Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PEMBANGKIT LISTRIK
LISTRIK SWASTA (IPP) DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP
KELISTRIKAN DI INDONESIA

Disusun Oleh :
Fahreza Rizky Ramadhan
Muhammad Haikal Faza

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA


JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
PROGRAM STUDI TEKNIK OTOMASI LISTRIK INDUSTRI
2017

i
Daftar Isi
Hal
Cover ………………………………………………………………………………….………….. i
Daftar Isi ………………………………………………………………………………………… ii
Kata Pengantar ………………………………………………………………………………….. iii

BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang ……………………………………………………………………….…. 1
2. Rumusan Masalah ………………………………………………………………………. 1
3. Tujuan …………………………………………………………………….........................1

BAB II PEMBAHASAN
1. Pengenalan IPP……………………………………………………………………………2
2. Kronologis Perkembangan IPP di Indonesia……………………………………………...3
3. Keuntungan dan Kerugian Jika Bekerjasama Dengan Swasta……………………………7
BAB III PENUTUP
1. Kesimpulan dan Saran ……………………………………………………............... ..8
2. Daftar Pustaka ……………………………………………………………................ ..9

ii
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah Pembangkit Listrik ini dengan judul Listrik Swasta (IPP)
dan Konstribusinya Terhadap Kelistrikan di Indonesia.

    Makalah Pembangkit Listrik ini telah kami susun dengan maksimal dan
mendapatkan bantuan dari berbagai sumber sehingga dapat memperlancar
pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
    
    Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ini.
    
    Akhir kata kami berharap semoga makalah Pembangkit Listrik tentang Listrik
Swasta (IPP) dan Kontribusinya Terhadap Kelistrikan di Indonesia ini dapat
memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

                                                                                      Depok, 23 Desember 2017


    
                                                                                     

  Penyusun

iii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang :

Indonesia memiliki berbagai macam perusahaan di berbagai bidang, salah satunya adalah
PLN atau Perusahaan Listrik Negara yang bergerak di bidang energi, lebih tepatnya energi
listrik. PLN berkerja sebagai produsen listrik di indonesia dengan membangun berbagai macam
pembangkit listrik mulai dari PLTU,PLTA,PLTD, dan lain-lain agar listriknya dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat indonesia dengan tarif dasar listrik yang terjangkau.

Namun seiring berkembangnya zaman, perusahaan listrik swasta seperti IPP ikut turun
tangan dalam permasalahan listrik di indonesia yang cenderung masih kekurangan daya listrik
yaitu dengan membantu membuat pembangkit seperti pembangkit listrik mikro hidro,
pembangkit listrik tenaga surya, dan pembangkit listrik lainnya untuk mengatasi permasalahan
listrik di daerah. Listrik yang di jual oleh IPP kepada PLN cenderung lebih mahal dari tarif dasar
listrik yang ditetapkan oleh negara.

Dengan tarif dasar listrik yang mahal itulah dibuat perjanjian PPA (power purchase
Agreement) , PPA adalah perjanjian jual beli listrik antara produsen listrik PPA dan PLN.
Negosiasi ini dilakukan agar kedua belah pihak dapat menemukan titik tengah dari permasalahan
tersebut.

1.2 Maksud dan Tujuan :


 Mengenal lebih dalam apa itu IPP dan kronologis IPP bisa bekerjasama dengan Indonesia
 Memberikan informasi tentang kontribusi IPP terhadap kelistrikan di Indonesia
 Untuk menjelaskan keuntungan dan kerugian jika bekerjasama dengan pihak swasta

1.3 Batasan Masalah :


 Pengertian IPP dan Sejarahnya
 Kronologis Perkembangan IPP dan Permasalahannya di Indonesia (pendanaan, dan
pengadaan proyek)
 Keuntungan dan Kerugian bekerjasama dengan swasta

BAB II PEMBAHASAN

1
1. MENGENAL INDEPENDENT POWER PRODUCER (IPP)

