Anda di halaman 1dari 13

LEADERSHIP AND

ORGANIZATIONAL BEHAVIOR

ANALISA KASUS PILOT DAN KARYAWAN


GARUDA INDONESIA MENGANCAM MOGOK
KERJA

Oleh :
Martupa Michael Anthonyus
(18/437002/PEK/24526)

PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2019
I
ABSTRAK

Makalah ini bertujuan untuk menganalisa permasalahan yang ada


pada Garuda Indonesia yang mengakibatkan Pilot dan Karyawan nya
mengancam melakukan aksi mogok kerja. Subjek dalam makalah ini
adalah keputusan yang dilakukan Garuda Indonesia yang
menimbulkan pergolakan tehadap Pilot dan karyawan Garuda.

Metode makalah yang digunakan adalah deskriptif analitikal yang


dimana pada makalah ini menganalisa permasalahan yang ada pada
Garuda berdasarkan teori yang ada pada buku Angelo Kinicki & Mel
Fugate.

Hasil dari makalah ini menjabarkan analisa permasalahan Garuda


Indonesia yang berpengaruh terhadap Pilot dan Karyawan Garuda
Indonesia itu sendiri dan juga bagi pelanggan pengguna jasa
penerbangan Garuda Indonesia.

1
1.1 Latar Belakang

Perubahan manajemen suatu perusahaan memang sangat


mempengaruhi kinerja perusahaan tersebut. Begitu pula dengan
kebijakan yang dilakukan manajemen Garuda Indonesia yang
menimbulkan respon negative dari internal perusahaan khususnya
Pilot dan Karyawan Garuda Indonesia itu sendiri.

Perubahan manajemen ataupun adanya keputusan perombakkan


struktur organisasi seharusnya dibuatkan berdasarkan kebutuhan
perusahaan yang sesuai dengan fungsinya. Dan pengambilan
keputusan dapat mengikut sertakan para anggota internal perusahaan
tersebut sebagai suatu referensi untuk membuat perusahan menjadi
lebih baik dan terarah dalam menjalankan tujuan dari perusahaan
tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk


menganalisis permasalahan Garuda Indonesia yang muncul sehingga
mendapat respon negative dari kalangan internal Garuda Indonesia
sendiri. Dan bagaimana seharusnya yang dilakukan oleh Garuda
Indonesia lakukan supaya tidak muncul kesalahanpamahan terhadap
internal perusahaan tersebut.

1.2 Topik Bahasan

1.2.1. Profil Perusahaan Garuda Indonesia

Awal berdiri dan Perkembangannya

Pada 21 Desember 1949 dilaksanakan perundingan lanjutan dari


hasil KMB antara pemerintah Indonesia dengan maskapai KLM
mengenai berdirinya sebuah maskapai nasional. Presiden Soekarno
memilih dan memutuskan “Garuda Indonesian Airways” (GIA)
sebagai nama maskapai ini.

Dalam mempersiapkan kemampuan staf udara Indonesia, maka


KLM bersedia menempatkan sementara stafnya untuk tetap bertugas

2
sekaligus melatih para staf udara Indonesia. Karena itulah pada masa
peralihan ini Direktur Utama pertama GIA merupakan orang
Belanda, Dr. E. Konijneburg. Armada pertama GIA pertama pun
merupakan peninggalan KLM-IIB dan bukan armada “Indonesian
Airways” milik AURI.

