15

Menurut Fisher (2009:13) mengemukakan bahwa berpikir kritis yang baik itu

akan memenuhi beragam standar intelektual seperti kejelasan, relevansi, kecukupan,

koherensi.

Menurut Glaser dalam Fisher (2009:7)menyatakan bahwa Kemampuan

berpikir tidak lepas dengan kemampuan berpikir kreatif, yakni melahirkan sesuatu

yang sebelumnya tidak ada atau memperbaiki sesuatu. Adapun tahapan-tahapan

kemampuan berpikir kritis sebagai berikut:

1) Tahap pertama : mengenal masalah.


2) Tahap kedua : menemukan cara menangani masalah
3) Tahap ketiga : mengumpulkan dan menyusun informasi
4) Tahap keempat : mengenal asumsi-asumsi dan nilai-nilai
5) Tahap kelima : menggunakan bahasa yang tepat, dan jelas
6) Tahap keenam : menganalisis data
7) Tahap ketujuh : mengevaluasi pernyataan
8) Tahap kedelapan : mengenal adanya hubungan yang logis
9) Tahap kesembilan: menarik kesimpulan
10) Tahap kesepuluh : membuat penilaian yang tepat

2.1.1.3 Ciri-ciri Kemampuan Berpikir Kritis

Menurut Fisher (2009:13) mengemukakan bahwa Berpikir kritis yang baik

itu akan memenuhi beragam standar intelektual seperti kejelasan, relevansi,

kecukupan, koherensi.

Berpikir kritis dengan jelas menuntut interpretasi dan evaluasi terhadap

observasi, komunikasi, dan sumber-sumber informasi lainnya. Berpikir kritis juga

menuntut adanya keterampilan dalam memikirkan asumsi-asumsi, dalam mengajukan

pertanyaan yang relevan, dalam menarik implikasi-implikasi, dalam memikirkan dan

memperdebatkan isu-isu secara terus menerus. Pemikir yang kritis percaya ada
16

banyak situasi dimana cara terbaik memutuskan apa yang mesti dipercaya atau

dilakukan adalah dengan memakai jenis berpikir kritis dan reflektif.

Tabel 2.2
Perbandingan antara Proses-Proses Berpikir Kritis

Kategori-Kategori Tahap-Tahap Bernalar Tahap-Tahap Bernalar


No Kemampuan Berpikir Kritis Kritis Menurut Henri Kritis Menurut
Menurut Ennis Garisson
1. Klasifikasi Elmentari Klasifikasi Elmentari Identifikasi Masalah
Fokus pada sebuah Meneliti atau mempelajari Mengupayakan tindakan
pertanyaan, menganalisis sebuah masalah, menarik minat dalam
argument-argumen, mengidentifikasi unsur- sebuah masalah.
mengajukan dan menjawab unsurnya, meneliti hubungan-
pertanyaan klarifikasi. hubungannya.
2. Dukungan Dasar Klarifikasi Mendalam Definisi Masalah
Menilai kredibilitas sebuah Menganalisis sebuah masalah Mendefinisikan batasan-
sumber, meneliti dan menilai untuk memahami nilai-nilai, batasan, akhir dan alat
hasil-hasil penelitian. kepercayaan dan asumsi- masalah.
asumsi utamanya.
3. Infers Infers Eksplorasi
Mendeduksi dan menilai Mengakui dan Pemahaman mendalam
deduksi-deduksi, menginduksi mengemukakan sebuah ide tentang situasi masalah.
dan menilai induksi-induksi, berdasarkan pada proposisi-
membuat dan menilai proposisi yang benar.
penilaian-penilaian yang
berharga.
4. Klasifikasi Lanjut Penilaian Penerapan Masalah
Mendefinisikan istilah-istilah Membuat keputusan- Mengevaluasi solusi-
dan menilai definisi-definisi, keputusan, evaluasi-evaluasi, solusi alternative dan ide-
mengidentifikasi asumsi- dan kritik-kritik. ide baru.
asumsi.
5. Strategi Dan Taktik Strategi-strategi Integrasi Masalah
Memutuskan sebuah tindakan Menerapkan solusi setelah Bertindak sesuai
dan berinteraksi dengan orang pilihan atau keputusan. pemahaman untuk
lain. menvalidasi pengetahuan.
Ennis, Henri dan Garrison dalam Dennis K Filsaime (2008:59)
17

2.1.2 Model Pembelajaran Kooperatif Group Investigation

2.1.2.1 Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang di

lakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan

pembelajaran yang telah dirumuskan. Ada empat unsur penting dalam pembelajaran

kooperatif yaitu: 1). Adanya peserta dalam kelompok; 2). Adanya aturan kelompok;

3). Adanya upaya belajar setiap anggota kelompok; dan 4). Adanya tujuan yang harus

dicapai.

Sehingga kerjasama merupakan kebutuhan yang sangat penting artinya bagi

kelangsungan hidup. Lie (2002:28), mengemukakan bahwa Sistem pengajaran yang

memnerikan kesempatan kepada anak didik untuk kerjasama dengan sessama siswa

dengan tugas-tugas yang tersetruktur disebut sebagai sistem pembelajaran gotong

royong atau cooperatif lerning. Didalam sistem ini, guru bertindak sebagai

fasilitator.

