Anda di halaman 1dari 20

TUGAS 2

TEKNIK KONVERSI DAN KONSERVASI ENERGI


REVIEW FILM SEXY KILLERS

EKA DINI ISLAMIYAH


J1B116017

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia pada dasarnya merupakan negara yang kaya akan sumber–sumber
energi. Hal ini didukung oleh letak Indonesia yang strategis diantara benua Asia dan
Australia dan dua samudra yaitu Samudra Hindia dan Samudra Atalntik
menyebabkan Indonesia memiliki potensi yang cukup besar dalam pengembangan
sumber energi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Vera and Langlois
(2007) menyatakan, energi merupakan faktor penting dalam upaya keseluruhan untuk
mencapai pembangunan berkelanjutan. Negara-negara yang berusaha mencapai
tujuan ini berusaha untuk menilai kembali sistem energi mereka dengan tujuan untuk
merencanakan program dan strategi energi sesuai dengan tujuan dan sasaran
pembangunan berkelanjutan.
Energi secara umum dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu energi
terbarukan (renewable) dan energi tidak terbarukan (nonrenewable). Energi
terbarukan adalah energi yang berasal dari proses alam secara berkelanjutan. Di
Indonesia pemanfaatan energi terbarukan dapat digolongkan dalam tiga kategori,
yang pertama adalah energi yang sudah dikembangkan secara komersial, seperti
biomassa, panas bumi dan tenaga air. Kedua, energi yang sudah dikembangkan tetapi
masih secara terbatas, yaitu energi surya dan energi angina. Ketiga, energi yang sudah
dikembangkan, tetapi baru sampai pada tahap penelitian, misalnya energi pasang
surut. Energi tidak terbarukan disebut juga energi fosil. Energi fosil adalah sumber
energi yang tidak dapat diperbaharui dan dalam jangka panjang akan habis jika terus
menerus digunakan tanpa adanya batasan penggunaan (nonrenewable), sumber energi
fosil yang ada antara lain seperti gas, minyak bumi dan batubara.
Batubara merupakan sumber energi untuk pembangkit listrik dan berfungsi
sebagai bahan bakar pokok untuk produksi baja dan semen. Batubara sangat
dianjurkan untuk dipakai sebagai sumber energi yang rendah emisi karbon, dalam
rangka mengurangi emisi karbon dunia pada saat ini. Kondisi ini dapat menjadi
peluang bagi produsen batubara, karena akan mempengaruhi permintaan batubara
pada masa yang akan datang. Di dunia terdapat berbagai negara yang menghasilkan
batubara. Negara yang paling tinggi produksi batubaranya adalah Cina dengan total
produksi mencapai 1,827 MT pada tahun 2015. Indonesia berada pada posisi ke-5,
setelah Australia dengan jumlah produksi mencapai 241, 1 MT. Negara penghasil
batubara di dunia dapat dilihat pada Gambar 1.

