1Like
0Comments
Share on LinkedIn
Share on Facebook
Share on Google Plus
Share on Twitter
Abstract
Globalization creates the entrance wave of multinational companies to a
country, including Indonesia. The presence of MNC brings consequence of
international human resource managemen integration or what is called
IHRM Japanese Companies in Indonesia have philosophy, culture, strong
valued and mantained, such as 5C (sairi, seton, seiso, seiketsu, shitsuke).
Organizational socialiation is considered as important for Japanese
countries so that there are special activities designed as a facility to
socialize with employees. Japan MNC is also known to set out Work-life
balance, which is an important factor for each employee, so that they
have balance life quality between family relation and job.
PENDAHULUAN
Era globalisasi merupakan era yang sedang kita hadapi saat ini.
Globalisasi sering dikatakan sebagai suatu proses atau keadaan dimana
batas antar negara dianggap menjadi lebih tidak kentara. Hal ini
dikarenakan interaksi yang terjalin antar negara semakin mudah, baik itu
kemudahan dalam bertukar informasi, perdagangan, teknologi, gaya
hidup dan bentuk-bentuk interaksi lainnya. Selain itu, dengan terjadinya
globalisasi maka pengalaman kehidupan sehari-hari, ide-ide, dan
informasi di seluruh dunia menjadi bernilai standar. Keadaan demikian
dipengaruhi oleh teknologi komunikasi dan komunikasi yang semakin
canggih serta kegiatan perekonomian yang semakin luas dan merambah
pasar dunia.
Dengan adanya globalisasi, perusahaan multinasional (multinational
corporation/ MNC) dapat lebih bebas melakukan ekspansi negara-negara
lain. Alasan untuk mendapatkan sumber daya baru, mengurangi resiko
politik, perluasan pangsa pasar, dan lain sebagainya merupakan hal-hal
yang melandasi perusahaan multinasional untuk memperluas operasinya.
Hadirnya perusahaan multinasional tersebut, tentu saja berkaitan dengan
aspek SDM (sumber daya manusia) yang dikelola sebagai penggerak
bisnisnya tersebut. IHRM atau International Human Resource
Management menurut Lado & Wilson (1994) merupakan sejumlah
aktivitas, fungsi dan proses tertentu yang mengatur proses untuk menarik
(attracting), mengembangkan (developing) dan mempertahankan
(maintaining) sumber daya manusia di perusahaan multinasional. Dengan
begitu IHRM merupakan agregat dari sejumlah sistem pengelolaan SDM
yang digunakan untuk mengelola sumber daya manusia di lingkungan
perusahaan multinasional, baik di bagian local maupun di bagian
internasional. Pengelolaan SDM pada perusahaan multinasional
melibatkan pengaturan yang lebih kompleks, seperti masalah peraturan
tenaga kerja yang berlaku, konversi upah & transfer pricing, ekspatriat,
hingga masalah budaya, yang pada akhirnya mempengaruhi budaya
perusahaan.
Budaya perusahaan merupakan satu set nilai, penuntun kepercayaan
akan suatu hal, pengertian dan cara berpikir yang dipertemukan oleh para
anggota orgaanisasi dan diterima oleh anggota baru seutuhnya[1]. (W.
Jack Duncan: 1989). Tujuan budaya adalah untuk melengkapi para
anggota dengan rasa (identitas) organisasi dan menimbulkan komitmen
terhadap nilai-nilai yang dianut oleh organisasi.
Shitsuke (rajin) yaitu pemeliharaan kedisiplinan pribadi masingmasing pekerja dalam menjalankan seluruh tahap 5S.
kinerja yang buruk, tetapi adaptasi yang kurang tepat dengan anggota
keluarga mereka (Dowling-Welch, 2004). Jadi, perusahaan multinasional
harus memberikan penekanan lebih luas pada anggota keluarga mereka.
4. Fase Kematangan Anak Cabang Asing
Perubahan pada maturitas subsidiari lokal mempengaruhi manajemen dan
kebijakan SDM yang berlaku. Karakteristik lain dari kematangan subsidiari
dapat dicapai apabila karyawan lokal dipindahkan atau menjadi
statis inpatriate.