Lie (2002:12), mengungkapkan bahwa Kooperatif adalah mengerjakan

sesuatu bersama-sama dan saling membantu satu sama lain.

Menurut Slavin (2005:4) Mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif

merujuk pada berbagai metode pengajaran dimana siswa bekerja dalam kelompok-

kelompok kecil untuk membantu satu sama laiinya dalam mempelajari meteri

pelajaran.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam proses

pembelajaran kooperatif, siswa didorong untuk bekerjasama pada satu tugas secara
18

bersama-sama dengan kelompoknya untuk dapat memecahkan masalah-masalah yang

kompleks secara bersama-sama. Semua anggota dalam kelompok saling bergantung

satu sama lain untuk mencapai keberhasilan dalam pembelajaran didalam kelas dan

mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan yang diberikan oleh

guru sebaik mungkin sehingga didalam proes pembelajaran secara kooperatif mereka

dapat mengerti apa yang disampaikan oleh guru.

2.1.2.2 Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif

Menurut Sanjaya (2004) Kelebihan pembelajaran kooperatif sebagai suatu

strategi pembelajaran diantaranya:

1. Melalui strategi pembelajaran kooperatif siswa tidak terlalu


menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan
kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai
sumber, dan belajar dari siswa yang lain.
2. Strategi pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan
mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan
membandingkannya dengan ide-ide orang lain.
3. Strategi pembelajaran kooperatif dapat membantu anak untuk respek
pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta
menerima segala perbedaan.
4. Strategi pembelajaran kooperatif dapat membantu memberdayakan setiap
siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.
5. Strategi pembelajaran kooperatif merupakan suatu strategi yang cukup
ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan
social, hubungan interpersonal yang positif dengan yang lain,
mengembangkan keterampilan me-menage waktu, dan sikap positif
terhadap sekolah.
6. Melalui strategi pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan
kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamnnya sendiri,
menerima umpan balik. Siswa dapat berpraktik memecahkan masalah
tanpa takut membuat kesalahan, karena keputusan yang dibuat adalah
tanggung jawab kelompoknya.
7. Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan
memberikan rangsangan untuk berpikir. Hal ini berguna untuk proses
pendidikan jangka panjang.
19

Selain memiliki keunggulan pembelajaran kooperatif juga memiliki

kelemahan diantaranya:

1. membutuhkan waktu, antara siswa yang satu dengan yang lainnya tidak
sama, untuk siswa yang dianggap memiliki kelebihan mareka akan
merasa terhambat oleh siswa yang dianggap kurang memiliki
kemampuan, sehingga keadaan ini dapat menghambat kerja sama dalam
kelompok.
2. Keberhasilan strategi pembelajaran kooperatif dalam upaya
mengembangkan kesadaran kelompok memerlukan periode waktu yang
panjang, dan tidak mungkin hanya dengan satu atau sesekali penerapan.
3. penilaian yang diberikan didasarkan padsa hasil kerja kelompok. Namun
perlu menyadari bahwa hasil atau prestasi yang diharapkan adalah
prestasi setiap individu siswa.

Berdasarkan pendapat diatas penulis menyimpulkan bahwa kelebihan model

pembelajaran kooperatif mampu mengembangkan ide atau pemikiran siswa lebih luas

lagi sehingga dapat menambah wawasan bagi dirinya dan dapat berinteraksi dengan

teman kelompoknya untuk dapat memecahkan masalah yang diberikan oleh guru dan

kelemahan dari model pembelajaran kooperatif yaitu membutuhkan waktu yang lama

untuk mempersiapkan siswa untuk mengikuti pembelajaran dan guru harus menjadi

fasilitator yang baik untuk siswanya untuk mendorong siswa bertanya tidak hanya

menunggu penjelasan dari guru.

2.1.2.3 Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Sudrajat (2011:78), mengatakan bahwa Tujuan pembelajaran kooperatif

berbeda dengan pembelajaran konvensional yang menerapkan sistem kompetisi,

dimana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang lain. Sedangkan

tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi dimana keberhasilan

individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya.


20

Pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga

tujuan pembelajaran penting, yaitu :

1) Hasil belajar akademik

Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga

memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis lainnya. Beberapa

ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa

memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah

menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat

meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma

yang berhubungan dengan hasil belajar. Selain itu pembelajaran

kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah

maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas

akademik.

2) Penerimaan terhadap perbedaan individu

Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas

dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial,

kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi

peluang kepada siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk

bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui

struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama

lain.
21

3) Pengembangan keterampilan sosial

Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan

kepada siswa keterampilan bekerjasama dan kolaborasi. Keterampilan-

keterampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak

anak muda masih kurang dalam keterampilan.

2.1.2.4 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI)

Group Investigation adalah model pembelajaran kooperatif yang kompleks.

