Anda di halaman 1dari 18

BUDAYA KORPORAT

KASUS 2
INTERNALISASI BUDAYA PERUSAHAAN ALA
BANK EXIM DALAM ARMADA BANK MANDIRI

Dosen Pengampu: Prof. Dr. Asip F. Hadipranata, Psy.D.


Dra. Tri Maryati, M.M.

Disusun Oleh Kelompok II :

Rizki Muslim Hidayat 20121020058

Mohamad Hery Saputra 20121020060

Ratri Candrasari 20121020061

PROGRAM PASCASARJANA

MAGISTER MANAJEMEN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2014
A. KASUS – II

(Kejadian Aneh Signifikan dan Urgen Solusinya)

Suatu kenyataan bahwa stabilisator dan dinamisator suatu kehidupan adalah


budaya. Demikian halnya bagi kehidupan suatu organisasi sangat ditentukan oleh
budaya organisasinya. Tentu saja sangatlah ironis bangsa dan peradapan indonesia
yang memiliki nilai-nilai budaya yang luhur tak mampu membangun secara
mapan sebuah budaya organisasipun.

Moeljoto Djojomartono, Direktur Utama Bank EXIM (1973 – 1993), diakui


banyak kalangan perbankan sebagai peletak dasar pengubahan nilai-nilai
organisasi Bank EXIM yaitu nilai kehormatan dan mutu karyawan dalam sebuah
bentuk integritas diri serta menghormati orang lain sehingga memperoleh
kepercayaan publik. Nilai-nilai tersebut tidak jalan dengan sendirinya, melainkan
dikembangkan secara bertahap :

1973 – 1978 Fase pengenalan nilai dengan sosialisasi


1979 – 1983 Fase aktualisasi secara sukarela
1984 – 1993 Fase kristalisasi, menjadi kebiasaan (watak) kerja

Pada tahun 1993-1997 terjadi pergantian kepemimpinan yang kuranag


peduli lagi pada budaya organisasi (budaya korporat) tersebut, maka terjadilah
kemunduran budaya organisasi dan mundur pulalah bisnis bank ini, bahkan
akhirnya harus merger dengan Bank Mandiri

Tugas:
 Suatu wacana, rancanglah bangun kembali redesign internalisasi budaya
perusahaan ala Bank EXIM itu dalam armada Bank Mandiri, sehingga
bangkit optimal!.
 Solusi kasus: - Pertolongan utama pada kasus
- Tindakan utama yang harus dilakukan

2
B. Latar Belakang Masalah

Bank Ekspor Impor Indonesia (disingkat Bank Exim) adalah sebuah bank
pemerintah yang pernah ada di Indonesia. Spesialisasinya adalah dalam bidang
pembiayaan perdagangan. Bank ini di merger dengan tiga bank lainnya (Bank
Bumi Daya, Bank Dagang Negara, dan Bank Pembangunan Indonesia) pada Juli
1999 menjadi Bank Mandiri. Sejarah Bank Ekspor Impor Indonesia berawal dari
perusahaan dagang Belanda N.V. Nederlansche Handels Maatschappij yang
didirikan pada tahun 1842 dan mengembangkan kegiatannya di sektor perbankan
pada tahun 1870. Pemerintah Indonesia menasionalisasi perusahaan ini pada tahun
1960, dan selanjutnya pada tahun 1965 perusahan ini digabung dengan Bank
Negara Indonesia menjadi Bank Negara Indonesia Unit II. Pada tahun 1968 Bank
Negara Indonesia Unit II dipecah menjadi dua unit, salah satunya adalah Bank
Negara Indonesia Unit II Divisi Expor – Impor, yang akhirnya menjadi Bank
Exim, bank pemerintah yang membiayai kegiatan ekspor dan impor.
Dalam masanya tentu pergantian seorang pimpinan pasti akan terjadi di
semua organisasi yang khususnya terjadi juga pada Bank Exim. Pergantian
pemimpin merupakan momentum yang sangat penting bagi suatu organisasi,
karena diharapkan pimpinan baru nantinya lebih amanah, adil, kreatif dan inovatif
dalam memajukan instansi dalam skala nasional maupun Internasional. Di
samping itu pimpinan baru nantinya juga siap memberikan pelayanan yang lebih
baik bagi atasan dan bawahan, lebih bijak mengambil keputusan, serta mampu
memberikan iklim kondusif dalam dunia kerja. pergantian pemimpin juga
merupakan suatu dinamika yang berkesinambungan di dalam suatu organisasi.
“Pergantian pemimpin dimaksudkan sebagai upaya pembinaan internal secara
terus menerus agar tercipta kerja tim yang kompak yang akan saling bahu
membahu bekerja sama mengembangkan organisasi serta mampu menjawab
tantangan, perubahan tersebut perlu dilakukan untuk menyikapi tuntutan
lingkungan yang selalu berubah dan persaingan yang semakin ketat. Akan tetapi
tidak halnya terjadi pada Bank Exim. Masa-masa jaya kepemimpinan Bank Exim
tercatat mulai tahun 1973-1993. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
perkembangan Bank Ekspor Impor pada waktu itu, antara lain peran direksi Bank
ini dalam mengembangkan Bank yang mewarisi aset dari Nedherlandsche

