INDONESIA
Di Susun oleh:
FAKULTAS PERTANIAN
2023
BAB I
PENDAHULUAN
Minyak bumi merupakan komoditas strategis yang menjadi sumber energi bagi
perputaran roda perekonomian semua negara. Jika mengacu kepada teori ekonomi pasar
bebas, security of supply kebutuhan minyak bumi, seharusnya bisa terpenuhi lewat
mekanisme pasar. Namun, teori ini ternyata tidak sepenuhnya berlaku. Minyak bumi
terbukti bukan sekedar komoditas ekonomi biasa. Sejarah pun mencatat bahwa pasar
minyak tidak pernah bekerja sepenuhnya atas dasar mekanisme kompetisi pasar karena
selalu saja ada pihak yang mendistorsinya.
Sampai saat ini, pasokan energi Indonesia masih didominasi minyak bumi. Dari total
kebutuhan energi nasional Indonesia tahun 2005 yang berjumlah sekitar 764 juta setara
barel minyak (sbm), sekitar 50% lebih dipenuhi dari minyak dan sekitar 20% persen
dipenuhi dari gas bumi. Jadi 80 persen kebutuhan energi nasional dipasok dari sektor migas
(Awaludin dan Sukur, 2005).
2. Gas Alam
Selain minyak bumi Indonesia memiliki cadangan gas alam yang cukup besar, yaitu
sebesar 170 TSCF dan produksi per tahun mencapai 2,87 TSCF, dengan komposisi tersebut
Indonesia memiliki reserve to production(R/P) mencapai 59 tahun. Gas alam juga memiliki
harga yang stabil karena jauh dari muatan politis, tidak seperti minyak bumi. Produk dari
gas alam yang digunakan adalah LPG (Liquid Petroleum Gas), CNG (Compressed Natural
Gas). LNG (Liquid Natural Gas) dan Coal Bed Methane (CBM) yang merupakan sumber
non konvensional yang sedang dikembangkan di Indonesia (Syukur, H. 2016).
Compressed Natural Gas merupakan gas alam yang dikompresi tanpa melalui proses
penyulingan dan disimpan dalam tabung logam. CNG relatif lebih murah karena tanpa
melalui proses penyulingan dan lebih ramah lingkungan.
Pada tahun 2015 Indonesia memili 4 (empat) kilang pengolahan LNG, dengan kapasitas
terpasang 39 MTPA. Kilang LNG berlokasi di Arun (6,8 MTPA), Bontang Kalimantan
Timur (22,6 MTPA), Tangguh di Papua Barat (7,6 MTPA) dan Donggi Senoro Sulawesi
Tengah (2 MTPA).
3. Batu Bara
Indonesia merupakan salah satu produsen dan eksportir batubara terbesar di dunia,
Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral Indonesia, cadangan batubara Indonesia diperkirakan habis kira-kira dalam 83
tahun mendatang apabila tingkat produksi saat ini terus dilakukan. Sekitar 60 persen dari
cadangan batubara total Indonesia terdiri dari batubara kualitas rendah yang lebih murah
yang memiliki kandungan kurang dari 6.100 kal/gram. Oleh karena itu, jenis batubara ini
dijual dengan harga kompetitif di pasar internasional. Disisi lain, batubara dengan kualitas
rendah juga dapat dimanfaatkan untuk menciptakan program hilirisasi batubara guna
menganalisis potensi dan menciptakan diversifikasi batu bara sebagai Energi Alternatif.
Konsumsi Batu Bara dalam Negeri yaitu; Pembangkit Listrik Tenaga Batu Bara,
digunakan sebagai bahan bakar utama dalam pembangkit listrik tenaga batu bara (PLTU) di
Indonesia. PLTU berkontribusi signifikan dalam penyediaan listrik untuk mendukung
pertumbuhan industri dan kebutuhan energi domestik. Industri dan Manufaktur, digunakan
dalam pembangkit listrik, batu bara juga digunakan dalam industri dan manufaktur,
terutama dalam proses pembuatan baja, semen, dan berbagai produk kimia (Afin, A. P., &
Kiono, B. F. T. 2021).
2.3 Kebijakan Pemerintah Dalam Mengatur Penggunaan Minyak, Gas, Dan Batu Bara
Menurut Yergin (2006) ketahanan energi mulai menjadi isu global ketika Arab Saudi
menghentikan ekspor minyak mentahnya ke negara-negara industri pada awal dekade 70-an.
Pada era tersebut, minyak merupakan sumber energi yang paling vital bagi negara-negara Eropa
Barat dan Amerika Serikat, sedangkan Arab Saudi merupakan eksportir utama. Tindakan sepihak
Arab Saudi tersebut praktis mengganggu aktivitas perekonomian negara-negara importir minyak
tersebut; yang waktu itu hanya bergantung pada minyak Saudi Arabia. Dunia internasional
kemudian menjadi sadar terhadap pentingnya menjaga pasokan agar tidak bergantung pada satu
jenis sumber energi dan satu produsen energi.
