Anda di halaman 1dari 3

“Pemerintah menolak adanya pihak swasta/asing/lain yang berperan sebagai

Mosi :
penyedia energi listrik di Indonesia selain PT Perusahaan Listrik Negara atau PLN.”
Pihak : PT Perusahaan Listrik Negara (PLN)

Dwi Syahrurrahman_Teknik Elektro_1906299780

Perusahaan Listrik Negara (PLN) merupakan salah satu BUMN yang dikelola pemerintah
dalam bidang ketenagalistrikkan. Saat ini, semua pendistribusian listrik hanya dilakukan oleh PLN
sehingga apabila terjadi mati listrik atau pemadaman listrik akan menyusahkan dan bahkan
merugikan masyarakat luas. Hal ini menjadi tanggung jawab penuh bagi perusahaan milik
pemerintah tersebut. Banyak masyarakat yang mengeluh apabila terjadi demikian.
Sejarah mencatat, Jawa-Bali pernah mengalami mati listrik massal pada 18 Agustus 2005.
Bulan lalu, terjadi pemadaman listrik massal yang melanda Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, serta
sekitarnya, Ahad (4/8/2019) kemarin (Tirto.id, 5 Agustus 2019). Hal ini tidak dapat dipungkiri
karena hanya PLN yang mendistribusikan listrik di Indonesia. Secara tidak langsung, masyarakat
menilai bahwa PLN melakukan tindakan monopoli dan melanggar pasal 51 Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Banyak yang
berpendapat bahwa sebaiknya hak monopoli PLN dicabut dan membiarkan perusahaan asing atau
swasta masuk membantu ketenagalistrikkan di Indonesia. Padahal, pemerintah sebenarnya sudah
mengeluarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang ketenagalistrikkan. Jika merujuk pada
pasal 4 undang-undang di atas, sebenarnya tidak ada larangan bahwa perusahaan asing atau swasta
tidak boleh masuk. Namun, banyak hal yang harus diperhatikan apabila hak monopoli PLN dicabut
dan perusahaan swasta masuk dalam bidang yang sangat vital ini.
Pertama, apabila hak monopoli dicabut, akan ada persaingan pihak PLN terhadap perusahaan
swasta. Seperti yang kita ketahui bahwa tujuan utama dari perusahaan swasta adalah mencari
keuntungan sebesar-besarnya karena mereka tidak memiliki sumber modal selain saham dan laba
yang diperoleh. Tidak dapat dipungkiri bahwa harga listrik tentunya akan naik karena dikelola pihak
swasta dan akan ada masyarakat yang tidak mampu yang tidak memperoleh listrik. Tentu,
masyarakat harus siap terhadap perubahan harga listrik di pasar dan menerimanya.
Sedangkan, PLN sendiri memperoleh dana yang disubsidi oleh pemerintah. Dikutip dari
CNN Indonesia (26 Juni 2019), pada 2018 lalu, jumlah kompensasi pemerintah yang diberikan
kepada PLN tercatat Rp 23,17 triliun. Dengan memberi kompensasi kepada PLN, artinya pemerintah
harus menambah anggaran belanja setiap tahunnya. Selain itu, dikutip dari CNN Indonesia (27 Juni
2019), PT PLN memastikan total utang perusahaan per akhir kuartal I 2019 mencapai Rp 394,18
triliun. Angka itu melonjak 1,7 persen dibanding posisi utang akhir 2018 yang sebesar Rp 387,44
triliun. Adapun tambahan Rp 160,74 triliun dari total utang merupakan pinjaman yang
diakumulasikan sejak 2015. Dengan data di atas, cukup jelas bahwa pemerintah sendiri pun kesulitan
dalam mengalokasikan dana untuk pengelolaan penuh satu perusahaan saja. Jika perusahaan swasta
masuk, maka PLN harus siap bersaing secara penuh dan tidak dapat dibayangkan berapa biaya yang
harus dikeluarkan lagi oleh pemerintah dalam persiapan tersebut.
Di samping itu, Indonesia memiliki banyak pulau berpenduduk yang harus diberi pasokan
listrik hingga ke daerah terpencil sekalipun. PLN sebagai pemegang monopoli wajib melistriki
daerah tersebut meskipun tidak mendapatkan keuntungan. Mereka terpaksa menggunakan
pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) berbahan bakar yang terbilang cukup mahal. Dikutip dari
DetikFinance (8 Juli 2017), biaya pokok penyediaan (BPP) listrik dengan menggunakan PLTD
mencapai Rp 2.500/kwh. Hal ini dikarenakan bahan bakar solar harus diangkut dengan berbagai
macam transportasi untuk sampai ke tujuan. Harga solar dapat mencapai Rp 14 juta per drum saat
tiba di pembangkit. Ditambah lagi, penduduk daerah terpencil rata-rata orang kurang mampu
sehingga PLN menjual dengan harga yang murah. Hal ini membuktikan bahwa tidak ada keuntungan
sedikitpun yang diperoleh oleh PLN. Di sisi lain, kondisi tersebut dapat membuat pihak swasta tidak
berminat dan bahkan hanya mengurusi wilayah yang sudah maju sehingga mereka tidak mau
mengurusi kewajiban memasok listrik terhadap daerah terpencil.
Menurut anggota Dewan Energi Nasional, Rinaldy Dalimi yang dikutip dari video dialog
pada laman CNBC Indonesia (6 Agustus 2019), menyampaikan bahwa terdapat 3 divisi bisnis
kelistrikkan, yaitu supply, transmisi, dan distribusi serta tarif listrik saat ini dikendalikan oleh
pemerintah. Menurutnya, divisi supply sebenarnya sudah tidak dimonopoli oleh PLN karena sudah
banyak Independent Power Producer (IPP) dari swasta yang hasil listriknya dibeli oleh PLN.
Kemudian, divisi transmisi yang dibutuhkan dana yang sangat besar dalam penyediaan fasilitas
dalam kegiatan produktifnya. Pihak swasta tidak akan mau menanggung biaya tersebut dan monopoli
secara langsung dibutuhkan dalam divisi tersebut. Dalam divisi distribusi, ada kemungkinan dapat
diserahkan kepada pihak swasta dan PLN yang memonopoli divisi transmisi. Namun, yang menjadi
masalah utama adalah tarif listrik. Seperti yang telah disampaikan Rinaldy Dalimi, saat ini tarif
listrik dikendalikan pemerintah sehingga mustahil swasta memegang kendali atas sektor distribusi
karena akan ada perselisihan tarif listrik antara pihak swasta yang relatif lebih mahal dibandingkan
harga yang ditetapkan pemerintah.
Oleh karena itu, berdasarkan data-data di atas, sangat jelas bahwa PLN tidak seharusnya
memiliki sebuah persaingan di bidang ketenagalistrikkan dan tetap menjalankan monopoli
sebagaimana yang telah diatur oleh undang-undang ynag berlaku serta mencapai tujuan sesuai pasal
33 UUD RI 1945.
Daftar Pustaka

