Anda di halaman 1dari 20

Pertemuan 5-7

Orientasi, Penempatan, dan Pemisahan

Tujuan Pembelajaran:
 Mengetahui proses orientasi dan hal-hal yang diperkenalkan selama proses ini
 Mengetahui definisi dan jenis-jenis penempatan (placement)
 Mengetahui definisi dan jenis-jenis pemisahan (separation)

Orientasi

Di bab sebelumnya kita telah mempelajari dasar-dasar manajemen sumber daya manusia dan
prosesnya sampai dengan seleksi. Di dalam bab ini, kita akan mempelajari tentang orientasi
(orientation), penempatan (placement), dan pemisahan (separation).

Di bab empat kita telah membahas tentang seleksi. Akhir dari proses seleksi adalah
keputusan untuk mempekerjakan kandidat terpilih. Akan tetapi, sebelum mulai bekerja pekerja
baru itu harus melalui orientasi. Orientasi sendiri diartikan sebagai proses pengenalan pekerjaan
dan organisasi kepada pekerja baru.

Proses orientasi berkaitan dengan sosialisasi, yaitu suatu proses yang memperkenalkan
pekerja baru terhadap nilai-nilai, norma, dan belief yang ada dan dianut oleh organisasi/perusahaan
sehingga ia menjadi mengerti, menerima, dan menjalankannya.

Orientasi ini sangat penting bagi karyawan karena saat inilah karyawan baru akan
mengenal organisasi tempatnya bekerja dan akan berusaha untuk menyesuaikan diri sehingga
selaras. Tujuannya agar ia mampu berkinerja dengan baik dan tidak mengalami hambatan akibat
adanya ketidakpahaman dan atau ketidakselarasan antara pekerja baru dengan pekerja lama atau
dengan organisasi/perusahaan.

1
Dalam proses orientasi ada beberapa hal yang umumnya diperkenalkan kepada pekerja
baru, yaitu:

 Organisasi, di sini diperkenalkan seluk beluk organisasi/perusahaan mulai dari:

a. Sejarah perusahaan
b. Pemilik perusahaan
c. Direktur dan Pimpinan perusahaan
d. Departemen dan divisi yang ada di dalam perusahaan
e. Layout, tata ruang, dan fasilitas kantor
f. Prosedur dan lamanya masa percobaan (probation period)
g. Produk atau jasa yang dibuat oleh perusahaan
h. Proses produksi dan operasi
i. Peraturan-peraturan perusahaan
j. Masalah, kesehatan, keamanan, dan keselamatan kerja

 Kompensasi dan Benefits Karyawan, di sini dijelaskan apa saja jenis remunerasi yang
akan diterima oleh karyawan sebagai balas jasa atas kerja yang diberikan, umumnya
menjelaskan mengenai:

a. Jumlah gaji dan skema penghitungan gaji


b. Lama cuti dan prosedur pengajuan cuti
c. Jam istirahat dan lamanya waktu untuk beristirahat
d. Pelatihan dan pengembangan yang akan diberikan perusahaan
e. Asuransi yang akan diperoleh
f. Penjelasan mengenai skema pensiun

 Pengenalan, disini karyawan baru dikenalkan kepada semua pekerja lama yang telah
bekerja di perusahaan tersebut. Tujuannya agar karyawan baru mengenal pekerja lama

2
sehingga tercipta hubungan interpersonal yang baik. Hal ini diperlukan agar pekerja
baru mampu bekerja sama dengan pekerja yang lebih dulu bekerja di perusahaan.
Biasanya pekerja baru akan diperkenalkan kepada:

a. Penyelia atau atasanya langsung


b. Teman-teman sekerja

 Tugas-tugas, di sini pekerja baru diperkenalkan dan dijelaskan mengenai pekerjaan dan
tugas-tugas yang harus dikerjakannya, meliputi:

a. Lokasi tempat kerja


b. Tugas-tugas yang harus dilakukannya
c. Standar keselamatan kerja
d. Gambaran umum mengenai posisi dan tanggung jawab kerja
e. Tujuan dan sasaran yang harus dicapai dalam bekerja
f. Hubungan pekerjaanya dengan pekerjaan-pekerjaan yang lain di dalam perusahaan

Penempatan (placement)

Penempatan atau placement adalah proses penugasan atau penugasan kembali pekerja untuk
mengerjakan suatu pekerjaan atau menempati suatu posisi baru di dalam perusahaan. Penempatan
bertujuan untuk menempatkan seorang karyawan pada suatu posisi atau jabatan tertentu yang
dianggap pas untuk dirinya. Secara umum, penempatan ini terbagi menjadi tiga yaitu; promosi
(promotion), demosi (demotion), dan transfer.