Penggunaan batubara di Indonesia masih relatif rendah yaitu hanya sekitar


20%-30% dari total produksi batubara dalam negeri, ssisanya sekitar 70%-80%
diekspor ke negara-negara yang memerlukan batubara seperti negara China, Taiwan,
Hongkong dan sejumlah negara lainnya, sisanya digunakan untuk memenuhi
kebutuhan dalam negeri.
Batubara berpotensi menggantikan minyak bumi sebagai sumber energi utama
dunia hal ini dikarenakan cadangan batubara yang melimpah dan mudah didapatkan
dipasar dunia serta keterdapatannya yang hampir tersebar merata diseluruh dunia.
Diperkirakan bahwa ada lebih dari 984 milyarton cadangan batu bara di seluruh
dunia. Hal ini berarti ada cadangan batu bara yangcukup untuk menghidupi kita
selama lebih dari 190 tahun. Batu bara berada di seluruh dunia, batu bara dapat
ditemukan di setiap daratan di lebihdari 70 negara, dengan cadangan terbanyak di AS,
Rusia, China dan India (WCI, 2005). Cadangan ini diperkirakan akan terus bertambah
karena banyaknya ditemukan cadangan-cadangan baru didaerah yang belum
dieksplorasi. Indonesia sendiri juga memiliki potensi yang besar terhadap batubara
tercatat pada tahun 2008 cadangan batubara indonesia mencapai 65,4 milyar ton
(DESDM, 2008 dalam Hasjim, 2010). Cadangan ini diperkirakan akan terus melonjak
naik dan tercatat saat ini cadangan batubara indonesia mencapai kurang lebih 104,8
milyar ton (Sumber Daya Geologi, 2007 dalam Datin, 2010). Keadaan ini akan
mampu menghidupkan listrik indonesia 100 tahun yang akan datang.
Pemerintah dengan mengeluarkan Peraturan Presiden No. 5 Mengenai Bauran
Energi Nasional tercatat bahwa pada tahun 2025 penggunaan batubara sebesar 33%,
penggunaan ini diutamakan untuk listrik sedangkan untuk gas kota dan transportasi
masih mengutamakan gas dan minyak bumi. Penggunaan batubara saat ini tidak
hanya digunakan untuk listrik namun dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan
seperti gas kota, briket untuk rumah tangga dan industri menengah serta bahan bakar
minyak sintetik yang dapat digunakan untuk sumber energi bagi motor. Pemanfaatan
batubara dengan meningkatkan kadar atau nilai pada batubara untuk berbagai
keperluan sangat perlu dilakukan karena mengingat kondisi cadangan batubara
indonesia berdasarkan kualitasnya 24% termasuk batubara peringkat rendah, 60%
peringkat sedang, dan 15% peringkat tinggi serta hanya 1% yang termasuk peringkat
sangat tinggi (Hasjim, 2010). Untuk peringkat rendah sampai sedang akan
menimbulkan masalah jika dibakar secara langsung untuk pembangkit tenaga listrik
maka kualitas rendah sampai sedang baik untuk ditingkatkan kualitasnya menjadi
batubara cair, gas kota, dan kokas. Sedangkan untuk batubara peringkat tinggi sampai
sangat tinggi sangat baik untuk pembakaran secara langsung untuk pembangkit listrik
serta industria baja dan semen.
Berdasarkan hal tersebut eksplorasi dan eksploitasi batubara terus dilakukan,
hal ini harus diimbangi dengan teknik konversi dan konservasi energi yang sesuai
agar tidak menimbulkan dampak negatif, baik untuk lingkungan maupun untuk
manusia.
1.2 Tujuan
Tujuan disusunnya makalah ini yaitu:
1. Mahasiswa mengetahui cerita dari film sexy killers
2. Mahasiswa mengetahui permassalahan yang terdapat dalam film sexy killers
3. Mahasiswa mampu memberikan tanggapan dari film sexy killers
4. Mahasiswa mampu memberikan solusi berkaitan masalah yang terdapat dalam
film sexy killers
1.3 Manfaat
Manfaat disusunnya makalah ini yaitu agar mahasiswa mengetahui alur cerita
dan permasalahan dari film sexy killers serta mahasiswa mampu memberikan
tanggapan dan solusi sebagai seorang engineer dalam menindaklanjuti kasus-kasus
dalam dunia pertambangan.
II. HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1 Review Film Sexy Killers