3
Handels Maatschappij. Struktur organisasi yang masih memakai struktur
Nedherlandsche Handels Maatschappij dengan alasan kemudahan dalam bekerja,
dan jaringan kerja yang terus meluas tiap tahunnya yang berada di daerah-daerah
yang tidak banyak terpengaruhi krisis ekonomi pada saat itu, dan kemudian pada
era tahun 1993-1997 telah terjadi pergantian kepemimpinan yang kurang peduli
lagi pada budaya organisasi (budaya korporat) tersebut, sehingga terjadilah
kemunduran budaya organisasi dan mundur pulalah bisnis Bank ini, bahkan
akhirnya kemudian marger dengan Bank Mandiri.

C. Landasan Teori
Budaya Korporat adalah perilaku budaya kerja dan terjadi karena
internalisasi (budaya) keyakinan nilai kerja yang berasal dari bahan kebudayaan,
baik nilai keagamaan IMTAQ, IPTEK, adat istiadat, hukum, etika, dsb serta
ditumbuh-kembangkan sebagai etos kerja. Hal ini dapat diambil dari nara
sumber: founder, staff, maupun karyawan.

4
Plus SRIMEP :

S iangilah STRESS (-) = Sedih – Resah – Takut – Emosional – Sebal –


Susah à STRESS (+) = Standing by Trouble & Risk on Economic & Social
status.
R evialisasi potensi (+/-) dan jati diri (seimbang – serasi – selaras – matang
– mantap) à PROAKTIF
I nternalisasi nilai – nilai : Budi Pekerti, Etika Agama, Adat Istiadat,
Hukum, dan Pranata Kehidupan.
M andirikan Watak Kepribadian Bangsa Indonesia: Ilmu – amaliah + Amal
– Ilmiah + Taqwa – Istiqomah (IPTEK & IMTAQ)
E tos tertata prima, suka bermitra tanding agar “positioning leading” tiada
banding
P antau umpan balik kemajuan diri dan berani melakukan self assesment
SWOT Analysis (Organizational SWOT Analysis).

Proses Internalisasi “SRIMEP”

 Siangi lahan sumberdaya insani yaitu: “netralisasi beban batin”


 Revitalisasi potensi sumberdaya insani ( + ) atau ( - ) nya
 Intervensi pengubahan kepekaan sikap via sensitivity Training ( T –
Group)
 Mandirkan jati diri setiap anggotanya
 Etos kerjanya ditata prima
 Pantau kemajuan diri sendiri (selft assessment SWOT analysis)

Fungsi Budaya Organisasi

 Jati diri organisasi: (1) Pikiran dan perasaan seimbang intuisi dan
pancaindra seimbang (2) Antara Aku (pribadi/perusahaan) dan sosial
serasi, tidak ada hal yang lebih eklusif. (3) selaras (kelebihan dan
kekurangan dapat saling menutupi) (4) Matang (tidak penah mengeluh)
menghadapi yang sulit siap dan menghadapi yang mudah tetap cermat) (5)

5
Mantap (antara konsep diri tidak ada over atau minder) (6) Sukur (Baik
organisasi maupun pribadi harus sukur)
 Kepedulian bersama: membangun budaya tercermin dalam sikap
karyawannya yang peduli sesama.
 Stabilitas sistem sosial
 Kepekaan rambu-rambu sosial

D. Pembahasan

Bangsa Indonesia sebenarnya telah memiliki budaya sendiri yaitu budaya


toleran, santun, saling menghormati, dan yang terpenting ber-Tuhan atau Agamis,
fenomena yang terjadi sekarang bangsa Indonesia menjadi bangsa yang raja tega,
kasar, tidak ragu-ragu saling menghina di depan public, bahkan beribadat namun
mengabaikan praktik agama yang dianutnya. UNESCO membuat penilaian bahwa
bangsa-bangsa yang mengalami krisis ekonomi akan pula mengalami krisis
budaya. Karena dari budaya segala masalah dapat timbul dan dari budaya pula lah
semua masalah dapat diatasi. Ini merupakan pentingnya budaya.