Placement

3
Promotion Demotion Transfer

Promosi terjadi apabila seorang pekerja dipindahkan dari suatu posisi ke posisi yang
lain yang lebih tinggi. Dalam promosi, pekerja ditempatkan di suatu jabatan yang memiliki
kedudukan yang lebih tinggi, tanggung jawab yang lebih besar, serta remunerasi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan posisi yang ditempati sebelumnya.

Promosi merupakan suatu proses pengakuan (recognition) perusahaan kepada pekerja


karena dianggap pekerja tersebut telah memiliki kinerja yang sangat baik sehingga pantas
mendapatkan kenaikan jabatan. Promosi jenis ini disebut sebagai merit based promotion. Ada pula
promosi yang didasarkan bukan pada baik buruknya kinerja pekerja, tetapi didasarkan pada
lamanya waktu bekerja (tenure) di perusahaan tersebut. Makin lama ia bekerja, maka ia akan
dipromosikan untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi. Promosi jenis ini disebut sebagai
seniority based promotion.

Apabila promosi adalah pemindahan dari posisi yang lebih rendah ke yang lebih tinggi,
maka demosi (demotion) adalah hal yang sebaliknya. Demosi mengakibatkan pekerja menempati
posisi yang lebih rendah, dengan tanggung jawab yang lebih kecil, dan renumerasi yang lebih
sedikit dibandingkan dengan posisinya saat ini. Sedangkan transfer adalah pemindahan dari posisi
yang saat ini ke posisi yang baru tapi memiliki kedudukan, tanggung jawab, dan jumah remunerasi
yang sama.

Promosi dan demosi merupakan proses penempatan yang bersifat naik atau turun,
sedangkan transfer merupakan proses penempatan yang bersifat horizontal.

Pemisahan (separation)

4
Pemisahan atau separation adalah suatu kondisi ketika seorang pekerja harus berpisah dengan
perusahaan atau organisasi tempat bekerja. Pemisahan ini bisa berasal dari keinginan pekerja
sendiri atau bisa juga berasal dari keputusan perusahaan. Motif pemisahan ini bisa bermacam-
macam, bisa karena alasan ekonomis, bisnis, atau alasan pribadi atau juga bisa dikarenakan proses
alami seperti karena usia atau kematian.

Dilihat dari penyebabnya, pemisahan atau separation terbagi menjadi tiga yaitu:
Attrition, layoffs, dan pemberhentian (termination).

Separation

Attrition Layoff Termination

Attrition adalah pemisahan yang terjadi karena hal-hal yang alami, misalnya disebabkan
karena pekerja memasuki usia pensiun, mengalami kematian, atau habis masa kontrak kerjanya.
Attrition adalah cara yang paling gampang dalam proses pengurangan karyawan, tetapi ini
merupakan proses yang sangat lama.

Berikutnya adalah layoffs. Pemisahan jenis ini terjadi dikarenakan oleh alasan ekonomi
atau bisnis. Misalnya perusahaan mengalami krisis keuangan atau mengalami penurunan
penjualan, maka untuk mengurangi biaya operasi diperlukan pengurangan karyawan. Layoff bisa
berlangsung sementara (atau dalam istilah Indonesia dirumahkan) bisa juga berlangsung secara
permanen. Apabila berlangsung secara sementara, maka ketika kondisi perusahaan kembal normal
pekerja yang bisa kembali lagi bekerja. Sedangkan apabila layoffs berlangsung secara permanen,
maka pekerja tidak bisa lagi kembali bekerja meskipun kondisi perusahaan kembali ke kondisi
semula.

5
Pemisahan yang ketiga adalah termination. Pemisahan jenis ini biasanya sebagai akibat
dari tindakan pekerja yang diangap tidak disiplin dan telah melanggar aturan-aturan perusahaan
atau dianggap telah melakukan kesalahan berat. Umumnya, termination ini dikenal sebagai
pemecatan.

