Anda di halaman 1dari 23

TINJAUAN SINGKAT PERKEMBANGAN

SPESIFIKASI ASPAL DAN HASIL


PENGUJIAN ASPAL KARET

OLEH :
Yogi Indra Prayoga

Cikampek, 31 Mei 2018


ASPAL
• American Society for Testing and Materials (ASTM) mendefinisikan aspal
sebagai suatu bahan perekat (cementitious) berwarna coklat gelap sampai
hitam, yang tersusun dari sebagian besar bitumen, baik yang terdapat di
alam atau hasil dari pemurnian minyak bumi (ASTM D-8, 2002).

• Asphalt Institute mendefinisikan bitumen sebagai campuran hidrokarbon


alami atau pyrogenous, atau kombinasi keduanya, biasanya disertai dengan
turunan nonmetalik yang mungkin bersifat gas, cair, semi padat, atau
padat, dan larut sepenuhnya dalam karbon disulfida (AI MS-4, 1989).

• Istilah bitumen atau asphaltic bitumen di Eropa merujuk pada bahan yang
sama dengan yang disebut aspal di Amerika Utara, kata aspal di Eropa
digunakan untuk menyebut campuran antara bitumen dan batuan agregat
(AI MS-26, 2011). Indonesia menggunakan kata Aspal untuk bahan yang
sama dengan yang disebut Asphalt di amerika Utara dan Bitumen di Eropa.
SIFAT DAN PERILAKU ASPAL
Aspal adalah cairan termoplastik yang bersifat viskoelastis, berperilaku seperti padatan elastis pada
suhu rendah dan/atau saat pembebanan singkat dan sebagai cairan kental pada suhu tinggi
dan/atau selama pembebanan yang lambat. Oleh karena itu waktu pembebanan dan suhu perlu
dipertimbangkan saat mengkarakterisasi sifat dan perilaku aspal (Airey, 1997).

Temperature Efect

Loading Time Efect


PROPERTIS FISIK
Untuk keperluan rekayasa teknis dan konstruksi, ada tiga sifat atau karakteristik aspal yang penting
untuk diperhatikan dan umumnya digunakan sebagai dasar penyusunan kriteria dalam spesifikasi
aspal, yaitu: konsistensi, purity dan safety:

• Konsistensi
Aspal adalah bahan yang bersifat termoplastik, mencair ketika dipanaskan dan memadat ketika
didinginkan. Hal ini terjadi karena adanya perubahan konsistensi aspal atau kemampuan aspal
untuk mengalir akibat perubahan suhu dan atau waktu pembebanan . (AI MS-4, 2007).
• Purity
Purity adalah ukuran dari tingkat kemurnian aspal. Sesuai dengan definisi menurut ASTM, Aspal
harus larut dalam karbon disulfida (atau trikloretilena - TCE). Bahan organik dan kotoran, jika ada,
merupakan efek dari proses kimiawi pada saat produksi (AI MS-4, 2007).
• Safety
Safety berkaitan dengan keamanan aspal pada saat digunakan, terutama pada suhu tinggi.
Spesifikasi biasanya mengharuskan aspal tidak berbusa sampai suhu 175°C, pembusaan dapat
mengakibatkan aspal mengalami pengembangan volume dalam waktu singkat dan membuat aspal
keluar atau meluap dari tempatnya (tangki atau silo). Aspal jika dipanaskan sampai suhu yang
cukup tinggi, akan melepaskan asap yang dapat menyala ketika terkena api. Suhu ketika kondisi ini
terjadi disebut titik nyala (AI MS-4, 2007).
PERKEMBANGAN SPESIFIKASI ASPAL
• Spesifikasi dalam pekerjaan konstruksi adalah suatu dokumen yang
berisi uraian tentang bagaimana cara desain suatu bangunan dapat
diwujudkan, didalamnya mencakup cara kerja, jenis dan kualitas
material, kriteria penerimaan serta metode pengukuran &
pembayaran.
• Perkembangan spesifikasi aspal secara langsung dipengaruhi oleh
perkembangan metode desain perkerasan dan perkembangan
teknologi material dan pengukuran yang ada.
• Secara umum aspal diklasifikasikan berdasarkan konsistensinya,
Evolusi Metode Desain Perkerasan dan
Perkembangan Spesifikasi Aspal.

Perkembangan metode desain struktur perkerasan


bergerak dari metode empiric kearah mekanistik yang
diikuti dengan peningkatan level of sophistication.