Kita semua tahu bangsa yang tidak punya budaya akan menjadi bangsa yang
menurun peradabannya. Manusia menjadi dimulyakan dibandingkan hewan
karena ia mempunyai budaya yang tinggi. Kelompok manusia yang satu lebih
maju dan dimulyakan daripada kelompok yang lain karena mempunyai budaya
yang lebih maju. Jadi, alangkah mencemaskannya kondisi ini bagi bangsa
Indonesia.

Jadi kita perlu membangun budaya bangsa Indonesia. Bukan berarti bangsa
kita sudah tidak mempunyai budaya melainkan budaya yang ada sekarang telah
memudar karena bercampur dengan macam-macam budaya dari luar Indonesia.
Bangsa Indonesia memerlukan budaya yang kuat agar mampu menjadi lebih
unggul dari pada bangsa yang lain serta menjadi bangsa yang berbudaya dan
memiliki ciri khas dari warga negaranya.

Membangun budaya suatu bangsa tidak dapat secara langsung, melainkan


melalui unit-unit kecil. Unit terkecil disini adalah organisasi-organisasi di dalam

6
Negara bangsa Indonesia. Seandainya seluruh organisasi di Indonesia, tidak
terkecuali organisasi bisnis, pemerintah, dan nirlaba-nya, mempunyai budaya
organisasi yang kuat, maka secara tidak langsung akan membentuk Indonesia
sebagai suatu organisasi Negara yang kuat pula.

Mengenai proses pembentukan budaya di indonesia dapat dimulai dari


proses internalisasi budaya pada setiap organisasi yang ada dan dapat di
contohkan pada pembahasan kasus Bank Exim ini restrukturisasi internalisasi
budaya pada karyawan dan pada bank Mandiri dapat dilakukan dengan beberapa
tahap yaitu:

Ditampung Nilai-nilai Kebudayaan dari Tradisi Kerjasama.

Ditampung dalam hal ini adalah proses mengumpulkan mencari dan


menungkan nilai-nilai yang telah ada termasuk dari Bank Mandiri dan nilai-nilai
dari Bank Exim dahulu kemudian dijadikan satu untuk dapat di internalisasi ke
dalam bentuk proses kerja, perilaku kerja untuk Bank mandiri kedepannya. Pada
tahap awal akan terjadi akulturasi budaya karena budaya Bank Mandiri telah
terbentuk dari akulturasi empat Bank lain yang bergabung dahulu termasuk Bank
Exim sendiri. Budaya dari Bank Exim sebenarnya sudah kabur akibat dari
pimpinan baru yang kurang peduli terhadap budaya organisasi. Akulturasi ini
terjadi karena Bank Mandiri yang sekarang telah memiliki budaya sendiri
sedangkan dalam kasus ini Budaya Bank Exim akan dimunculkan lagi guna
meningkatkan kinerja bank mandiri.

Masuknya budaya baru ini akan menambah nilai-nilai budaya baru lagi pada
budaya yang lama dan butuh penyesuaian lagi dari para karyawan. Nilai-nilai
budaya Bank Exim dimunculkan kembali karena melihat dari kesuksesan dahulu
yang harapannya dapat menjadi angin segar untuk meningkatkan kembali dan
membangun kembali nilai-nilai Bank Exim yang telah terkubur agar budaya Bank
Exim dapat hidup dalam Bank Mandiri dan mampu meningkatkan kinerja dari
bank mandiri itu sendiri.