Apabila pekerja mengalami pemisahan berupa layoff permanen dan termination, ia


berhak untuk mendapatkan uang pesangon atau severance pay. Besarnya uang pesangon berbeda-
beda tergantung dengan posisi yang didudukinya dan lamanya masa kerja. Selain itu, besaran uang
pesangon juga berbeda-beda di setiap negara. Di Indonesia sendiri, prosedur dan besaran pesangon
diatur dalam Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.

Proses pemisahan ini harus ditangani dengan baik, karena bisa berdampak buruk bagi
perusahaan. Misalkan apabila banyak pekerja perusahaan yang mengalami pemisahan attrition,
maka akan banyak posisi kosong dalam perusahaan sehingga perusahaan kekurangan pekerja yang
bisa menganggu proses operasional. Begitu pula dengan masalah layoffs dan termination, harus
diperhatikan secara seksama terutama berkaitan dengan masalah hukum. Apabila perusahaan tidak
menanganinya dengan baik, mungkin saja perusahaan akan mengalami tuntutan secara hukum dari
pekerja yang diberhentikan. Maka untuk menghindari hal ini, perusahaan harus
mempertimbangkan baik-baik keputusan pemisahan atau separation.

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)9

PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan
berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan pengusaha.

Apabila kita mendengar istilah PHK, yang biasa terlintas adalah pemecatan sepihak oleh pihak
pengusaha karena kesalahan pekerja. Karenanya, selama ini singkatan ini memiliki konotasi
negatif. Padahal, kalau kita tilik definisi di atas yang diambil dari UU No. 13/2003 tentang

6
Ketenagakerjaan, dijelaskan PHK dapat terjadi karena bermacam sebab. Intinya tidak persis sama
dengan pengertian dipecat.

Tergantung alasannya, PHK mungkin membutuhkan penetapan Lembaga Penyelesaian


Perselisihan Hubungan Industrial (LPPHI) mungkin juga tidak. Meski begitu, dalam praktek tidak
semua PHK yang butuh penetapan dilaporkan kepada instansi ketenagakerjaan, baik karena tidak
perlu ada penetapan, PHK tidak berujung sengketa hukum, atau karena pekerja tidak mengetahui
hak mereka.

9
Di unduh dari
http://hukumpedia.com/index.php?title=pemutusan_hubungan_kerja_%28PHK%29 pada 5 Februari 2011.
Jam 00.16 WIB
sebelum Pengadilan Hubungan Industrial berdiri pada 2006, perselisihan hubungan Industrial
masih ditangani pemerintah lewat panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (P4) dan
Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah (P4D) serta pengadialn Tata Usaha Negara.

Pekerja kontrak dan tetap


Pengaturan kompensasi PHK berbeda untuk pekerja kontrak (terikat Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu-PKWT) dan pekerja tetap (terikat Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu-PKWTT).

7
Dalam hal kontrak, pihak yang memutuskan kontrak diperintahkan membayar sisa nilai kontrak
tersebut. Sedangkan bagi pekerja tetap, diatur soal wajib tidaknya pengusaha memberi kompensasi
atas PHK tersebut.

Dalam PHK terhadap pekerja tetap, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon, dan atau
uang pengharagaan masa kerja, dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima pekerja. Perlu
dicatat, kewajiban ini hanya berlaku bagi pengusaha yang melakukan PHK terhadap pekerja untuk
waktu tidak tertentu. Pekerja dengan kontrak mungkin menerima pesangon bila diatur dalam
perjanjiannya.

Alasan/sebab PHK

Terdapat bermacam-macam alasan PHK, dari mulai pekerja mengundurkan diri, tidak lulus masa
percobaan hingga perusahaan pailit. Selain itu:

Selesainya PKWT
Pekerja melakukan kesalahan berat
Pekerja melanggar perjanjian kerja, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perusahaan
Pekerja mengajukan PHK karena pelanggaran pengusaha
Pekerja menerima PHK karena pelanggaran pengusaha
Pernikahan antar pekerja (jika diatur oleh perusahaan)
PHK Massal – karena perusahaan rugi, force majeure, atau melakukan efisiensi.
Peleburan, penggabungan, perubahan status
Perusahaan pailit
Pekerja meninggal dunia
Pekerja mangkir 5 hari atau lebih dan telah dipanggil 2 kali secara patut
Pekerja sakit berkepanjangan
Pekerja memasuki usia pensiun

8
PHK Sukarela

Pekerja dapat mengajukan pengunduruan diri kepada pengusaha secara tertulis tanpa
paksaan/intimidasi. Terdapat berbagai macam alasan pengunduran diri, seperti pindah ke tempat
lain, berhenti dengan alasan pribadi, dan lain-lain. Untuk mengundurkan diri, pekerja harus
memenuhi syarat: (i) mengajukan permohonan selambatnya 30 hari sebelumnya, (ii) tidak ada
ikatan dinas, (iii) tetap melaksanakan kewajiban sampai mengundurkan diri.