Film dokumenter sexy killers merupakan salah satu film yang cukup
fenomenal. Sexy killers merupakan film dokumenter ke-12 dari tim ekspedisi
Indonesia Biru dan rumah produksi Watchdoc. Substansi dari film ini menarasikan
bagaimana aktivitas yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi dan saling
berkaitan dengan fenomena disekitar kita, salah satunya mengenai lingkkungan.
Setiap aktivitas yang kita lakukan tidak terlepas dari yang namanya teknologi. Hal
tersebut terjadi dikarenakan cukup tingginya angka perkembangan teknologi,
sehingga teknologi menjadi salah satu dari sekian banyak kebutuhan yang dibutuhkan
untuk menunjang kehidupan kita secara tidak langsung.
Aktivitas kita yang tidak terlepas dari asupan teknologi juga tidak terlepas dari
hal yang menopang teknologi tersebut bergerak, yaitu listrik. Produksi energi untuk
menghasilkan listrik kemudian menjadi sesuatu yang perlu dilakukan untuk
menunjang kehidupan bermasyarakat, belum lagi konsumsi masyarakat terhadap
penggunaan listrik membuat produksi energi listrik digenjot oleh pemerintah. Akan
tetapi, perkembangan sumber produksi energi tersebut malah mempunyai dampak
yang sangat besar terhadap lingkungan bahkan bagi masyarakat Indonesia sendiri.
Film ini mengangkat isu yang cukup sederhana dan dekat dengan masyarakat,
namun cukup sensitif dan jarang diangkat oleh film-maker Indonesia. Hal tersebut
dikarenakan para kaum elit ataupun pemerintah juga secara tidak langsung terlibat
dalam isu tersebut. Isu dimana ketergantungan masyarakat yang cukup tinggi
terhadap listrik yang semakin meningkat berdampak terhadap lingkungan dan
masyarakat Indonesia itu sendiri. Berawal dari scene yang menampilkan sepasang
kekasih yang menggunakan berbagai teknologi untuk kebutuhannya dalam suatu
ruangan. Pertanyaannya adalah “bagaimana listrik dapat masuk ke ruangan ini?”
sebuah pertanyaan yan singkat yang kemudian membuka substansi dari film
dokumenter ini mengenai sisi gelap dari industri pertambangan batubara di Indonesia.
Bahan bakar fosil seperti batubara merupakan sumber energi utama di
Indonesia. Menurut Suyartono (2004), dengan kualitas tingkat produksi saat ini,
batubara dapat menjadi sumber energi bagi Indonesia selama ratusan tahun.
Cadangan batubara Indonesia saat ini sebesar 28 miliar ton atau sekitar 3% dari total
cadangan batu bara dunia. Sementara, total sumberdaya batubara Indonesia kini
mencapai 161 miliar ton, meningkat dari status 2010 sebesar 105 miliar ton (Bisnis
Indonesia, 4 Juni 2012). Tingginya konsumsi masyarakat terhadap listrik kemudian
membuka peluang bagi para investor asing maupun local untuk meraup keuntungan
dari peluang tersebut. Alhasil lahirlah PLTU yang ditempatkan di darat maupun laut
untuk memenuhi permintaan tersebut.
Di Indonesia, Kalimantan Timur adalah salah satu dari Provinsi Utama
Penghasil batubara. Kota Samarinda merupakan salah satu wilayah yang ditetapkan
kementerian ESDM masuk dalam wilayah usaha pertambangan, dengan itu Pemkot
Samarinda mengeluarkan kebijakan pengelolaan pertambangan batubara sesuai
dengan kewenangan yang dimiliki. Total dari luas wilayah pertambangan terhadap
luas wilayah Kota Samarinda sudah mencapai angka 71%. Sebagai Ibu Kota Provinsi
Kalimantan timur, Samarinda memiliki karakteristik berbeda dengan daerah
kabupaten/kota lainnya di Kalimantan Timur yang juga memiliki potensi
pertambangan batubara.
Jumlah penduduk Samarinda merupakan paling tinggi di Kalimantan timur,
hasil sensus tahun 2010, jumlah penduduk Samarinda 727.500 jiwa. Jumlah