Nilai budaya yang hilang dari Bank Exim adalah integritas,


profesionalisme, kepercayaan nasabah, kepuasan nasabah, keteladaan,

7
penghargaan sumber daya manusia, mutu karyawan dan kehormatan. Tetapi
kepuasan nasabah dihilangkan karena lebih dinilai sebagai hasil dari budaya itu
sendiri. kehormatan dan mutu karyawan sebagai acuan dalam menggerakkan
organisasi perbankan. Nilai kehormatan difokuskan pada aspek integritas dan
kehormatan; dalam arti, sikap menghormati diri sendiri, orang lain, dan lembaga
tempat bekerja. Integritas ini berhubungan pula dengan kepercayaan, kepercayaan
baru terbentuk manakala karyawan mengembangkan integritas tinggi berupa
kejujuran, konsistensi, dan komitmen. Sementara itu, nilai sikap menghormati
difokuskan pada aspek nama baik dan pelayanan terhadap orang lain.
implikasinya, setiap karyawan dan manajer diharuskan mengembangkan
hubungan timbal balik dengan pihak lain dengan asas saling menghormati. Nilai
lain yang dikembangkan adalah nilai mutu. Orientasi nilai ini tidak lain adalah
sikap profesionalisme. Setiap pegawai wajib secara terus-menerus meningkatkan
kualitas kerjanya, termasuk selalu belajar dan mengikuti perkembangan dunia
usaha yang terjadi. Jadi sebenarnya nilai-nilai yang ada tersebut saling berkaitan
dan berhubungan satu sama lain.

Nilai-nilai tersebut dikembangkan dan muncul dari sebuah proses


pengamatan atas perilaku serta kondisi para karyawan pada saat itu dan kesadaran
akan tuntutan supaya Bank Exim berada dalam jajaran bank yang bermutu.
Sekarang dimunculkan kembali nilai-nilai dari budaya tersebut agar muncul pada
Bank Mandiri dan akan berdampak pada peningkatan lagi kinerja Bank Mandiri
seperti kesuksesan Bank Exim dahulu. Maka fase pengenalan nilai-nilai tersebut
dapat disosialisasikan. Caranya nilai-nilai tersebut dibentuk dijadikan sebagai
aturan dalam perusahaan dan dibuat dalam bentuk poster-poster yang ditempel di
sebagaian sudut kantor, disosialisasikan setiap rapat, dan dibentuk dalam bentuk
buku saku bagi setiap karyawan dan manajer.

Disaring Kristal dari nilai budaya kerja “Nilai Kerjasama”

Pada tahab ini nilai-nilai yang telah ditampug dari berbagai sumber ini
disaring dicari kesimpulannya di cari inti dari nilai-niai tersebut dengan tujuan
untuk merumuskannya secara tepat, mudah dipahami dan tidak terlalu banyak
sehingga dapat diterapkan secara lebih efektif. Selanjutnya setelah inti dari nilai-

8
nilai tersebut selesai. Karyawan dan manajer dipaksa untuk mematuhi nilai-nilai
budaya yang telah ditetapkan dengan gaya kepemimpinan otoriter yang tegas.
Peraturan disiplin pegawai disempurnakan dan ditegakkan. Sanksi-sanksi tegas
diterapkan. Petunjuk-petunjuk pelaksanaan tugas lebih berorientasi pada “perintah
untuk dilaksanakan. sehingga tidak ada lagi kompromi bagi karyawan.

Karyawan hanya mendapat pilihan untuk melakukannya dan jika tidak mau
melakukan akan memperoleh tindakan tegas dengan harapan karyawan dan
manajer yang memang tidak dapat berubah akan keluar dengan sendirinya, karena
merasa tidak nyaman dalam lingkungan yang berbeda budayanya. Sedangkan bagi
karyawan yang mampu beradaptasi akan terbentuk karakter budaya tersebut dalam
kinerjanya dan akan menjadi kebiasaaan serta jati diri lembaga dan karyawan dari
Bank Mandiri.

Ketegasan dalam menerapkan budaya tersebut ditetapkan untuk seluruh


bagian dalam perusahaan baik direktur utama, manajer senior, karyawan, dan OB
tanpa ada pengecualian. Tujuan dari gaya kepemimpinan otoriter dan saksi yang
tegas adalah agar nilai-nilai budaya dapat tertanam kuat dalam keseharian
karyawan, sedangkan untuk karyawan yang tidak dapat berubah akan menyingkir
dari perusahaan. Dampaknya hanya tertinggal karyawan yang telah menyatu
dengan budaya perusahaan. Maka terbentuklah karyawan yang memiliki budaya
yang sama.

Internalisasi Dibudidayakan dengan nilai-nilai kerjasama

Internalisasi itu sendiri adalah proses menanamkan dan menumbuh


kembangkan suatu nilai atau budaya menjadi bagian diri orang yang
bersangkutan. Proses internalisasi nilai-nilai budaya ini telah terjadi dengan
kepemimpinan dengan gaya otoriter dari pemimpi dan akan disempurnakan
dengan gaya kepemimpinan demokratis.