Undang-undang melarang pengusaha memaksa pekerjaanya untuk mengundurkan diri. Namun


dalam praktik, pengunduran diri kadang diminta oleh pihak pengusaha. Kadang kala, pengunduran
diri yang tidak sepenuhnya sukarela ini merupakan solusi terbaik bagi pekerja maupun pengusaha.
Disatu sisi, reputasi pekerja tetap terjaga. Disisi lain pengusaha tidak perlu mengeluarkan
pesangon lebih besar apabila pengusaha harus melakukan PHK tanpa ada persetujuan pekerja.
Pengusaha dan pekerja juga dapat membahas besaran pesangon yang disepakati.

Pekerja yang mengajukan pengunduran diri hanya berhak atas kompensasi seperti sisa cuti yang
masih ada, biaya perumahan serta pengobatan dan perawatan, dll sesuai pasal 156 (4). Pekerja
mungkin mendapatkan lebih bila diatur lain lewat perjanjian. Untuk biaya perumahan terdapat
silang pendapat antara pekerja dan pengusaha, terkait apakah pekerja yang mengundurkan diri
berhak atas 15% dari uang pesangon dan penghargaan masa kerja.

PHK Tidak Sukarela

a. PHK oleh Pengusaha

Seseorang dapat dipecat (PHK tidak sukarela) karena bermacam hal, antara lain rendahnya
performa kerja, melakukan pelanggaran perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau kebijakan-

9
kebijakan lain yang dikeluarkan pengusaha. Tidak semua kesalahan dapat berakibat pemecatan.
Hal ini tergantung besarnya tingkat kesalahan.

Pengusaha dimungkinkan mem-PHK pekerjanya dalam hal pekerja melakukan pelanggaran


ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
Ini, setelah sebelumnya kepada pekerja diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga
secara berturut-turut. Surat peringatan masing-masing berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan,
kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

Pengusaha dapat memberikan surat peringatan kepada pekerja untuk berbagai pelanggaran dan
menetukan sanksi yang layak tergantung jenis pelanggaran. Pengusaha dimungkinkan juga
mengeluarkan misalnya SP 3 secara langsung, atau terhadap perbuatan tertentu langsung mem-
PHK. Hal ini dengan catatan hal tersebut diatur dalam perjanjian kerja (PK), peraturan perusahaan
(PP), atau perjanjian kerja bersama (PKB), dan dalam ketiga aturan tersebut, disebutkan secara
jelas jenis pelanggaran yang dapat mengakibatkan PHK. Tak lupa penetapan lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

Selain karena kesalahan pekerja. Pemecatan mungkin dilakukan karena alasan lain. Misalnya bial
perusahan memutuskan melakukan efisiensi, penggabungan atau peleburan, dalam keadaan
merugi, pailit, maupun PHK terjadi karena keadaan diluar kuasa pengusaha (force majeure).

Undang-Undang tegas melarang pengusaha melakukan PHK dengan alasan:

a. Pekerja berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak
melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus;

b. Pekerja berhalangan menjalankan pekerjaanya karena memenuhi kewajiban terhadap negara


sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku;

c. Pekerja menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;

10
d. Pekerja menikah;

e. Pekerja perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya;

f. Pekerja mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja lainnya di
dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam PK, PP, atau PKB;

g. Pekerja mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja, pekerja melakukan
kegiatan serikat pekerja di luar jam kerja, atau didalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha,
atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam PK, PP, atau PKB;

h. Pekerja yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha
yang melakukan tindakan pidana kejahatan;

i. Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin,
kondisi fisik, atau status perkawinan;

j. Pekerja dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan
kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat
dipastikan.

