Anda di halaman 1dari 4

Nama : Richard

MONOPOLI – KASUS PT. PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA

PT. Perusahaan Listrik Negara Persero (PT. PLN) merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
diberikan mandat untuk menyediakan kebutuhan listrik di Indonesia. Seharusnya sudah menjadi
kewajiban bagi PT. PLN untuk memenuhi itu semua, namun pada kenyataannya masih banyak kasus
dimana mereka merugikan masyarakat. Kasus ini menjadi menarik karena disatu sisi kegiatan monopoli
mereka dimaksudkan untuk kepentingan mayoritas masyarakat dan sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat sesuai UUD 1945 Pasal 33, namun disisi lain tindakan PT. PLN justru belum atau bahkan tidak
menunjukkan kinerja yang baik dalam pemenuhan kebutuhan listrik masyarakat.
Fungsi PT. PLN sebagai pembangkit, distribusi, dan transmisi listrik mulai dipecah. Swasta diizinkan
berpartisipasi dalam upaya pembangkitan tenaga listrik. Sementara untuk distribusi dan transmisi tetap
ditangani PT. PLN. Saat ini telah ada 27 Independent Power Producer di Indonesia. Mereka termasuk
Siemens, General Electric, Enron, Mitsubishi, Californian Energy, Edison Mission Energy, Mitsui & Co,
Black & Veath Internasional, Duke Energy, Hoppwell Holding, danmasih banyak lagi. Tetapi dalam
menentukan harga listrik yang harus dibayar masyarakat tetap ditentukan oleh PT. PLN sendiri.

Krisis listrik memuncak saat PT. Perusahaan Listrik Negara (PT. PLN) memberlakukan pemadaman listrik
secara bergiliran di berbagai wilayah termasuk Jakarta dan sekitarnya, selama periode 11-25 Juli 2008.
Hal ini diperparah oleh pengalihan jam operasional kerja industri ke hari Sabtu dan Minggu, sekali
sebulan. Semua industri di Jawa-Bali wajib menaati, dan sanksi bakal dikenakan bagi industri yang
membandel. Dengan alasan klasik, PLN berdalih pemadaman dilakukan akibat defisit daya listrik yang
semakin parah karena adanya gangguan pasokan batubara pembangkit utama di sistem kelistrikan Jawa-
Bali, yaitu di pembangkit Tanjung Jati, Paiton Unit 1 dan 2, serta Cilacap. Namun, di saat yang bersamaan
terjadi juga permasalahan serupa untuk pembangkit berbahan bakar minyak (BBM) PLTGU Muara Tawar
dan PLTGU Muara Karang.

Dikarenakan PT. PLN memonopoli kelistrikan nasional, kebutuhan listrik masyarakat sangat bergantung
pada PT. PLN, tetapi mereka sendiri tidak mampu secara merata dan adil memenuhi kebutuhan listrik
masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya daerah-daerah yang kebutuhan listriknya belum
terpenuhi dan juga sering terjadi pemadaman listrik secara sepihak sebagaimana contoh diatas. Kejadian
ini menyebabkan kerugian yang tidak sedikit bagi masyarakat, dan investor menjadi enggan untuk
berinvestasi.

(https://lppcommunity.wordpress.com/2009/01/08/etika-bisnis-monopoli-kasus-ptperusahaan-listrik-
negara/)
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Dalam kasus ini, PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) sesungguhnya mempunyai tujuan yang baik,
yaitu bertujuan untuk memenuhi kebutuhan listrik nasional. Akan tetapi tidak diikuti dengan perbuatan
atau tindakan yang baik, karena PT. PLN belum mampu memenuhi kebutuhan listrik secara adil dan
merata. Dari pembahasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa PT. Perusahaan Listrik Negara
(Persero) telah melakukan tindakan monopoli, yang menyebabkan kerugian pada masyarakat. Tindakan
PT. PLN ini telah melanggar Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan
Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pasal 33 UUD 1945 menyebutkan bahwa sumber
daya alam dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Sehingga.
Dapat disimpulkan bahwa monopoli pengaturan, penyelengaraan, penggunaan, persediaan dan
pemeliharaan sumber daya alam serta pengaturan hubungan hukumnya ada pada negara.

Pasal 33 mengamanatkan bahwa perekonomian Indonesia akan ditopang oleh 3 pemain utama yaitu
koperasi, BUMN/D (Badan Usaha Milik Negara/Daerah), dan swasta yang akan mewujudkan demokrasi
ekonomi yang bercirikan mekanisme pasar, serta intervensi pemerintah, serta pengakuan terhadap hak
milik perseorangan. Penafsiran dari kalimat “dikuasai oleh negara” dalam ayat (2) dan (3) tidak selalu
dalam bentuk kepemilikan tetapi utamanya dalam bentuk kemampuan untuk melakukan kontrol dan
pengaturan serta memberikan pengaruh agar perusahaan tetap berpegang pada azas kepentingan
mayoritas masyarakat dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Untuk memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarakat secara adil dan merata, ada baiknya Pemerintah
membuka kesempatan bagi investor untuk mengembangkan usaha di bidang listrik. Akan tetapi
Pemerintah harus tetap mengontrol dan memberikan batasan bagi investor tersebut, sehingga tidak
terjadi penyimpangan yang merugikan masyarakat. Atau Pemerintah dapat memperbaiki kinerja PT. PLN
saat ini, sehingga menjadi lebih baik demi tercapainya kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat banyak
sesuai amanat UUD 1945 Pasal 33.
PEMBANGUNAN PROYEK PULAU G OLEH PT AGUNG PODOMORO LAND JUSTRU PERSULIT
MASYARAKAT

Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Rizal Ramli memutuskan bahwa pulau G telah melakukan
pelanggaran berat. Untuk diketahui pulau tersebut sedang dibangun oleh pengembang PT. Agung
Podomoro Land."Komite Gabungan dan para menteri sepakat bahwa Pulau G masuk dalam pelanggaran
berat," ujar Rizal di kantor Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman di Gedung BPPT 1, Jakarta,
Kamis (30/6/2016).

