Anda di halaman 1dari 2

STUDI KASUS MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA CHAPTER 15

Karyawan Freeport: Kasus Mogok Kerja Pekerja Belum Selesai

Karyawan PT Freeport Indonesia menekankan bahwa kasus Pemutusan Hubungan Kerja


(PHK) sepihak yang melibatkan perusahaan tambang itu masih berjalan. Dedy Mukhlis, salah
satu pekerja PT Freeport Indonesia sekaligus peserta aksi mogok kerja pada 2017 lalu tidak
mengakui mediasi yang diwakili oleh Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) tersebut.

“Seolah-olah permasalahan ini sudah selesai karena kesepakatan 21 Desember 2017 lalu,”
kata Dedy di Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta Pusat pada Minggu, 11 Maret 2018.

Sebelumnya, PT Freeport Indonesia menyebut telah menyelesaikan persoalan PHK sepihak


tersebut pada 21 Desember 2017 lalu. PT Freeport Indonesia bersama Ketua Umum Serikat
Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI), R Abdullah, menandatangani kesepakatan sejumlah poin
perjanjian.

Poin tersebut di antaranya menghapus hutang karyawan serta memberi tunjangan sebesar 1,5
sampai 4,5 kali gaji. PT Freeport Indonesia juga memberi kesempatan kerja kembali. Namun,
mereka diterima kembali bukan sebagai karyawan Freeport, melainkan menjadi karyawan
kontraktor yang bekerja untuk Freeport.

Dedy kemudian menepis bahwa para pekerja PT Freeport Indonesia telah diwakilkan oleh
Abdullah. Menurut Dedy, pihaknya tidak pernah memberi mandate kepada Abdullah untuk
mewakili mereka dan menyelesaikan permasalahan tersebut. Sehingga, mediasi tersebut tidak
sah.

“Jadi kalo dia (Abdullah) klaim dirinya sebagai pihak kedua itu bohong. Tolong buktikan
tanda tangan pemberian mandat oleh kami kepada dia,” ucap Dedy.

Ribuan pekerja PT Freeport Indonesia dan subkontraktornya melakukan aksi mogok kerja
sejak 1 Mei 2017 lalu atau bertepatan dengan peringatan Hari Buruh International (May
Day). Mereka menuntut manajemen PT Freeport Indonesia untuk menghentikan program
Furlough, mempekerjakan kembali karyawan yang terkena Furlough, serta mengembalikan
semua pekerja yang mogok di Timika, Papua tanpa PHK. Mereka juga mendesak PT Freeport
Indonesia untuk menghentikan tindakan kriminalisasi terhadap para pengurus serikat pekerja.

Dedy bersama tim kuasa hukumnya, Kantor hukum dan Hak Asasi Manusia Lokataru,
memaparkan sejumlah dugaan pelanggaran oleh PT Freeport Indonesia terhadap pekerjanya.
Nur Kholis, pengacara pekerja PT Freeport Indonesia melaporkan setidaknya ada 19 peserta
mogok kerja yang ditangkap polisi. Mereka, kata Nur, dikriminalisasi dengan tuduhan
pengrusakan dan penghasutan. Hingga kini, Sembilan di antaranya masih menjalani sidang.

Selain itu, Nur melaporkan ada 18 orang yang meninggal akibat persoalan tersebut. Sebanyak
16 pekerjanya meninggal karena sakit akibat penghentian kepesertaan BPJS oleh PT Freeport
Indonesia. Mereka dianggap bukan lagi karyawan perusahaan tambang tersebut, sehingga
dianggap tidak berhak menerima asuransi kesehatan.
“Padahal belum ada PHK resmi tapi kok tiba-tiba dihentikan,” kata Nur mempertanyakan.
Sementara dua orang lainnya nekat bunuh diri, yang disebut Nur sebagai dampak tekanan
masalah hak pekerja ini.

Lima pekerja lainnya juga mengalami luka tembakan akibat aksi bentrok dengan aparat.
Sementara, seorang pekerja hilang dan tidak diketahui keberadaannya sampai sekarang.

Menurut Nur, PT Freeport Indonesia telah melanggar beberapa pasal ketenagakerjaan.


Pertama, melanggar Pasal 28 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja
atau Serikat Buruh. Nur menyebut PT Freeport Indonesia sengaja menghalangi aktivitas
serikat buruh yang dilindungi UU tersebut.

Kedua, PT Freeport Indonesia juga dianggap melanggar 143 UU Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan yang menyebutkan larangan penghalangan kebebasan buruh untuk
berserikat.

Ketiga, perusahaan tambang itu juga disebut menabrak UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional. PT Freeport Indonesia terancam UU tersebut karena
menghentikan keikutsertaan karyawannya dalam program BPJS.

“Bahkan ada aturannya bahwa enam bulan setelah PHK pekerja masih berhak mendapat
layanan kesehatan. Nah ini belum ada PHK resmi atau hukum in kracht tapi mereka sepihak
melakukan penghentian BPJS,” ucap Nur menjelaskan.

PT Freeport Indonesia sebelumnya melakukan PHK terhadap 840 karyawan yang ikut dalam
aksi mogok kerja. Selain memecat pekerjanya, PT Freeport Indonesia juga melakukan
Furlough terhadap ribuan pekerjanya. Menurut keterangan Dedy, hingga kini tercatat sekitar
300an pekerja yang dikenakan Furlough. “Akses kesehatan, gaji, dan Tunjangan Hari Raya
mereka di-stop,” kata Dedy.

Anda mungkin juga menyukai