Pemerintah

PT.PLN IPP
Perusahaan Listrik Negara (Independent Power Producer)

Pembuatan pembangkit listrik

Penetapan tarif dasar listrik yang di


lakukan oleh pihak PLN dan IPP

Distribusi lisrik ke
perumahan/industri

Selama puluhan tahun, listrik dianggap sebagai sumber daya nasional sehingga
pemerintah melalui PLN adalah pihak yang berhak mengupayakan dan mengambil keuntungan
dari listrik. Swasta hanya diberikan peran sebagai penyedia pembangkit, lalu PLN menyewanya
untuk memenuhi kebutuhan listrik. IPP sendiri sudah mulai dikenal sejak tahun 1990-an, PT.
Paiton Energy melakukan PPA dengan PT. PLN (Persero) untuk pembangunan PLTU Paiton di
Jawa Timur (sampai hari ini pembangkitnya masih beroperasi dan menjadi tulang punggung
sistem tenaga listrik Jawa-Bali).

Akhirnya, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan


memperbolehkan swasta untuk ikut serta dalam pemenuhan kebutuhan listrik nasional. Undang-
Undang ini melengkapi dan memperkuat pegangan hukum bagi IPP untuk bisa mulai
berinvestasi di bidang energi. Sebagai catatan, ada banyak rencana pembangunan pembangkit
listrik oleh IPP yang mangkrak atau tidak jadi karena krisis ekonomi di tahun 1998. Salah satu
sebabnya adalah, kenaikan nilai tukar Dollar terhadap Rupiah yang membuat harga listrik yang

2
disetujui oleh PLN melalui PPA menjadi membengkak hampir 5 kali lipat. Sebagai pihak
pembeli listrik tunggal, tentu PLN akan rugi besar jika tetap mengikuti PPA, yang artinya PPA
harus dibatalkan atau minimal di negosiasi ulang harga jual beli listriknya.

Secara mudahnya, IPP akan membangun pembangkit, lalu energi listrik yang dihasilkan
akan dijual kepada PLN sebagai konsumen listrik tunggal di Indonesia untuk kemudian
disalurkan kepada penduduk dan industri. Namun, sampai hari ini, pihak swasta hanya mau
berinvestasi membangun pembangkit listrik di wilayah-wilayah pusat beban, seperti Sumatera
dan Jawa. Alasannya tentu karena secara bisnis, itu tidak menguntungkan.

2. KRONOLOGIS PERKEMBANGAN IPP (INDEPENDENT POWER PRODUCER)


DI INDONESIA

IPP Generasi I : 1992 – 1998

Skema IPP (Independent Power Producer) di Indonesia pertama kali didasari oleh UU
No. 15 Tahun 1985 dan Keppres No. 37 Tahun 1992 untuk menghadapi perkembangan
pembangunan yang akan datang, sedangkan kemampuan Pemerintah dan PLN, dalam
penyediaan dana tersebut sangat terbatas. Maka Pemerintah membuka jalan bagi usaha
ketenagalistrikan oleh swasta dalam penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum.

17 IPP dari 27 (Success Ratio 62,96 %)

 Mendapatkan Jaminan Pemerintah


 Risiko Force Majeure (Pemerintah & Alam) ditanggung oleh PLN
 Lebih Bankable

Antara tahun 1990 dan 1997, PLN menandatangani 26 perjanjian di bidang pembangkitan
dengan investor swasta yang nilainya mencapai $13 milyar dan kira-kira 11000 MW. Investor
asing berperan besar pada sebagian besar proyek ini. Perusahaan mengadakan perjanjian jual beli
tenaga listrik (PPA dan ESC) dengan penyedia dan pengembang tenaga listrik swasta (IPP) skala
besar.

Permasalahan :

Pada tahun 1999, Perusahaan telah melaksanakan renegosiasi terhadap PPA dan ESC
melalui Kelompok Kerja Renegosiasi Kontrak Khusus PLN dibawah arahan Pemerintah.
Renegosiasi karena ternyata tariff yang ditetapkan dalam kontrak terlalu mahal. Renegosiasi
tersebut meliputi antara lain keseimbangan kondisi kontrak, kewajaran harga dan disparitas harga
jual listrik swasta dan harga jual Perusahaan.