Jadi setelah 5 tahun gaya kepemimpinan otoriter yang telah berjalan


kemudian dirubah penerapan nilai-nilai budaya dengan kepemimpinan
Demokratis karena karyawan dirasa telah terbiasa, dan memiliki kesadaran pada
nilai-nilai budaya yang telah disosialisasikan dengan keras sebelumnya. Sehingga

9
budaya karyawan telah terbentuk. Pada tahab ini karyawan dan manajer dapat
memberikan masukan. Jadi dalam tahab ini ada proses komunikasi dua arah,
sehingga lebih melihat pada pandangan dan saran dari sisi karyawan dan manajer
bagaimana baikknya apakah ada nilai-nilai baru yang perlu dibentuk.

Diharapkan setelah proses internalisasi budaya ini seluruh bagian dari


organisasi dapat selalu membawa budaya bank mandiri ini dalam kehidupan
pribadi sehingga karakter dari karyawan dapat dikenal masyarakat. Hingga tanpa
menyebut tempat bekerja karyawan, masyarakat sudah tahu dari sikap dan
perbuatan cerminan dari budaya organisasi tempat karyawan bekerja.

Diharapkan pula Manajer-manajer senior dapat berguna untuk organisasi lain


seperti Bank yang sedang memiliki masalah dapat terbantu dengan budaya dan
keahlian yang telah terkristalisasi pada manajernya.

Nilai-nilai budaya korporat yang telah terinternalisasi kemudian dikumpulkan


dan difokuskan atau di ambil intisarinya. Dengan cara membentuk sebuah tim
kerja. Untuk merumuskannya visi misi perusahaan yang baru.

Pancaran Identitas dan Citra

Tindakan perubahan budaya untuk memperbaiki perubahan budaya yang


telah terjadi dan agar Bank Exim dapat menyelaraskan budaya dengan Bank
Mandiri hendaknya perlu dilakukan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :

 Pancaran Identitas

Ulasan tentang identitas korporat tentu tak bisa dipisahkan dengan


strategi merek korporat. Cakupan merek korporat bukan hanya menyangkut
nama, tampilan fisik, dan logo atau identitas perusahaan. Tetapi meliputi
juga aspek tak berwujud (intangible) seperti tata nilai yang dikenal dengan
nilai-nilai inti (core-values), dan budaya perusahaan (corporate culture),
termasuk sejarah perjalanan dan filosofi perusahaan, bahkan gaya
kepemimpinan dan kekhasan perilaku keseharian insani di dalamnya.
Internalisasi beragam identitas korporat berupa atribut fisik (logo, warna

10
korporat, desain interior kantor, seragam karyawan, materi iklan dan laporan
tahunan korporat) serta non-fisik (nilai-nilai, filosofi dan budaya
perusahaan, standar pelayanan, dan gaya kerja) perlu dimulai dari dalam
dulu melalui komunikasi internal, karena terkadang dianggap sepele dan
tidak ditangani secara intensif seperti komunikasi eksternal.

Komunikasi internal menjadi semakin penting bila terjadi perubahan


logo dan nilai-nilai budaya perusahaan, peristiwa merger (misal Bank
Mandiri sebagai gabungan dari empat bank: Bank Exim, Bapindo, BBD,
BDN) atau akuisisi di antara perusahaan dengan sistem nilai yang berbeda.

Pancaran identitas korporat yang baru mesti lebih dikedepankan


ketimbang identitas asal masing-masing bank yang dilebur. Pancaran
identitas korporat mestinya semakin kuat bila direfleksikan oleh iklim dan
gaya komunikasi pimpinan dan karyawan. Mereka menjadi simbol dan duta
perusahaan yang sejati karena memahami dinamika persoalan di kantor
tempat mereka berkreasi. Identitas korporat melalui logo, pimpinan dan
karyawan inilah yang memancarkan citra kepada para pemangku
kepentingan (stakeholders). Apabila wilayah operasi perusahaan melintasi
akar budaya dan negara yang berbeda, maka pemahaman mengenai
komunikasi antarbudaya (intercultural communication) makin relevan.
Konflik di antara sesama karyawan atau dengan pimpinan terjadi karena
tidak muncul rasa saling menghargai, mendukung, dan kesepahaman
(mindfulness) terhadap perbedaan nilai-nilai atau identitas pribadi dan
kelompok. Sebagai ilustrasi, karyawan merasa diekploitasi untuk bekerja
terlalu keras oleh atasan yang berkebangsaan Korea Selatan, sementara sang
atasan memandang karyawan itu kurang giat bekerja dan malas.