Evolusi metode desain ini jg diikuti oleh perkembangan


spesifikasi aspal yang berubah dari metode empiris
kearah mekansitik.

Secara umum dalam metode empiric (penetrasi dan


viskositas), aspal diklasifikasikan berdasarkan
konsistensinya pada suhu standar;

Dalam spesifikasi yang bersifat mekanistik (performance


grade), aspal diklasifikasikan berdasarkan suhu di mana
mereka memenuhi konsistensi standar.
Spesifikasi Aspal di Berbagai Negara

Sumber : Shell, 2015


PENGUJIAN DAN KLASIFIKASI ASPAL
I. Grading by Chewing (before 1888)

1. Konsistensi diukur berdasarkan keras-lunaknya


aspal ketika dikunyah (chewing).
2. Kelarutan dalam Carbon disulphide/TCE diukur
untuk melihat tingkat purity.
PENGUJIAN DAN KLASIFIKASI ASPAL
II. Penetration Grade (after 1888)

1. Konsistensi diukur berdasarkan kedalaman Kelemahan sistem klasifikasi ini adalah aspal
masuknya jarum (100 gr) kedalam contoh dengan kelas penetrasi yang sama pada suhu 25 oC
aspal setelah dibebani selama 5 detik pada dapat memiliki kekakuan/konsistensi yang berbeda
suhu 25 oC. pada rentang suhu yang lebih tinggi/rendah.
2. Pengujian Titik lembek dijadikan tambahan
pengujian untuk mengkarakterisasi sifat aspal
pada suhu tinggi perkerasan.
PENGUJIAN DAN KLASIFIKASI ASPAL
II. Viscosity Grade (after 1960)
1. Konsistensi diukur berdasarkan kekentalan aspal pada suhu 60 oC
untuk mengkarakterisasi sifat aspal pada suhu tinggi perkerasan.
2. Pengujian penetrasi tetap dilakukan untuk melihat sifat aspal pada
suhu intermediate.

Kelemahan sistem klasifikasi


ini adalah aspal dengan kelas
viskositas yang sama pada
suhu 60 oC dapat memiliki
kekakuan/konsistensi yang
berbeda pada rentang suhu
yang lebih tinggi/rendah.
PENGUJIAN DAN KLASIFIKASI ASPAL
Tidak ada korelasi langsung antara kondisi lingkungan, pembebanan dan kerusakan yang
terjadi pada perkerasan jalan dengan pengujian-pengujian yang dilakukan dilaboratorium.

Kondisi Laboratorium Kondisi Lapangan

100 km/j

Thermal Fatigue Rutting


Cracking Cracking
Suhu Layan dan Kinerja Perkerasan

Berdasarkan hasil penelitian yang panjang, para ahli telah menyimpulkan bahwa kinerja aspal pada
berbagai tingkat suhu layan perkerasan dapat menimbulkan dampak kerusakan perkerasan yang
berbeda pula.
Hal ini mendorong munculnya spesifikasi baru dengan pendekatan yg berbeda dimana aspal
diklasifikasikan berdasarkan suhu di mana mereka memenuhi konsistensi standar.
Performance Grade Specification
(ASTM D6373/AASTHO M320)
Spesifikasi Aspal dengan klasifikasi kinerja (PG) adalah spesifikasi aspal yang sistem klasifikasinya didasarkan
pada nilai kekakuan (stiffness) aspal akibat kombinasi spesifik dari pembebanan lalu lintas (load) dan kondisi
lingkungan (environtment), kekakuan aspal ditinjau pada kondisi aspal setelah mengalami penuaan (aging).

Aspal yang diklasifikasikan sebagai PG X-Y berarti aspal dapat memberikan kinerja yang disyaratkan di
wilayah dengan iklim dimana suhu tinggi perkerasan rencana tidak melebihi X °C dan suhu rendah
perkerasan rencana tidak turun di bawah –Y °C pada kondisi beban lalulintas ≤ 10.000.000 ESAL (Equivalent
Single Axle Loads) dan kecepatan kendaraan 80-100 km/jam (Kondisi Standar).