Sehari setelah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia (RI)


oleh Belanda, yaitu tanggal 28 Desember 1949, dua buah pesawat
Dakota (DC-3) berangkat dari bandar udara Kemayoran, Jakarta
menuju Yogyakarta untuk menjemput Soekarno dibawa kembali ke
Jakarta yang sekaligus menandai perpindahan kembali Ibukota RI
ke Jakarta. Sejak saat itulah GIA terus berkembang hingga dikenal
sekarang sebagai Garuda Indonesia.
Setahun kemudian, di tahun 1950, Garuda Indonesia menjadi
perusahaan negara. Pada periode tersebut, Garuda Indonesia
mengoperasikan armada dengan jumlah pesawat sebanyak 38 buah
yang terdiri dari 22 DC-3, 8 Catalina kapal terbang, and 8 Convair
240. Armada Garuda Indonesia terus bertambah dan akhirnya
berhasil melaksanakan penerbangan pertama kali ke Mekah
membawa jemaah haji dari Indonesia pada tahun 1956. Tahun 1965,
penerbangan pertama kali ke negara-negara di Eropa dilakukan
dengan Amsterdam sebagai tujuan terakhir.
Garuda Indonesia - maskapai pembawa bendera Bangsa - saat
ini melayani 83 destinasi di seluruh dunia dan berbagai lokasi
eksotis di Indonesia.
Dengan jumlah penerbangan lebih dari 600 penerbangan per hari
dan jumlah armada 196 pesawat di Januari 2017, Garuda Indonesia
memberikan pelayanan terbaik melalui konsep “Garuda Indonesia
Experience” yang mengedepankan keramahtamahan dan kekayaan
budaya Indonesia.
Garuda Indonesia terus melaksanakan program transformasi
secara berkelanjutan. Hasilnya, kini Garuda Indonesia merupakan
maskapai bintang lima, dengan berbagai pengakuan dan apresiasi
berskala internasional , diantaranya pencapaian ‘The World’s Best

3
Cabin Crew” selama empat tahun berturut-turut, dari tahun 2014
hingga 2017; "The World's Most Loved Airline 2016" dan “The
World’s Best Economy Class 2013” dari Skytrax, lembaga
pemeringkat penerbangan independen berbasis di London.

1.2.2 Permasalahan Garuda Indonesia yang menimbulkan


respon negative dari Pilot dan Karyawan Garuda Indonesia.

Pekan ini, dunia penerbangan dan calon penumpang sempat


khawatir dengan ancaman mogok kerja pilot Garuda Indonesia.

Meski ancaman itu tak terlaksana, Presiden Asosiasi Pilot


Garuda Indonesia (APG) Captain Bintang Hardiono menjelaskan
pencetus ancaman mogok kerja tersebut.

Menurutnya, awal mula kekecewaan para pilot dan karyawan


pada umumnya, memuncak dengan ancaman mogok kerja para
pilot, pekan ini. Pada April 2017, Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS) memutuskan untuk menghapus posisi Direktur Operasi dan
Direktur Teknik di internal perusahaan.

"Tidak ada Direktur Operasi dan Direktur Teknik itu berarti


tidak ada penanggung jawab dalam audit Airport Operating
Certificate (AOC). AOC itu istilahnya surat trayek lah kalau punya
mikrolet," kata Bintang, Kamis (3/5/2018) malam.

AOC Garuda Indonesia kala itu harus diperpanjang pada Juni


2017, dengan terlebih dahulu menyelesaikan proses audit oleh
auditor.

Namun, di tengah jalan auditor berhenti karena tidak ada


Direktur Operasi dan Direktur Teknik sebagai penanggung jawab
atas hasil audit tersebut.

Karyawan dan pilot memprotes hal itu, yang kemudian


ditindaklanjuti perusahaan dengan pengangkatan Direktur Operasi
serta Direktur Teknik yang dilakukan oleh Direktur Utama Pahala
Nugraha Mansury.

4
Pengangkatan dua posisi direktur itu tidak dilakukan melalui
mekanisme RUPS.

Masalah kemudian berkembang ke hal-hal yang lebih teknis.

Bintang memandang, masalah yang dimaksud timbul karena


banyak Board of Directors atau dewan direksi Garuda Indonesia
yang latar belakangnya bukan dari dunia penerbangan, melainkan
dari perbankan.

Bintang menyebut, salah satu kebijakan yang bertentangan


dengan para pilot dan karyawan adalah meniadakan mobil jemputan
untuk kru kabin.