3
IPP Generasi II : 2005 – 2009

17 IPP dari 45 (Success Ratio 37,78 %)

 Tidak ada jaminan Pemerintah


 Risiko Force Majeure (Pemerintah & Alam) ditanggung oleh  Pengembang
 Tidak bankable

Permasalahan :

Tahap Pra qualifikasi diperlunak sehingga masuklah IPP yang tidak berpengalaman.
Untuk itu PJB dan IP dimasukkan untuk kemitraan. Banyak proyek IPP yang memasukkan harga
penawaran yang rendah, padahal perkiraan harga tidak tepat, sehingga akhirnya banyak proyek
yang terkendala.

IPP Generasi III : 2009 – sekarang

Proses pra qualifikasi lebih ketat karena telah belajar dari pengalaman yang lalu.
Sehingga diharapkan memperoleh investor yang berpengalaman dan memiliki sumber dana
mencukupi sehingga risiko kegagalan dapat dieliminir.

IPP generasi III dibagi dalam 2 skema yaitu :

1. PPP, dengan government Support


2. Bisnis to Bisnis, tanpa government support

Dari peraturan-peraturan IPP yang ada, proyek IPP dapat dikelompokkan ke dalam beberapa
kategori:

1. IPP dengan pola PPP (Public Private Partnership) – Mengacu kepada Perpres No 67/2005
jo No 13/2010, mendapatkan jaminan Pemerintah.
2. IPP pola bisnis to bisnis – Mengacu pada PP No 3/2005 dan peraturan turunannya.
Umumnya IPP domestik dan tidak ada jaminan Pemerintah.
3. IPP skala kecil dengan pola publish tariff – Mengacu kepada PP No 3/2005 dan Permen
ESDM No 31/2009. Umumnya IPP PLTM dengan pengembang domestik.
4. IPP Panasbumi. – Mengacu kepada Permen ESDM No 2/2011 tentang penugasan kepada
PLN untuk membeli listrik dari PLTP.

Tantangan dan Permasalahan yang dihadapi proyek IPP :


1. PLN membeli listrik dari IPP dalam jangka panjang, berdasarkan “take or pay“, harganya
dalam valuta asing (USD). Sehingga resiko turunnya permintaan (demand) listrik, dan
resiko devaluasi, jatuhnya nilai Rupiah (currency crash) ditanggung pihak Indonesia
2. Permasalahan dengan pemerintah :

4
 Ketergantungan yang tinggi kepada pemerintah, dimana tarif PLN masih dibawah
keekonomian, dan menggunakan subsidi dari pemerintah, hal ini dianggap sebagai resiko
politik oleh investor, sehingga diperlukan jaminan pemerintah
 Ketidakpastian evolusi regulasi dan stabilitas (misalnya subsidi vs tarif, DMO)
 Perizinan lahan belum tuntas, konflik dengan pemerintah
 Ketidakjelasan visi jangka panjang, strategi dan regulasi tentang evolusi kebijakan sektor
listrik.
 Ketidakjelasan keputusan jangka panjang atas komitmen keuangan langsung (misalnya
ekuitas pemerintah, jaminan pemerintah)

3. Permasalahan penanganan proyek, antara lain :

 Penanganan saat tahap pra FS dan FS tidak ditangani secara hati-hati, sehingga banyak
penunjukan EPC yang dilakukan setelah PPA (system jual beli proyek).
 Pelaksanaan proyek tidak didampingi dengan konsultan yang baik

4. Permasalahan pendanaan, antara lain karena :

 Kebanyakan developer tidak mau mengeluarkan biaya di awal, sehingga persiapan proyek
menjadi tidak benar, hal ini bisa membuta bank menjadi ragu untuk member pendanaan.
 Biaya pendanaan yang besar oleh bank dan lembaga keuangan domestic.
 Krisis mata uang Asia berimbas pada batalnya beberapa perjanjian dengan IPP.
Perselisihan dengan investor mengakibatkan timbulnya persepsi yang buruk dan
merugikan negara beberapa ratus juta dolar.

