Teks Editorial 1
Tragedi JembatanMahakam
Susilo
Bambang
Yudhoyono
langsung
menggelar
rapat
dan
Presiden
itu
patut
diapresiasi.
untuk beroperasi 40 tahun, tetapi ambruk dalam kurun waktu sepuluh tahun, harus
menjadi titik awal penyelidikan. Penyelidikan forensik tekhnologi perlu dilakukan
untuk mengetahui penyebab ambruknya jembatan. Apakah ambruknya jembatan
itu karena pengurangan spesifikasi bangunan atau karena desain teknis atau
karena penyebab lain. Ahli fisika pernah mengutarakan bahwa pembangunan
konstruksi jembatan Mahakam tidak mempertimbangkan teori dasar perubahan
anginya.Jika problemnya karena faktor kurangnya perawatan, kita pun
mempertanyakan mengapa perawatan itu tak dilakukan sewajarnya? Padahal,
orang yang melewati jembatan itu dipungut retribusi Rp 1.000, tanpa dasar
hukum.
Kita menggarisbawahi pernyataan Djoko Murjanto soal perawatan. Bangsa ini
punya kelemahan kultural dalam hal perawatan. Kita bisa membangun apa saja,
tetapi kita lemah dalam pemeliharaan. Mahakam hanyalah salah satu dari banyak
jembatan di Indonesia. Kita tak ingin ambruknya Mahakam
itu menulari
yang
aman
adalah
tanggung
jawab
pemerintah.
Desakan itu juga dilandasi kenyataan harga minyak dunia yang menjadi dasar
penaikan harga solar beberapa waktu lalu sudah turun drastis di bawah US$60 per
barel.
Harga
yang
terendah
dalam
20
bulan
terakhir.
hanya
menurunkan
harga
premium.
Data dari Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) menunjukkan lebih dari
30% orang miskin di Indonesia adalah nelayan. Mereka semakin jatuh miskin
setelah pemerintah menaikkan harga solar sebanyak tiga kali dalam tiga tahun
terakhir. Padahal, sekitar 60% biaya operasional nelayan habis untuk membeli
solar.
Belum lagi banyak kapal, truk, dan angkutan umum lainnya yang mengangkut
bahan makanan dan barang-barang kebutuhan pokok yang keuntungannya
semakin tergerus karena habis untuk membeli solar. Industri kecil hingga
menengah pun banyak yang kian mati suri karena tak sanggup membeli solar di
tengah sepinya order akibat krisis keuangan global.
Maka, dalam dua pekan terakhir, gelombang PHK mulai menjadi pilihan. Di Riau,
sedikitnya 13 ribu karyawan dari berbagai sektor usaha, terutama yang
berorientasi ekspor, sudah terkena PHK.
Sebuah perusahaan tekstil di Boyolali, Jawa Tengah, juga melakukan PHK
terhadap 600 karyawannya terhitung 10 November. Sebelumnya, Dinas Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Provinsi Kalimantan Tengah mencatat sebanyak 2.591
karyawan telah dirumahkan sejumlah perusahaan perkayuan dan perkebunan.
Jumlah karyawan yang bakal dipecat terus bertambah karena saat ini sudah ada
enam perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur, perkayuan, dan garmen
mengusulkan untuk merumahkan 7.600 karyawan.
Semua itu terimbas oleh ambruknya raksasa finansial di Amerika Serikat dan
Eropa. Dua wilayah yang menjadi tujuan utama ekspor dan impor kita.
Untuk melindungi perekonomian kita dari dampak krisis finansial global yang
lebih parah, pemerintah harus segera mengambil langkah cepat untuk
melonggarkan sektor riil dari belitan krisis. Yaitu segera turunkan harga solar,
tidak usah menunggu awal Desember.
Keengganan menurunkan harga solar dengan dalih biaya produksi solar masih
tinggi, jatah subsidi sudah habis, dan hasil windfall profit dipakai untuk keperluan
lain merupakan alasan yang terlalu kalkulatif dan bernuansa jangka pendek. Yakni
agar APBN bisa aman hingga akhir tahun.
Mengamankan anggaran hingga akhir tahun memang perlu. Akan tetapi,
mengambil langkah cepat untuk menyelamatkan perekonomian nasional jauh
lebih penting. Lagi pula, pemerintah masih memiliki bantalan cadangan fiskal
sebesar lebih dari Rp8 triliun, yang kalau dipakai semua bisa menambal
kebutuhan
dana
tambahan
akibat
penurunan
harga
solar.
tersebut padahal setiap orang yang melewati jembatan itu dipungut retribusi Rp
1.000, tanpa dasar hukum. Selain kritikan, teks tersebut berisi harapan agar
pemerintah segera mengambil langkah cepat dalam menangani korban hilang serta
segera melakukan audit tentang ambruknya jembatan tersebut. Sehingga,
peristiwa ambruknya jembatan Mahakam menulari jembatan lain di Indonesia.
Pada teks editorial 2 berisi tentang bidang ekonomi yang merupakan desakan
dari masyarakat untuk pemerintah agar segera menurunkan harga solar mengingat
banyaknya pihak yang dirugikan dengan adanya kenaikan harga solar tersebut.
Diantaranya menyangkut nelayan, angkutan umum, dan industri kecil hingga
menengah. Kenaikan harga solar juga berdampak langsung pada karyawan yaitu
salah satu contohnya di Riau, sedikitnya 13 ribu karyawan dari berbagai sektor
usaha, terutama yang berorientasi ekspor, sudah terkena PHK. Oleh sebab itu
masyarakat mendesak agar menurunkan harga solar.
B. Bahasa :
Pada teks editorial 1 rangkaian peristiwa sudah dijelaskan secara beurutan.
Tetapi, bahasa yang digunakan tidak semuanya dapat dimengerti oleh seluruh
kalangan masyarakat karena penggunaan diksi yang tidak dapat dimengerti
oleh seluruh kalangan masyarakat seperti kata problem,golden gate.
Sedangkan, pada teks editorial 2 rangkaian peristiwa juga dijelaskan secara
beurutan. Tetapi, bahasa yang digunakan tidak semuanya dapat dimengerti
oleh seluruh kalangan masyarakat karena penggunaan diksi banyak
menggunakan
istilah
dalam
ekonomi,
seperti
kata
windfall
profit,
Teks editorial 2 :
Ejaan pada tekseditorial 2 masih menggunakan kata dalam bahasa
inggris seperti, windfall profit. Kata tidak pada paragraf pertama
rill.
Kalimat
Teks editorial 1 :
Kalimatnya sudah menggunakan kalimat yang efektif, jelas dan
mudah dimengerti.
Teks editorial 2 :
Kalimatnya cukup bagus. Tetapi, karena pada teks tersebut terdapat
kata yang sulit dimengerti oleh semua kalangan serta kata yang