 Kesalahan Berat (eks Pasal 158)

Semenjak Mahkamah Kontitusi (MK) menyatakan pasal 158 UU Ketenagakerjaan


inkonstitusional, maka pengusaha tidak lagi dapat langsung melakukan PHK apabila dengan
pekerja melakukan kesalahan berat. Berdasarkan asas praduga tak bersalah, pengusaha baru
dapat melakukan PHK apabila pekerja terbukti melakukan kesalahan berat yang termasuk

11
tindakan pidana. Atas putusan MK ini, Depnaker mengeluarkan surat edaran yang berusaha
memberikan penjelasan tentang akibat putusan tersebut. Yang termasuk kesalahan berat ialah:

a. Melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang milik


perusahaan;
b. Memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan;
c. Mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau mengedarkan
narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja;
d. Melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja;
e. Menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja atau
pengusaha di lingkungan kerja;
f. Membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuaan yang bertentangan
dengan peraturan perundangan-undangan; dengan ceroboh atau sengaja merusak atau
membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan
kerugian bagi perusahaan;
g. Dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan
bahaya di tempat kerja;
h. Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan
kecuali untuk kepentingan negara; atau
i. Melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana penjara
lima tahun atau lebih.

b. Permohonan PHK Pekerja

Pekerja juga berhak untuk mengajukan permohonan PHK ke LPPHI bila pengusaha melakukan
perbuatan seperti (i) menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerja: (ii) membujuk
dan/atau menyuruh pekerja utuk melakukan perbuatan yang bertentang dengan peraturan
perundang-undang; (iii) tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3
bulan berturut-turut aau lebih; (iv) tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada
pekerja; (v) memerintahkan pekerja untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan; (vi)

12
memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan kesusilaan
pekerja/buruh sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada perjanjian kerja.

c. PHK oleh Hakim

PHK dapat pula karena putusan hakim. Apabila hakim memandang hubungan kerja tidak lagi
kondusif dan tidak mungkin dipertahankan maka hakim dapat melakukan PHK yang berlaku sejak
putusan dibacakan.

d. PHK karena Peraturan Perundang-undangan

Pekerja yang meninggal dunia, Perusahaan yang pailit, dan force majeure merupakan alasan PHK
diluar keinginan para pihak meski begitu dalam praktek force majeure sering dijadikan alasan
pengusaha untuk mem-PHK pekerjaanya.

Mekanisme PHK

Pekerja, pengusaha dan pemerintah wajib untuk melakukan segala upaya untuk menghindari PHK.
Apabila tidak ada kesepakatan antara pengusaha pekerja/serikatnya, PHK hanya dapat dilakukan
oleh pengusaha setelah memperoleh penetapan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial (LPPHI).

Selain karena pengunduran diri dan hal-hal tertentu dibawah ini, PHK harus dilakukan melalui
penetapan Lembaga Penyelesaian Hubungan Industrial (LPHHI). Hal-hal tersebut adalah:

a. Pekerja masih dalam masa percobaan kerja, bilamana telah dipersyaratkan secara tertulis
sebelumnya;

13
b. Pekerja mengajukan permintaan pengunduran diri, secara tertulis atas kemauan sendiri tanpa
ada indikasi adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha, berakhirnya hubungan kerja sesuai
dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali;
c. Pekerja mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan,perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundangan-undangan; atau
d. Pekerja meninggal dunia.
e. Pekerja ditahan
f. Pengusaha tidak terbukti melakukan pelanggaran yang dituduhkan pekerja melakukan
permohonan PHK

Selama belum ada penetapan dari LPPHI, pekerja dan pengusaha harus tetap melaksanakan segala
kewajibannya. Sambil menunggu penetepan, pengusaha dapat melakukan skorsing, dengan tetap
membayar hak-hak pekerja.

Perselisihan PHK

Perselisihan PHK termasuk kategori perselisihan hubungan industrial bersama perselisihan hak,
perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja. Perselisihan PHK timbul karena
tidak adanya kesesuaian pendapat antara pekerja dan pengusaha mengenai pengakhiran hubungan
kerja yang dilakukan salah satu pihak.

Perselisihan PHK antara lain mengenai sah atau tidaknya alasan PHK, dan besaran kompensasi
atas PHK.

Penyelesaian Perselisihan PHK

Mekanisme perselisihan PHK beragam dan berjenjang.

14
1. Perundingan Bipartit

Perundingan Bipartit adalah forum perundingan dua kaki antar pengusaha dan pekerja atau serikat
kerja. Kedua belah pihak diharapkan dapat mencapai kesepakatan dalam penyelesaian masalah
mereka, sebagai langkah awal dalam penyelesaian perselisihan.

