Anda di halaman 1dari 2

1.

Kasus
Kontrak kerja pilot Lion Air dinilai melanggar Undang-Undang Ketenagakerjaan. Ketua
Serikat Pekerja Asosiasi Pilot Lion Group Eki Adriansjah mengatakan secara esensi kontrak
tersebut tidak sesuai dengan ketentuan perundangan yang termaktub dalam UU Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Eki menjelaskan dalam Pasal 59 UU 13/2003, Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu hanya
dibuat untuk jenis pekerjaan yang sekali selesai atau sementara dengan batas 3 tahun. Selain
itu, beleid tersebut dibuat untuk pekerjaan musiman atau yang berhubungan dengan produk
atau kegiatan baru. "Pekerjaan pilot tidak memenuhi semua kriteria ini," kata Eki di kantor
Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Ahad, 7 Agustus 2016.

Namun, kata Eki, manajemen Lion Air beranggapan kontrak kerja bukan ranah
ketenagakerjaan melainkan perjanjian perdata. Padahal dalam kontrak mencantumkan
pemberi kerja (perusahaan Lion Air), pekerja (pilot), pekerjaan, dan upah. "Ini sudah jelas
ranah perjanjian ketenagakerjaan," katanya.

Kontrak kerja tersebut berisikan bahwa pilot akan bekerja selama 18 tahun di perusahaan
penerbangan Lion Air. Selain itu, ia menjelaskan klausul ganti rugi yang harus dibayarkan
apabila pilot mengundurkan diri. Menurut dia, nilai penalti sangat fantastis sebesar Rp 500
juta sampai miliaran rupiah. "Tidak jelas apa dan bagaimana penghitungannya," kata dia. Ia
menilai kontrak kerja tersebut digunakan manajemen untuk menyandera dan
mengeksploitasi pilotnya.

Klausul kontrak kerja Lion Air Group. Foto: Dok. Istimewa (Sumber: Kumparan.com)

Lion mengenakan kontrak jangka panjang dengan denda besar untuk pilot baru yang belum
punya jam terbang. Ada dua jenis kontrak buat mereka: kontrak training dan kontrak kerja.
Kontrak training berdurasi 18 tahun dengan penalti (sanksi denda) ribuan dolar Amerika.
Namun pilot muda jebolan flying school Lion Group bahkan bisa dikenakan durasi kontrak
hingga 20 tahun.
“Karena biaya pendidikan mereka disubsidi setengahnya sama Lion,” kata Leon.
Berikutnya, pilot yang dinyatakan lulus training atau pelatihan akan diberi kontrak kerja
tanpa mengubah durasi masa kerja. Bedanya, penalti meningkat dari puluhan ribu menjadi
ratusan ribu hingga jutaan dolar Amerika.

Kontrak belasan tahun semacam itu saat ini tak lagi diterapkan oleh maskapai penerbangan
lain di Indonesia, meski belasan tahun lalu Garuda pernah melakukannya. “Sistem
(Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) itu dilakukan Garuda sekitar 13 tahun lalu. Pilot yang
masuk Garuda ketika sudah berpangkat kapten di-PKWT. Jadi, dulu, karyawan tetap itu
hanya pilot yang sejak awal di Garuda, sementara yang join di posisi kapten itu PKWT,”
kata seorang mantan pilot Garuda.

Sebelumnya, pada Rabu, 3 Agustus 2016, Direktur Umum Lion Air Edward Sirait memecat
14 pilotnya lantaran melanggar kontrak kerja. Pelanggaran itu antara lain terbang tak sesuai
dengan jadwal, menghasut pilot-pilot lain, tak mematuhi pimpinan, dan mempublikasikan
hal-hal terkait dengan perusahaan yang bukan merupakan tugas pilot.

Selain itu, pilot-pilot tersebut diduga melakukan sabotase yang berujung penundaan (delay)
Lion Air pada 10 Mei lalu. Ia membeberkan, 14 orang tersebut melakukan malpraktek
dengan tidak mau menerbangkan pesawat sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.
Edward pun melaporkan pilot ke Badan Reserse Kriminal Mabes Polri.

Ikatan pilot Indonesia (IPI) meminta kepolisian mengusut peristiwa tersebut, serta mendesak
Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Perhubungan untuk meninjau ulang kontrak
kerja Lion Group dengan seluruh penerbangnya.
“Pilot tidak selayaknya menjadi pegawai kontrak. Pilot seharusnya menjadi pegawai tetap,
karena ini berkaitan dengan rasa aman dan nyaman dia (dalam bekerja). Karena dia pun
berpikir harus mendapatkan jaminan ke depan,” kata Ketua IPI Rama Noya.

Manajemen Lion Group membela sistem kontrak PKWT yang mereka terapkan. Managing
Director Lion Air Group Daniel Putut menjelaskan, kontrak tersebut adalah kesepakatan
yang ditandatangani pilot secara sadar sehingga pilot harus menjalankan segala konsekuensi
yang tercantum di dalamnya.
“Kontrak ini untuk mengikat bahwa pegawai ini akan bekerja dalam masa yang telah
ditentukan, sehingga disepakati kedua belah pihak menandatangani kontrak tersebut,” kata
Daniel, Rabu (25/11).

Sumber:
https://kumparan.com/kumparanbisnis/jerat-kontrak-pilot-lion-1sMhfKIgtqP/full
https://bisnis.tempo.co/amp/793906/kontrak-kerja-pilot-lion-air-dinilai-langgar-undang-
undang

Anda mungkin juga menyukai