Contoh lain, jarak personal saat bercakap-cakap. Standar etiket yang


berlaku di AS menyarankan agar jarak jangan terlalu dekat. Namun, jarak
fisik yang bisa diterima orang Asia terhadap lawan bicara cenderung lebih
dekat ketimbang yang bisa diterima orang AS. Dengan demikian, orang AS
terkadang heran mengapa orang Asia seolah menginvasi jarak personal

11
mereka dengan berdiri sangat dekat. Di lain pihak, orang Asia memandang
heran mengapa orang AS berdiri sangat jauh dari mereka seolah-olah
hendak menghindar dari pembicaraan. Dari contoh di atas, tampak jelas
bahwa pancaran identitas korporat tidak hanya tercermin melalui logo dan
atribut lain, tapi juga dari cara berkomunikasi karyawan dari budaya yang
berbeda.

 Citra dan Reputasi

Identitas korporat yang dipaparkan di atas memancarkan kesan dan


membentuk citra di mata khalayak. Namun citra berbeda dengan reputasi,
walau saling terkait. Citra adalah kesan awal yang terbentuk, pengetahuan
dan persepsi sesaat. Sedangkan reputasi adalah kesimpulan dan penilaian
akhir publik setelah berinteraksi dalam jangka panjang. Jadi, reputasi
merupakan penilaian jangka panjang. Penilaian secara kumulatif itu
menyimpulkan seseorang atau perusahaan itu baik atau buruk, hebat atau
biasa, besar atau kecil, kuat atau lemah, serta sangat dihargai dan dikagumi
atau sebaliknya.

Citra kumulatif yang terbangun di benak publik itu pada akhirnya


membentuk reputasi korporat yang tertanam setelah bertahun-tahun.
Tragisnya, reputasi positif puluhan itu bisa hancur dan rusak dalam hitungan
menit. Oleh karena itu, reputasi korporat perlu terus dipelihara dan dirawat
secara hati-hati melalui beberapa dimensinya. Model Harris-Fombrun
Corporate Reputation Quotient menyebut enam dimensi, yakni: emotional
appeal (perasaan nyaman, kagum, hormat, dan percaya terhadap
perusahaan); products/services (penilaian terhadap kualitas produk dan jasa,
daya inovasi, dan nilai tambah); vision and leadership (menilai visi dan
pemimpin apakah mumpuni dan mampu menangkap peluang pasar);
workplace environment (pandangan publik apakah merasa lingkungan kerja
dikelola dengan baik, menjadi tempat kerja yang nyaman, dan dianggap
memiliki karyawan yang kompeten); financial performance (profitabilitas,
tingkat risiko investasi, prospek pertumbuhan, dan kemampuan menghadapi

12
pesaing); serta social responsibility (penilaian tentang keaktifan dalam
mendukung pemecahan masalah sosial, tanggungjawab terhadap
lingkungan, dan memperlakukan karyawan secara manusiawi).

Perawatan terhadap citra dan reputasi perlu dilakukan minimal


terhadap empat level. Mulailah dari merawat citra/reputasi personal, yakni
karyawan dan eksekutif (personal image/reputation), citra/reputasi merek
atau produk (brand image/reputation), citra/reputasi korporat (corporate
image/reputation) itu sendiri, dan citra/reputasi sektoral atau industrial
(industrial image/reputation) yang lebih luas dari reputasi korporat.
Sejumlah BUMN yang menyandang nama bangsa seperti Garuda Indonesia,
Telkom, Pertamina, dan empat bank BUMN (Mandiri, BRI, BNI, dan BTN)
perlu merawat citra dan reputasi yang lebih luas lagi yakni citra dan reputasi
bangsa (country image/reputation). Tugas dan tanggungjawab mereka lebih
berat karena nama baik korporasi tersebut terkait erat dengan citra dan
reputasi bangsa. Konsekuensi logis yang perlu dilakukan adalah
menerapkan Orkestrasi Komunikasi Korporat (Corporate Communications
Orchestra) yang perlu diulas lebih terinci dalam satu tulisan tersendiri.
Intinya adalah melakukan Koordinasi, Integrasi, Sinkronisasi, dan Sinergi
(KISS) antara pengelolaan merek korporat mulai dari identitas dan citra
korporat menuju reputasi korporat yang didambakan, lalu diselaraskan
dengan pengelolaan merek produk atau Komunikasi Pemasaran (Marketing
Communications) menuju reputasi produk yang diharapkan.