Dalam perundingan ini, harus dibuat risalah yang ditandatangani para Pihak. Isi risalah diatur
dalam Pasal 6 Ayat 2 UU PPHI. Apabila tercapai kesepakatan maka Para pihak membuat
Perjanjian Bersama yang mereka tandatangani. Kemudian Perjanjian Bersama ini didaftarkan pada
PHI wilayah oleh para pihak ditempat Perjanjian Bersama dilakukan. Perlunya mendaftarkan
perjanjian bersama, ialah untuk menghindari kemungkinan salah satu pihak ingkar. Bila hal ini
terjadi, pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi.

Apabila gagal dicapai kesepakatan, maka pekerja dan pengusaha mungkin harus menghadapi
prosedur penyelesaian yang panjang melalui Perundingan Tripartit.

2. Perundingan Tripartit

Dalam pengaturan UUK, terdapat tiga forum penyelesaian yang dapat dipilh oleh para pihak:
a. Mediasi

Forum Mediasi difasilitasi oleh institusi ketenagakerjaan. Dinas tenagakerja kemudian menunjuk
mediator. Mediator berusaha mendamaikan para pihak, agar tercipta kesepakatan antar keduanya.
Dalam hal tercipta kesepakatan para pihak membuta perjanjian bersama dengan disaksikan oleh
mediator. Bila tidak dicapai kesepakatan, mediator akan mengeluarkan anjuran.

b. Konsiliasi

15
Forum Konsiliasi dipimpin oleh konsiliator yang ditunjuk oleh para pihak. Seperti mediator,
Konsiliator berusaha mendamaikan para pihak, agar tercipta kesepakatan antar keduanya. Bila
tidak dicapai kesepakatan, Konsiliator juga mengeluarkan produk berupa anjuran.

c. Arbitrase

Lain dengan produk Mediasi dan Konsiliasi yang berupa anjuran dan tidak mengikat, putusan
arbitrase mengikat para pihak. Satu-satunya langkah bagi pihak yang menolak putusan tersebut
ialah permohonan Pembatalan ke Mahkamah Agung. Karena adanya kewajiban membayar arbiter,
mekanisme arbitrase kurang populer.

3. Pengadilan Hubungan Industrial

Pihak yang menolak anjuran mediator/konsiliator, dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan


Hubungan Industrial (PHI). Pengadilan ini untuk pertama kalinya didirikan di tiap ibukota
provinsi. Nantinya, PHI juga akan didirikan di tiap kabupaten/kota. Tugas pengadilan ini antara
lain mengadili perkara perselisihan hubungan industrial, termasuk perselisihan PHK, serta
menerima permohonan dan melakukan eksekusi terhadap perjanjian Bersama yang dilanggar.

Selain mengadili PHK, serta menerima permohonan dan melakukan ekesekusi terhadap Perjanjian
Bersama yang dilanggar.

Selain mengadili Perselisihan PHK, Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) mengadili jenis
perselisihan lainnya: (i) Perselisihan yang timbul akibat adanya perselisihan hak, (ii) perselisihan
kepentingan dan (iii) perselisihan antar serikat pekerja.

4. Kasasi (Mahkamah Agung)

16
Pihak yang menolak Putusan PHI soal Perselisihan PHK dapat langsung mengajukan kasasi (tidak
melalui banding) atas perkara tersebut ke Mahkamah Agung, untuk diputus.

Kompensasi PHK

Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon
(UP) dan atau uang penghargaan masa kerja (UPMK) dan uang penggantian hak (UPH) yang
seharusnya diterima. UP. UPMK, dan UPH dihitung berdasarkan upah karyawan dan masa
kerjanya.

Perhitungan uang pesangon (UP) paling sedikit sebagai berikut:

Masa Kerja Uang Pesangon


masa kerja kurang dari 1 tahun, 1 (satu) bulan upah;
masa kerja 1-2 tahun, 2 (dua) bulan upah;
masa kerja 2-3 tahun, 3 (tiga) bulan upah;
masa kerja 3-4 tahun, 4 (empat) bulan upah;
masa kerja 4-5 tahun, 5 (lima) bulan upah;
masa kerja 5-6 tahun, 6 (enam) bulan upah;
masa kerja 6-7 tahun, 7 (tujuh) bulan upah;
masa kerja 7-8 tahun, 8 (delapan) bulan upah;
masa kerja 8 tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.