Hal ini disebabkan oleh metode ini memadukan beberapa landasan pemikiran,yaitu

berdasarkan pandangan konstruktivistik, democratic teaching, dan kelompok belajar

kooperatif. Berdasarkan pandangan konstruktivistik, proses pembelajaran dengan

model Group investigation memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa

untuk terlibat secara langsung dan aktif dalam proses pembelajaran mulai dari

perencanaan sampai cara mempelajarinya suatu topik melalui investigsi. Menurut

Sharan dan Sharan dalam Slavin, (2005: 24). Mengemukakan bahwa Group

Investigation merupakan perencanaan pengaturan kelas yang umum dimana para

siswa bekerjasama dalam kelompok kecil menggunakan pertanyaan kooperatif,

diskusi kelompok, serta perencanaan dan proyek kooperatif. Dalam kelompok ini

siswa dibebaskan untuk membentuk kelompoknya sendiri yang terdiri dari empat

sampai enam orang anggota. Yang kemudian memilih topik-topik yang akan di

pelajari serta membahasnya serta akhirnya menyimpulkan hasil pembahasan tersebut.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam proses

pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Group investigation siswa


22

di kelompokkan menjadi beberapa kelompok yang anggota kelompoknya terdiri dari

5 6 siswa yang diberi tugas oleh guru dengan materi yang berbeda-beda pada setiap

kelompoknya, kemudian setelah selesai berdiskusi setiap kelompok memberikan

laporan dengan cara mempresntasikan hasil diskusinya oleh salah satu orang dari

kelompok tersebut atau perwakilan dari kelompok itu sendiri.

2.1.2.5 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group

Investigation

Adapun langkah-langkah model pembelajaran Group Investigation menurut

Slavin (2005:218), yaitu sebagai berikut : a). Mengidentifikasi Topik dan Mengatur

murid kedalam kelompok; b). Merencanakan tugas yang dipelajari; c). Melaksanakan

Investigasi; d). Menyiapkan laporan akhir; e). Mempresentasikan laporan akhir; f).

Evaluasi.

Pada tahap mengidentifikasi topik dan mengatur murid kedalam kelompok,

siswa memilih topik atau mengembangkan topik yang telah disediakan oleh guru.

Anggota kelompok berkumpul dan membahasnya secara bersama, mendiskusikan dan

mulai untuk merencanakan investigasi. Tahap merencanakan tugas yang akan

dipelajari, para siswa merencanakan bersama siapa, apa, bagaimana menginvestigasi

topik. Dan siswa merencanakan tahap-tahap yang akan mereka untuk merencanakan

investigasi topik. Dan siswa merencanakan tahap-tahap yang akan mereka ambil

untuk memulai dan melaksanakan tahap investigasi. Pada tahap melaksanakan

investigasi, siswa mengumpulkan semua informasi yang didapat dan menganalisis

dan membuat kesimpulan dari informasi yang didapat dari berbagai sumber. Terjadi
23

diskusi antara anggota kelompok, dan akan menemukan pemecahan masalah dari

materi yang dihadapi. Pada tahap menyiapkan laporan akhir, siswa menyiapkan

laporan yang akan disampaikan, agar dapat tersusun dalam mempersentasikan

laporan hasil investigasinya. Pada tahap mempersiapkan laporan akhir, prestasi yang

dibuat harus dapat melibatkan secara aktif. Dan semua kelompok ikut berpartisipasi

dalam bertanya atau menyatakan pendapat dan gagasannya. Sedangkan pada tahap

evaluasi, siswa saling memberi umpan balik mengenai tugas yang telah dikerjakan.

Guru dan siswa mengevaluasi pembelajaran, dan mengevaluasi pemikiran yang lebih

tingggi. Dan evaluasi guna mengetahui keberhasilan model pembelajaran.

2.1.2.6 Tahap-tahap Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation

Group investigation di implementasikan melalui tahapan-tahapan tertentu

tahapan-tahapan Group investigation menurut Slavin (2005:218). Dalam Group

Investigation para murid bekerja melalui enam tahap yaitu:

a) Mengidentifikasi topik dan mengatur murid kedalam kelompok


b) Merencanakan tugas yang akan dipelajari
c) Melaksanakan investigasi
d) Menyiapkan laporan akhir
e) Mempresentasikan laporan akhir
f) Evaluasi

Menurut Sharan (1992) dalam Group Investigation ada delapan tahap yaitu :

1. Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok heterogen

2. Guru menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok


24

3. Guru memanggil ketua-ketua untuk satu materi tugas sehingga satu

kelompok mendapat tugas satu materi / tugas yang berbeda dari

kelompok lain

4. Masing-masing kelompok membahas materi yang sudah ada secara

kooperatif berisi penemuan

5. Setelah selesai diskusi, lewat juru bicara, ketua menyampaikan hasil

pembahasan kelompok

6. Guru memberikan penjelasan singkat sekaligus memberi kesimpulan

7. Evaluasi

8. penutup

Sharan dalam Trianto (2010:80-81) mengemukakan bahwa :

Metode pembelajaran kooperatif tipe Group investigation (GI) memiliki enam


tahapan sebagai berikut: (1) mengidentifikasi topik dan pembentukan
kelompok, (2) merencakan tugas belajar, (3) menjalankan investigasi, (4)
menyiapkan laporan akhir, (5) mempersentasikan hasil akhir, (6)
mengevaluasi.