5. Resiko Pekerjaan
Dimensi-Dimensi HRM
1.
Formalitas, didefinisikan sebagai perluasan dimana aktivitasaktivitas HRM dikodifikasi dan/atau mengikuti sekumpulan prosedur
dan rangkaian tertentu. Misalnya, untuk penilaian kinerja, beberapa
organisasi menggunakan bentuk yang telah baku dan melakukan
wawancara pada interval yang reguler; sementara lainnya bersifat
sistematis, dengan sedikit dokumentasi (Bird & Beechler, 1992).
2.
3.
4.
5.
2.
3.
4.
5.
Berorientasi tim.
6.
Agresif.
7.
2.
3.
4.
5.
a. Time Horizon
Perusahaan-perusahaan Jepang diidentifikasi memiliki time horizon jangka
panjang. Mereka merekrut fresh graduates dan mempertahankan pola
hubungan pekerjaan jangka panjang, memberikan penekanan yang kuat
pada training dan pengembangan karierk karyawan. Komitmen lifetime
employment (pekerjaan seumur hidup) dan mutual timeline dari karyawan
serta perusahaan dianggap sebagai batu penjuru yang penting bagi
kohesivitas dan antara karyawan dan perusahaan. Dalam praktek HRM,
perusahaan Jepang dikenal memiliki praktek perekrutan yang
berkesinambungan dan konsisten untuk mengantisipasi kebutuhan
mendatang, dan hanya dilakukan dengan sedikit variasi. On-the-job
training pada perusahaan Jepang bersifat intensif dan dirancang untuk
melatih karyawan dengan keterampilan yang berbeda-beda agar mereka
produktiv dalam berbagai macam kapabilitas yang dimiliki untuk waktu
yang cukup lama. Beberapa perusahaan Jepang suka mempraktekkan
rotasi kerja antara karyawan pada satu departemen ke departemen
lainnya. Kompensasi diberikan juga berdasarkan premis long-term
employment dengan peningkatan gaji secara gradual (berangsur-angsur)
pada tingkat minimal selama bagian pertama masa jabatan karyawan,
sehingga karyawan yang memiliki masa kerja yang lebih lama pun akan
mendapatkan pay package yang lebih besar. Gaji awal (starting
salary) biasanya rendah, dan pada beberapa perusahaan Jepang
seringkali memiliki komponen senioritas pada gaji yang ditawarkan, yang
jumlahnya relatif besar.
b. Partisipasi
Pendekatan partisipatif pada pengambilan keputusan merupakan
karakteristik organisasi Jepang yang paling membedakan dan paling
banyak dikenal. Komunikasi tatap muka pada perusahaan Jepang tidak
berkaitan dengan persepsi karyawan mengenai tingkat partisipasi mereka
dalam pengambilan keputusan. Manajer Jepang lebih konsultatif
ketimbang partisipatif; mereka enggan berbagi kekuasaan dalam hal
pengambilan keputusan dengan karyawan.
c. Scope
Perusahaan Jepang menentukan cakupan yang lebih luas, berfokus pada
aktivitas dan tujuan/ sasaran yang berbeda. Misalnya, bonus bagi
karyawan Jepang selalu memiliki korelasi dengan kinerja organisasi yang
meningkat, dan bonus tersebut biasanya besarnya adalah sekian persen
dari take home pay yang jumlahnya cukup lumayan (signifikan). Fokus
yang luas ini juga dapat dilihat pada praktek rotasi pekerjaan (job
rotation) dan aktivitas training yang lebih dilakukan secara general
ketimbang terspesialisasi. Penilaian kinerja yang dilakukan seringkali
didasarkan atas performa business unit atau group, ketimbang
kemampuan dan keterampilan khusus yang dimiliki oleh karyawan.
d. Frame of Reference
Perbedaan pada mobilitas pasar tenaga kerja bagi perusahaan Jepang
lebih sering terfokus secara internal. Misalnya, berkaitan dengan masalah
promosi, pada perusahaan Jepang biasanya dilakukan metode mengisi
sebagianbesar posisi manajemen lini tengah dan lini atas, dan terdapat
syarat masa kerja minimum yang diperlukan untuk mencapai peringkat
status organisasional tertentu, setelah itu karyawan baru dapat
dipromosikan secara otomatis ke pangkat yang lebih tinggi.
e. Keadilan
Perusahaan-perusahaan Jepang secara luas dikenal lebih
mengejar equality(keadilan & kesetaraan) ketimbang equity (ekuitas).