Dengan mempertimbangkan kedua aspek diatas maka barulah Bank Exim


dapat merubah kembali ke budaya korporat mereka yang dulu yang dimana pada
masa itu telah membawa kemajuan perusahaan dan membawa kerukunan dalam
pekerja sebagaimana yaitu :

Visi
Menjadi Lembaga Pembiayaan Ekspor yang terpercaya dan mampu membantu
meningkatkan kesejahteraan nasional.

13
Misi
Menunjang perdagangan internasional Indonesia dan meningkatkan daya saing
eksportir Indonesia dalam pasar internasional dengan :
 Menyediakan beragam fasilitas pembiayaan untuk menunjang kegiatan pra
pengapalan dan pasca pengapalan.
 Menyediakan jasa konsultasi yang dibutuhkan untuk meningkatkan daya saing
ekspor Indonesia.

Budaya Perusahaan
 Tepat waktu dan mengutamakan hasil.
 Mengutamakan pelayanan dan orientasi kepada pelanggan.
 Mendorong terciptanya partisipasi dan kerja sama tim.
 Memiliki integritas dan dapat dipercaya dalam melakukan pekerjaan.
 Mengutamakan keadilan dan kesetaraan.
 Bertindak asertif dan bertanggung jawab.
 Mengambil inisiatif.
 Bersedia mendengar, menerima dan menghargai kritik.

Atas dasar komitmen pemimpin dan semua SDM yang ada pada Bank
Exim, untuk kembali ke budaya mereka seperti pada keterangan diatas sehingga
ini diharapkan akan membawa perubahan menjadi yang lebih baik guna kemajuan
Bank Exim itu sendiri sehingga juga nantinya dapat bersingkronisasi terhadap
armada Bank Mandiri. Visi, misi dan budaya Bank Mandiri dapat dilihat juga
sebgai berikut :

Visi Bank  Mandiri adalah menjadi “Bank Terpercaya Pilihan Anda”


Sedangkan misinya adalah :

 Berorientasi pada Pemenuhan kebutuhan pasar.


 Mengembangkan sumber daya manusia profesional.
 Memberi keuntungan yang maksimal bagi stakeholder.
 Melaksanakan manajemen terbuka.

14
 Peduli terhadap kepentingan masyarakat dan lingkungan.
Pada tahun 2005 Bank  Mandiri mengembangkan suatu budaya kerja baru.
Untuk mewujudkan visi, misi sebagaimana di atas merupakan suatu perjalanan
panjang yang harus ditempuh dalam suatu koridor dan pedoman yang disepakati
bersama dalam organisasi. Terdapat 5 nilai budaya, yakni serangkaian prinsip
yang dijadikan sebagai panduan moral dalam berperilaku, bertindah dan
mengambil keputusan. Nilai budaya yang menjadi pedoman tersebut dirumuskan
sebagaimana Tabel sebagai berikut :
             
Definisi Nilai Budaya dan Perilaku Utama Bank Mandiri

Nilai Definisi Perilaku Utama

Kepercayaan / Trust Membangun keyakinan dan      Saling menghargai dan


sangka baik di antara bekerja sama
stakeholder dalam hubungan     Jujur, tulus dan terbuka
yang tulus dan terbuka
berdasarkan kehandalan
Integritas / Integrity Setiap saat berfikir, berkata     Disiplin dan konsisten
dan berperilaku terpuji,     Berpikir, berkata dan 
menjaga martabat serta bertindak terpuji
menjunjung tinggi kode etik
profesi
Profesionalisme / Berkomitmen untuk bekerja     Kompeten dan 
Professionalsm tuntas dan akurat atas dasar bertanggung jawab
kompetensi terbaik dengan     Memberikan solusi  hasil
penuh tanggung jawab terbaik
Fokus pada Senantiasa menjadikan     Inovatif, proaktif dan 
Pelanggan / pelanggan sebagai mitra cepat tanggap
Customer Fokus utama yang saling     Menggunakan pelayanan
menguntungkan untuk dan kepuasan pelanggan
tumbuh secara
berkesinambungan

15
Kesempurnaan / Mengembangkan dan     Orientasi pada nilai
Execelence melakukan perbaikan di tambah dan  perbaikan
segala bidang untuk terus menerus
mendapatkan nilai tambah     Peduli lingkungan
optimal dan  hasil yang
terbaik secara terus menerus.
Sumber : Tim Internalisasi Budaya Bank Mandiri (2002)