Alasan Komite gabungan yang membahas reklamasi menilai Pulau G melakukan pelanggaran berat,
karena ditemukan banyak kabel yang terkait dengan listrik dan pembangkit milik PLN. Selain itu Rizal
memaparkan pembangunan Pulau G mengganggu lalu lintas kapal nelayan."Sebelum ada pulau itu,
kapal nelayan dengan mudah mendarat, parkir di Muara Angke. Tapi begitu pulau ini dibikin, dia tutup
sampai daratan sehingga kapal-kapal musti muter dulu," jelas Rizal.
(http://www.tribunnews.com/metropolitan/2016/06/30/rapat-timkabinet-agung-podomoro-land-
terbukti-lakukan-pelanggaran-berat-di-reklamasi-pulau-g).

Menurut Ketua Kelompok Keahlian Teknik Pantai Institut Teknologi Bandung, Muslim Muin, reklamasi di
teluk Jakarta dampaknya memperparah banjir Jakarta, pembangunan 17 pulau di pantai utara Jakarta
dapat menghambat aliran 13 sungai ke Teluk Jakarta.Menurut Muslim, elevasi muka air 13 sungai akan
naik secara drastis dibandingkan sebelum reklamasi. Akibatnya, Teluk Jakarta akan menjadi comberan
dari 13 sungai karena tidak ada penampungan.
(http://www.tribunnews.com/metropolitan/2016/10/05/pakar-teknik-pantaiitb-reklamasi-
memperparah-banjir-di-jakarta)

PT Agung Podomoro Land alih-alih memberikan dana bantuan CSR untuk meningkatkan perekonomian
masyarakat sekitar justru melalui anak perusahaannya PT Muara Wisesa Samudera memberikan uang
sogokan kepada sejumlah nelayan dan pengurus RT di Kelurahan Muara Angke, Penjaringan, Jakarta
Utara. Uang itu disebut diberikan agar penduduk dan nelayan Muara Angke menerima proyek reklamasi
Pulau G yang dibangun di perairan Muara Angke. Tempo mendapat kuitansi pemberian Rp 160 juta
kepada ketua RT di RW 11. Pada kuitansi tersebut tertulis duit itu untuk biaya sosialisasi dan pernyataan
12 ribu masyarakat dalam mendukung reklamasi.
(https://metro.tempo.co/read/news/2017/02/01/214841815/nelayan-benarkan-ada-uangsogok-dari-
agung-podomoro-tapi)

Akibat dari banyaknya pelanggaran yang dilakukan Agung Podomoro Land melalui anak usahanya PT
Muara Wisesa Samudra, maka pemerintah sepakat tidak memberikan izin pembangunan di pulau G.

ANALISIS DAN PEMBAHASAN


Sangat disanyangkan pembangunan pulau reklamasi di Jakarta yang tidak berlajar dari
negara-negara lain di Dunia yang telah melakukannya sebelumnya. Salah satu contoh adalah proyek
tanggul laut di St Petersburg, Rusia. Rusia memiliki kondisi geografis yang mirip dengan Teluk Jakarta.
Namun, pembangunanya dilakukan melalui proses yang benar.

Sebelum membangun Sea Wall, mereka terlebih dahulu membangun Sewage Treatment Plant
(STP). Sewage adalah sistem atau jaringan untuk mengelola air limbah. Sementara drainage adalah
sistem yang menyerap air hujan. Tanggul tersebut akan melindungi kota dari gelombang badai (storm
surge). Namun sebelum membangun tanggul merekaharus punya sewage dan drainage yang dipisahkan.

Jika reklamasi terus dipaksanakan, maka Jakarta harus membangun Giant Sea Wall (GSW) . Namun
pembangunan GSW memiliki dampak dan biaya yang besar.Pembangunannya membutuhkan biaya yang
sangat besar, harus memindahkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Muara Karang, pelabuhan perikanan
harus ditutup dan nelayan harus pindah serta dampak lingkungan di daerah pengambilan pasiri urugan.
Selain itu, Jakarta juga harus memompa air hujan yang turun di daerah hulu yakni Cipanas, Bogor.
Pompa yang dibutuhkan harus besar dan jika pompa macet, Jakarta akan tergenang oleh banjir kiriman
dari daerah hulu.

Dalam kasus ini saya menilai peran pemerintah sudah cukup bagus dengan tidak memberikan izin
reklamasi Pulau G karena pada dasarnya dari awal proyek ini sudah bermasalah. Dengan dibangunnya
Pulau G yang dikelola oleh PT Agung Podomoro Land justru menimbulkan kerugian pada PT PLN selaku
BUMN, nelayan, dan warga sekitar teluk Jakarta. Jadi dalam kasus ini saya tidak dapat melihat maksud
atau tujuan yang baik dari PT Agung Podomoro Land, dan dari awal mereka juga sudah memiliki tujuan
tidak baik dilihat dari PT APL melakukan penyogokan kepada sejumlah nelayan agar mendukung
reklamasi pulau G.

Anda mungkin juga menyukai