Seperti yang dapat dilihat pada pernyataan diatas pada poin ke 2 dimana dinyatakan
bahawa PT. AFI telah memenuhi seluruh standar keselamatan, kesehatan kerja dan
lingkungan. Namun pada kenyataannya dari mulai pada tahun 2017 sampai 2020 PT. AFI ini
terus menjadi sorotan public karena kasus-kasusnya yang dianggap sangat bertentangan
dengan hak-hak yang harusnya didapatkan oleh karyawan. Kasus pelanggaran PT. AFI
yang terbaru adalah sepanjang tahun 2019, terjadi 13 kasus keguguran dan 5 kematian bayi
sebelum dilahirkan. Kasus bertambah menjadi satu kasus keguguran dan satu kasus
kematian bayi pada awal tahun 2020. Hingga tercatat pada bulan Maret 2020, total kasus
keguguran yang terdata sebanyak 21 kasus. Pada tanggal 3 Maret 2020, perwakilan
buruh es krim Aice sedianya telah mengajukan pelaporan terkait permasalahan ibu
hamil yang masih dipekerjakan shift malam kepada Dinas Ketenagakerjaaan Bekasi.
Adanya kasus ini akhirnya Kementerian Ketenagakerjaan menerjunkan tim khusus
pengawas ketenagakerjaan untuk memeriksa pabrik es Krim Aice. Hasilnya, tim
menemukan beberapa dugaan pelanggaran yang dilakukan PT Alpen Food Industry selaku
produsen es Krim Aice.
Terkait mempekerjakan buruh wanita yang sedang hamil pada malam hari menurut Legal
Corporate PT AFI, Simon Audry Halomoan Siagian, mengatakan, pihak perusahaan telah
menjalankan kewajiban dalam masalah aturan kerja bagi buruh perempuan yang sedang
hamil. Aturan tersebut, menurut Legal Corporate PT AFI ini, tertuang dalam Pasal 72 UU
13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Dimana berdasarkan peryantaan dari Legal Corporate
PT AFI ini didapatkan informasi bahwa PT AFI betul mempekerjakan buruh wanita yang
sedang hamil pada malam hari namun perusahaan selalu memberikan susu kotak dan
makanan yang bergizi setiap malam entah roti atau makanan lain dalam rangka suplai gizi
ibu-ibu yang mengandung. PT AFI menyatakan bahwa pada Pasal 72 UU 13/2003 tersebut
berisi tentang larangan pengusaha mempekerjakan pekerja perempuan hamil masuk pada
shift malam (23.00-07.00) jika menurut keterangan dokter berbahaya. Selain itu itu, terkait
masalah keguguran dari pekerja perempuan yang hamil, pihak perusahaan telah memutuskan
untuk melakukan Medical Check Up oleh RS Omni khusus pada buruh hamil yang mengalami
keguguran.
Dari faktor yang membedakan unethical acts dan ethical mistakes tersebut dapat
dianalisis bahwa PT AFI pada dasarnya tidak pernah menyadari bahwa tindakan
yang dilakukan telah menyalahi banyak hal khususnya regulasi. PT AFI melakukan
praktik unethical acts, dimana jelas tindakan yang dilakukan melanggar kode etik
setiap perusahaan yang seharusnya memperhatikan aspek pekerja bukan
sebaliknya.
PT AFI mengupayakan segala cara untuk meningkatkan laba perusahaan termasuk
tidak mempehatikan aspek pekerja yang dinilai sebagai buruh. Perilaku yang tidak
etis dapat ditunjukkan melalui adanya perilaku management terhadap pekerja,
standardisasi perusahaan yang hanya berorientasi pada profit. Dari permasalahan
ini yang dapat dilihat adalah bahwa ternayat nlai-nilai perusahaan PT AFI mengakar
pada mekanisme keuntungan semata.
Istilah unethical acts vs. ethical mistakes muncul sebagai perbandingan dalam dilema
korporat. Sebagai ahli etika Marianne Jennings menunjukkan, ''etis runtuh terjadi ketika
organisasi tidak dapat melihat garis terang antara benar dan salah”. Unethical acts ini
biasanya melanggar kode etik perusahaan yang jelas serta hukum dan peraturan.
Sementara itu, ethical mistakes adalah keputusan atau tindakan yang secara tidak sengaja
tidak etis kemudian menyesali dan berharap mereka dapat membatalkannya (Rossy, 2011,
hal. 35). Tiga faktor kunci yang membedakan tindakan tidak etis dari kesalahan etika antara
lain, pertama, intentionality, apakah niat termasuk baik atau buruk. Kedua, remorse,
penyesalan benar-benar ada ataukah hanya menyesal ditangkap dan diekspos. Ketiga,
accountability, kesediaan mengakui kesalahan dan bertanggung jawab atas tindakan yang
tidak etis (Rossy, 2011, hal. 35-36).