E. Kesimpulannya
Proses internalisasi budaya bank Exim ini yaitu
1. Memunculkan kembali nilai-nilai Bank Exim yang dulu
2. Melakukan akulturasi dengan nilai-nilai yang telah ada di bank mandiri
3. Dilakukan sosialisasi nilai-nilai perusahaan yang baru
4. Penerapan nilai-nilai perusahaan dengan kepemimpinan gaya otoriter
5. Setelah 5 tahun mulai dirubah gaya kepemimpinan menjadi demokratis
6. Nilai-nilai yang telah terinternalisasi tersebut dapat dibentuk visi dan
misi perusahaan yang baru.

Daftar Pustaka

Hadipranata. Prof. Dr. Asip F. Psy. D. Budaya Korporat Strategi dan Teknologi.
Moeljono, Dr Djokosantoso. (2008) MORE ABOUT BEYOND LEADERSHIP 12
KONSEP KEPEMIMPINAN. Penerbit PT Elex Media Komputindo: Jakarta
Moeljono, Dr Djokosantoso. (2003) Budaya Korporat dan Keunggulan Korporasi.
Penerbit PT Elex Media Komputindo: Jakarta

16
Kasus:

PT PJBC (Pan Java Bottling Company)

Perusahaan ini berdiri pada tahun 1975. Pada tahun 1983 perusahaan ini jatuh
dengan fenomena:

1. Produksi yang menumpuk-numpuk di warehouse


2. Terjadi kebocoran dimana-mana
3. Terjadi kebocoran mirip arisan
4. Terjadi konflik antar pribadi
5. Terjadi konflik antar divisi
6. Pihak BOD mengeluh pendidikan rata-rata adalah SLTP dengan rincian
(S1=2, SLTA=6 yang terdiri dari SMA=1, SMEA, 1, STM=4)

TUGAS:

1. Diskusikan diantara ke enam faktor diatas yang menduduki nomor satu


yaitu perkara yang menjadi sumber dari semua masalah?
2. PPPK nya apa pada kasus ini?
3. Bagaiman tindakan yang seharusnya?

JAWAB:

1. Dari keenam faktor yang mengakibatkan PJBC jatuh adalah nomor 5 yaitu
terjadi konflik antar divisi. Alasannya adalah ketika terjadi tumpukan
persediaan, maka artinya barang tersebut tidak laku, pasti terjadi ketidak
beresan antar divisi. Misalnya divisi produksi yang sedang memiliki
konflik dengan divisi pemasaran, maka hal ini akan menjadi hal yang
mendorong adanya koflik berkelanjutan. Akibatnya terjadilah kebocoran
dimana-mana, seperti kebocoran uang sampai system manajemen dalam
perusahaan.
2. PPPK yang dilakukan oleh kasus ini adalah
Konflik dapat berkembang karena berbagai sebab, antara lain sebagai
berikut: Batasan pekerjaan yang tidak jelas, Hambatan komunikasi,
Tekanan waktu, Standar, peraturan dan kebijakan yang tidak masuk akal,

17
Pertikaian antar pribadi, Perbedaan status, dan Harapan yang tidak
terwujud. Terjadinya konflik antar divisi yang di alami oleh perusahaan
menuntut perusahaan untuk melakukan pertolongan pertama pada kasus
ini. Pemakalah merekomendasikan agar perusahaan melakukan hal berikut
untuk mengatasi konflik antar divisi:
Ada beberapa pendekatan situasi konflik, diantaranya :
a. Diawali melalui penilaian diri sendiri
b. Analisa isu-isu seputar konflik
c. Tinjau kembali dan sesuaikan dengan hasil eksplorasi diri sendiri.
d. Atur dan rencanakan pertemuan antara individu-individu yang
terlibat konflik
e. Memantau sudut pandang dari semua individu yang terlibat
f. Mengembangkan dan menguraikan solusi
g. Memilih solusi dan melakukan tindakan
h. Merencanakan pelaksanaannya.
3. Yang harus dilakukan perusahaan adalah segera membenahi konflik
perusahaan yaitu konflik yang dimulai dari konflik divisi dengan segera
menganalisis apa yang menjadi penyebab masalah ini sehingga dapat
dirumuskan jalan keluar dari masalah tersebut. Diharapkan jika akar
masalah ini sudah diselesaikan maka persoalan lain juga akan mudah
menyelesaikan.

18

Anda mungkin juga menyukai