penduduk yang besar dan wilayah usaha pertambangan yang luas, membuat ruang
terbuka hijau Kota Samarinda saat ini hanya sekitar 5%, sedangkan UU No 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang mengamanatkan ruang terbuka hijau minimal 30% dari
wilayah kota. Melihat hal ini, bentang alam atau kondisi ekologis Samarinda sudah
menutup kemungkinan diterbitkannya lagi Izin usaha pertambangan, yang secara
langsung akan menambah luasan wilayah usaha pertambangan.
Dampak dari obral izin ini adalah tumpang tindih antar kawasan, tambang di
kawasan padat pemukiman salah satunya akibatnya lubang-lubang eks tambang
meninggalkan air beracun dan logam berat dan juga sudah menelan korban anak-anak
tenggelam di lubang eks tambang batubara yang sampai Juni 2016 berjumlah 243
orang (22 diantaranya anak-anak) dengan rincian di Kota Samarinda (15 anak), Kutai
Kertanegara (8 anak) dan Pasir Panajem Utara (1 orang).
Setiap peristiwa tewasnya korban dilubang tambang tidak pernah sekalipun
terselesaikan secara tuntas pada jalur hukumnya, jika adapun hukuman yang
dijatuhkan sangat ringan seperti pada kasus Ema dan Eza ryakni hanya 2 (dua) bulan
penjara dan denda Rp.1.000,00 (seribu rupiah). Selain itu, keluarga juga mendapatkan
uang ‘tali asih’ sebesar Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Dalam kasus ini,
direksi perusahaan dan pejabat pengawas tambang pemerintah daerah tidak diproses
secara hukum.
Lemahnya pembelaan dan penuntasan kasus demi kasus yang ada berkaitan
dengan lubang tambang tersebut ini dikarenakan oleh kerja banyak pihak yang tidak
pernah selesai mulai dari kepolisian, pihak perusahaan hingga pada pemerintah kota,
provinsi hingga level kementerian sekalipun. Tidak hadirnya niatan baik untuk
menyelamatan lingkungan dari bahaya pertambangan batubara terlebih kepada masa
depan anak-anak Samarinda dirasa menjadi alasan utama kasus semacam ini terus
berulang selama 5 tahun.
Penambangan batubara juga menimbulkan dampak bagi lingkungan. Lubang-
lubang bekas tambang dari lima konsesi pertambangan batubara di Samarinda
ditemukan memiliki derajat keasaman (pH) yang sangat rendah, jauh di bawah
standar yang ditetapkan pemerintah. Dari seluruh sampel, diantaranya memiliki
derajat keasaman (pH) 3,2 ppm.
Seluruh sampel yang diambil juga terdeteksi mengandung konsentrasi logam
berat. Sebagian modus perusahaan adalah menjadikan lubang tempat wisata, airnya
disalurkan melalui pipa-pipa ke rumah-rumah, dipakai berenang danperusahaan
membangunkan toilet-toilet umum. Seperti pada kasus PT. Multi Harapan Utama di
Kabupaten Kutai Kartanegara, sebagian lagi perusahaan menjadikan lubang tambang
untuk keramba ikan. Dampak kesehatan seperti kanker dan penyakit degeneratif dan
akumulatif lainnya mengintai.
Peneliti Air Jatam Kaltim menemukan baku mutu air lubang tambang di PT.
Bumi Energi Kaltim di Kabupaten Penajam Pasir Utara pada 13 Februari 2016
dengan pH 3.76 artinya asam dan berbahaya, melampaui baku mutu yang ditentukan
di dalam Peraturan daerah Kalimantan Timur Nomor 2 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
Selain kualitas air, dampak penammbangan batubara juga menimbulkan debu
batubara. Dalam tahun 2013 saja ada 8 fasilitas pendidikan yang terkena dampak
tambang, mulai dari SD, SMP, hingga Pesantren. Di Loa Kulu, Kabupaten Kutai
Kartanegara, sebulan lamanya murid gotong royong membersihkan kelas karena debu
dimusim kering dan lumpur di musim penghujan, AMDAL yang mengatur Jarak
nampaknya hanya “sakti” di atas kertas saja, di Samarinda bahkan Jatam Kaltim
mesti menggugat ke KIP dulu baru mendapat akses.