Dari kebijakan tersebut, disebut mulai bermunculan kasus


kecelakaan yang menimpa para kru.

"Pilot kan mikirnya safety, karena bisa pulang pukul 02.00 atau
04.00 pagi. Alasan perusahaan, di luar negeri bisa kok naik
angkutan umum. Kok disamain sama luar negeri, kan di sana kereta
bus tepat waktu, di sini gimana tepat waktu?" tutur Bintang.

Kebijakan lainnya yang ditentang karyawan adalah


penggeseran jam kerja saat bulan puasa pada 2017 lalu,
pemotongan hak berupa tidak ada lagi kenaikan gaji berkala per
tahunnya atas alasan efisiensi, hingga pemangkasan jam terbang
pilot yang berdampak pada besaran penghasilan.

Kebijakan yang tak kalah jadi sorotan adalah ketika perusahaan


mengganti sistem operasi maskapai menggunakan Sabre.

"Seharusnya ada masa transisi tiga bulan, sistem yang lama


menempel sama sistem yang baru. Tapi, perusahaan keukeuh minta
enam hari saja, dampaknya ya pas erupsi Gunung Agung itu, kacau
semua, seakan-akan tidak ada kru dan pesawat. Padahal ada, tapi
sistemnya yang enggak beres," ujar Bintang.

Pada masa itu, diketahui hanya Garuda Indonesia sebagai


maskapai yang mengalami delay di sejumlah bandara.

5
Sementara maskapai lain tidak mengalami hal serupa, ditambah
erupsi Gunung Agung di Karangasem, Bali, sudah mereda.

"Dulunya direksi cuma 6, kemudian jadi 9 sama Direktur


Kargo. Karyawan dipotong hak-haknya, tapi direksinya
membengkak. Kalau direksi kan paling tidak mobilnya Alphard,"
sebut Bintang.

Atas dasar hal-hal tersebut, APG bersama Serikat Bersama


Serikat Karyawan Garuda Indonesia menuntut penggantian direksi
yang dianggap tidak paham cara kerja dunia penerbangan.

Mereka juga memberi tenggat jika 30 hari tuntutannya tidak


dipenuhi, maka pilot dan para kru akan mogok kerja.

Bintang menyampaikan, mogok kerja ini selain sebagai bentuk


protes, juga untuk memberi tahu kepada khalayak bahwa kondisi
Garuda memang seperti itu.

Secara umum, kinerja perusahaan pelat merah tersebut juga


bisa dilihat melalui harga saham yang turun sejak tahun lalu.

"Harga saham awal mula Rp 750 per lembar turun zaman


mereka tahun kemarin Rp 480, sekarang di bawah Rp 290. Minimal
rakyat pada tahu kami kondisinya kayak begini," ucap Bintang.

Sebelumnya, Pahala mengimbau para karyawan di Garuda


tetap fokus bekerja dan tidak mogok demi pelayanan terhadap
pengguna jasa.

Dia juga meyakinkan kinerja keuangan perusahaan akan


membaik dan dapat membukukan laba sesuai target yang ditetapkan
untuk tahun 2018.

6
1.3 Analisa

1.3.1 Analisa permasalahan Garuda Indonesia yang


menimbulkan respon negative dari Pilot dan Karyawan Garuda
Indonesia

Permasalahan yang timbul pada Garuda Indonesia yang


mengakibatkan mogoknya Pilot serta karyawan Garuda Indonesia
itu sendiri adalah sebagai berikut :