Agustinus, Michael. 2017. Berapa Biaya Melistriki Daerah Terpencil RI? Ini Kata PLN. Dikutip 6
September 2019 pukul 09.56 dari https://finance.detik.com/energi/d-3552900/berapa-biaya-
melistriki-daerah-terpencil-ri-ini-kata-pln

CNBC Indonesia. 2019. Dewan Energi Nasional: Sulit jika Tidak Monopoli. Dikutip 6 September
2019 pukul 10.35 dari https://www.cnbcindonesia.com/news/20190806182656-8-
90268/dewan-energi-nasional-sulit-jika-pln-tidak-monopoli

CNN Indonesia. 2019. Per Kuartal I, Utang PLN Naik Jadi Rp394 Triliun. Dikutip 6 September
2019 pukul 08.15 dari https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20190627151357-85-
407033/per-kuartal-i-utang-pln-naik-jadi-rp394-triliun

Raditya, Iswara N. 2019. Listrik Massal di Jabodetabek dan Sejarah Monopoli PLN. Dikutip 6
September 2019 pukul 06.23 dari https://tirto.id/mati-listrik-massal-di-jabodetabek-dan-sejarah-
monopoli-pln-efC5
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009. Dikutip 6 September 2019 pukul 06.35 dari
eodb.ekon.go.id › download › peraturan › undangundang › UU-30-2009
Wicaksono, Adhi. 2019. Pemerintah Isyaratkan 'Capek' Beri Kompensasi ke PLN. Dikutip 6
September 2019 pukul 07.40 dari https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20190625200807-
532-406411/pemerintah-isyaratkan-capek-beri-kompensasi-ke-pln

Anda mungkin juga menyukai