Dalam perjalanan mendistribusikan batubara ke berbagai wilayah, antara lai ke


pulau Jawa, tongkang batubara banyak menghancurkan terumbu karang, seperti
terjadi di taman Nasional Karimunjawa. Tongkang-tongkang ini kerap menepi atau
berlindung dari ombak di perairan Karimunjawa hingga merusak terumbu karang
sekitar. Data komunitas Alam Karimun (Akar) di Karimunjawa menunjukkan,
kerusakan baik karena tongkang bersandar maupun jangkar tersangkut terumbu
karang. Belum lagi batubara yang jatuh ke laut saat pengangkutan.
Kisah-kisah PLTU yang merenggut ruang hidup rakyat sangat kental di film ini.
Contohnya PLTU batang atau Central Java Point yang dibangun dengan kapasitas
2000 MW. PLTU ini butuh 600.000 ton batubara atau sekitar 2-3 tongkang bolak
balik dalam sehari. PLTU ini merupakan salah satu pembangkit listrik terbesar di Asia
Tenggara yang dibangun diatas lahan seluas 400-700 ha yang terletak di tiga
kecamatan di Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Penduduk setempat menyatakan
menolak terhadap rencana pembangunan PLTU karena dinilai tidak ramah
lingkungan. Lokasi yang dilakukan pembangunan merupakan Kawasan konservasi
dan kawasan padat penduduk. Pembangunan PLTU juga akan mengancam
kesejahteraan ribuan warga yang menggantungkan hidup sebagai nelayan dan petani.
Dari beberapa pengamatan terungkap, PLTU dengan kapasitas kecil yang dibangun di
berbagai lokasi di Pulau Jawa saja terbukti telah menimbulkan kerusakan lingkungan
dan kerugian ekonomi bagi masyarakat sekitar. Apalagi dengan kapasitas 2000
megawatt, maka dikhawatirkan dampak yang akan muncul tentunya jauh lebih
destruktif.
Selain itu masyarakat juga khawatir akan ancaman hilangnya mata pencaharian
warga dan rusaknya lingkungan itu sendiri. Warga di tiga desa misalnya
(Karanggeneng, Ujungnegoro, dan Ponwareng) tidak menutup kemungkinan harus
melakukan bedol desa. Logikanya, dengan luas Desa Karanggeneng yang hanya
228,3 hektar sementara total kebutuhan lahan yang akan digunakan untuk
membangun PLTU tersebut antara 400-700 hektar.
Di Cirebon, permasalahan mengenai PLTU juga bersinggungan denngan
petani garam. Di Bali, PLTU Celukang Bawang juga menjadi masalah bagi petani
kelapa. Dampak lain tentu warga yang tinggal di area sekitar PLTU. Surayah, warga
yang menolak menjual lahan untuk PLTU Celukang Bawang terpaksa hidup
berdampingan dengan PLTU dan menderita asma serta bronchitis. Cucunya pun
mendertita penyakit yang sama.
Di Panau Sulawesi, masyarakat terkena kanker paru-paru hingga meninggal. Di
Panau, setidaknya terdapat 8 orang meninggal karena kanker dan masalah paru-paru.
Semua biaya kesehatan ditanggung masyarakat sendiri. Biaya eksternal yang tidak
masuk hitungan inilah yang membuat energi batubara seakan murah. Hitungan nilai
batubara tak pernah memasukkan dampak lingkungan dan kesehatan masyarakat.