Dari langkah-langkah diatas dapat diuraikan bahwa pusat dari kegiatan

kelompok Group investigation adalah perencanaan kooperatif murid dalam

melakukan penyelidikan terhadap topik yang telah diidentifikasikan. Anggota

kelompok mengambil peran dalam menentukan apa yang akan mereka selidiki atau

mencari materi yang diberikan oleh guru, siapa yang akan mengerjakan dan

bagaimana mereka mempresentasikan hasil secara keseluruhan didepan kelas.

Kelompok pada pembelajaran berbasis investigasi kelompok ini merupakan


25

kelompok yang heterogen baik dari jenis kelamin maupun kemampuan

intelektualnya. Setiap kelompok terdiri dari 5-6 orang. Didalam kelompok tersebut

setiap siswa dalam kelompok mengerjakan apa yang telah menjadi tugasnya di

berikan oleh guru, dan teman sekelompoknya bertanggung jawab untuk saling

memberi kontribusi, saling tukar-menukar ide mereka. Setelah itu anggota kelompok

merencanakan apa yang akan dilaporkan dan bagaimana membuat presentasinya

didepan kelas. Langkah terakhir dalam kegiatan ini salah satu anggota atau

perwakilan dari kelompoknya untuk mempresentasikan hasil diskusinya didepan

kelas menyampaikan hasil diskusinya kepada kelompok lainnya.

Peran guru dalam Group investigation adalah sebagai sumber dan fasilitator.

Disamping itu guru juga memperhatikan dan memeriksa setiap kelompok bahwa

mereka mampu mengatur pekerjaannya dan membantu setiap permasalahan yang

dihadapi didalm interaksi kelompok tersebut. Pada akhir kegiatan, guru

menyimpulkan dari masing-masing kegiatan kelompok dalam bentuk rangkuman

materi.

2.1.2.7 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group

Investigation

Sharan dalam Trianto (2010:82-83) kelebihan metode Group Investigation

(GI):

1) Mampu menciptakan cara belajar siswa lebih aktif


2) Menumbuhkan motivasi belajar mandiri dalam diri siswa
3) Dapat menumbuhkan minat dan kreativitas siswa
4) Lebih memupuk cara berpikir analitis dan divergen
5) Dapat meningkatkan kepedulian antar anggota dalam belajar
26

Kekurangan metode Group Investigation (GI) :

1) Tidak semua materi dalam pembelajaran ekonomi dapat disampaikan


dengan menggunakan metode pembelajaran tipe ini
2) Bahan ajar banyak tetapi waktu yang disediakan sedikit
3) Siswa yang malas memiliki kesempatan untuk tetap pasif dalam
kelompoknya dan memungkinkan akan mempengaruhi kelompoknya
sehingga usaha kelompok tersebut gagal

Menurut Slavin (2005:220) kelebihan dan kelemahan model Group

Investigation (GI) dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut.

Tabel 2.3
Kelebihan dan Kelemahan model Group Investigation (GI)
Menurut Slavin (2005:220)
Kelebihan Kelemahan
1. Model ini mampu melatih siswa untuk Karena bekerja secara kelompok dari tahap
berpikir tingkat tinggi perencanaan sampai investigasi untuk
2. Melatih siswa menumbuhkan kemampuan menemukan hasil jadi model ini sangat
berpikir mandiri komplek, sehingga guru harus mendampingi
3. Keterlibatan siswa secara aktif dapat siswa secara penuh agar mendapat hasil yang
terlihat mulai dari tahap pertama sampai diinginkan
tahap akhir pembelajaran.
4. Aplikasi model pembelajaran ini membuat
siswa senang dan menimkati pembelajaran

Berdasarkan pendapat diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa

kelebihan dari model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) adalah

siswa akan dapat mengembangkan kemampuan berpikir ketika sedang berlangsung

diskusi, siswa akan bekerjasama dengan kelompoknya secara aktif mulai dari tahap

pertama sampai akhir pembelajaran, dan siswa tidak akan merasa bosan ketika proses

pembelajaran berlangsung karena siswa menikmati proses pembelajaran karena siswa

yang mencari sendiri jawaban atau materi. Sedangkan kelemahan dari model

pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Learning (PBL) adalah siswa akan
27

bergantung kepada satu orang didalam kelompoknya untuk mencari materi atau

jawaban dan guru harus selalu mendampingi siswa dari tahap awal sampai akhir

proses pembelajaran agar dapat mencapai hasil yang diinginkan.

2.1.3 Model Problem Based Learning (PBL)

2.1.3.1 Pengertian Model Problem Based Learning (PBL)

Beberapa ahli berpendapat bahwa pengertian pembelajaran berbasis Problem

Based Learning (PBL) yaitu :

Hamruni dalam Suyadi (2013:129) menyatakan bahwa:

Problem Based Learning (PBL) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang


dimulai dengan menyelesaikan suatu masalah, tetapi untuk menyelesaikan
masalah itu siswa memerlukan pengetahuan baru untuk dapat
menyelesaikannya. Strategi pembelajaran masalah (Problem Based Learning)
dikembangkan dari filsafat kontruktivisme, yang menyatakan bahwa
kebenaran merupakan kontruksi pengetahuan secara otonom. Artinya, siswa
akan menyusun pengetahuan dengan cara membangun penalaran dari seluruh
pengetahuan yang telah dimiliki dan dari semua pengetahuan baru yang
diperoleh.