5. Rasio keberhasilan rendah dari total proyek yang didanai di 2005-2009 antara lain dikarenakan
kurang seimbangnya alokasi resiko, kurangnya jaminan dari pemerintah.

6. Perjanjian Jual Beli Listrik, PPA (Power Purchase Agreement) yang dihasilkan cenderung
tinggi harganya, tidak imbang antara resiko dan pendapatannya dan ketidakinginan untuk
membela diri dengan efektif ketika perselisihan timbul

7. Ketika krismon tahun 1997 terjadi, sekitar 9000 MW proyek ini sudah dalam fasa konstruksi
atau dalam tahap perencanaan yang matang. Keppres menunda dan meninjau sebagian proyek ini
dan sisanya dilanjutkan. Akhirnya, seluruh dari 26 perjanjian dilakukan negosiasi ulang atau
diakhiri sehingga menimbulkan banyak perselisihan dengan investor. Indonesia menarik
perhatian komunitas investasi dunia akibat perselisihan ini dan dituduh tidak menghormati
kontrak, tidak mau membayar denda yang dijatuhkan badan arbitrase.

8. Kurangnya informasi tentang perjanjian sejenis, adanya kepentingan pihak eksternal, dan
permasalahan pada prosedur negosiasi berikut struktur institusinya

9. Asosiasi IPP Asociation, Asosiasi mikrohidro dan sebagian besar pengembang IPP meminta
eskalasi harga untuk:

5
 Proyek-proyek yang masih dalam tahap finalisasi AKP
 Proyek-proyek yang masih dalam mengejar untuk pembiayaan
 Proyek dalam pembangunan
 Proyek sudah beroperasi

Karena kenaikan harga bahan bangunan pada pertengahan 2007 – pertengahan 2008 dan sebagai
dampak dari krisi keuangan global.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan segera Mengeluarkan peraturan
agar swasta bisa menjual listrik langsung ke masyarakat.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Jarman menyatakan, pada 2018 Indonesia akan mengalami
krisis listrik. Hal ini terjadi karena keterbatasan keuangan PLN yang tidak akan mampu
memenuhi seluruh kebutuhan listrik nasional. Oleh sebab itu layanan listrik oleh swasta akan
diperbolehkan.
Rencana pemerintah memberi kesempatan kepada swasta memasuki bisnis pelayanan listrik
hingga menjual langsung ke konsumen harus ditolak. Pola tersebut aan merugikan konsumen
karena akan membayar biaya pemakaian listrik yang lebih mahal. Selain itu, sesuai Pasal 33
UUD 1945, pelayanan listrik adalah sektor strategis yang menyangkut hajad hidup orang banyak,
sehingga harus dikuasai negara melalui BUMN sebagaimana diperankan oleh PLN selama ini.
Karena itu, kebijakan pelayanan listrik swasta langsung pada konsumen dapat dianggap sebagai
pelanggaran konstitusi. 

Pelayanan listrik di Indonesia harus dijalankan berdasarkan monopoli alamiah sebagaimana


berlaku di banyak negara di dunia.  Dengan monopoli alamiah, biaya pembangunan sarana
menjadi lebih murah karena faktor skala ekonomi (economic of scale). Selain itu, dapat pula
ditetapkan penggolongan tarif (sosial, rumah tangga, industri, komersial, pemerintah, dan lain-
lain) sesuai kemampuan dan kelayakan, sehingga tercipta mekanisme subsidi silang
antarkonsumen.

Pemerintah dan DPR dapat menetapkan tarif dan subsidi yang tepat sasaran dan berkeadilan
guna menyejahterakan rakyat, sekaligus menjamin keberlanjutan PLN menyediakan pelayanan.