Misalnya, perusahaan Jepang cenderung menghargai karyawan secara
adil, ketimbang melakukan evaluasi secara fair. Sistem equality-based
pay untuk senioritas ketimbang kinerja individu lebih berkembang pada
masyarakat dimana kontribusi nilai-nilai kelompok lebih dihargai daripada
pengakuan individual. Gaji diputuskan berdasarkan keseimbangan dengan
orang lain dalam satu tim, dan secara praktis semua karyawan pada unit
tersebut diberikan paket gaji yang sama. Bonus dan benefit fleksibel yang
sifatnya group-based lebih umum diimplementasikan daripada program
insentif individu karena kecenderungan perusahaan Jepang untuk melatih
kerjasama dan suportivitas diantara karyawannya, ketimbang prestasi
kerja secara individual.
Akan tetapi, pada beberapa perusahaan Jepang lainnya, sistem seperti ini
mulai bergeser, khususnya ketika diaplikasikan di Indonesia, karyawan di
Indonesia lebih menyukai pay for performance ketimbang pay for
seniority dan team-based pay. Hal ini mengindikasikan bahwa
keseimbangan antara ekuitas dan equality itu berubah.
f. Individualitas/ Kelompok
Orientasi kelompok yang kuat merupakan label umum yang masih banyak
diterapkanpada perusahaan Jepang, mungkin karena budaya yang masih
sangat kolektif. Misalnya, penting bagi orang Jepang untuk menciptakan
DAFTAR REFERENSI
Bird, Allan & Schon Beechler. 1995. Links Between Business Strategy and
Human Resource Management Strategy in U.S-Based Japanese
Subsidiaries: An Empirical Investigation, Journal of International Business
Studies, 26(1):23- 40.
Bosch, Reinoud; Hisako Matsuo & Haruhiko Kanegae. (2011). Values in
Human Resource Management of Japanese Multinational in the US: A
Country-of-Origin Effect or Local Responsiveness?. International Journal of
Business and Social Science, Vol. 2, No. 23 [ Special Issue December
2011].
Dowling, P. & Welch, D. E. (2004) International Human Resource
Management: Managing People in a Multinational Context 4th edition,
London UK, Thomson Learning.
Dowling, Peter J, Marion Festing and Allen D. Engle, 2008. International
Human Resource Management : Managing People in a Multinational
Context : Fifth Edition, South- Western Cengage Learning, United Kingdom
Kompas. 14 Januari 2013. Mari Belajar dari Bangsa Jepang
Kotter, John. P, Heskett, James L. 1992. Corporate Culture and
Performance. New York. The Free Press A Division Simon and Schuster Inc.
Lado & Wilson. 1994. Human resource systems and sustained competitive
advantage: a competency-based perspective. Academy of Management
Review. 19: 699-727
Lockwood, N. R., (2003), Work life balance: Challenges and solutions,
HRMagazine, Vol 48, Iss 6, p S1, Society for Human Resource
Management, Alexandria
Masaaki Imai. 1991. Kaizen : The Key to Japan's Competitive Success.
Singapore, McGraw-Hill International
Masaaki Imai. 1998. Genba Kaizen : Pendekatan Akal Sehat, Berbiaya
Rendah Pada Manajemen. Jakarta, Pustaka Brinaman Pressindo.
Moeljono, Djokosantoso. 2003. Budaya Korporat dan Keunggulan
Korporasi. Jakarta. P.T. Elex Media Komputindo.
[3] Masaaki Imai. 1998. Genba Kaizen : Pendekatan Akal Sehat, Berbiaya
Rendah Pada Manajemen. Jakarta, Pustaka Brinaman Pressindo.
[4] Dowling, Peter J, Marion Festing and Allen D. Engle, 2008. International
Human Resource
Management : Managing People in a Multinational Context : Fifth Edition,
South- Western
Cengage Learning, United Kingdom