Menurut Sanjaya (2014:214) terdapat tiga ciri utama dari strategi

pembelajaran berbasis masalah, adalah sebagai berikut:

1. Model Problem Based Learning merupakan rangkaian aktivitas


pembelajaran
2. Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah
3. Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir
ilmiah.
Muslimin Ibrahim (2000:7), mengemukakan bahwa PBL (Problem Based

Learning) yaitu: pembelajaran berdasarkan masalah tidak dirancang untuk

membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa, akan

tetapi pembelajaran berbasis masalah dikembangkan untuk membantu siswa


28

mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan

intelektual, belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam

pengalaman nyata atau simulasi dan menjadi pembelajar yang mandiri.

Berdasarkan pengertian menurut para ahli diatas maka penulis mengambil

kesimpulan bahwa pembelajaran yang berbasis pemecahan masalah seperti Problem

Based Learning (PBL) adalah suatu model pembelajaraan yang dapat dilakukan

apabila ada masalah yang harus dipecahkan, dan jawaban dari masalah tersebut

bersifat terbuka yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa sehingga

akan dapat berpikir secara kritis di dalam pemecahan masalah yang diberikan oleh

guru. Dalam pembelajaran Problem Based Learning (PBL) guru harus dapat

memberikan dorongan dan dukungan yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir

siswa karena didalam proses pemecahan masalah siswa dituntut untuk dapat berpikir

secara kritis sehingga guru harus dapat membimbing dan memberikan petunjuk

dalam memecahkan suatu masalah agar siswa tidak merasa tertekan untuk dapat

memecahkan masalah yang diberikan oleh guru.

2.1.3.2 Tujuan Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

Didalam pembelajaran berbasis masalah atau yang dikenal dengan model

Problem Based Learning (PBL) mempunyai tujuan untuk peserta didik atau siswa.

Menurut Rusman (2010:238) mengemukakan bahwa tujuan model pembelajaran

Problem Based Learning (PBL) adalah penguasaan isi belajar dari disiplin heuristik

dan pengembangan keterampilan pemecahan masalah. Hal ini sesuai dengan

karakteristik model Problem Based Learning (PBL) yaitu belajar tentang kehidupan
29

yang lebih luas, keterampilan memaknai informasi, kolaboratif, dan belajar tim, serta

kemampuan berpikir reflektif dan evaluatif.

Sedangkan menurut Ibrahim dan Nur dalam Rusman, (2010: 242)

mengemukakan bahwa tujuan model Problem Based Learning (PBL) secara lebih

rinci yaitu:

a. Membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir dan memecahkan


masalah
b. Belajar berbagai peran orang dewasa melalui keterlibatan mereka dalam
pengalaman nyata
c. Menjadi para siswa yang otonom atau mandiri

Berdasarkan tujuan pembelajaran Problem Based Learning (PBL) menurut

para ahli, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa tujuan di dalam model Problem

Based Learning (PBL) yaitu:

1. Dapat membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir di

dalam pemecahan masalah

2. Dapat menjadikan siswa yang mandiri

3. Dapat membantu siswa pada pemikiran kritis dan keterampilan reflektif

4. Dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah

2.1.3.3 Langkah-langkah Model Problem Based Learning (PBL)

Didalam Model Problem Based Learning (PBL) mempunyai sintak dalam

penerapannya, yang akan dijelaskan oleh beberapa ahli dibawah yaitu:

Menurut Sanjaya (2008:244) Model Problem Based Learning (PBL) terdiri

dari 6 tahapan sebagai berikut:


30

1. Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa


2. Menyajikan informasi tentang materi yang diajarkan
3. Membentuk kelompok belajar
4. Membimbing kelompok bekerja dan belajar
5. Evaluasi
6. Penghargaan (reward)

Menurut Dewey dalam Sanjaya (2008:217) menjelaskan enam langkah model

Problem Based Learning (PBL), yaitu :

a. merumuskan masalah
b. menganalisis masalah
c. merumuskan hipotesis
d. mengumpulkan data
e. pengujian hipotesis
f. merumuskan rekomendasi pemecahan masalah

Berdasarkan pendapat diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa penggunaan

model Problem Based Learning (PBL) mempunyai tahapan dimana setiap tahapan

tersebut guru harus dapat memberikan penjelasan dan dapat membantu siswa dalam

menyelesaikan tiap tahapannya agar siswa paham dan mengerti sehingga didalam

proses belajar mengajar dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang diinginkan oleh

guru.