1. Penghapusan posisi Direktur Operasi dan Direktur Teknik


di internal perusahaan. Dengan tidak adanya Direktur
Operasi dan Direktur Teknik maka tidak adanya tanggung
jawab dalam audit Airport Operating Certificate (AOC).
2. Pengangkatan Direktur Operasi dan Direktur Teknik secara
sepihak oleh Direktur Utama Pahala Nugraha Mansury
tanpa melalui mekanisme RUPS.
3. Kebijakan meniadakan mobil jemputan untuk Kru Kabin.
Dimana kebijakan tersebut menimbulkan kasus kecelakaan
yang menimpa para Kru Kabin. Alasan dari manajemen,
menyatakan bahwa di luar negeri bias menggunakan jasa
angkutan umum.
4. Kebijakan penggeseran jam kerja pada saat bulan puasa
2017 lalu, pemotongan hak berupa tidak ada lagi kenaikan
gaji berkala pertahunnya atas alasan efisiensi, hingga
pemangkasan jam terbang pilot yang berdampak pada
besaran penghasilan.
5. Perusahaan mengganti sistem operasi maskapai
menggunakan sabre. Seharusnya ada masa transisi selama
tiga bulan. Tetapi perusahaan tetap memaksa system
tersebut sudah bisa direalisasikan setelah enam hari masa
transisi. Sehingga mengalami kekacauan pada saat terjadi
bencana alam Gunung Agung di Bali. Dimana seolah-oleh
tidak ada kru dan pesawat yang beroperasi.

7
6. Penambahan Direksi yang jumlah awal Enam Direksi
sekarang menjadi Sembilan Direksi. Yang berpengaruh
terhadap hak-hak karyawan yang dipotong serta fasilitas
yang diterima oleh Direksi tidak sesuai dengan peraturan
yang ada seperti mobil kendara Direksi seharusnya minimal
Alphard.

Dari permasalahan diatas dapat dianalisa bahwa performance


management perusahaan Garuda Indonesia sangatlah kurang baik.
Dimana keputusan perubahan struktur organisasi seperti
penghapusan serta pengangkatan secara sepihak Direktur Operasi
dan Direktur Teknik dan penambahan Direksi yang dilakukan oleh
manajemen dalam hal ini oleh Direktur Utama tidak lah berdasarkan
keputusan RUPS serta tujuan yang jelas dari perusahaan tersebut.

Manajemen seharusnya bisa lebih efektif dalam mengambil


keputusan untuk menetapkan tujuan kinerja dengan cara yang sesuai
dengan situasi dan menyadari bahwa tidak semua kinerja yang
diambil akan mendapat respon yang baik dari semua kalangan
perusahaan tersebut.

Seharusnya perusahaan dapat melakukan empat hal ini guna


memperbaiki performance management yang lebih baik.

1. Mendefinisikan kinerja, yang dimaksud disini dimana


perusahaan mengkomunikasikan ekspektasi serta tujuan dari
perusahaan dalam membuat keputusan. Dalam hal ini
manajemen dalam mengambil keputusan dengan
menghapus posisi Direktur Operasi dan Direktur Teknik
yang mengakibatkan tidak adanya tanggung jawab dalam
audit Airport Operating Certificate (AOC). Sangat lah tidak
efektif sehingga operasional perusahaan menjadi timpang
dan mengakibatkan tujuan perusahaan tersebut tidak jelas.
Dan secara sepihak Direktur Utama tanpa adanya
persetujuan dari RUPS melakukan pengangkatan Direktur
Operasi dan Direktur Teknik dan adanya penambahan