6
3. KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN JIKA BEKERJASAMA DENGAN SWASTA
Keuntungan skema kerjasama pemerintah swasta:

 Biaya proyek menjadi lebih rendah karena terdapat pembagian pembiayaan antara pihak
pemerintah dan swasta
 Terdapat pembagian risiko. Semakin besar proyek dan anggarannya maka risiko yang dihasilkan
akan semakin tinggi. Dengan menggunakan skema kerjasama pemerintah swasta maka terjadi
pembagian risiko antara pemerintah dan swasta
 Terjadi transfer kemampuan dan pengetahuan antara pemerintah dan swasta sehingga
menghasilkan infrastruktur dengan kualitas yang baik
 Seringkali pihak swasta mempunyai kapasitas kontruksi, buruh, sumber daya, dan pakar yang
lebih baik sehingga proyek infrastruktur tertangani dengan baik
 Harga yang kompetitif karena harga dari pelayanan publik menjadi acuan utama.

Kerugian skema kerjasama pemerintah swasta:

 Proyek yang dibangun dengan skema kerjasama pemerintah swasta adalah proyek spesifik yang
membutuhkan biaya besar dan berjangka panjang sehingga menghasilkan kontrak dan negosiasi
yang rumit.
 Terdapat risiko dalam perjalanan pembangunan dan pengoperasian proyek, pihak swasta
mengalami kerugian dan bangkrut atau mendapatkan keuntungan lebih besar. Hal ini menjadi
permalahan bagi pemerintah
 Masa konsesi yang panjang sehingga proses balik modal baru akan dicapai setelah proyek
berjalan dalam jangka waktu yang lama. Hal ini menyebabkan keraguan pihak swasta untuk
berinvestasi.

7
BAB III PENUTUP

KESIMPULAN :

Kesimpulannya adalah pihak negara dan swasta, yaitu PLN dan IPP sama-sama memiliki
kontribusi terhadap kelistrikan di indonesia, IPP selaku pihak swasta ikut membantu membangun
pembangkit listrik di Indonesia dengan teknologi dan biaya yang mereka punyai sehingga
membantu meringankan pihak negara. PLN sebagai perusahaan listrik negara juga ikut
membantu IPP dalam perizinan dan pelaksanaannya. Namun biaya yang disepakati berbeda,
pihak swasta ingin agar biaya tarif dasar listrik lebih mahal dari yang PLN tentukan. Wajar saja
karena semua perusahaan ingin mendapatkan untung, namun jika hal ini terjadi yang dirugikan
adalah pihak PLN karena mereka akan membayar listrik kepada swasta dengan harga yang
mahal di negerinya sendiri.

SARAN :

Sarannya adalah, kedua belah pihak baik itu dari pihak PLN atau IPP harus bisa saling
mengerti, untuk pihak IPP sebaiknya bisa lebih mengerti keadaan atau kondisi masyarakat
indonesia yang mayoritas masih memiliki taraf hidup yang menengah ke bawah sehingga dapat
memberikan tarif dasar listrik yang lebih murah jangan hanya mementingkan kepentingan
perusahaan saja, tidak ada salahnya jika sedikit beramal untuk bangsa ini. Untuk pihak PLN dan
pemerintah lebih dipikirkan lagi jika ingin bekerjasama dengan perusahaan swasta tentang resiko
keuntungan dan kerugian, karena akan sangat berbahaya jika malah merugikan negara.

8
DAFTAR PUSTAKA

 http://listrik.org/pln/ipp-ppa/
 https://id.wikipedia.org/wiki/Perusahaan_Listrik_Negara
 https://titisari04.wordpress.com/2014/01/10/keuntungan-kerugian-skema-
kerjasama-pemerintah-swasta/
 http://www.danielnugroho.com/science/mengenal-independent-power-producer-ipp/
 http://artikeldaninformasi.com/mengenal-independent-power-producer-indonesia-
ipp/

Anda mungkin juga menyukai