2.2 Tanggapan Film Sexy Killers dan Hubungannya dengan Mata Kuliah
Teknik Konversi dan Konservasi Energi
Setiap kegiatan tambang menimbulkan dampak positif dan negatif bagi
lingkungan sekitarnya. Dampak positifnya adalah meningkatnya devisa negara,
pendapatan asli daerah dan menampung tenaga kerja. Dampak negatifnya dalam
bentuk kerusakan permukaan bumi, ampas buangan (tailing), kebisingan, polusi
udara, menurunnya permukaan bumi (land subsidence) serta kerusakan karena
transportasi alat dan pengangkut berat.
Sebelum masuknya industri pertambangan, sebagian besar masyarakat
menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian dan perikanan laut. Hal ini
dikarenakan kondisi sumberdaya alam yang melimpah pada hasil pertanian dan
lautnya. Masyarakat tani umumnya mengelola sawah dan hasil perkebunan seperti
padi, kakao, kelapa (kopra) dan hasil perkebunan lainya. Namun setelah masuknya
industr pertambangan memaksa sebagian besar petani dan nelayan beralih profesi
untuk memenuhi kebutuhan karena menurunnya hasil pendapatan mereka akibat
ditimbulkan oleh dampak negative pertambangan. Sengketa lahan antara perusahaan
dan masyarakat juga menjadi kendala dalam eksploitasi tambang. Kehilangan lahan
bagi petani, berarti kehilangan pekerjaan. Mereka yang sebelumnya bekerja di lahan
miliknya, kini telah kehilangan pekerjaan dan pendapatan, namun kebutuhan dan
kehidupan masih tetap berlanjut.
Perusahaan-perusahaan tambang juga meninggalkan tumpukan ore yang telah
dikeruk, namun belum sempat diangkut. Selain itu, bekas-bekas areal eksploitasi yang
seharusnya diperbaiki (reklamasi pascatambang) ditinggalkan “menganga” begitu
saja tanpa mengikuti aturan yang telah disediakan oleh negara. Hal ini berimplikasi
pada kerusakan lingkungan.
Kebijakkan penambangan seharusnya memperhatikan aspek lain yang ada
disekitarnya, karena banyak hal nantinya akan berdampak pada beberapa aspek
selaindari tambang, misalnya pada kebersihan dan kenyamanan lingkungan disekitar
pemukiman masyarakat di sekitar daerah ini, terkadang getaran yang ditimbulkan
cukup mengganggu. Tambang batubara erutama tambang terbuka memerlukan lahan
yang luas untuk diganggu sementara. Hal tersebut menimbulkan permasalahan
lingkungan hidup, termasuk erosi tanah, polusi debu, suara dan air, serta dampat
terhadap keanekaragaman hayati setempat. Tindakan-tindakandilakukan dalam
poerasi tambang modern untuk menekan dampak-dampak tersebut. Perencanaan dan
pengelolaan lingkungan yang baik akan menekan dampak pertambangan terhadap
lingkungan hidup dan membantu melestarikan keanekaragaman hayati.

2.3 Masalah yang ditemukan dari Film Sexy Killers


Masalah yang ditemukan dari film sexy killers adalah:
1. Adanya lubang-lubang batubara setelah penambangan
Berdasarkan hasil pemantauan Komnas HAM RI selama tahun 2011 – 2016,
menunjukan belum adanya upaya serius dari Pemerintah, baik pusat dan daerah, serta
aparat penegak hukum dalam upaya penanganan terhadap kegiatan reklamasi dan
pasca tambang sehingga menyebabkan terus jatuhnya korban jiwa dan kerusakan
lingkungan.
2. Adanya pencemaran air
Acid mine drainage (AMD – drainage tambang asam) adalah air yang
mengandung logam yang terbentuk dari reaksi kimia antara air dan batuan yang
mengandung mineral belerang. Limpasan yang terbentuk biasanya mengandung asam
dan seringkali berasal dari daerah dimana bijih – atau kegiatan tambang batubara
telah membuka batuan yang mengandung pirit, mineral yang mengandung belerang.
Meskipun demikian, drainase yang mengandung logam juga bisa terjadi di daerah
yang mengandung mineral yang belum ditambang.
3. Polusi debu dan udara
Selama operasi pertambangan, dampak polusi udara dan suara terhadap para
pekerja dan masyarakat setempat dapat ditekan dengan teknik-teknik perencanaan
tambang modern dan peralatan khusus. Selama operasi pertambangan debu dapat
ditimbulkan oleh truk-truk yang berjalan diatas jalan yang tidak diaspal, operasi
pemecahan batu bara, operasi pengeboran dan peniupan angin di daerah yang
terganggu oleh pertambangan.
Debu bisa dikendalikan dengan menyiramkan air ke jalanan, tumpukan batu
bara atau ban berjalan. Tindakan-tindakan lain juga bisa dilakukan termasuk
memasang sistem pengumpulan debu pada mata bor dan membeli lahan tambahan di
sekitar tambang untuk dijadikan zona penyangga antara tambang dan daerah
sekitarnya. Pepohonan yang ditanam di zona penyangga tersebut juga bisa menekan
dampak pandangan dari operasi penambangan terhadap masyarakat setempat.
Kebisingan bisa dikendalikan dengan melakukan pemilihan peralatan dan penyekatan
secara hati-hati serta keterpaparansuara di sekitar mesin. Dalam praktek yang terbaik,
setiap tapak harus terpasang peralatan pemantauankebisingan dan getaran sehingga
tingkat kebisingan dapat diukur untuk memastikan bahwa tambang berada dalam
batas yang telah ditentukan.
4. Rusaknya terumbu karang
Hal ini dapat terjadi kaena tongkang-tongkang pembawa batubara berhenti
sembarangan di kawasan terumbu karang.
5. Hilangnya kawasan pertanian
Daerah pertambangan jika berupa kawasan pertanian diperlukan konservasi
yang tepat untuk mengembalikan lahan ke kondisi semula. Kawasan pertanian yang
digunakan tidak hanya daerah pertambangan tapi juga dapat berupa daerah PLTU
sebagai tempat pembakaran batubara.