Environtment
Performance Grade Specification
(ASTM D6373/AASTHO M320)
Kondisi
Iklim

Safety

Workability/
production

Rutting
Resistance

Fatigue Crack
Sistem klasifikasi ini sudah dapat mengkarakterisasi sifat Resistance
thermoplastic aspal tetapi belum dapat mengakomodasi
pengaruh lama waktu pembebanan terhadap kinerja aspal
secara akurat. Thermal Crack
Resistance

Spesifikasi ini juga masih belum dapat mengkarakterisasi


pengaruh bahan modifikasi pada kinerja aspal
• Kelas PG yang dibutuhkan
berdasarkan kondisi Iklim adalah
PG 64, (berdasarkan hasil Uji DSR
setara dengan Pen 60/70).
• Penyesuaian Kelas PG terhadap
Kecepatan Lalulintas 20 km/jam
(standing) adalah PG 76
• Penyesuaian Kelas PG akibat
Pembebanan Lalulintas 12,4.106
ESAL adalah PG 70.
• Kelas PG yang dibutuhkan adalah
PG 76.
• MSCR = Multiple Stress and Creep Recovery

Pengujian DSR dengan mode MSCR dilakukan pada contoh aspal yang mengalami pengkondisian RTFOT dan dikerjakan pada
temperatur yang dianggap sebagai temperatur maksimum perkerasan rencana yang akan terjadi dilapangan. Pengujian
dilakukan pada dua stress level yakni 0.1 kPa dan 3.2 kPa dengan 10 cycles untuk masing-masing stress level. Tiap cycle
terdiri dari 1 detik pembebanan diikuti dengan 9 detik fase recovery
Salah satu parameter penting yang diperkenalkan dalam spesifikasi PG MSCR adalah nilai Jnr yang didefinisikan
sebagai ukuran jumlah sisa regangan yang tersisa dalam contoh aspal setelah mengalami pembebanan (stress)
dan pemulihan (creep recovery) secara berulang, besarannya bersifat relatif terhadap jumlah tegangan yang
diterapkan.

Jnr yang tinggi menunjukkan aspal yang kurang tahan rutting, sebaliknya Jnr rendah menunjukkan aspal yang
tahan terhadap gejala rutting. Kriteria Jnr merupakan dasar klasifikasi aspal dalam spesifikasi PG MSCR. Dalam
metode ini tidak dikenal lagi istilah grade bumping, karena spesifikasi sudah mengakomodir sifat reologi aspal
terhadap perubahan temperatur (T) dan lama waktu pembebanan (t).
Contoh penerapan spesifikasi PG MSCR, jika suatu lokasi dengan karakteristik lalu lintas berat dan kecepatan
rendah diperkirakan memerlukan aspal dengan kelas PG 64-16, maka seluruh pengujian aspal pada suhu tinggi
dengan alat DSR dilakukan pada suhu 64 oC, baik untuk aspal kondisi original maupun aspal kondisi RTFOT. Nilai
Jnr pada suhu 64 oC untuk aspal PG 64 harus berada pada rentang nilai 0 - 4,0. Rentang nilai Jnr hasil pengujian
ini selanjutnya digunakan untuk menentukan tingkat ketahanan aspal terhadap pengaruh beban lalulintas. Pada
kelas suhu tinggi yang sama, sistem klasifikasi ini masih mengelompokan aspal kedalam beberapa kelas sesuai
besaran nilai Jnr-nya dengan klasifikasi sebagai berikut:

S = Standard, (Kriteria Jnr ≤ 4) lalulintas dengan kecepatan standar (> 70 km/jam), besaran beban < 10 juta ESAL.
H = Heavy, (Kriteria Jnr ≤ 2) lalulintas dengan kecepatan rendah (20-70 km/jam) besaran beban 10-30 juta ESAL.
V = Very Heavy, (Kriteria Jnr ≤ 1) lalulintas dengan kecepatan sangat rendah (< 20 km/jam) besaran beban
> 30 juta ESAL.
E = Extreme, (Kriteria Jnr ≤ 0,5) lalulintas dengan kecepatan sangat rendah bahkan berhenti (gerbang tol atau
persimpangan dengan traffic light), dengan besaran beban > 30 juta ESAL.

Untuk contoh di atas maka aspal yang sesuai dengan kebutuhan dilokasi tersebut adalah aspal dengan kelas PG
64-16H. contoh tabel spesifikasi PG MSCR ditampilkan dalam tabel 3 berikut.
• Penggunaan karet sebagai modifier aspal bukanlah merupakan ide baru dalam bidang pengembangan material
perkerasan jalan.