Perhitungan uang penghargaan masa kerja (UPMK) ditetapkan sebagai berikut:

Masa Kerja UPMK


masa kerja 3-6 tahun 2 (dua) bulan upah;
masa kerja 6-9 tahun 3 (tiga) bulan upah;

17
masa kerja 9-12 tahun 4 (empat) bulan upah;
masa kerja 12-15 tahun 5 (empat) bulan upah:
masa kerja 15-18 tahun 6 (enam) bulan upah;
masa kerja 18-21 tahun 7 (tujuh) bulan upah;
masa kerja 21-24 tahun 8 (delapan) bulan upah;
masa kerja 24 tahun atau lebih 10 bulan upah

Uang penggantian hak yang seharusnya diterima (UPH) meliputi:

a. Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;


b. Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ketempat dimana
pekerja/buruh diterima bekerja;
c. Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% dari uang pesangon
dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat;
d. Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian
kerja bersama.

Alasan PHK dan Hak Atas Pesangon

Besaran Perkalian pesangon, tergantung alasan PHK-nya. Besaran Pesangon dapat ditambah tapi
tidak boleh dikurangi. Besaran Pesangon tergantung alasan PHK sebagai berikut:

Mengundurkan diri (kemauan sendiri) –Berhak atas UPH


Tidak lulus masa percobaan –Tidak berhak kompensasi
Selesainya PKWT –Tidak Berhak atas Kompensasi
Pekerjaan melakukan kesalahan berat –Berhak atas UPH
Pekerjaan melakukan Pelanggaran Perjanjian Kerja, Perjanjian Kerja Bersama, atau Peraturan
Perusahaan- 1 kali UP, 1 kali UPMK, dan UPH

18
Pekerja mengajukan PHK karena pelanggaran pengusaha -2 kali UP, 1 kali UPMK, dan UPH
Pekerja menerima PHK meski bukan karena kesalahannya tergantung kesepakatan
Pernikahan antar pekerja (jika diatur oleh perusahaan) -1 kali UP, 1 kali UPMK, dan UPH
PHK masal karena perusahaan rugi atau force majeure- 1 kali UP, 1 kali UPMK, dan UPH
PHK massal karena Perusahaan melakukan efisiensi. -2 kali UP, 1 kali UPMK, dan UPH
Peleburan, Penggabungan, perubahan status dan Pekerja tidak mau melanjutkan hubungan kerja-
1 kali UP, 1 kali UPMK, dan UPH
Peleburan, Penggabungan, perubahan status dan Pengusaha tidak mau melanjutkan hubungan
kerja -2 kali UP, 1 kali UPMK, dan UPH
Perusahaan pailit – 1 kali UP, 1 kali UPMK, dan UPH
Pekerja meninggal dunia – 2 kali UP, 1 kali UPMK, dan UPH
Pekerja mangkir lima hari atau lebih dan telah dipanggil dua kali secara patut – UPH dan Uang
pisah
Pekerja sakit berkepanjangan atau karena kecelakaan kerja (setelah 12 bulan) – 2 kali UP, 2 kali
UPMK, dan UPH
Pekerja memasuki usia pensiun – Sesuai Pasal 167 UU 13/2003
Pekerja ditahan dan putuskan bersalah – 1 kali UPMK dan UPH

Contoh

A yang tinggal di Jakarta telah bekerja selama sepuluh tahun di PT B yang juga berdomisili di
Jakarta, dengan upah Rp 3 juta per bulan. Ia kemudian di-PHK perusahaannya karena melakukan
pealnggaran terhadap perjanjian kerja.

Maka, ia berhak atas kompensasi sebesar: UP= Rp.3000.00,- x 1 x 9 = 27.000.000, (3 juta Dikali
1 UP (karena melanggar Perjanjian kerja) dikalikan dengan 9 bulan upah)
UPMK= Rp.3.000.000 x 1 x 4= 12.000.000,- (tiga juta kali 4 bulan upah, karean masa kerja 10
tahun

UPH= 15% (uang penggantian perumahan dan pengobatan) x (27 juta +12 juta) = Rp.5.850.000

19
Total Kompensasi = UP + UPMK + UPH
27.000.000 + 12.000.000 + 5.850.000 = 44.850.000.-

20

Anda mungkin juga menyukai