Mengacu kepada konsep ketahanan energi yang didefinisikan oleh IEA di atas dan merujuk
kepada teori dasar mikroekonomi, menurut penulis ada tiga komponen dasar dalam menjaga
keberlangsungan pasokan energi, yaitu: (1) estimasi permintaan energi yang presisi sebagai dasar
perencanaan penyediaan pasokan energi, (2) kehandalan (reliability) pasokan energi yang
diusahakan oleh badan usaha, dan (3) harga energi yang menjadi sinyal bagi badan usaha untuk
masuk dalam penyediaan energi. Harga energi menjadi begitu penting karena akan digunakan
oleh pihak produsen dalam menghitung estimasi imbal hasil atas investasi yang dikeluarkan
dalam penyediaan energi. Oleh karena itu, dalam kasus Pemerintah memberlakukan batasan atas
harga energi pada level tertentu, tidak jarang investasi dalam pembangunan pembangkit listrik,
kilang minyak, tambang batubara akan berkurang dan supply bahan bakar menghilang dari
pasaran. Kebijakan Pemerintah diperlukan agar ketiga komponen tersebut direspon dengan baik
oleh pelaku ekonomi (konsumen dan produsen) sehingga ketersediaan energi berada pada tingkat
keseimbangan sesuai dengan kebutuhan konsumsi di dalam perekoonomian.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bahan bakar (minyak, gas dan batu bara) merupakan persoalan yang krusial di dunia.
Peningkatan pemakaian energy disebabkan oleh pertumbuhan populasi penduduk dan
menipisnya sumber cadangan minyak dunia. International Energy Agency (IEA) mendefinisikan
ketahanan energi sebagai ketersediaan sumber energi yang tidak terputus dengan harga yang
terjangkau. Lebih lanjut, ukuran yang dipakai untuk menilai suatu negara dikatakan memiliki
ketahanan energi apabila memiliki pasokan energi untuk 90 hari kebutuhan impor setara minyak.
Pemerintah mempercepat pemanfaatan potensi bioetanol dan biodiesel sebagai bahan bakar
pengganti solar dan bensin untuk bidang transportasi, industri, komersial, dan pembangkit listrik.
Secara teori, pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) untuk tipe combined cycle dengan
efisiensi 50% memiliki nilai intensitas energi sebesar 2 kWhprim/kWh. Adapun alternatif
pembangkit selain nuklir yang berpotensi yakni pembangkit listrik tenaga mini hidro dan mikro
hidro. Potensi energi surya di Indonesia mencapai 207,8 Gigawatt dengan penjabaran distribusi
penyinaran untuk kawasan barat Indonesia sebesar 4.5kWh/m2 .hari, variasi bulanan sekitar
10%, kawasan timur Indonesia sebesar 5.1kWh/m2 .hari, variasi bulanan sekitar 9%, sehingga
rata-rata (mean) di Indonesia sebesar 4.8 kWh/m2 .hari, variasi bulanan sekitar 9%.
DAFTAR PUSTAKA
Afin, A. P., & Kiono, B. F. T. (2021). Potensi Energi Batubara serta Pemanfaatan dan
Teknologinya di Indonesia Tahun 2020–2050: Gasifikasi Batubara. Jurnal Energi Baru
Dan Terbarukan, 2(2), 144-122.
Kementerian ESDM. (2018). Handbook Of Energy & Economic Statistics Of Indonesia 2018
Final Edition. In Ministry of Energy and Mineral Resources.
Kholiq, I. (2015). Pemanfaatan Energi Alternatif Sebagai Energi Terbarukan Untuk Mendukung
Subtitusi BBM. Jurnal IPTEK, 19(2), 75–91.
Setiadanu, G. T., Firmansyah, A. I., & Hadiyono, A. (2018). Analisis Pembangkitan Listrik
Untuk Ekonomi Produktif Di Pulau Terluar (Studi Kasus Sentra Pengolahan Ikan di
Pulau Morotai). Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan, 17(2), 35–46.
Laksmono, R., & Widodo, P. (2017). Pengambilan Keputusan Stratejik Energi Dan
Implementasinya. Ketahanan Energi, 3(1), 33–58.
Syukur, H. (2016). Potensi gas alam di Indonesia. Swara Patra: Majalah Ilmiah PPSDM
Migas, 6(1).
Sihombing, A. L., & Susila, I. M. A. D. (2016). Intensitas Energi Dan CO2 Serta Energy
Payback Time Pada Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro Dan Mikrohidro.
Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan, 15(2), 105–116.
Syahputra, R. (2017). Transmisi Dan Distribusi Tenaga Listrik. LP3M UMY Yogyakarta, 28(4),
131.
Tim Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional. (2019). Indonesia Energy Out Look 2019.
Dewan Energi Nasional.