Dibawah ini penulis akan sajikan tahapan model Problem Based Learning

(PBL) adalah sebagai berikut:


31

Tabel 2.4
Langkah-LangkahProblem Based Learning (PBL)
Menurut Trianto (2007:71)

Langkah Kegiatan
Orientasi siswa kepada Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,
masalah menjelaskan logistik yang diperlukan,
memotivasi siswa untuk terlibat dalam
aktivitas pemecahan masalah dan
mengajukan masalah.
Mengorganisasi siswa Guru membantu siswa mendefinisikan dan
untuk belajar mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah.
Membimbing penyelidikan Guru mendorong siswa untuk
individual maupun mengumpulkan informasi yang
kelompok dibutuhkan, melaksanakan penyelidikan
untuk mendapatkan penjelasan dan
pemecahan masalah.
Mengembangkan dan Guru membantu siswa dalam
menyajikan hasil karya merencanakan dan menyiapkan laporan,
dokumentasi, atau model dan membantu
mereka berbagi tugas dengan temannya.
Menganalisis dan Guru membantu siswa dalam melakukan
mengevaluasi proses refleksi atau evaluasi terhadap proses dan
pemecahan masalah hasil penyelidikan yang telah mereka
lakukan.

2.1.3.4 Hakikat Masalah dalam Model Problem Based Learning (PBL)

Sanjaya (2014:216) mengemukakan pendapatnya mengenai strategi

pembelajaran berbasis masalah yaitu :

Model Problem Based Learning merupakan model pembelajaran untuk


memecahkan suatu permasalahan. Hakikat masalah dalam model Problem
Based Learning adalah gap atau kesenjangan antara situasi nyata dan kondisi
yang diharapkan, atau antara kenyataan yang terjadi dengan apa yang
diharapkan. Kesenjangan tersebut bisa dirasakan dari adanya keresahan,
keluhan, kerisauan, atau kecemasan.
32

Menurut Sanjaya (2014:216), bahwa bahan pelajaran untuk model

pembelajaran berbasis masalah memiliki kriteria sebagai berikut:

1. Bahan pelajaran harus mengandung isu-isu yang mengandung konflik


(conflict issue).
2. Bahan yang dipilih bersifat familiar dengan siswa
3. Bahan yang dipilih berhubungan dengan kepentingan orang banyak
(universal)
4. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang mendukung tujuan atau
kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa sesuai dengan kurikulum yang
berlaku.
5. Bahan yang dipilih sesuai dengan minat sehingga setiap siswa merasa perlu
untuk mempelajarinya

Bahan pelajaran untuk pembelajaran dengan model Problem Based Learning

harus mengandung konflik yang bisa bersumber dari berita, rekama video, dan yang

lainnya. Selain itu, bahan ajarnya bersifat universal, bersifat familiar sehingga setiap

siswa dapat mengikuti pelajaran dengan baik, dan harus memberikan manfaat.

Pembelajaran berbasis masalah melibatkan siswa dalam proses pembelajaran

aktif dan kaloboratif, serta berpusat kepada siswa sehingga mampu mengembangkan

kemampuan pemecahan secara mandiri. Pembelajaran berbasis masalah dapat juga

dimulai dengan melakukan kerja kelompok antar siswa.

Menurut Sanjaya (2014:215) strategi pembelajaran dengan pemecahan

masalah dapat diterapkan apabila:

1. Guru menginginkan agar siswa menguasai dan memahaminya secara penuh


2. Guru bermaksud untuk mengembangkan keterampilan berpikir rasional
siswa
3. Guru menginginkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah serta
membuat tantangan intelektual siswa
4. Guru ingin mendorong siswa untuk lebig bertanggung jawab dalam
belajarnya
5. Guru ingin siswa memahami hubungan antara teori dengan kenyataan
33

Siswa diharapkan mampu menganalisis situasi, menerapkan pengetahuan yang

mereka miliki dalam situasi baru, mengenal adanya perbaedaan antara fakta dan

pendapat, serta mengembangkan kemampuan dalam membuat judgment secara

objektif. Model Problem Based Learning juga mendidik siswa untuk terbiasa

memecahkan masalah dengan menghubungkan teori dengan kenyatan, serta

melatihnya untuk bertanggung jawab dalam menghadapi suatu permasalahan.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa masalah yang

dibahas dalam model Problem Based Learning yaitu masalah yang mengandung

konflik dan bersifat terbuka supaya siswa bisa mengikutinya dengan baik. Dengan

Problem Based Learning ini diharapkan siswa mampu memecahkan masalah dengan

menghubungkan antara yang dipelajari dikelas dengan kenyataan yang ada.

2.1.3.5 Kelebihan dan Kekurangan Model Problem Based Learning (PBL)

Mulyasa (2003:80) mengemukakan bahwa penggunaan Model Problem Based

Learning (PBL) memiliki kelebihan yaitu :

1. Mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan kreatif


2. Meningkatkan kemampuan memecahkan masalah
3. Meningkatkan motivasi siswa dalam belajar
4. Membantu siswa belajar untuk menstrasfer pengetahuan dengan siruasi
baru
5. Dapat mendorong siswa / mahasiswa mempunyai inisiatif untuk belajar
secara mandiri
6. Mendorong kreativitas siswa dalam pengungkapan penyelidikan masalah
yang telah ia lakukan
7. Dengan PBM dapat terjadi pembelajaran bermakna
8. Dalam situasi PBM , siswa/ mahasiswa mengintegrasikan pengetahuan dan
keterampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks
relevan
34

9. PBM dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan


inisiatif siswa/mahasiswa dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar
dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja
kelompok.