2.4 Solusi Sebagai Seorang Engineer


Sektor pertambangan merupakan salah satu sektor yang memegang peranan
penting dalam menunjang pembangunan nasional. Indonesia mempunyai potensi
berbagai jenis bahan tambang, baik logam, non logam, batuan bahan konstruksi dan
industri, batu bara, panas bumi maupun minyak dan gas bumi yang cukup melimpah.
Pendayagunaan secara bijak segala jenis bahan tambang tersebut dapat meningkatkan
pendapatan dan perekonomian nasional ataupun daerah.
Pengelolaan pertambangan secara garis besar perlu dilakukan pada 3 (tiga) jenis
tahapan kegiatan, yaitu kegiatan awal berupa penentuan kelayakan penambangan,
kegiatan kedua pada saat penambangan (eksploitasi), dan kegiatan ketiga/terakhir
pada saat reklamasi lahan pasca penambangan.
1. Penentuan kelayakan penambangan
Deposit bahan tambang harus dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan
perekonomian dan pendapatan daerah maupun nasional bagi kemakmuran rakyat.
Untuk menentukan kelayakan penambangan suatu deposit bahan tambang, terlebih
dahulu perlu dilakukan kajian yang mencakup berbagai aspek di sekitar serta
mempertimbangkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang sifatnya lintas
sektoral. Aspek-aspek yang perlu dikaji adalah:
a. Aspek penggunaan lahan pada dan di suatu lokasi deposit bahan tambang
b. Aspek geologi
Kajian aspek geologi meliputi topografi, tanah penutup, sifat fisik dan
keteknikan tanah/batuan, hidrogeologi, kebencanaan geologi, kawasan
lindung geologi dan aspek sosekbud.
Selain itu, untuk menghindari atau menekan sekecil mungkin dampak negatif
terhadap lingkungan akibat kegiatan penambangan, maka hal-hal yang perlu
diperhatikan lebih lanjut adalah:
1) Lokasi penambangan sedapat mungkin tidak terletak pada daerah resapan atau
pada akuifer sehingga tidak akan mengganggu kelestarian air tanah di daerah
sekitarnya.
2) Lokasi penambangan sebaiknya terletak agak jauh dari pemukiman penduduk
sehingga suara bising ataupun debu yang timbul akibat kegiatan penambangan
tidak akan mengganggu penduduk.
3) Lokasi penambangan tidak berdekatan dengan mata air penting sehingga tidak
akan mengganggu kualitas maupun kuantitas air dari mata air tersebut, juga
untuk menghindari hilangnya mata air.
4) Lokasi penambangan sedapat mungkin tidak terletak pada daerah aliran
sungai bagian hulu (terutama tambang batuan) untuk menghindari terjadinya
pelumpuran sungai yang dampaknya bisa sampai ke daerah hilir yang
akhirnya dapat menyebabkan banjir akibat pendangkalan sungai. Hal ini harus
lebih diperhatikan terutama di kota-kota besar dimana banyak sungai yang
mengalir dan bermuara di wilayah kota besar tersebut.
5) Lokasi penambangan tidak terletak di kawasan lindung (cagar alam, taman
nasional, dsb.).
6) Lokasi penambangan hendaknya dekat dengan konsumen untuk menghindari
biaya transportasi yang tinggi sehingga harga jual material tidak menjadi
mahal.
7) Lokasi penambangan tidak terletak dekat dengan bangunan infrastruktur
penting, misalnya jembatan dan menara listrik tegangan tinggi. Juga sedapat
mungkin letaknya tidak dekat dengan gedung sekolah sehingga tidak akan
mengganggu proses belajar dan mengajar.
2. Tahap Eksploitasi
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini utamanya berupa
penambangan/penggalian bahan tambang dengan jenis dan keterdapatan bahan
tambang yang berbeda-beda. Eksploitasi bahan tambang juga harusmengikuti
aturan yang telah ditetapkan.
3. Tahap Reklamasi
Kegiatan reklamasi tidak harus menunggu sampai seluruh kegiatan
penambangan berakhir, terutama pada lahan penambangan yang luas. Reklamasi
sebaiknya dilakukan secepat mungkin pada lahan bekas penambangan yang telah
selesai dieksploitasi, walaupun kegiatan penambangan tersebut secara keseluruhan
belum selesai karena masih terdapat deposit bahan tambang yang belum ditambang.
Sasaran akhir dari reklamasi adalah untuk memperbaiki lahan bekas tambang agar
kondisinya aman, stabil dan tidak mudah tererosi sehingga dapat dimanfaatkan
kembali. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan lingkunganpada tahap
reklamasi adalah sebagai berikut:
a. Rencana reklamasi sebaiknya dipersiapkan sebelum pelaksanaan
penambangan
b. Luas areal yang direklamasi sama dengan luas areal penambangan
c. Memindahkan dan menempatkan tanah pucuk pada tempat tertentu dan
mengatur sedemikian rupa untuk keperluan revegetasi.
d. Mengembalikan/memperbaiki pola drainase alam yang rusak.
e. Menghilangkan/memperkecil kandungan (kadar) bahan beracun (jika ada)
sampai ke tingkat yang aman.
f. sebelum dibuang ke suatu tempat pembuangan.
g. Mengembalikan lahan seperti semula atau sesuai dengan tujuan penggunaan
h. Memperkecil erosi selama dan setelah proses reklamasi
i. Memindahkan seluruh peralatan yang sudah tidak digunakan lagi ke tempat
yang dianggap aman.
j. Permukaan tanah yang padat harus digemburkan, atau ditanami dengan
tanaman pionir yang akarnya mampu menembus tanah yang keras
k. Jenis tanaman yang akan dipergunakan untuk revegetasi harus sesuai dengan
rencana rehabilitasi (dapat berkonsultasi dahulu dengan dinas terkait)
l. Mencegah masuknya hama dan gulma yang berbahaya
m. Memantau dan mengelola areal reklamasi sesuai dengan kondisi yang
diharapkan.
Dalam beberapa kasus, lahan bekas penambangan tidak harus seluruhnya
direvegetasi, namun dapat dimanfaatkan untuk tujuan lain, seperti misalnya menjadi
kolam persediaan air, padang golf, perumahan, dan sebagainya apabila dinilai lebih
bermanfaat atau sesuai dengan rencana tata ruang. Oleh karena itu, sebelum
merencanakan reklamasi, sebaiknya berkonsultasi dahulu dengan pemerintah daerah
setempat, pemilik lahan atau instansi terkait lainnya.
Selain upaya-upaya reklamasi maupun upaya yang dilakukan sebelum
melakukan eksploitasi batubara, upaya dalam penanganan limbah batubara juga harus
dilakukan. Dampak lingkungan yang ditimbulkan dari meningkatnya penggunaan
batubara dalam industri adalah berupa peningkatan jumlah limbah padat sisa
pembakaran batubara yang yang termasuk kategori limbah bahan beracun dan
berbahaya atau B3 dan memerlukan penanganan khusus. Dari pembakaran batubara
dihasilkan sekitar 5% polutan padat yang berupa abu terbang (fly ash) dan abu bawah
(bottom ash), dimana sekitar 10-20% adalah abu bawah dan sekitar 80-90% adalah
abu terbang dari total abu yang dihasilkan (Wardani, 2008).
Salah satu pemanfaatan limbah batubara adalah menggunakan limbah batubara
sebagai pupuk tanaman. Penambahan limbah batubara pada tanah berpengaruh
terhadap biomassa tanaman bunga matahari. Semakin besar penambahan limbah
batubara pada tanah, biomassa tanaman bunga matahari semakin meningkat.
Hubungan antara penambahan limbah batubara dan kompos terhadap rata-rata berat
kering biomassa tanaman bunga matahari dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar tersebut memperlihatkan rata-rata berat biomassa tertinggi terdapat