8
jumlah posisi Direktur menjadi Sembilan posisi. Disini
menambah ketidakjelasan tujuan atau goal perusahaan
dalam penambahan posisi direktur ini.
2. Pemantaun dan evaluasi kinerja, yang dimaksud disini
dengan adanya penambahan posisi Direktur ini apakah
dapat tercapai tujuan perusahaan tersebut. Dengan
dilakukan pemantuan dan evaluasi terhadap penambahan
posisi Direktur tersebut. Maka dapat diketahui apakah hal
tersebut efisien dan efektif atau tidak. Jika dilihat dengan
penambahan posisi Direktur tersebut tidak adanya efisiensi
yang terjadi dimana malah merugikan perusahaan serta
karyawan perusahan tersebut. Dimana penambahan posisi
Direktur tersebut berpengaruh terhadap hak-hak karyawan
yang dipotong seperti tidak ada lagi kenaikan gaji berkala
pertahunnya atas alasan efisiensi, hingga pemangkasan jam
terbang pilot yang berdampak pada besaran penghasilan
serta fasilitas yang diterima oleh Direksi tidak sesuai
dengan peraturan yang ada seperti mobil kendara Direksi
seharusnya minimal Alphard.
3. Ulasan kinerja, umpan balik dan pelatihan, yang dimaksud
disini adalah dimana keputusan yang dibuat dengan
memangkas dan menambah posisi Direktur Operasi dan
Direktur Teknik menimbulkan respon, jika terdapat respon
maka hal tersebut harus di review baik maupun buruknya
kinerja tersebut. Dalam hal ini keputusan manajemen
Garuda Indonesia menimbulkan respon atau umpan balik
yang sangat negatif yang membuat Pilot serta karyawan
Garuda Indonesia mengajukan mogok kerja. Mogok kerja
yang dilakukan oleh Pilot serta karyawan Garuda Indonesia
tidak tanpa alasan. Pilot dan karyawan Garuda Indonesia
merasa dengan adanya perubahan direktur mengakibatkan
kerugian bagi perusahaan serta karyawan Garuda Indonesia
itu sendiri. Dengan begitu seharusnya Garuda Indonesia
dapat belajar dari hal ini dan harus melakukan suatu

9
tindakan perubahan kembali untuk perbaikan perusahaan itu
sendiri.
4. Memberikan imbalan dan konsekuensi lainnya, yang
dimaksud disini adalah setelah semua tahapan diatas
dianalisa hal berikutnya adalah dengan melihat konsekuensi
yang didapat yaitu mendapat respon yang negatif dari Pilot
serta karyawan Garuda Indonesia maka harus dilakukannya
perubahan struktur organisasi yang akan memperbaiki
kinerja perusahan Garuda Indonesia yang memperhatikan
dari segi manajemen serta karyawan hingga pelanggan
Garuda Indonesia itu sendiri.

1.4 Kesimpulan dan Saran

Dengan adanya respon negatif yang didapat oleh Garuda


Indonesia dari Pilot serta karyawannya terkait perubahan direksi
yang merugikan perusahaan dan juga karyan perlunya perubahan
kinerja perusahaan yang lebih baik lagi dengan mempertimbangkan
tujuan dari perusahaan tersebut.

Yaitu dengan empat langkah proses untuk inplantasi tujuan.

1. Set goal
2. Promosikan pencapaian tujuan
3. Provide support dan feedback
4. Create performance goal

Setting SMART goal adalah specific, measurable, attainable,


result oriented dan time bound.

Dengan begitu perusahan tidak akan lagi mengalami kekacauan


sehingga tujuan yang jelas dapat dirasakan oleh seluruh karyawan
perusahan tersebut.

10
1.5 Daftar Pustaka

Kinicki, Angelo & Fugate. (2018). Organizational Behavior (2th


ed). New York,NY: McGraw-Hill Education

https://surabaya.tribunnews.com/2018/05/04/terungkap-ternyata-ini
-alasan-pilot-garuda-indonesia-ancam-mogok-kerja-dan-terbang?pa
ge=3

https://www.tribunnews.com/nasional/2018/06/02/1300-pilot-garud
a-indonesia-ancam-mogok-berikut-faktanya-imbas-terhadap-arus-m
udik-hingga-alasan

https://mojok.co/red/ulasan/pojokan/pilot-garuda-ancam-mogok/

https://www.wartaekonomi.co.id/read183055/kenapa-pilot-garuda-i
ndonesia-ancam-mogok-kerja.html

https://www.liputan6.com/news/read/3498733/ribuan-pilot-garuda-
ancam-mogok-kerja?utm_expid=.9Z4i5ypGQeGiS7w9arwTvQ.0&
utm_referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.com%2F

https://ekonomi.kompas.com/read/2018/05/04/052700726/pilot-gar
uda-ancam-mogok-kerja-ini-alasannya

11

Anda mungkin juga menyukai