Sedangkan menurut Sanjaya (2014:220), Problem Based Learning memiliki

kelebihan yaitu sebagai berikut:

1. Teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran


2. Dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasaan untuk
menentukan pengetahuan baru bagi siswa
3. Meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa
4. Membantu siswa menstransfer pengetahuan mereka untuk memahami
masalah dalam kehidupan nyata
5. Membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan
bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. Disamping
itu, pemecahan masalah juga dapat mendorong untuk melakukan evaluasi
sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya
6. Melalui pemecahan masalah bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa
setiap mata pelajaran pada dasarnya merupakan cara berpikir, dan sesuatu
yang harus dimengerti oleh siswa. Bukan hanya sekedar belajar dari guru
atau dari buku-buku saja.

Berdasarkan berbagai pendapat diatas penulis mnyimpulkan bahwa kelebihan

Model Problem Based Learning (PBL) mampu meningkatkan kemampuan berpikir

siswa terhadap proses belajar mengajar dikelas sehingga siswa dapat menerima

pendapat orang lain dan dapat mampu menyelesaikan masalah dan solusi yang baik,

baik itu dapat diselesaikan dalam kelompok atatupun individu.

Kekurangan Model Problem Based Learning (PBL) dalam proses belajar

mengajar dalam pemanfaatannya adalah sebagai berikut menurut Sanjaya (2014:221):

1. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan


bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan
merasa enggan untuk mencoba
2. Keberhasilan model Problem Based Learning membutuhkan cukup
wakyu untuk persiapan
35

3. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan


masalah yang sedang dipelajari maka mereka tidak akab belajar apa yang
mereka ingin pelajari

Berdasarkan pendapat diatas penulis menyimpulkan bahwa penggunaan

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Problem Based Learning (PBL) memiliki

kekurangan diantaranya : masih terbiasanya siswa terhadap model pembelajaran

konvensional sehingga guru membutuhkan waktu yang cukup panjang untuk guru

mempersiapkan dengan matang agar siswa mampu mengikuti proses belajar mengajar

dan guru harus menjadi fasilitator yang baik bagi siswa agar siswa mengerti materi

yang sisampaikan oleh guru.

2.2 Penelitian Terdahulu

1. Penelitian yang dilakukan Oktaviani, Utomo, Buranda dari Universitas Negeri

Malang melakukan penelitian yang berjudul Perbandingan Model

Pembelajaran Group Investigation (GI) dan Problem Based Learning (PBL)

Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas XI SMA Negeri 4 Kediri

Mengungkapkan Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan

kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI antara menggunakan model

pembelajaran Group Investigation dengan model pembelajaran Problem

Based Learning pada mata pelajaran Geografi dimana model pembelajaran

Group Investigation lebih unggul dibandingkan dengan model pembelajaran

Problem Based Learning.


36

2. Penelitian yang dilakukan M.Dody, Hermawan dari Universitas Sebelas Maret

melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh Model Problem Based

Learning (PBL) dan Group Investigation (GI) dalam Pembelajaran Sejarah

Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Ditinjau dari Motivasi Belajar siswa

kelas XI SMA Negeri Kota Martapura mengungkapkan hasil penelitian yang

di dapat yaitu (1) terdapat perbedaan pengaruh positif antara Model Problem

Based Learning (PBL) dan Group Investigation (GI) terhadap kemampuan

berpikir kritis siswa, dilihat dari Fhitung > Ftabel, atau 18,843 > 3,14. (2)

Terdapat perbedaan pengaruh positif motivasi siswa terhadap kemampuan

berpikir kritis siswa dalam pembelajaran sejarah, hal ini dapat dilihat dari

Fhitung > Ftabel, atau 29,183 > 3,14. (3) Tidak Terdapat interaksi pengaruh

model pembelajaran dan motivasi belajar siswa terhadap kemampuan berpikir

kritis siswa. Hal ini dapat dilihat dari Fhitung < Ftabel, atau 1,092 < 3,14.

3. Penelitian yang dilakukan Nurul Isnaeni, Sudiyanto melakukan penelitian

yang berjudul Pengaruh Model Problem Based Learning Terhadap

Kemampuan Berpikir Kritis pada Pelajaran Akutansi di SMK. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis

antara peserta didik yang belajar dengan model problem based learning dan

peserta didik yang belajar dengan model konvensional pada pembelajaran

akuntansi. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengujian hipotesis yang

menunjukkan thitung > ttabel (5,174 > 2,001). Peserta didik yang belajar dengan
37

model Problem Based Learning memiliki kemampuan berpikir kritis yang

lebih baik daripada peserta didik yang belajar dengan model konvensional

2.3 Kerangka Pemikiran

Kemampuan Berpikir kritis pada dasarnya harus dapat menyelesaikan masalah

yang diberikan oleh guru. Berpikir kritis diterapkan kepada siswa untuk dapat belajar

memecahkan masalah secara sistematis dan inovatif. Untuk dapat mengembangkan

kemampuan berpikir kritis siswa diperlukan kemampuan untuk menyusun sebuah

pertanyaan, pemahaman konsep, berargumentasi dan mengemukakan pendapatnya

yang dapat merangsang kemampuan berpikir kritis pada siswa.