• Penggunaan karet alam sebagai bahan tambah aspal belum dapat menunjukan keunggulan dari sisi teknis dalam
meningkatkan kinerja aspal pada struktur perkerasan dan lebih didasarkan pada kepentingan bagaimana cara menyerap
kelebihan suplai karet alam sebagai bagian dari program diversifikasi produk hilir karet.

• Penelitian aspal karet yang telah dilakukan selama ini belum dibangun dengan basis pendekatan mekanistik dan masih
menggunakan metode empiris, sehingga kaitannya dengan kinerja sifat mekanik bahan secara langsung tidak dapat
dianalisis.

• Ditinjau dari bentuk/jenis karet yang ditambahkan terhadap aspal, secara umum aspal karet hanya dibedakan menjadi
dua kelompok utama, yaitu:

 Aspal karet berbasis karet cair (lateks).


 Aspal karet berbasis aspal padat (Masterbatch dan Serbuk/SKAT).
Metode SKAT (Serbuk Karet Alam Teraktivasi) adalah metode yang diadopsi dari metode RAR di Amerika Serikat. Teknologi
terbaru pemanfaatan serbuk karet ban adalah teknologi Reacted and Activated Rubber (RAR) dengan bahan penyusun
berupa campuran aspal, serbuk karet ban dan Activated Mineral Binder Stabilizer (AMBS) dengan proporsi tertentu seperti
gambar idbawah ini .

metode ini dikembangkan untuk mendapatkan aspal


modifikasi yang memiliki kinerja baik tetapi juga
diimbangi dengan tingkat workability yang tinggi.
Aplikasinya di lapangan dilakukan dengan mencampur
secara dry process dengan aggregat pada pugmill
sebelum pencampuran agregat dengan aspal dilakukan di
AMP. Skema pencampuran dapat dilihat pada gambar
disamping.
5 jenis aspal dievaluasi dan diklasifikasikan berdasarkan spesifikasi PG MSCR (AASHTO
M320 dan AASHTO M332). Aspal yang digunakan dalam kajian ini adalah:
• Aspal Pen 60/70 ex. Pertamina.
• Aspal Pen 60/70 + RAR 35%.
• Aspal Pen 60/70 + SKAT 35%.
• Aspal Lateks.
• Aspal Masterbatch.

Tahapan pengujian dilakukan mengikuti urut-urutan pekerjaan sebagaimana


disyaratkan dalam AASHTO R29.
Dengan asumsi suhu tinggi perkerasan rencana perkerasan untuk satu ruas jalan di Indonesia adalah 64 oC,
Berdasarkan hasil uji DSR dengan metode Oscilation dan MSCR pada tabel diatas dapat disimpulkan bahwa :
• Aspal Pen 60/70 dapat digunakan pada ruas jalan dengan dengan beban lalu lintas < 10 juta ESAL dengan kecepatan > 70
km/j.
• Aspal Pen 60/70 + 35 % SKAT dapat digunakan pada ruas jalan dengan dengan beban lalu lintas > 30 juta ESAL dengan
kecepatan 0 km/j (toll gate, simpang dan parkiran).
• Aspal Pen 60/70 + 35 % RARX dapat digunakan pada ruas jalan dengan dengan beban lalu lintas > 30 juta ESAL dengan
kecepatan 0 km/j (toll gate, simpang dan parkiran).
• Aspal Latex dapat digunakan pada ruas jalan dengan dengan beban lalu lintas < 10 juta ESAL dengan kecepatan >70 km/j.
• Aspal Masterbatch dapat digunakan pada ruas jalan dengan dengan beban lalu lintas 10 - 30 juta ESAL dengan kecepatan
20 - 70 km/j.
Berdasarkan hasil uji pada table 4 dan plot
terhadap spesifikasi aspal PG MSCR AASHTO
M332-15 yang ditunjukan dalam gambar ilustrasi
disamping, masing-masing aspal menunjukan
kinerja rutting resistance (ketahanan terhadap
alur) yang berbeda-beda. Sumbu Y menunjukan
nilai PSI (index kondisi pelayanan) dan sumbu X
menunjukan nilai kumulatif repetisi beban
lalulintas (umur rencana).

Dapat disimpulkan bahwa semakin besar nilai


CESA suatu aspal pada nilai PSI yang sama, maka
aspal tersebut akan memberikan kinerja
ketahanan terhadap alur yang lebih baik/umur
rencana lebih panjang.

Anda mungkin juga menyukai