pada tanaman bunga matahari yang ditanam pada tanah dengan penambahan
kombinasi perlakuan 50% limbah batubara dan 800 gram kompos (A5K2), yaitu
sebesar 0,1826 kg. Rata-rata berat kering biomassa terendah terdapat pada tanaman
bunga matahari yang ditanam pada tanah dengan penambahan kombinasi perlakuan
0% limbah batubara dan tanpa penambahan kompos (A0K0) yaitu sebesar 0,0965 kg.
Berat kering biomassa tertinggi terdapat pada bagian batang dan daun tanaman yaitu
sebesar 0,0673 kg, sedangkan berat kering biomassa terendah terdapat pada bagian
bunga tanaman bunga matahari yaitu sebesar 0,0113 kg.
Hasil uji Duncan menunjukkan penambahan Limbah batubara memiliki pH
alkalin, unsur hara baik makro maupun mikro, dan ukuran yang halus. Hal ini
menyebabkan limbah batubara dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pH,
menambah kandungan unsur hara, meningkatkan struktur dan kapasitas kelembaban
tanah (Tripathy dkk, 2006).
Penambahan limbah batubara pada tanah dapat meningkatkan pH, terutama
pada tanah masam daripada tanah yang cenderung basa karena CO2 akan bereaksi
lebih reaktif dengan CaO menghasilkan CaCO3 sehingga pH tanah cenderung
menjadi netral (Thivahary, 2004).
Kemasaman tanah juga mempengaruhi pertumbuhan akar. Nilai pH tanah
dengan kisaran 5-8 berpengaruh langsung pada pertumbuhan akar. Meskipun masing-
masing tanaman menghendaki kisaran pH tertentu, tetapi kebanyakan tanaman tidak
dapat hidup pada pH yang sangat rendah (di bawah 4) dan sangat tinggi (di atas 9).
Keasaman tanah juga menentukan kelakuan dari unsur-unsur hara tertentu, karena pH
dapat mengendapkan atau membuat unsur hara tersedia (Islami dan Utomo, 1995).
III. KESIMPULAN
Indonesia merupakan salah atu negara yang memiliki potensi yang cukup baik
dalam pengembangan industri batubara. Potensi pengembangan batubara ini salah
satunya di film kan oleh Wathdoc dengan judul film sexy killers. Film ini
menceritakan dari hulu hingga hilir bagaimana listrik dapat digunakan dalam
kehidupan sehari-hari, mulai dari kegiatan eksploitasi batubara di Kota Samarinda
Kalimantan Timur hingga distribusi batubara yang dibawa oleh tongkang-tongkang
menuju PLTU di seluruh Indonesia. Film ini juga menceritakan dampak yang
ditimbulkan akibat eksploitasi batubara mulai dari krisis air bersih, dampak debu dan
asap, sengketa lahan pertanian hingga adanya korban yang meninggal akibat kolam
bekas galian tambang.
Kebijakkan penambangan seharusnya memperhatikan aspek lain yang ada
disekitarnya, karena banyak hal nantinya akan berdampak pada beberapa aspek
selaindari tambang, misalnya pada kebersihan dan kenyamanan lingkungan disekitar
pemukiman masyarakat di sekitar daerah pertambangan maupun daerah pembakaran
batubara. Pengelolaan pertambangan secara garis besar perlu dilakukan pada 3 (tiga)
jenis tahapan kegiatan, yaitu kegiatan awal berupa penentuan kelayakan
penambangan, kegiatan kedua pada saat penambangan (eksploitasi), dan kegiatan
ketiga/terakhir pada saat reklamasi lahan pasca penambangan.
DAFTAR PUSTAKA

Hasjim. 2010. Pengaruh Proses Upgrading Terhadap Kualitas Batubara Bunyu,


Kalimantan Timur. Seminar Rekayasa Kimia dan Proses 2010, Jurusan Teknik
Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Semarang,.

Islami dan Utomo. 1995. Strategi Perlawanan Petani Tambang Tradisional dalam
Menjaga Kelangsungan Hidup Di Tengah Rendahnya Imbal Jasa. Jurnal Fisip
Umrah Vol. I, No. 1, 2011 : 75-91.

Suyartono. 2004. Pengaruh tekanan awal hidrogen dan waktu reaksi Terhadap co-
processing batubara banko tengah dengan short residue, Prosiding Seminar
Nasional Rekayasa Kimia dan Proses 2004, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas
Teknik, Universitas Diponegoro. Semarang.

Thivahary. 2004. Studi Pembangkit Listrik Tenaga Uap dan Pembangkit Listrik
Tenaga Diesel Aplikasi PT. Musim Mas Kim II Medan, Skripsi Sarjana Elektro,
Universitas Sumatera Utara. Medan.

Tripathy dkk. 2006. Pertambangan Emas dan Sistem Penghidupan Petani: Studi
Dampak Penambangan Emas Di Bombana Sulawesi Tenggara (Impact Of Gold
Mining On Farmers’ Livelihood In Bombana). Sodality: Jurnal Sosiologi
Pedesaan | Desember 2016, hal 274-280 | 276.

Vera and Langlois. 2007. Pertambangan Batu Bara: Antara Mendulang Rupiah dan
Menebar Potensi Konflik. Masyarakat Indonesia, Vol.38, No.1, Juni, 2012| 69–
92.

WCI. 2005. Sumber Daya Batubara. Tinjauan Lengkap Mengenai Batubara

Anda mungkin juga menyukai