Dalam proses belajar mengajar di kelas merupakan peran penting dalam

pencapaian hasil belajar. Guru mempunyai tugas utama dalam penyelenggaraan

pembelajaran dikelas ,karena pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan untuk

membelajarkan siswanya, salah satu cara yang dapat dilakukan guru adalah dengan

menggunakan model belajar yang tepat.

Model belajar dapat membangkitkan semangat siswa dalam belajar adalah dengan

penggunaan model belajar yang tepat. Salah satu model belajar yang dapat digunakan

pada proses belajar mengajar adalah membandingkan dua model pembelajaran

kooperatif tipe group investigation dengan model pembelajaran kooperatif tipe

Problem Based Learning .

Menurut Sharan dan Sharan dalam Slavin, (2005: 24). Mengemukakan bahwa

Group Investigation merupakan perencanaan pengaturan kelas yang umum dimana


38

para siswa bekerjasama dalam kelompok kecil menggunakan pertanyaan kooperatif,

diskusi kelompok, serta perencanaan dan proyek kooperatif.

Model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) pada dasarnya

merupakan model pembelajaran yang menuntun siswa dalam sebuah investigasi

terhadap topik atau masalah. Hal ini sejalan dengan misi atau tujuan model

pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) yang bertujuan untuk

mengembangkan kemampuan siswa, baik kemampuan berpikir, kemampuan

sosialnya.

Sedangkan model Problem Based Learning (PBL) merupakan model

pembelajaran yang mengarahkan siswa dalam pemecahan masalah. Menurut

Muslimin Ibrahim (2000:7), mengemukakan bahwa PBL (Problem Based Learning)

yaitu: pembelajaran berdasarkan masalah tidak dirancang untuk membantu guru

memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa, akan tetapi pembelajaran

berbasis masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan

kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual, belajar

berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau

simulasi dan menjadi pembelajar yang mandiri. Model pembelajaran ini siswa sudah

mulai mampu menganalisa dan mencari kebenaran dari suatu masalah yang sedang

dibahas, berpikir sisrtematis, terarah dan tujuan yang jelas sehingga hal ini

menyebabkan siswa memliki kemampuan berpikir kritis yang baik dan memiliki

keterampilan juaga keaktifan dalam menjalankan suatu model pembelajaran.


39

Pada dasarnya, model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) dan

model Problem Based Learning (PBL) sama-sama menyajikan suatu topik

permasalahan, siswa diarahkan memecahkan permasalahan yang diberikan oleh guru

serta tujuan kedua model tersebut sama-sama bertujuan untuk mengembangkan

kemampuan berpikir kritis siswa. Secara sederhana, kerangka pemikiran penelitian ini

sebagai berikut:
40

Input Proses Output

Berpikir kritis Penerapan Model


siswa rendah. Pembelajaran Problem
Based Learning
Terdapat perbedaan postest
Masalah penelitian kemampuan berpikir kritis
siswa dan perbedaan
1. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan
postest kemampuan berpikir berpikir kritis siswa antara
kritis siswa yang mendapatkan siswa kelas eksperimen yang
model pembelajaran kooperatif mendapatkan model
tipe Group investigation Treatment pembelajaran kooperatif tipe
dengan siswa yang Group Investigation (GI)
mendapatkan model Problem dengan siswa kelas kontrol
Based Learning pada siswa yang mendapatkan model
kelas X SMA Negeri 3 Problem Based Learning
Kuningan? (PBL).

2.Apakah terdapat perbedaan


peningkatan postest
kemampuan berpikir kritis
siswa yang mendapatkan model Penerapan Model
pembelajaran kooperatif tipe Pembelajaran Group
Group investigation dengan Investigation
siswa yang mendapatkan model
Problem Based Learning pada
siswa kelas X SMA Negeri 3
Kuningan?

Gambar 2.5
Paradigma Penelitian

2.3 Hipotesis

Dalam metode penelitian, hipotesis adalah alat yang mempunyai kekuatan dalam

proses inkuiri. Karena hipotesis dapat menghubungkan dari teori yang relevan dengan

kenyataan yang ada atau fakta, atau dari kenyataan dengan teori yang relevan
41

(Sukardi : 2003). Dengan memperhatikan masalah-masalah di atas dapat dirumuskan

suatu hipotesis penelitian yaitu:

H1 : terdapat perbedaan postest kemampuan berpikir kritis siswa yang

mendapatkan model pembelajaran kooperatif tipe Group investigation dengan

siswa yang mendapatkan model Problem Based Learning.

H2 : terdapat perbedaan peningkatan gain kemampuan berpikir kritis siswa yang

mendapatkan model pembelajaran kooperatif tipe Group investigation dengan

siswa yang mendapatkan model Problem Based Learning.

Anda mungkin juga menyukai